"Apa yang kau cari?" tanya ibuku melihatku membongkar tempat surat-surat penting kami.
"Surat-suratku," jawabku sambil memasukkan semua surat yang diminta pria bernama Dante itu ke dalam map.
"Untuk apa surat-surat ini kau ba-"
"Ma, aku pergi dulu. Nanti setelah pulang, aku akan menjelaskan semuanya," potongku sambil menepuk pelan tangan ibuku yang sudah keriput itu.
Aku menghindari pertanyaannya dengan berlari keluar dan langsung masuk ke dalam mobil milik Dante. Sementara ibuku berdiri di depan pintu rumah reyot kami dengan bingung. Aku tidak berani berlama-lama di dekatnya, dia akan mengetahui kalau aku menyembunyikan sesuatu. Aku tidak pernah bisa menutupi apapun darinya, karena dia adalah satu-satunya orang yang aku percayai dan andalkan dalam hidupku.
Aku mengembuskan napas sambil menatap iba wanita yang sudah melahirkanku itu. Usianya baru saja memasuki 45 tahun tapi wajahnya sudah tampak renta. Padahal seingatku dia adalah wanita yang sangat cantik, entah sejak kapan dia mulai menua dan melemah.
Aku pernah berjanji dalam hatiku, suatu hari nanti akan kubuat senyuman terus tersungging di bibirnya. Akan kubuat dia lupa rasanya menderita karena setiap hari hanya akan merasakan kebahagiaan. Tapi sepertinya aku tidak akan bisa memenuhi janji itu.
Pria yang menghadirkanku ke dunia ini, membuatku menikah dengan seorang iblis dan menghancurkan semua impian masa depanku. Menjadi istri pria itu adalah akhir perjalanan hidupku.
Aku segera menyeka air mata yang tanpa sadar menetes ke pipiku.
***
"Silakan tandatangan di sini," ucap petugas catatan sipil kepadaku.
Aku mengambil pena yang dia berikan dan segera menandatangani lembaran dokumen yang ada di hadapanku.
Pasrah.
"Kalau begitu Tuan Dante Alexander dan Nona Ruby Amanda, kalian berdua sudah sah menjadi suami istri di hadapan hukum. Selamat."
Aku mengangguk tanpa senyuman.
"Sekarang apa yang harus aku lakukan?" tanyaku di depan kantor catatan sipil, setelah kami keluar.
Dante menyerahkan sebuah map tipis kepadaku.
"Ini adalah peraturan yang harus kau patuhi. Baca sekarang dan ajukan pertanyaan bila tidak mengerti!"
Aku membuka map itu. Ada belasan nomor peraturan, tapi nomor satu saja sudah membuatku marah.
"Mengapa aku tinggal di rumahmu? Aku tidak ingin meninggalkan ibuku sendirian. Aku akan datang ke rumahmu setiap hari atau kapanpun kau minta, tapi ibuku-"
"Ibumu akan pindah bersama ayahmu yang akan aku kirim ke luar kota untuk bekerja!"
Aku menyipitkan mataku.
"Apa kau sungguh-sungguh? Bagaimana kalau itu cuma akal busukmu dan ternyata kau membunuh mereka?" tanyaku tanpa berpikir.
"Sepertinya kau terlalu banyak menonton film. Kau bisa menemui mereka sebulan sekali, untuk memastikan mereka masih hidup."
Aku menghela napas dalam dan melanjutkan membaca peraturan yang lain.
"Tidak boleh mendekatimu, tidak boleh mencampuri urusanmu, tidak boleh ada kontak fisik kecuali bila sangat diperlukan dan tidak boleh jatuh cinta kepadamu, ha?"
Aku tertawa keras membaca peraturan konyolnya itu. Sebagai seorang iblis sepertinya dia agak bodoh, padahal setahuku iblis adalah mahluk yang sangat pintar. Tapi ini cukup menguntungkanku, jadi aku akan menyertujuinya dengan senang hati.
