Share

BAB 6

Penulis: Ede Thaurus
last update Terakhir Diperbarui: 2024-09-29 14:41:21

"Kakek, ini tidak seperti yang kakek pikirkan, dia berbeda," jawab Dante mencoba meyakinkan kakeknya. 

Aku diam saja, aku perlu menganalisis keadaannya sebelum mengambil sikap.

"Sudahlah, kita bicarakan nanti saja setelah makan."

"Yes!" jawabku senang lalu menyadari kalau suaraku terlalu kuat hingga semua orang menatapku dengan kaget.

"Selamat makan," ucapku lembut sambil tersenyum canggung dan mengangguk perlahan. Aku melihat kakek menggelengkan kepalanya. Sepertinya aku kehilangan satu poin.

Makanannya sangat enak, ini bahkan lebih enak dari makanan yang disajikan saat tetanggaku menikah beberapa hari yang lalu. Aku yakin ini pasti dimasak dengan bahan-bahan terbaik dan oleh koki yang sangat handal.

"Nona, apa anda masih lapar?" tanya Pedro kepadaku sambil memberi tanda yang tidak aku mengerti.

Aku menatap sekelilingku, semua orang sudah berhenti makan. Lalu aku melihat makanan di atas meja, masih ada beberapa potong daging dan salad sayur yang tersisa. Mungkin Pedro bermaksud memintaku menghabiskan daging itu agar tidak terbuang.

"Aku akan menghabiskan ini. Sayang, kalau tidak dihabiskan," ucapku sambil mengambil daging itu dan menuangkan seluruh sisa salad sayur ke piringku.

Aku makan dengan cepat dan menghabiskan semuanya dengan puas. Aku menyeka mulutku dan akan minum ketika menyadari kalau semua orang sedang menatapku dengan tatapan aneh. Seakan-akan aku melakukan hal yang memalukan.

"Aku sudah selesai makan," ucapku lagi-lagi dengan canggung, sepertinya aku salah mengartikan tanda yang diberikan Pedro tadi.

Aku segera meletakkan tisu yang kupegang dan menurunkan tanganku dari meja, meskipun sebenarnya aku masih mau mengambil buah anggur yang tampak manis itu. Tapi tatapan semua orang membuatku menahan diri.

"Berkumpul di ruang kerjaku!" perintah kakek sambil berjalan duluan.

"Apa kau selalu makan sebanyak itu?" tanya Pedro kagum.

Aku menggelengkan kepala dengan bangga.

"Biasanya lebih banyak lagi," jawabku sambil mengangkat satu alis, lalu berjalan mengikuti kakek. 

Tiba-tiba Dante berdiri di hadapanku.

"Apapun yang kakek katakan, kau diam saja! Melihat tindakanmu tadi, sepertinya aku salah berpikir kau bisa meyakinkan kakek," bisiknya dengan wajah kesal.

Dia langsung berbalik dan berjalan cepat mengikuti kakek. Memangnya apa yang salah dengan tindakanku tadi? Kau lihat saja nanti, aku pasti bisa meyakinkan kakek dan mendapatkan 100 juta ku.

"Kalian berdua berdiri!" perintah kakek tua itu sambil menunjuk Dante dan aku begitu kami memasuki ruang kerja yang lagi-lagi ukurannya sangat besar.

Aku segera berdiri di samping Dante, tapi pria itu segera menjaga jarak seakan-akan aku akan menularkan virus bila menyentuhnya.

"Melihat gayanya, aku yakin dia bukan orang kaya. Selain itu, kelihatannya dia tidak begitu tertarik kepadamu. Selama ini gadis-gadis yang kau bawa adalah orang-orang berpendidikan dan dari keluarga berada, tapi sepertinya kali ini kau mencoba peruntungan dengan membawa gadis dengan gaya yang berbeda."

Setelah mengatakan hal sejahat itu, kakek tua itu menatapku dengan tajam.

"Berapa dia membayarmu agar mau berpura-pura menikahinya untuk mendapatkan warisanku?" 

