"Ruby, ada apa?" bisik Rahul sambil mencolek tanganku."Ha?" tanyaku bingung."Mengapa wajahmu tiba-tiba pucat seperti orang ketakutan?"Aku memaksa bibirku untuk tersenyum."Perutku sakit, karena ada yang harus aku setor ke toilet, " bisikku berpura-pura."Sial!" makinya dengan wajah jijik."Sekarang silakan nona yang berbaju pink," panggil Joshua."Namaku Naomi, kak," jawab Naomi sambil berdiri dan memainkan rambut panjangnya."Ayo bersiap untuk menerima pertanyaan aneh dan tidak masuk akal yang dia tanyakan hanya untuk mencari perhatian," bisik Rahul diikuti anggukan kepalaku dan Dora."Bagaimana dengan pernikahan untuk membayar hutang? Misalnya seseorang berhutang dan memberikan putrinya sebagai bayaran dan dinikahkan dengan orang yang memberinya hutang? Apa pendapat kalian dan bagaimana aturan hukumnya?"Dora melirikku meminta aku menjawab, tapi aku diam saja. Tiba-tiba kepalaku kosong, aku tidak tahu bagaimana harus menjawabnya. "Tentu saja itu bertentangan dengan hukum. Itu bi
"A ... apa? Jatuh cinta? Apa maksud kakek? Bukankah kakek tidak menyukaiku? Mengapa menginginkan Dante jatuh cinta kepadaku?""Jadi, kau mau menerima tawaranku atau tidak?" Pria tua ini tidak menjawab pertanyaanku. Apa mungkin telinganya sudah mulai bermasalah karena usianya? Atau dia sengaja tidak ingin menjawab?"Bolehkah aku memikirkannya?" tanyaku acuh."Silakan, aku akan memberikanmu waktu untuk berpikir. Besok pagi berikan jawabanmu. Sekarang, silakan keluar, aku harus bekerja."Aku segera berdiri dan keluar tanpa mengatakan apa-apa lagi. Orang-orang di rumah ini sepertinya memang terlahir kasar dan tidak sopan!"Apa yang kau lakukan di ruang kerja kakek?" tanya Dante yang baru pulang.Ada apa dengan pakaiannya? Mengapa dia memakai setelah rapi dan sepatu formil seakan-akan dia seorang CEO atau pengacara atau seorang aktor. Dia hanya seorang bandar judi, mengapa harus tampil setampan itu?"Ada sesuatu yang kami bicarakan," jawabku acuh lalu segera meninggalkannya dan berjalan m
"Itu ... aku-" "Siapa yang mengantarmu? Mengapa berhenti begitu jauh dari kampus?" Benar dugaanku, dia melihatku keluar dari mobil Dante."Itu pamanku. Dia harus segera berangkat ke kantor, jadi dia hanya bisa mengantarku sampai di sini," jawabku berbohong."Apakah kau akan berjalan kaki lagi ke kampus? Atau mau ikut denganku?" tanya Joshua yang sepertinya percaya dengan jawabanku."Kalau kakak tidak keberatan aku akan ikut, karena sepertinya aku akan terlambat kalau berjalan kaki," ucapku malu-malu."Pakai helm ini dan naiklah!"Aku mengangguk dan segera naik sambil tersenyum bahagia. Setidaknya dibalik semua persoalanku ada pelangi tipis yang muncul dan memberikanku harapan dan sukacita. Joshua, dialah pelangiku."Ruby!" teriak Dora dan Rahul bersamaan saat mereka melihatku turun dari motor Joshua."Terima kasih untuk tumpangannya, ka," ucapku begitu turun lalu segera berlari menemui Dora dan Rahul."Apa aku tidak salah lihat? Kau naik motor Joshua? Apa yang terjadi?" cecar Dora