"Jangan khawatir bahkan kalau kau satu-satunya pria di dunia ini, aku tidak akan pernah jatuh cinta kepadamu," ucapku sambil tertawa sinis.
"Bercerai setelah delapan bulan? Ber ... cerai? Apa maksudmu?"
"Seperti yang sudah kukatakan, aku membutuhkan istri untuk sebuah tujuan yang tidak perlu aku jelaskan kepadamu. Aku hanya membutuhkan istri selama 7 bulan, tapi untuk amannya sebaiknya kita bercerai setelah 8 bulan."
Aku rasa mataku pasti berbinar-binar membaca peraturan ini. Berarti aku masih memiliki masa depan. Aku tidak akan terjebak seumur hidup dengan pria ini. Oh, rasanya aku ingin melompat kegirangan. Mama, tunggu saja, setelah selesai membayar hutang suami brengsekmu itu, aku akan membahagiakanmu. Tidak, kita berdua akan hidup bahagia.
"Tidak boleh memberitahu siapapun kalau kita sudah menikah?"
"Hanya aku yang boleh memberitahu kalau kita sudah menikah. Kau harus tetap diam dan tidak boleh mengatakannya kepada sembarangan orang!"
Aku mengangguk setuju. Aku juga tidak ingin teman-temanku tahu kalau aku akan menikah dengan pria sepertimu.
Tapi, mengapa semua peraturan ini terasa sangat membantu hidupku, seakan-akan aku yang membuatnya agar hidupku aman dan nyaman. Aku tertawa dalam hati, tapi tetap menunjukkan wajah dingin. Aku tidak boleh memperlihatkan kegembiraanku, agar pria ini tidak berubah pikiran.
"Harus tetap melakukan kegiatan dan aktifivitas seperti sebelumnya dan tidak boleh menimbulkan kecurigaan. Berarti aku akan tetap berangkat kuliah seperti biasanya?"
Pria itu mengangguk dengan wajah dingin.
Baiklah, sepertinya ini tidak terlalu buruk, sebaliknya ini sangat bagus. Ini tidak terasa seperti hukuman tapi lebih seperti liburan selama 8 bulan. Kecuali bagian aku akan tinggal dengannya dan hanya bisa bertemu ibuku sebulan sekali.
"Meski tidak seorangpun boleh tahu kita menikah, tapi kau tidak boleh menjalin hubungan dengan pria manapun sebelum kita bercerai. Jadi kalau kau memiliki kekasih, putuskan sekarang juga!"
"A .. apa?"
"Tapi katamu semua akan seperti sebelumnya," sahutku bingung."Aktivitasmu bukan hubunganmu! Kau sudah menjadi istriku, jadi bersikaplah seperti seorang istri!" bentak pria itu lalu segera membalikkan tubuhnya dan masuk ke dalam mobil."Nona, saya akan mengantar anda pulang untuk mengambil barang-barang anda," ucap salah satu pria besar dan seram kepadaku.Aku segera menuruti pria besar itu dan masuk ke dalam mobil sambil mengernyitkan dahi. Aku tidak mengerti apa mau pria bernama Dante ini. Kalau orang-orang tidak boleh tahu kami menikah, kenapa aku tidak boleh menjalin hubungan dengan pria lain?"Saya akan menunggu disini," ucap pria itu setelah kami tiba di depan rumahku.Aku masuk dengan perasaan bingung dan tidak menentu. Bagaimana aku harus menjelaskan semuanya kepada ibuku? Hatinya pasti hancur bila mengetahui apa yang terjadi."Ruby! Akhirnya kamu pulang, sayang," sapa ibuku sambil memelukku."Kenapa kau tidak mau ikut dengan kami? Bagaimana kalau kau kesepian, siapa yang akan