Wah, meski tua tapi dia benar-benar jeli dan cerdas, jauh berbeda dari cucu tampannya.

"Kami tidak berpura-pura menikah, aku bisa memperlihatkan dokumen resmi bahwa kami benar-benar menikah," potong Dante sebelum aku membuka mulut.

"Apa yang tidak bisa kau lakukan? Memalsukan dokumen, mendaftarkan pernikahan lalu segera mendaftarkan perceraian, membawa keluarga besan palsu agar kakek percaya. Semua sudah kau lakukan. Kakek akui, ini berbeda. Baru kali ini kau membawa seorang gadis muda yang miskin untuk kau jadikan istri," sahut kakek tua itu membuat Dante tidak berkutik.

Saat seperti ini aku bersyukur mengambil klub teater di kampus, meskipun alasanku mengambilnya karena hanya itu klub yang tidak membutuhkan biaya tambahan seperti alat musik dan pakaian atau perlengkapan olahraga.

"Kakek!" seruku dengan suara dalam dan meyakinkan. Aku harus menunjukkan bakat aktingku yang luar biasa di hadapan pria tua ini.

"Aku memang miskin. Tapi aku bukan orang miskin biasa!" seruku sambil menatapnya tajam.

Pria tua itu terlihat terkesima mendengar suaraku, aku juga bisa merasakan ketegangan dari wajah Dante dan semua orang yang berada di ruangan itu.

"Aku adalah mahasiswi berprestasi. Saat sekolah menengah, aku mendapatkan beasiswa selama 3 tahun penuh, memenangkan lomba debat, olimpiade matematika, lomba pidato dan lomba menulis cepat setiap tahunnya. Aku juga cukup atletis, karena aku selalu mendapat nilai tertinggi dalam pelajaran olahraga, meski aku tidak pernah mengikuti lomba karena peralatannya cukup mahal. Di kampus juga aku mendapatkan beasiswa sehingga belum pernah sekalipun membayar uang kuliah. Aku juga pandai berakting, membaca puisi, bahkan bernyanyi. Apa kakek mau mendengarku bernyanyi?"

"Apa-apaan ini? Apa kau pikir aku pasti akan menerimamu hanya karena kau adalah siswa berprestasi? Sekarang sebaiknya kau keluar dari sini. Tapi sebelumnya, katakan berapa Dante membayarmu?"

"Apa kakek benar-benar mau aku keluar dari sini? Kalau begitu apa kakek bersedia membayarku sebesar 300 juta untuk membuatku keluar dari sini?" tanyaku lembut. 

Kalau dia membayarku 300 juta maka selesailah masalahku. Aku bisa membayar hutang ayahku dan keluar dari sini dengan uang 100 juta di tanganku.

"Apa kau sudah gila? Keluar dari sini!" teriak pria tua itu marah.

Sepertinya dia tidak berniat memberiku uang, kalau begitu aku tidak akan keluar. Aku akan berusaha untuk meyakinkannya bahwa aku dan Dante sungguh-sungguh saling mencintai.

"Tidak! Aku tidak akan meninggalkan suamiku!" tegasku sambil berdiri tegak.

"Anak ini benar-benar keterlaluan. Berani-beraninya kau menentangku dan membuat kepalaku sakit. Keluar kataku! Semua orang disini tahu, kalau dan Dante berpura-pura hanya supaya dia mendapatkan harta warisanku. Jadi berhentilah menunjukkan akting jelekmu itu disini!" bentak kakek itu sambil menunjukku.

Aku menatap Dante yang memberi tanda agar aku berhenti lalu mulai bicara.

"Baiklah, kakek, jangan khawatir. Kami akan-"

Apa? Dia mau menyerah begitu saja? Tidak boleh! Aku tidak boleh kehilangan 100 juta ku. Aku langsung berlari dan menutup mulut pria itu. Semua orang terkesima melihat tindakanku. Mata Dante dan kakeknya terbuka sangat besar seakan-akan mereka melihat seekor harimau muncul.