"Nona Ruby, makan malam sudah siap," panggil Myrna sambil mengetuk pintu kamarku. Aku tidak menjawabnya. Aku sudah duduk diam di atas tempat tidurku sejak aku mengeluarkan amarahku, mungkin sekitar dua jam yang lalu. Aku tidak tahu nasib apa yang menungguku di luar.Mulutku ini memang tidak bisa kompromi, dia akan langsung mengeluarkan apa saja yang ada di dalam hatiku. Kenapa dia mendengarkan hatiku dan bukan otakku? Bukankah seharusnya otak yang memerintahkan bagian-bagian tubuh untuk melakukan sesuatu? "Nona Ruby, apakah anda akan makan malam?" tanya Myrna sekali lagi. Aku rasa dia akan terus disana kalau aku tidak menjawabnya. Aku berjalan ke pintu dan membukanya."Aku belum mandi, jadi aku tidak bisa makan malam sekarang," jawabku sambil menunjukkan pakaianku."Biarkan saja mereka makan malam duluan. Kalau lapar, aku akan makan sendiri nanti," lanjutku sebelum menutup pintu.Aku kembali duduk di atas tempat tidur sambil memukuli dada dan mulutku."Bodoh! Kalian benar-benar bod
"Pelajaran hari ini jam 5 sore setelah anda sampai di rumah. Gurunya akan datang ke rumah. Saya akan mengatur semua jadwal anda dan memberikannya secepatnya kepada anda, Nona," ujar Pedro setelah meminta jadwal kuliahku."Baiklah, terima kasih Pedro. Ngomong-ngomong, siapa yang akan mengantarku kuliah hari ini?""Supir, Nona. Dia sudah menunggu anda," jawab Pedro sambil membereskan kertas yang dia bawa.Aku segera keluar setelah berpamitan dengan Pedro. Tidak ada orang lain yang bangun di rumah ini pada jam-jam seperti ini. Hanya Pedro, Myrna, para pelayan dan supir yang sudah bangun dan beraktivitas.Aku berangkat ke kampus dengan berbagai pertanyaan yang muncul di kepalaku. Sebenarnya siapa Pedro? Apakah dia asisten Dante? Lalu dimana dua orang lain yang biasanya bersama Dante, mengapa mereka tidak pernah muncul lagi? Sepertinya aku harus menyisihkan waktu untuk bertanya kepada Pedro. Pria itu terlihat sangat ramah jadi dia pasti akan menjawab semua pertanyaanku."Nona, apakah anda
"Sepertinya pertanyaan Naomi terlalu personal. Tapi saya serahkan kepada Tuan Dante, apakah ingin menjawab pertanyaan itu atau tidak," ucap moderator sambil memberikan tanda menggunakan tangannya agar semua orang tenang.Aku menahan napas dengan tegang. Dante menatapku sebelum akhirnya beralih menatap Naomi. Dia tersenyum tenang lalu menjawab dengan suara basnya."Saya tidak akan menjawab pertanyaan seperti itu," jawab Dante membuatku langsung bernapas lega."Syukurlah," ucapku tenang."Ada apa?" tanya Joshua bingung."Ah tidak apa-apa," jawabku cepat."Maaf kak, kali ini aku harus pergi. Masih ada kelas yang harus aku hadiri," ucapku tanpa memedulikan lagi apa jawaban Joshua.Aku segera berjalan keluar sambil membawa materi yang diberikan Joshua tadi. Aku tidak tahan berada di sana, bisa-bisa aku mati karena tegang.Aku memeriksa jam, masih ada sejam lagi sebelum kelas berikutnya. Dimana Dora dan Rahul, aku menelepon mereka tapi tidak diangkat. Aku memutari kampus selama lebih dari l
"Apa?" tanya Pedro sambil membalikkan tubuhnya."Tadi ketika kau melihatku berbicara dengan temanku, apakah Dante juga melihat semuanya? Atau apakah kau memberitahu Dante semuanya?" tanyaku pelan.Pedro mengangguk."Tuan Dante juga ada disana dan menyaksikan semuanya. Saat itu saya sedang menyerahkan dokumen kepada Tuan Dante," jelas Pedro sambil mengangguk yakin."Baiklah, terima kasih," jawabku lalu masuk ke kamar.Aku mengeluarkan uang dan kartu kredit yang diberikan Dante tadi. Apa dia memberikan ini karena mendengar pembicaraanku dengan Dora tadi? Apa dia merasa kasihan kepadaku? Apa dia ... ah, tidak bisa begini, sebaiknya aku bertanya langsung kepadanya.Aku tidak ingin dikasihani oleh orang sepertinya.Aku memutuskan untuk mandi dan menenangkan pikiranku, juga mengatur kata-kata yang akan aku sampaikan kepada Dante nanti. Aku tidak mau memprovokasi dia sehingga membahayakan ibuku.Setelah aku merasa yakin, aku keluar membawa tasku. Rasanya tidak enak bila para pegawai melihatku