Aku menyerahkan semua kertas peraturan itu, setelah mengambil gambarnya. Aku tidak mau Dante berkelit karena tidak ada bukti. Jangan sampai 100 jutaku melayang, hanya karena dia sudah memusnahkan semua kertas-kertas ini."Nona, silakan beristirahat. Nanti saya akan kembali," ucap si panda dengan sopan.Aku kembali masuk ke dalam kamar besar yang sama besarnya dengan seluruh rumahku. Kamar ini tampak sangat indah. Seperti inilah kamar yang selalu aku impikan sejak kecil, ironisnya aku mendapatkan kamar impianku setelah dijual oleh ayahku.Mama, aku lupa aku harus memberitahunya kalau aku sudah sampai dan baik-baik saja.Aku mencoba menghubungi mama tapi teleponnya tidak aktif. Ada apa ini? Tidak biasanya mama mematikan teleponnya, apalagi saat dia menunggu kabarku.Apa jangan-jangan .... Aku segera keluar kamar dan berlari ke ruang tamu mencari Dante. Untungnya dia sedang duduk di ruang tamu sambil memeriksa telepon genggamnya."Dimana orangtuaku? Dimana ibuku? Kau sudah berjanji tida
"Kakek, ini tidak seperti yang kakek pikirkan, dia berbeda," jawab Dante mencoba meyakinkan kakeknya. Aku diam saja, aku perlu menganalisis keadaannya sebelum mengambil sikap."Sudahlah, kita bicarakan nanti saja setelah makan.""Yes!" jawabku senang lalu menyadari kalau suaraku terlalu kuat hingga semua orang menatapku dengan kaget."Selamat makan," ucapku lembut sambil tersenyum canggung dan mengangguk perlahan. Aku melihat kakek menggelengkan kepalanya. Sepertinya aku kehilangan satu poin.Makanannya sangat enak, ini bahkan lebih enak dari makanan yang disajikan saat tetanggaku menikah beberapa hari yang lalu. Aku yakin ini pasti dimasak dengan bahan-bahan terbaik dan oleh koki yang sangat handal."Nona, apa anda masih lapar?" tanya Pedro kepadaku sambil memberi tanda yang tidak aku mengerti.Aku menatap sekelilingku, semua orang sudah berhenti makan. Lalu aku melihat makanan di atas meja, masih ada beberapa potong daging dan salad sayur yang tersisa. Mungkin Pedro bermaksud memin
"Ka ... kakek menerimaku?" seruku senang."Kakek tidak akan menyesali keputusan kakek itu, mulai hari ini aku akan menjadi cucu menantu yang baik!" seruku bersemangat karena berhasil mendapatkan 100 juta ku."Sudahlah, hentikan semua omong kosongmu itu. Keluarlah dari ruanganku, aku butuh bicara dengan cucuku," jawabnya tampak tidak tertarik dengan dedikasiku."Baiklah, aku juga mau tidur karena besok harus ke kampus," jawabku kesal, benar-benar pria tua yang sombong.Aku berjalan keluar, menutup pintu lalu segera menempelkan telingaku ke pintu. Aku penasaran, mengapa tadi semua orang tampak mengkhawatirkan Dante. Aku mencoba menguping tapi tidak bisa mendengar apapun. Sepertinya pintu ini terbuat dari kayu yang sangat tebal.Sudahlah! Lebih baik aku beristirahat, besok akting yang sesungguhnya akan dimulai. Aku harus mencatat kebohongan apa saja yang akan aku katakan kepada teman-temanku, agar di masa depan aku tidak lupa dengan kata-kataku sendiri.***Aku terbangun sebelum matahari