Aku menurunkan tanganku lalu meraih tangan Dante dan menggenggamnya dengan erat. 

"Kakek percayalah, aku akan jadi cucu menantu yang baik untuk kakek. Aku bersikap seperti tadi karena kesal. Kakek tidak boleh menghina dan merendahkan orang yang belum kakek kenal. Jadi tolonglah, beri aku kesempatan," ucapku memohon.

Tapi kakek sepertinya sama sekali tidak mendengarkanku, dia malah menatap Dante dengan wajah khawatir. Begitu juga dengan Pedro dan dua pria lainnya mereka hanya menatap Dante dengan serius.

"A ... apa kau baik-baik saja?" tanya kakek kepada Dante yang menurutku terlihat baik-baik saja.

"Kenapa? Apa sesuatu terjadi kepadamu?" tanyaku masih menggenggam tangan Dante.

"Aku ... Aku baik-baik saja. Kakek, aku baik-baik saja," ucap Dante sambil memandang tanganku yang sedang menggenggam tangannya dengan tatapan tidak percaya.

Ada apa ini? Mengapa mereka semua bersikap aneh dan tampak lega.

Kakek tua itu menatapku, kali ini dengan tatapan yang sangat berbeda.

"Baiklah, aku menerimamu sebagai istri cucuku."

Bab terkait

  • SENTUHAN PANAS PERTAMA TUAN DANTE   BAB 7

    "Ka ... kakek menerimaku?" seruku senang."Kakek tidak akan menyesali keputusan kakek itu, mulai hari ini aku akan menjadi cucu menantu yang baik!" seruku bersemangat karena berhasil mendapatkan 100 juta ku."Sudahlah, hentikan semua omong kosongmu itu. Keluarlah dari ruanganku, aku butuh bicara dengan cucuku," jawabnya tampak tidak tertarik dengan dedikasiku."Baiklah, aku juga mau tidur karena besok harus ke kampus," jawabku kesal, benar-benar pria tua yang sombong.Aku berjalan keluar, menutup pintu lalu segera menempelkan telingaku ke pintu. Aku penasaran, mengapa tadi semua orang tampak mengkhawatirkan Dante. Aku mencoba menguping tapi tidak bisa mendengar apapun. Sepertinya pintu ini terbuat dari kayu yang sangat tebal.Sudahlah! Lebih baik aku beristirahat, besok akting yang sesungguhnya akan dimulai. Aku harus mencatat kebohongan apa saja yang akan aku katakan kepada teman-temanku, agar di masa depan aku tidak lupa dengan kata-kataku sendiri.***Aku terbangun sebelum matahari

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-08
  • SENTUHAN PANAS PERTAMA TUAN DANTE   BAB 8

    "Tidak usah, aku sedang ingin berjalan kaki," jawabku sambil melirik ke belakang.Aku bisa melihat supir Dante masih memperhatikanku. Dia bisa saja mengadu kepada Dante dan membuat 100 jutaku melayang."Kenapa? Apa kau menunggu seseorang?" tanya Joshua sambil mengikuti pandanganku."Tidak. Aku hanya ... sedang berusaha untuk berolahraga lebih banyak," jawabku lagi-lagi berbohong."Baiklah, kalau begitu aku duluan."Joshua segera memacu motor besarnya menuju ke kampus. Sementara aku menatap punggungnya dengan perasaan kesal. Andai supir itu tidak mengawasi, aku pasti sedang berada di atas motor besar milik Joshua. Aku kembali melangkahkan kakiku dengan lunglai.Aku tiba di kampus tepat waktu untuk kuliah pertama hari ini. "Ruby, kenapa terlambat? Aku sudah lama menunggumu. Katamu akan datang lebih pagi hari ini," gerutu sahabatku Dora begitu melihatku masuk kelas."Maaf, tadi aku berjalan kaki cukup jauh," jawabku sambil duduk di kursi yang berada di samping Dora."Kenapa? Bus mu mogo

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-09
  • SENTUHAN PANAS PERTAMA TUAN DANTE   BAB 9

