Share

BAB 4

"Tapi katamu semua akan seperti sebelumnya," sahutku bingung.

"Aktivitasmu bukan hubunganmu! Kau sudah menjadi istriku, jadi bersikaplah seperti seorang istri!" bentak pria itu lalu segera membalikkan tubuhnya dan masuk ke dalam mobil.

"Nona, saya akan mengantar anda pulang untuk mengambil barang-barang anda," ucap salah satu pria besar dan seram kepadaku.

Aku segera menuruti pria besar itu dan masuk ke dalam mobil sambil mengernyitkan dahi. Aku tidak mengerti apa mau pria bernama Dante ini. Kalau orang-orang tidak boleh tahu kami menikah, kenapa aku tidak boleh menjalin hubungan dengan pria lain?

"Saya akan menunggu disini," ucap pria itu setelah kami tiba di depan rumahku.

Aku masuk dengan perasaan bingung dan tidak menentu. Bagaimana aku harus menjelaskan semuanya kepada ibuku? Hatinya pasti hancur bila mengetahui apa yang terjadi.

"Ruby! Akhirnya kamu pulang, sayang," sapa ibuku sambil memelukku.

"Kenapa kau tidak mau ikut dengan kami? Bagaimana kalau kau kesepian, siapa yang akan menemani?" tanya ibuku sambil menangis. 

Aku menatapnya dengan bingung, lalu tiba-tiba ayahku keluar dari kamar dengan wajah menunduk.

"Sudahlah, Ma. Itu keputusan Ruby. Lagipula dia sudah mahasiswa, sudah saatnya dia mandiri. Kalau tidak dia akan kesulitan nantinya saat akan menikah." 

Akting pria tua ini benar-benar buruk, rasanya ingin kupukul dia dengan keras, lebih keras dari pukulanku kepada Dante tadi. Tapi saat ini, kebohongannya adalah jalan yang terbaik agar tidak menyakiti hati ibuku.

"Mama, jangan khawatir. Setiap bulan Ruby akan datang menemui mama. Mama tenang saja, Ruby pasti bisa mandiri," jawabku sambil memeluk ibuku tersayang.

"Kau benar, ini untuk kebaikan kita semua. Kalau papamu tetap tinggal di kota ini, pada akhirnya dia hanya akan menghancurkan keluarga kita karena kebiasaan berjudinya itu. Untunglah dia mendapat pekerjaan di luar kota. Semoga dia berubah menjadi lebih bertanggung jawab," sahut ibuku, menyindir suaminya.

"Kapan mama berangkat?"

"Setelah selesai mengepak barang-barang kami, bagaimana denganmu? Apakah kau akan tidur sendirian dirumah ini malam ini?" 

"Aku datang untuk mengambil barang-barangku. Mama tenanglah, malam ini aku tidak akan tidur sendirian," jawabku sambil tersenyum, mama mengangguk dan segera menemaniku masuk ke dalam kamar.

"Jadi, bagaimana asramanya? Andai kami tidak harus berangkat hari ini, mama ingin ikut membereskan kamarmu dan berterimakasih kepada kampusmu karena sudah memberikan fasilitas asrama gratis untukmu."

"Ma, tidak usah mengkhawatirkan itu. Kampus memberiku asrama gratis karena mereka tidak mau kehilangan mahasiswi beprestasi sepertiku," jawabku berbohong.

Mama memelukku dengan erat, aku bisa mendengarnya menangis. Aku menarik napas dalam agar tidak ikut menangis, karena kalau aku kuat, dia pasti lebih tenang berpisah denganku. Hari ini untuk pertama kalinya aku tidak akan tidur dengan mama dan aku tidak bisa membayangkan kesepian yang akan aku rasakan.

"Setidaknya papamu menunjukkan usaha untuk berubah dengan mendapatkan pekerjaan di luar kota. Kali ini mama harus mendukungnya sekuat tenaga, agar dia bisa kembali menjadi pria yang dulu mama nikahi. Mama mau di masa depan kau bangga dengan kami orangtuamu, bukan merasa malu seperti sekarang."

"Ma, aku tidak pernah malu. Aku hanya kesal karena papa menyia-nyiakan hidupnya. Tapi sepertinya sekarang dia mulai berubah, jadi tentu saja mama harus berada di sisinya," jawabku berbohong.

Aku bukan saja malu tapi marah karena lahir dari seorang ayah seperti papaku. Andai aku bisa memilih, maka aku lebih memilih lahir sebagai binatang atau tumbuhan yang hari ini mekar lalu besok layu diterpa hujan, daripada menjadi putri dari pria seperti ayahku.