"Tidak usah, aku sedang ingin berjalan kaki," jawabku sambil melirik ke belakang.Aku bisa melihat supir Dante masih memperhatikanku. Dia bisa saja mengadu kepada Dante dan membuat 100 jutaku melayang."Kenapa? Apa kau menunggu seseorang?" tanya Joshua sambil mengikuti pandanganku."Tidak. Aku hanya ... sedang berusaha untuk berolahraga lebih banyak," jawabku lagi-lagi berbohong."Baiklah, kalau begitu aku duluan."Joshua segera memacu motor besarnya menuju ke kampus. Sementara aku menatap punggungnya dengan perasaan kesal. Andai supir itu tidak mengawasi, aku pasti sedang berada di atas motor besar milik Joshua. Aku kembali melangkahkan kakiku dengan lunglai.Aku tiba di kampus tepat waktu untuk kuliah pertama hari ini. "Ruby, kenapa terlambat? Aku sudah lama menunggumu. Katamu akan datang lebih pagi hari ini," gerutu sahabatku Dora begitu melihatku masuk kelas."Maaf, tadi aku berjalan kaki cukup jauh," jawabku sambil duduk di kursi yang berada di samping Dora."Kenapa? Bus mu mogo
"Ruby, ada apa?" bisik Rahul sambil mencolek tanganku."Ha?" tanyaku bingung."Mengapa wajahmu tiba-tiba pucat seperti orang ketakutan?"Aku memaksa bibirku untuk tersenyum."Perutku sakit, karena ada yang harus aku setor ke toilet, " bisikku berpura-pura."Sial!" makinya dengan wajah jijik."Sekarang silakan nona yang berbaju pink," panggil Joshua."Namaku Naomi, kak," jawab Naomi sambil berdiri dan memainkan rambut panjangnya."Ayo bersiap untuk menerima pertanyaan aneh dan tidak masuk akal yang dia tanyakan hanya untuk mencari perhatian," bisik Rahul diikuti anggukan kepalaku dan Dora."Bagaimana dengan pernikahan untuk membayar hutang? Misalnya seseorang berhutang dan memberikan putrinya sebagai bayaran dan dinikahkan dengan orang yang memberinya hutang? Apa pendapat kalian dan bagaimana aturan hukumnya?"Dora melirikku meminta aku menjawab, tapi aku diam saja. Tiba-tiba kepalaku kosong, aku tidak tahu bagaimana harus menjawabnya. "Tentu saja itu bertentangan dengan hukum. Itu bi
"A ... apa? Jatuh cinta? Apa maksud kakek? Bukankah kakek tidak menyukaiku? Mengapa menginginkan Dante jatuh cinta kepadaku?""Jadi, kau mau menerima tawaranku atau tidak?" Pria tua ini tidak menjawab pertanyaanku. Apa mungkin telinganya sudah mulai bermasalah karena usianya? Atau dia sengaja tidak ingin menjawab?"Bolehkah aku memikirkannya?" tanyaku acuh."Silakan, aku akan memberikanmu waktu untuk berpikir. Besok pagi berikan jawabanmu. Sekarang, silakan keluar, aku harus bekerja."Aku segera berdiri dan keluar tanpa mengatakan apa-apa lagi. Orang-orang di rumah ini sepertinya memang terlahir kasar dan tidak sopan!"Apa yang kau lakukan di ruang kerja kakek?" tanya Dante yang baru pulang.Ada apa dengan pakaiannya? Mengapa dia memakai setelah rapi dan sepatu formil seakan-akan dia seorang CEO atau pengacara atau seorang aktor. Dia hanya seorang bandar judi, mengapa harus tampil setampan itu?"Ada sesuatu yang kami bicarakan," jawabku acuh lalu segera meninggalkannya dan berjalan m
"Itu ... aku-" "Siapa yang mengantarmu? Mengapa berhenti begitu jauh dari kampus?" Benar dugaanku, dia melihatku keluar dari mobil Dante."Itu pamanku. Dia harus segera berangkat ke kantor, jadi dia hanya bisa mengantarku sampai di sini," jawabku berbohong."Apakah kau akan berjalan kaki lagi ke kampus? Atau mau ikut denganku?" tanya Joshua yang sepertinya percaya dengan jawabanku."Kalau kakak tidak keberatan aku akan ikut, karena sepertinya aku akan terlambat kalau berjalan kaki," ucapku