    "Ruby, ada apa?" bisik Rahul sambil mencolek tanganku."Ha?" tanyaku bingung."Mengapa wajahmu tiba-tiba pucat seperti orang ketakutan?"Aku memaksa bibirku untuk tersenyum."Perutku sakit, karena ada yang harus aku setor ke toilet, " bisikku berpura-pura."Sial!" makinya dengan wajah jijik."Sekarang silakan nona yang berbaju pink," panggil Joshua."Namaku Naomi, kak," jawab Naomi sambil berdiri dan memainkan rambut panjangnya."Ayo bersiap untuk menerima pertanyaan aneh dan tidak masuk akal yang dia tanyakan hanya untuk mencari perhatian," bisik Rahul diikuti anggukan kepalaku dan Dora."Bagaimana dengan pernikahan untuk membayar hutang? Misalnya seseorang berhutang dan memberikan putrinya sebagai bayaran dan dinikahkan dengan orang yang memberinya hutang? Apa pendapat kalian dan bagaimana aturan hukumnya?"Dora melirikku meminta aku menjawab, tapi aku diam saja. Tiba-tiba kepalaku kosong, aku tidak tahu bagaimana harus menjawabnya. "Tentu saja itu bertentangan dengan hukum. Itu bi

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-09
  • SENTUHAN PANAS PERTAMA TUAN DANTE   BAB 10

    "A ... apa? Jatuh cinta? Apa maksud kakek? Bukankah kakek tidak menyukaiku? Mengapa menginginkan Dante jatuh cinta kepadaku?""Jadi, kau mau menerima tawaranku atau tidak?" Pria tua ini tidak menjawab pertanyaanku. Apa mungkin telinganya sudah mulai bermasalah karena usianya? Atau dia sengaja tidak ingin menjawab?"Bolehkah aku memikirkannya?" tanyaku acuh."Silakan, aku akan memberikanmu waktu untuk berpikir. Besok pagi berikan jawabanmu. Sekarang, silakan keluar, aku harus bekerja."Aku segera berdiri dan keluar tanpa mengatakan apa-apa lagi. Orang-orang di rumah ini sepertinya memang terlahir kasar dan tidak sopan!"Apa yang kau lakukan di ruang kerja kakek?" tanya Dante yang baru pulang.Ada apa dengan pakaiannya? Mengapa dia memakai setelah rapi dan sepatu formil seakan-akan dia seorang CEO atau pengacara atau seorang aktor. Dia hanya seorang bandar judi, mengapa harus tampil setampan itu?"Ada sesuatu yang kami bicarakan," jawabku acuh lalu segera meninggalkannya dan berjalan m

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-10
  • SENTUHAN PANAS PERTAMA TUAN DANTE   BAB 11

    "Itu ... aku-" "Siapa yang mengantarmu? Mengapa berhenti begitu jauh dari kampus?" Benar dugaanku, dia melihatku keluar dari mobil Dante."Itu pamanku. Dia harus segera berangkat ke kantor, jadi dia hanya bisa mengantarku sampai di sini," jawabku berbohong."Apakah kau akan berjalan kaki lagi ke kampus? Atau mau ikut denganku?" tanya Joshua yang sepertinya percaya dengan jawabanku."Kalau kakak tidak keberatan aku akan ikut, karena sepertinya aku akan terlambat kalau berjalan kaki," ucapku malu-malu."Pakai helm ini dan naiklah!"Aku mengangguk dan segera naik sambil tersenyum bahagia. Setidaknya dibalik semua persoalanku ada pelangi tipis yang muncul dan memberikanku harapan dan sukacita. Joshua, dialah pelangiku."Ruby!" teriak Dora dan Rahul bersamaan saat mereka melihatku turun dari motor Joshua."Terima kasih untuk tumpangannya, ka," ucapku begitu turun lalu segera berlari menemui Dora dan Rahul."Apa aku tidak salah lihat? Kau naik motor Joshua? Apa yang terjadi?" cecar Dora