"Waktu itu aku tidak sengaja menguping asistennya meminta agar para mahasiswi menjaga jarak dengannya. Tidak ada seorang wanita pun yang boleh menyentuhnya," jelas Naomi sambil memegang dagunya seperti seorang detektif."Hal itu semakin membuat aku yakin bahwa gosip yang beredar itu benar," lanjutnya membuatku semakin penasaran."Gosip apa?" tanya Serra dan aku bersamaan."Dia paling benci disentuh oleh wanita, karena mengidap penyakit aneh.""Ha? Penyakit aneh? Penyakit apa?" desakku tidak ingin melewatkan semua informasi yang akan mengungkapkan kelemahan Dante."Katanya dia akan kehilangan kekuatannya bila disentuh oleh wanita. Semakin banyak disentuh dia akan semakin melemah."Aku terdiam."Ah, mana ada penyakit seperti itu. Memangnya dia superhero di dalam film kartun?" cibir Serra yang sepertinya tidak percaya dengan perkataan Naomi."Tapi biasanya kan film memang dibuat berdasarkan kisah nyata. Lagipula, untuk apa membuat syarat seperti itu bila gosip itu tidak benar?" bantah Nao
"Kau magang disini? Bukankah kau baru masuk kuliah? Untuk apa kau magang disini? Apa Dante yang menyuruhmu?" tanya Naomi bingung."Sebenarnya dia baru tahu setelah aku diterima. Seniorku mengajakku magang untuk mengisi liburan dan menambah ilmu," jelasku, lalu masuk ke dalam lift yang sudah terbuka."Ilmu apa? Magang di tahun pertama, hanya akan menjadi pesuruh," cibir Naomi sambil menekan tombol ke lantai tujuan kami.Aku diam saja karena dia benar. Sejauh ini aku hanya menjadi pesuruh."Aku tidak menyangka kau sanggup melakukan apapun untuk mendekati Dante. Dalam hal itu, aku akui kau memang gigih. Tapi untuk menaklukkan hati pria, gigih saja tidak cukup!" tegas Naomi lalu keluar dari lift yang sudah terbuka dan meninggalkanku."Siapa yang mau mendekati Dante?" gumamku cemberut karena kata-kata Naomi.Aku baru masuk ketika Kitty berteriak memanggilku."Anak magang, cepat!"Aku langsung berlari dan menyerahkan pesanannya. Lalu kembali ke mejaku dan mengerjakan tugas yang membosankan
"Kenapa aku harus meninggalkan Dante hanya karena ancaman monster itu?" tanyaku bersikeras."Kau tidak tahu sejahat apa dia. Dia bahkan sanggup membunuh kakaknya sendiri! Jadi, dia pasti bisa melakukan hal yang lebih buruk lagi!""Aku tidak takut!""Tapi-""Aku dan Dante sudah bertekad kalau kami akan mengalahkan dan menghancurkannya. Jadi aku tidak akan mau menurutinya!' tegasku, meski sedikit ketakutan muncul di dalam hatiku."Mama khawatir kalian sudah hancur sebelum membalas dendam. Dia bisa melakukan apapun dan mama yakin bahkan setelah kalian bersatu pun, kalian akan kesulitan melawannya.""Aku tidak peduli. Aku akan tetap melawannya, jadi tidak usah halangi kami. Dan aku minta, jangan katakan ini kepada Dante. Aku tidak mau dia khawatir," sahutku mencoba untuk tetap tenang."Ruby, mama mohon. Mama tidak sanggup membayangkan sesuatu yang buruk terjadi kepadamu," isak ibuku sambil menggenggam tanganku.Hatiku begitu sakit melihatnya menangis ketakutan dan tanpa sadar tubuhku lang