"Mama percaya suatu hari nanti. Saat waktunya kau menikah, papa yang mengantarmu menemui calon suamimu adalah papa yang membanggakanmu. Jadi kau juga harus bersemangat dan percaya kepada kami," ucap mama menguatkanku sambil membelai kepalaku dengan lembut.

Mama, hatinya benar-benar baik dan tulus. Andai dia tahu apa yang sebenarnya terjadi, aku yakin hati malaikatnya itu pasti akan hancur berkeping-keping, tapi aku tidak akan membiarkannya.

***

"Silakan masuk, Nona," ucap si pria seram yang sampai sekarang belum aku ketahui namanya.

"Dimana ini?" tanyaku bingung.

Tadinya aku berpikir dia akan membawaku ke rumah tua, berantakan yang dipenuhi penjahat, seperti rumah preman yang sering aku lihat di film. Tapi kenapa kami masuk ke rumah mewah yang lebih mirip rumah konglomerat ini? 

"Ini rumah Tuan Dante," jawab pria seram itu.

"Ha?" reaksiku kaget. Wajahku pasti sangat aneh hingga pria seram itu terkikik, membuat wajahnya yang seram jadi tampak lucu.

"Kau jadi mirip panda, tertawa seperti itu," ucapku kesal karena ditertawakan.

"Nama panggilanku memang panda, bagaimana anda tahu?" jawabnya dengan mata berbinar-binar, dia bahkan tidak merasa terhina. Aku hanya menggelengkan kepala.

Aku menatap halaman depan yang sangat luas. Di tengahnya ada air mancur kecil yang tampak seperti rumah selebritis yang ada televisi. Bagaimana Dante bisa memiliki rumah seperti ini? Dia pasti bukan bandar judi kecil. Aku yakin dia pasti bandar judi internasional, karena itu dia bisa tinggal di istana ini.

"Nona, ayo masuk. Tuan Dante sudah menunggu di dalam," ajak si panda yang kali ini sudah tidak tampak seseram saat kami pertama kali bertemu.

Aku masuk dan lebih kaget lagi melihat bagian dalam rumahnya. Ini ruang tamu atau ruang pernikahan? Apakah ada ratusan orang yang tinggal di rumah ini, hingga mereka membutuhkan ruang tamu sebesar ini? 

"Apa kau sudah menghapal semua peraturannya?" tanya Dante yang tiba-tiba muncul entah dari mana.

"Hapal? Untuk apa menghapalnya?"

"Agar kau tidak lupa!"

"Dan ini, hal yang terpenting. Bila kau berhasil, maka aku akan memberikan bonus uang yang cukup besar untukmu." 

Dante memberikan selembar kertas lagi kepadaku.

"Bonus? Apa kau lupa kalau ayahku berhutang padamu? Apa kau mau membuat hutang keluarga kami menumpuk supaya tidak bisa lepas dari jeratmu?" tanyaku sinis.

"Kau benar-benar cerewet! Anggap saja ini pekerjaan tambahan untukmu dan tidak ada hubungannya dengan hutang ayahmu!" bentaknya sambil memberi tanda kepada panda.

Panda langsung mengajakku masuk dan mengantarku ke sebuah kamar.

"Nona, silakan hapalkan di dalam kamar. Bila sudah selesai tolong berikan kertasnya untuk saya bakar," ucap panda sambil tersenyum.

Aku membaca kertas yang baru saja diberikan Dante.

[Kau harus bisa meyakinkan kakekku kalau kita benar-benar menikah karena cinta. Bila berhasil aku akan memberikan bonus 100 juta dan melepaskan keluargamu dari semua beban hutang setelah 8 bulan.]

Aku tersenyum lebar. Ini pekerjaan mudah, hanya 8 bulan, kalau berhasil aku bisa mendapatkan 100 juta, lalu membawa ibuku pergi jauh dari kota ini dan dari ayahku.

Untuk pertama kalinya aku cukup senang karena ayahku kalah berjudi dan meminjam uang. Aku bahkan senang dia menjualku kepada pria jahat tapi bodoh seperti Dante. Pria itu bahkan memintaku agar tidak melakukan kontak fisik dengannya dan akan memberikan bonus hanya untuk meyakinkan kakeknya. Ditambah lagi aku hanya perlu melakukannya selama 8 bulan, setelah itu aku akan menjadi gadis bebas yang kaya.

"Nona, apakah anda sudah selesai?" panggil si panda, sepertinya dia mendengar aku tertawa cukup keras karena uang 100 juta tadi.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status