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-11
  • SENTUHAN PANAS PERTAMA TUAN DANTE   BAB 12

    "Nona Ruby, makan malam sudah siap," panggil Myrna sambil mengetuk pintu kamarku. Aku tidak menjawabnya. Aku sudah duduk diam di atas tempat tidurku sejak aku mengeluarkan amarahku, mungkin sekitar dua jam yang lalu. Aku tidak tahu nasib apa yang menungguku di luar.Mulutku ini memang tidak bisa kompromi, dia akan langsung mengeluarkan apa saja yang ada di dalam hatiku. Kenapa dia mendengarkan hatiku dan bukan otakku? Bukankah seharusnya otak yang memerintahkan bagian-bagian tubuh untuk melakukan sesuatu? "Nona Ruby, apakah anda akan makan malam?" tanya Myrna sekali lagi. Aku rasa dia akan terus disana kalau aku tidak menjawabnya. Aku berjalan ke pintu dan membukanya."Aku belum mandi, jadi aku tidak bisa makan malam sekarang," jawabku sambil menunjukkan pakaianku."Biarkan saja mereka makan malam duluan. Kalau lapar, aku akan makan sendiri nanti," lanjutku sebelum menutup pintu.Aku kembali duduk di atas tempat tidur sambil memukuli dada dan mulutku."Bodoh! Kalian benar-benar bod

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-12
  • SENTUHAN PANAS PERTAMA TUAN DANTE   BAB 13

    "Pelajaran hari ini jam 5 sore setelah anda sampai di rumah. Gurunya akan datang ke rumah. Saya akan mengatur semua jadwal anda dan memberikannya secepatnya kepada anda, Nona," ujar Pedro setelah meminta jadwal kuliahku."Baiklah, terima kasih Pedro. Ngomong-ngomong, siapa yang akan mengantarku kuliah hari ini?""Supir, Nona. Dia sudah menunggu anda," jawab Pedro sambil membereskan kertas yang dia bawa.Aku segera keluar setelah berpamitan dengan Pedro. Tidak ada orang lain yang bangun di rumah ini pada jam-jam seperti ini. Hanya Pedro, Myrna, para pelayan dan supir yang sudah bangun dan beraktivitas.Aku berangkat ke kampus dengan berbagai pertanyaan yang muncul di kepalaku. Sebenarnya siapa Pedro? Apakah dia asisten Dante? Lalu dimana dua orang lain yang biasanya bersama Dante, mengapa mereka tidak pernah muncul lagi? Sepertinya aku harus menyisihkan waktu untuk bertanya kepada Pedro. Pria itu terlihat sangat ramah jadi dia pasti akan menjawab semua pertanyaanku."Nona, apakah anda

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-13
  • SENTUHAN PANAS PERTAMA TUAN DANTE   BAB 14

    "Sepertinya pertanyaan Naomi terlalu personal. Tapi saya serahkan kepada Tuan Dante, apakah ingin menjawab pertanyaan itu atau tidak," ucap moderator sambil memberikan tanda menggunakan tangannya agar semua orang tenang.Aku menahan napas dengan tegang. Dante menatapku sebelum akhirnya beralih menatap Naomi. Dia tersenyum tenang lalu menjawab dengan suara basnya."Saya tidak akan menjawab pertanyaan seperti itu," jawab Dante membuatku langsung bernapas lega."Syukurlah," ucapku tenang."Ada apa?" tanya Joshua bingung."Ah tidak apa-apa," jawabku cepat."Maaf kak, kali ini aku harus pergi. Masih ada kelas yang harus aku hadiri," ucapku tanpa memedulikan lagi apa jawaban Joshua.Aku segera berjalan keluar sambil membawa materi yang diberikan Joshua tadi. Aku tidak tahan berada di sana, bisa-bisa aku mati karena tegang.Aku memeriksa jam, masih ada sejam lagi sebelum kelas berikutnya. Dimana Dora dan Rahul, aku menelepon mereka tapi tidak diangkat. Aku memutari kampus selama lebih dari l