malu-malu."Pakai helm ini dan naiklah!"Aku mengangguk dan segera naik sambil tersenyum bahagia. Setidaknya dibalik semua persoalanku ada pelangi tipis yang muncul dan memberikanku harapan dan sukacita. Joshua, dialah pelangiku."Ruby!" teriak Dora dan Rahul bersamaan saat mereka melihatku turun dari motor Joshua."Terima kasih untuk tumpangannya, ka," ucapku begitu turun lalu segera berlari menemui Dora dan Rahul."Apa aku tidak salah lihat? Kau naik motor Joshua? Apa yang terjadi?" cecar Dora
Rasa kantukku langsung hilang. Aku segera memeriksa isi kotak itu. Membaca setiap artikel dengan hati-hati. Tapi sampai semuanya selesai aku baca, tidak ada lagi keterangan tentang penyebab kecelakaan orangtuaku.Dibawah tumpukan artikel-artikel itu ada beberapa foto lama. Aku melihatnya satu persatu, ada foto pernikahan kedua orang yang aku yakini sebagai orangtua kandungku.Lalu fotoku ketika berusia 4 tahun bersama seorang pria remaja, tersenyum begitu lebar. Siapa anak ini? Tidak mungkin mereka menyimpan fotonya kalau dia tidak ada hubungannya denganku. Apa mungkin sebenarnya aku memiliki kakak kandung?Foto terakhir adalah foto kedua orangtua kandungku dan orangtua yang sudah merawatku. Sepertinya mereka saling mengenal dengan baik, terlihat dari kedekatan mereka dalam foto ini. Apakah orangtuaku yang sekarang terpaksa merawatku karena merasa bersalah sudah membunuh ayah dan ibu kandungku, yang dekat dengan mereka?Aku benar-benar putus asa, aku mendapat informasi tapi semuanya h
"Tapi ini kamar suite kami, jadi harganya berbeda. Selain itu karena sekarang sedang ramai jadi harganya-""Tidak apa-apa. Saya tidak masalah dengan harganya," potong Dante yang tampak kelelahan."Baik Tuan. Jangan khawatir kamarnya cukup besar dan memiliki ruang tamu sendiri," jelas resepsionis itu sambil tersenyum senang. Aku diam saja, tapi tubuhku menegang tanpa alasan. Tenggorokanku terasa kering dan jantungku berdetak tidak karuan. Ada apa ini? Mengapa bayangan kami berciuman tiba-tiba melintas lagi di pikiranku, membuat telapak tanganku mulai terasa dingin.Setelah proses dengan resepsionis selesai, seorang pegawai penginapan langsung membawa koperku sambil menunjukkan arah kamar kami.Dante memberikan beberapa lembar uang kepada pegawai itu setelah kami tiba di dalam kamar kami."Kamar suite di kota kecil benar-benar kecil," komentar Dante sambil menatap kamar yang menurutku cukup besar ini. Ini lebih mirip apartemen kecil yang terdapat di ibukota, dan menurutku itu besar.Ada
"Ruby," sapa ibuku dengan nada suara yang sangat asing."Mama, apa yang terjadi dengan mama?" tanyaku bingung. Wajahnya memang ibuku, tapi aku sama sekali tidak mengenali riasan, cara berpakaian, bahasa tubuhnya bahkan nada bicaranya."Masuklah, kita bicara di dalam," ajaknya sambil membukakan pintu lebih lebar.Aku masuk, lalu melihat ayahku yang sedang duduk di sofa. Dia langsung berdiri dan menatapku sambil tersenyum. Dia juga tampak sangat berbeda. Ada apa dengan kedua orangtuaku? Apakah waktu dua bulan bisa membuat seseorang berubah sedrastis ini?"Duduklah," panggil ayahku. Aku berjalan perlahan lalu duduk di hadapan mereka berdua.Kenapa suasananya terasa begitu canggung dan dingin. Mereka berdua seperti sengaja membuatku merasa asing di hadapan mereka."Ma, ada apa ini?" tanyaku putus asa.Aku hanya ingin memeluk ibuku dan menceritakan semua yang terjadi padaku. Aku hanya ingin berkeluh kesah tentang betapa beratnya hari-hariku tanpa ada dia di sisiku. Tapi sekarang aku malah