"Dante? Apa yang kau lakukan disini?" tanyaku terkejut sekaligus lega."Aku sedang ada urusan. Kau sendiri?""Aku ditugaskan untuk meminta izin kunjungan tahanan.""Sendirian? Kenapa tidak ada yang menemanimu?" tanya Dante sambil melihat ke belakang."Entahlah! Pegawai-pegawaimu sangat menyebalkan. Apa mereka tidak tahu kalau aku sama sekali tidak punya pengalaman! Bisa-bisanya menyuruh anak magang, mahasiswa tingkat satu pergi sendirian seperti ini," keluhku hampir menangis."Kalau begitu berhenti saja," sahut Dante sambil tersenyum."Tidak! Aku akan bertahan! Tapi ... bisakah kau membantuku?""Aku? Kau bilang aku tidak boleh mempergunakan posisiku. Kenapa sekarang kau meminta bantuanku?" "Ayolah, bukan itu maksudku. Lagipula, aku hanya minta tolong diberitahu kemana aku harus pergi," pintaku dengan wajah memelas."Tidak!" tegasnya sambil berjalan masuk. Aku langsung berlari dan menghalanginya."Aku mohon. Tolong beritahu aku, kemana aku harus pergi. Itu saja."Aku kembali memohon d
"Dante," ucapku gugup sambil melihat sekelilingku.Untunglah ruangan ini sudah kosong, sepertinya semua pegawai sudah pulang kecuali aku."Apa yang kau lakukan disini? Semalam ini!" tanyanya dengan wajah serius."Aku ... aku sedang magang," jawabku dengan suara bergetar."Kau magang disini? Siapa yang mengizinkanmu magang?" "Aku ingin mengisi liburanku dengan hal yang berguna.""Kenapa tidak melakukan hal lain? Ambil kelas tambahan atau apapun itu. Untuk apa kau magang padahal kau hanya mahasiswa tahun pertama?" tanyanya dengan wajah kesal."Aku akan menjadi mahasiswa tahun kedua bulan depan. Dan kau tidak berhak mengatur bagaimana aku mengisi liburanku. Lagipula aku diterima magang karena kemampuanku. Buktinya mereka menerimaku meski tanpa bantuanmu!" bentakku ikut kesal.Kenapa dia tidak suka aku magang disini? Apa dia malu kalau orang-orang tahu aku istrinya?"Tentu saja mereka akan menerimamu! Apa kau tahu kalau firma hukum akan dengan senang hati menerima mahasiswa sepertimu? Ka
"Pedro!" seruku terkejut."Siapa dia?" tanya Joshua menatap aku dan Pedro bergantian."Dia kenalanku," jawabku cepat."Pedro, aku tidak tahu kalau kau bekerja disini. Ayo kita berbincang sebentar," ucapku sambil menarik lengan Pedro dan mengajaknya menjauhi Joshua.Pedro mengikutiku dengan wajah bingung."Nona, ada apa ini? Apa yang sedang anda lakukan disini?" tanya Pedro begitu kami sampai pantri yang kosong."Aku akan magang selama liburan di kantor ini. Dengar! Jangan katakan apapun kepada Dante!""Tapi, kenapa?" "Aku hanya akan magang selama sebulan, jadi dia tidak perlu tahu. Selain itu cobalah untuk menyapaku dengan biasa saja kalau kita bertemu, jangan bereaksi berlebihan seperti tadi. Aku tidak mau ada yang mengetahui hubunganku dengan Dante!" tegasku sambil menatapnya dengan tajam."Ba ... baik, Nona," jawabnya gugup.Aku segera meninggalkannya dan kembali ke ruang foto copy. Joshua sudah tidak ada, begitu juga dokumen yang harus aku perbanyak. Aku segera kembali ke ruangan
"Firma hukum siapa ini?" tanyaku untuk memastikan."Randall dan partner. Aku akan magang di kantor pengacara Dante Randall!" seru Joshua senang, sementara tubuhku terasa lemas."Kau terlihat sangat terkejut. Aku tahu, ini memang terdengar tidak masuk akal, karena masuk firma hukum sebesar ini, biasanya sangat berat dan hampir tidak mungkin. Tapi aku berhasil tanpa bantuan siapapun. Apa kau tahu, bahkan Tuan Dante tidak tahu kalau aku magang disini.""Aku rasa aku batal magang, aku akan menghabiskan liburanku dengan bersantai saja," jawabku cepat."Apa kau takut ditolak? Tenanglah, aku sudah bertanya kepada bagian HRD nya dan dia menyuruhmu ikut datang. Aku yakin mereka pasti akan menerimamu. Ayo, kita masuk," ajak Joshua sambil menarik lenganku."Ka, aku bukan takut ditolak tapi aku benar-benar tidak tertarik lagi untuk magang," tolakku mencoba untuk melarikan diri."Jangan berbohong. Tadi kau terlihat sangat bersemangat, begitu mengetahui ini kantor Tuan Dante kau langsung berubah pi