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-14

Bab terbaru

  • SENTUHAN PANAS PERTAMA TUAN DANTE   BAB 61

    Rasa kantukku langsung hilang. Aku segera memeriksa isi kotak itu. Membaca setiap artikel dengan hati-hati. Tapi sampai semuanya selesai aku baca, tidak ada lagi keterangan tentang penyebab kecelakaan orangtuaku.Dibawah tumpukan artikel-artikel itu ada beberapa foto lama. Aku melihatnya satu persatu, ada foto pernikahan kedua orang yang aku yakini sebagai orangtua kandungku.Lalu fotoku ketika berusia 4 tahun bersama seorang pria remaja, tersenyum begitu lebar. Siapa anak ini? Tidak mungkin mereka menyimpan fotonya kalau dia tidak ada hubungannya denganku. Apa mungkin sebenarnya aku memiliki kakak kandung?Foto terakhir adalah foto kedua orangtua kandungku dan orangtua yang sudah merawatku. Sepertinya mereka saling mengenal dengan baik, terlihat dari kedekatan mereka dalam foto ini. Apakah orangtuaku yang sekarang terpaksa merawatku karena merasa bersalah sudah membunuh ayah dan ibu kandungku, yang dekat dengan mereka?Aku benar-benar putus asa, aku mendapat informasi tapi semuanya h

  • SENTUHAN PANAS PERTAMA TUAN DANTE   BAB 60

    "Tapi ini kamar suite kami, jadi harganya berbeda. Selain itu karena sekarang sedang ramai jadi harganya-""Tidak apa-apa. Saya tidak masalah dengan harganya," potong Dante yang tampak kelelahan."Baik Tuan. Jangan khawatir kamarnya cukup besar dan memiliki ruang tamu sendiri," jelas resepsionis itu sambil tersenyum senang. Aku diam saja, tapi tubuhku menegang tanpa alasan. Tenggorokanku terasa kering dan jantungku berdetak tidak karuan. Ada apa ini? Mengapa bayangan kami berciuman tiba-tiba melintas lagi di pikiranku, membuat telapak tanganku mulai terasa dingin.Setelah proses dengan resepsionis selesai, seorang pegawai penginapan langsung membawa koperku sambil menunjukkan arah kamar kami.Dante memberikan beberapa lembar uang kepada pegawai itu setelah kami tiba di dalam kamar kami."Kamar suite di kota kecil benar-benar kecil," komentar Dante sambil menatap kamar yang menurutku cukup besar ini. Ini lebih mirip apartemen kecil yang terdapat di ibukota, dan menurutku itu besar.Ada

  • SENTUHAN PANAS PERTAMA TUAN DANTE   BAB 59

    "Ruby," sapa ibuku dengan nada suara yang sangat asing."Mama, apa yang terjadi dengan mama?" tanyaku bingung. Wajahnya memang ibuku, tapi aku sama sekali tidak mengenali riasan, cara berpakaian, bahasa tubuhnya bahkan nada bicaranya."Masuklah, kita bicara di dalam," ajaknya sambil membukakan pintu lebih lebar.Aku masuk, lalu melihat ayahku yang sedang duduk di sofa. Dia langsung berdiri dan menatapku sambil tersenyum. Dia juga tampak sangat berbeda. Ada apa dengan kedua orangtuaku? Apakah waktu dua bulan bisa membuat seseorang berubah sedrastis ini?"Duduklah," panggil ayahku. Aku berjalan perlahan lalu duduk di hadapan mereka berdua.Kenapa suasananya terasa begitu canggung dan dingin. Mereka berdua seperti sengaja membuatku merasa asing di hadapan mereka."Ma, ada apa ini?" tanyaku putus asa.Aku hanya ingin memeluk ibuku dan menceritakan semua yang terjadi padaku. Aku hanya ingin berkeluh kesah tentang betapa beratnya hari-hariku tanpa ada dia di sisiku. Tapi sekarang aku malah