Untuk apa dia menjelaskan tentang kejadian itu kepadaku? Apa dia tahu kalau aku cemburu?"Apa dia akan tinggal di negara ini selamanya?" tanyaku mencoba terdengar tenang."Sepertinya begitu, dia sudah mendaftar untuk pelatihan pengacara agar mendapat izin praktek pengacara di negara ini.""Apa Naomi juga seorang pengacara?" tanyaku kaget."Ya, dia menyelesaikan sarjana hukumnya di negara ini, lalu ke Eropa dan kembali kuliah hukum disana. Tadinya aku pikir dia akan mengambil gelar master, tapi ternyata dia mengambil sarjana. Setelah itu dia mulai bekerja di kantor pengacara dan dalam waktu singkat dia menjadi seorang pengacara yang hebat."Aku menatap wajah bangga Dante ketika membicarakan Naomi dan menghela napas perlahan. "Jadi dia magang di kantormu?""Ya, calon pengacara lain setidaknya membutuhkan 6 bulan untuk menyelesaikan syarat penanganan perkara, tapi Naomi sudah hampir menyelesaikannya dalam waktu kurang dari sebulan.""Tentu saja, dia adalah pengacara berpengalaman yang b
Joshua, dia bilang aku bisa mengandalkannya saat semua orang tidak ada. Tapi dia sama sekali tidak menepati janjinya. Kali ini aku tidak kecewa, tapi marah. Bukan pada Joshua, tapi pada diriku sendiri karena terlalu mengandalkan orang lain.Andai aku tidak mengandalkan pria itu, aku bisa mempersiapkan diriku untuk perjalanan ini sendirian. Sekarang aku harus pergi sendiri tanpa tahu apa-apa.Aku sangat cerdas dan kuat. Tapi aku bukan orang yang berani pergi sendirian. Dulu selalu ada ibuku, Dora, Rahul dan kemudian Dante. Kalau tidak ada mereka maka aku tidak akan kemana-mana.Seharusnya aku memberanikan diri saja untuk pergi sendirian dan tidak mengajak Joshua. Setidaknya kalau begitu, aku akan mencari tahu apa yang harus aku lakukan, kemana aku harus pergi, naik apa, barang-barang apa yang harus aku persiapkan untuk sebuah perjalanan solo."Kita sudah sampai, Nona," ucap supir membuatku mulai gemetar."Anda tidak apa-apa?" tanyanya saat membukakan pintu untukku. Aku menggeleng pelan
"Kalian akan pergi kemana?" tanya Dora tampak senang. Dia memang selalu berpikir kalau pria yang paling cocok untukku adalah Joshua. "Ke sebuah tempat yang cukup jauh," jawabku tidak ingin menjelaskan lebih detail lagi."Apa kalian akan menginap?""Mungkin," jawabku acuh."Ruby, ada apa?" tanya Rahul yang tentu saja selalu tahu kalau ada yang tidak beres denganku."Tidak ada apa-apa.""Apa kau bertengkar dengan suamimu dan ingin melarikan diri dengan Joshua?" "Ada apa denganmu? Memangnya kenapa kalau Ruby pergi dengan Joshua. Dia jauh lebih baik daripada suami palsunya itu!" bentak Dora yang tidak terima dengan pertanyaan Rahul."Sudahlah, kenapa kalian bertengkar? Aku mau ke perpustakaan dulu. Sampai nanti," ucapku sambil melambaikan tangan lalu meninggalkan mereka berdua.Joshua, aku akan mencarinya dan mengajaknya pergi bersamaku besok.Sepertinya aku memang lebih berjodoh dengan Joshua. Baru saja memikirkannya, dia malah langsung muncul di hadapanku, keluar dari perpustakaan."R