"Aku tidak mengatakan itu! Aku hanya ingin tahu apa maksudmu menyukaiku, lalu apa bedanya dengan mencintai? Sejak kapan kau menyukaiku? Kenapa kau tiba-tiba berubah padahal sebelumnya kau sangat kasar dan tampak membenciku," tanyaku tanpa bernapas. Selagi keberanianku masih ada, aku akan menanyakan semua yang ingin ku ketahui.Dante berdiri dari kursinya lalu berjalan mendekatiku. Jantungku! Kenapa selalu berdetak begitu cepat dan keras, setiap kali Dante mendekatiku?Dante duduk di dekat kakiku, membuatku otomatis melipat kakiku dan tetap menatapnya dengan waspada."Suka berarti aku tertarik kepadamu, karena berada bersamamu cukup menyenangkan. Apalagi setelah kita satu tim, rasanya aku mendapat tambahan amunisi untuk berperang. Selain itu, kau membuatku nyaman karena aku tidak merasa panik di dekatmu. Cinta tidak akan berhenti disitu, cinta membuat kita tinggal di sisi seseorang meskipun rasanya tidak menyenangkan, tidak nyaman atau bahkan menyakitkan. Cinta mampu membuat seseorang
"Masih sempat-sempatnya kau bercanda. Aku benar-benar mengkhawatirkanmu," jawab Dora sambil memukul lenganku."Aku tidak bercanda. Dia memang suamiku," jawabku serius."Ruby, sudahlah. Dora serius, tidak usah terus-terusan kau goda. Apa kau tidak tahu betapa paniknya dia ketika kau sama sekali tidak memberi kabar. Dia sampai mendatangi rumah lamamu dan menangis tersedu-sedu begitu melihat rumahmu ternyata sudah tidak ada lagi!" seru Rahul yang juga tidak mempercayai kata-kataku."Kau mendatangi rumahku? Untuk apa?""Karena aku tidak tahu, kemana lagi harus mencarimu!" jawab Dora dengan mata berkaca-kaca."Sekarang aku tidak mau tahu, kau harus memberitahu aku siapa suamimu dan dimana kalian tinggal! Aku tidak bisa membayangkan kalau sesuatu terjadi kepadamu dan aku tidak mengetahuinya," ucap Dora lagi, kali ini dengan airmata yang menetes ke pipinya."Dora, aku sudah mengatakannya kepadamu. Dante Randall adalah suamiku!" tegasku sambil menatap mata Dora.Kedua sahabatku itu saling ber
"Lalu kini aku juga tahu kalau selain pengkhianat, dia juga sanggup membunuh saudaranya sendiri!" ucap Dante geram."Naomi tahu semuanya. Hanya dia lah yang kuberi tahu kalau aku memergoki ibu dan pamanku bermesraan. Dan hanya dia juga yang tahu kalau aku ingin membalas dendam kepada pamanku.""Kenapa kau tidak memberitahu kakek?" tanyaku sambil mengernyitkan dahi."Aku tidak tega. Kehilangan putra sulung sudah cukup menghancurkannya, kalau dia tahu bahwa putra bungsunya seorang pengkhianat, aku tidak yakin dia akan bisa bertahan," jawab Dante dengan wajah sedih."Lalu dimana ibumu sekarang?""Setelah pemakaman ayahku, dia menghilang. Tidak ada yang tahu dia kemana, bahkan kakekku gagal menemukannya.""Setelah semua kejadian itu, perlahan-lahan aku menjauhi kehidupanku yang sebelumnya. Aku semakin sulit untuk bersosialisasi dengan orang lain, lalu entah kapan aku mulai ketakutan bersentuhan dengan wanita.""Hingga akhirnya kakek tahu, lalu memasukkanku ke sekolah khusus pria. Dia juga