  • SENTUHAN PANAS PERTAMA TUAN DANTE   BAB 58

    Untuk apa dia menjelaskan tentang kejadian itu kepadaku? Apa dia tahu kalau aku cemburu?"Apa dia akan tinggal di negara ini selamanya?" tanyaku mencoba terdengar tenang."Sepertinya begitu, dia sudah mendaftar untuk pelatihan pengacara agar mendapat izin praktek pengacara di negara ini.""Apa Naomi juga seorang pengacara?" tanyaku kaget."Ya, dia menyelesaikan sarjana hukumnya di negara ini, lalu ke Eropa dan kembali kuliah hukum disana. Tadinya aku pikir dia akan mengambil gelar master, tapi ternyata dia mengambil sarjana. Setelah itu dia mulai bekerja di kantor pengacara dan dalam waktu singkat dia menjadi seorang pengacara yang hebat."Aku menatap wajah bangga Dante ketika membicarakan Naomi dan menghela napas perlahan. "Jadi dia magang di kantormu?""Ya, calon pengacara lain setidaknya membutuhkan 6 bulan untuk menyelesaikan syarat penanganan perkara, tapi Naomi sudah hampir menyelesaikannya dalam waktu kurang dari sebulan.""Tentu saja, dia adalah pengacara berpengalaman yang b

  • SENTUHAN PANAS PERTAMA TUAN DANTE   BAB 57

    Joshua, dia bilang aku bisa mengandalkannya saat semua orang tidak ada. Tapi dia sama sekali tidak menepati janjinya. Kali ini aku tidak kecewa, tapi marah. Bukan pada Joshua, tapi pada diriku sendiri karena terlalu mengandalkan orang lain.Andai aku tidak mengandalkan pria itu, aku bisa mempersiapkan diriku untuk perjalanan ini sendirian. Sekarang aku harus pergi sendiri tanpa tahu apa-apa.Aku sangat cerdas dan kuat. Tapi aku bukan orang yang berani pergi sendirian. Dulu selalu ada ibuku, Dora, Rahul dan kemudian Dante. Kalau tidak ada mereka maka aku tidak akan kemana-mana.Seharusnya aku memberanikan diri saja untuk pergi sendirian dan tidak mengajak Joshua. Setidaknya kalau begitu, aku akan mencari tahu apa yang harus aku lakukan, kemana aku harus pergi, naik apa, barang-barang apa yang harus aku persiapkan untuk sebuah perjalanan solo."Kita sudah sampai, Nona," ucap supir membuatku mulai gemetar."Anda tidak apa-apa?" tanyanya saat membukakan pintu untukku. Aku menggeleng pelan

  • SENTUHAN PANAS PERTAMA TUAN DANTE   BAB 56

    "Kalian akan pergi kemana?" tanya Dora tampak senang. Dia memang selalu berpikir kalau pria yang paling cocok untukku adalah Joshua. "Ke sebuah tempat yang cukup jauh," jawabku tidak ingin menjelaskan lebih detail lagi."Apa kalian akan menginap?""Mungkin," jawabku acuh."Ruby, ada apa?" tanya Rahul yang tentu saja selalu tahu kalau ada yang tidak beres denganku."Tidak ada apa-apa.""Apa kau bertengkar dengan suamimu dan ingin melarikan diri dengan Joshua?" "Ada apa denganmu? Memangnya kenapa kalau Ruby pergi dengan Joshua. Dia jauh lebih baik daripada suami palsunya itu!" bentak Dora yang tidak terima dengan pertanyaan Rahul."Sudahlah, kenapa kalian bertengkar? Aku mau ke perpustakaan dulu. Sampai nanti," ucapku sambil melambaikan tangan lalu meninggalkan mereka berdua.Joshua, aku akan mencarinya dan mengajaknya pergi bersamaku besok.Sepertinya aku memang lebih berjodoh dengan Joshua. Baru saja memikirkannya, dia malah langsung muncul di hadapanku, keluar dari perpustakaan."R