"Aku rasa bukan urusan siapapun. Hal itu adalah urusan pribadiku dan aku tidak harus menjelaskannya," jawab Dante kesal lalu segera berjalan meninggalkanku. Aku segera mengejarnya."Kalau begitu baguslah. Kau punya urusan pribadi, aku juga punya urusan pribadi. Sebaiknya kita memang tidak saling mencampuri urusan yang lain. Jadi, aku minta jangan lagi bertanya kemana dan dengan siapa aku pergi, lagipula kurang dari 6 bulan lagi kita cuma dua orang asing," sahutku lalu segera berlari pulang .Aku membencimu Dante! Aku benci caramu membuatku berharap kepadamu. Aku sempat berpikir kau sengaja menungguku pulang. Aku benci caramu membuatku cemburu. Kenapa kau harus menutupi hubunganmu dengan Naomi kalau diantara kalian tidak ada apa-apa?Aku terus berlari, dan tidak ingin berhenti."Kenapa hanya aku?" teriakku sambil berlari.Kenapa hanya aku yang mencintaimu? Aku terus bertanya dalam hati.***Aku terbangun dengan tubuh yang masih kelelahan. Untungnya kali ini betisku baik-baik saja. Aku
"Kenapa kau menatapku seperti itu? Apa tiba-tiba cintamu berpindah kepadaku?" tanya Joshua sambil menepuk meja besi yang ada di depan kami.'Andai aku bisa jatuh cinta kepadamu dan bukan pada pria itu,' gumamku dalam hati."Memangnya cinta bisa dipindahkan seenaknya?" tanyaku tersenyum kecut karena aku sangat berharap cinta bisa dipindahkan semudah itu."Apa kau sedang ada masalah dengan kekasihmu?" "Ha? Kekasih? Aku tidak punya kekasih. Itu hanya omong kosong Rahul," jawabku cepat."Jangan berbohong.""Sungguh, aku memang tidak punya kekasih.""Baiklah, kalau begitu aku akan mengganti pertanyaanku. Apakah kau sedang ada masalah dengan orang yang kau cintai?" tanyanya sambil tersenyum jahil.Aku menghela napas dalam, tidak bisa menghindarinya kali ini."Aku tidak-""Berhenti! Jangan berbohong. Aku mohon, untuk malam ini saja, jujurlah kepadaku. Aku sangat ingin tahu apa yang ada di dalam hati dan kepalamu," ucap Joshua memohon.Aku menatap matanya lalu mengembuskan napas dengan keras
Tiba-tiba Dante muncul dan langsung merangkul Naomi lalu berbalik dan menariknya masuk ke dalam sebuah ruangan."Itu kan wanita yang waktu itu kita lihat di bandara. Mereka bahkan bermesraan di kantor?" gumam Dora terlihat risi."Apa kalian mengenalnya? Kenapa dia sepertinya mengenali kita atau salah satu dari kita?" tanya Rahul sambil menatapku."Ha?" sahutku kebingungan.Untungnya seorang pria muda muncul dan meminta kami masuk ke ruangan Dante, lalu kamipun mengikuti pria itu.Kami masuk setelah pria itu mengetuk dan membukakan pintu."Selamat sore, Tuan," sapa Rahul dan Dora."Selamat sore," jawab Dante santai, seakan-akan tidak mengenalku dan tidak peduli dengan kehadiranku."Saya mengajak sahabat saya, semoga anda tidak keberatan," jelas Dora dengan sopan."Tidak masalah, silakan duduk," ucap Dante acuh sambil menunjuk ke arah sofa.Aku melirik Naomi yang sedang duduk disana sambil menatap kami bertiga."Apakah aku boleh tetap berada disini?" tanya Naomi dengan lembut."Aku khaw