  • SENTUHAN PANAS PERTAMA TUAN DANTE   BAB 55

    "Aku rasa bukan urusan siapapun. Hal itu adalah urusan pribadiku dan aku tidak harus menjelaskannya," jawab Dante kesal lalu segera berjalan meninggalkanku. Aku segera mengejarnya."Kalau begitu baguslah. Kau punya urusan pribadi, aku juga punya urusan pribadi. Sebaiknya kita memang tidak saling mencampuri urusan yang lain. Jadi, aku minta jangan lagi bertanya kemana dan dengan siapa aku pergi, lagipula kurang dari 6 bulan lagi kita cuma dua orang asing," sahutku lalu segera berlari pulang .Aku membencimu Dante! Aku benci caramu membuatku berharap kepadamu. Aku sempat berpikir kau sengaja menungguku pulang. Aku benci caramu membuatku cemburu. Kenapa kau harus menutupi hubunganmu dengan Naomi kalau diantara kalian tidak ada apa-apa?Aku terus berlari, dan tidak ingin berhenti."Kenapa hanya aku?" teriakku sambil berlari.Kenapa hanya aku yang mencintaimu? Aku terus bertanya dalam hati.***Aku terbangun dengan tubuh yang masih kelelahan. Untungnya kali ini betisku baik-baik saja. Aku

  • SENTUHAN PANAS PERTAMA TUAN DANTE   BAB 54

    "Kenapa kau menatapku seperti itu? Apa tiba-tiba cintamu berpindah kepadaku?" tanya Joshua sambil menepuk meja besi yang ada di depan kami.'Andai aku bisa jatuh cinta kepadamu dan bukan pada pria itu,' gumamku dalam hati."Memangnya cinta bisa dipindahkan seenaknya?" tanyaku tersenyum kecut karena aku sangat berharap cinta bisa dipindahkan semudah itu."Apa kau sedang ada masalah dengan kekasihmu?" "Ha? Kekasih? Aku tidak punya kekasih. Itu hanya omong kosong Rahul," jawabku cepat."Jangan berbohong.""Sungguh, aku memang tidak punya kekasih.""Baiklah, kalau begitu aku akan mengganti pertanyaanku. Apakah kau sedang ada masalah dengan orang yang kau cintai?" tanyanya sambil tersenyum jahil.Aku menghela napas dalam, tidak bisa menghindarinya kali ini."Aku tidak-""Berhenti! Jangan berbohong. Aku mohon, untuk malam ini saja, jujurlah kepadaku. Aku sangat ingin tahu apa yang ada di dalam hati dan kepalamu," ucap Joshua memohon.Aku menatap matanya lalu mengembuskan napas dengan keras

  • SENTUHAN PANAS PERTAMA TUAN DANTE   BAB 53

    Tiba-tiba Dante muncul dan langsung merangkul Naomi lalu berbalik dan menariknya masuk ke dalam sebuah ruangan."Itu kan wanita yang waktu itu kita lihat di bandara. Mereka bahkan bermesraan di kantor?" gumam Dora terlihat risi."Apa kalian mengenalnya? Kenapa dia sepertinya mengenali kita atau salah satu dari kita?" tanya Rahul sambil menatapku."Ha?" sahutku kebingungan.Untungnya seorang pria muda muncul dan meminta kami masuk ke ruangan Dante, lalu kamipun mengikuti pria itu.Kami masuk setelah pria itu mengetuk dan membukakan pintu."Selamat sore, Tuan," sapa Rahul dan Dora."Selamat sore," jawab Dante santai, seakan-akan tidak mengenalku dan tidak peduli dengan kehadiranku."Saya mengajak sahabat saya, semoga anda tidak keberatan," jelas Dora dengan sopan."Tidak masalah, silakan duduk," ucap Dante acuh sambil menunjuk ke arah sofa.Aku melirik Naomi yang sedang duduk disana sambil menatap kami bertiga."Apakah aku boleh tetap berada disini?" tanya Naomi dengan lembut."Aku khaw

DMCA.com Protection Status