"Apa yang kau cari?" tanya ibuku melihatku membongkar tempat surat-surat penting kami.
"Surat-suratku," jawabku sambil memasukkan semua surat yang diminta pria bernama Dante itu ke dalam map.
"Untuk apa surat-surat ini kau ba-"
"Ma, aku pergi dulu. Nanti setelah pulang, aku akan menjelaskan semuanya," potongku sambil menepuk pelan tangan ibuku yang sudah keriput itu.
Aku menghindari pertanyaannya dengan berlari keluar dan langsung masuk ke dalam mobil milik Dante. Sementara ibuku berdiri di depan pintu rumah reyot kami dengan bingung. Aku tidak berani berlama-lama di dekatnya, dia akan mengetahui kalau aku menyembunyikan sesuatu. Aku tidak pernah bisa menutupi apapun darinya, karena dia adalah satu-satunya orang yang aku percayai dan andalkan dalam hidupku.
Aku mengembuskan napas sambil menatap iba wanita yang sudah melahirkanku itu. Usianya baru saja memasuki 45 tahun tapi wajahnya sudah tampak renta. Padahal seingatku dia adalah wanita yang sangat cantik, entah sejak kapan dia mulai menua dan melemah.
Aku pernah berjanji dalam hatiku, suatu hari nanti akan kubuat senyuman terus tersungging di bibirnya. Akan kubuat dia lupa rasanya menderita karena setiap hari hanya akan merasakan kebahagiaan. Tapi sepertinya aku tidak akan bisa memenuhi janji itu.
Pria yang menghadirkanku ke dunia ini, membuatku menikah dengan seorang iblis dan menghancurkan semua impian masa depanku. Menjadi istri pria itu adalah akhir perjalanan hidupku.
Aku segera menyeka air mata yang tanpa sadar menetes ke pipiku.
***
"Silakan tandatangan di sini," ucap petugas catatan sipil kepadaku.
Aku mengambil pena yang dia berikan dan segera menandatangani lembaran dokumen yang ada di hadapanku.
Pasrah.
"Kalau begitu Tuan Dante Alexander dan Nona Ruby Amanda, kalian berdua sudah sah menjadi suami istri di hadapan hukum. Selamat."
Aku mengangguk tanpa senyuman.
"Sekarang apa yang harus aku lakukan?" tanyaku di depan kantor catatan sipil, setelah kami keluar.
Dante menyerahkan sebuah map tipis kepadaku.
"Ini adalah peraturan yang harus kau patuhi. Baca sekarang dan ajukan pertanyaan bila tidak mengerti!"
Aku membuka map itu. Ada belasan nomor peraturan, tapi nomor satu saja sudah membuatku marah.
"Mengapa aku tinggal di rumahmu? Aku tidak ingin meninggalkan ibuku sendirian. Aku akan datang ke rumahmu setiap hari atau kapanpun kau minta, tapi ibuku-"
"Ibumu akan pindah bersama ayahmu yang akan aku kirim ke luar kota untuk bekerja!"
Aku menyipitkan mataku.
"Apa kau sungguh-sungguh? Bagaimana kalau itu cuma akal busukmu dan ternyata kau membunuh mereka?" tanyaku tanpa berpikir.
"Sepertinya kau terlalu banyak menonton film. Kau bisa menemui mereka sebulan sekali, untuk memastikan mereka masih hidup."
Aku menghela napas dalam dan melanjutkan membaca peraturan yang lain.
"Tidak boleh mendekatimu, tidak boleh mencampuri urusanmu, tidak boleh ada kontak fisik kecuali bila sangat diperlukan dan tidak boleh jatuh cinta kepadamu, ha?"
Aku tertawa keras membaca peraturan konyolnya itu. Sebagai seorang iblis sepertinya dia agak bodoh, padahal setahuku iblis adalah mahluk yang sangat pintar. Tapi ini cukup menguntungkanku, jadi aku akan menyertujuinya dengan senang hati.
"Jangan khawatir bahkan kalau kau satu-satunya pria di dunia ini, aku tidak akan pernah jatuh cinta kepadamu," ucapku sambil tertawa sinis.
"Bercerai setelah delapan bulan? Ber ... cerai? Apa maksudmu?"
"Seperti yang sudah kukatakan, aku membutuhkan istri untuk sebuah tujuan yang tidak perlu aku jelaskan kepadamu. Aku hanya membutuhkan istri selama 7 bulan, tapi untuk amannya sebaiknya kita bercerai setelah 8 bulan."
Aku rasa mataku pasti berbinar-binar membaca peraturan ini. Berarti aku masih memiliki masa depan. Aku tidak akan terjebak seumur hidup dengan pria ini. Oh, rasanya aku ingin melompat kegirangan. Mama, tunggu saja, setelah selesai membayar hutang suami brengsekmu itu, aku akan membahagiakanmu. Tidak, kita berdua akan hidup bahagia.
"Tidak boleh memberitahu siapapun kalau kita sudah menikah?"
"Hanya aku yang boleh memberitahu kalau kita sudah menikah. Kau harus tetap diam dan tidak boleh mengatakannya kepada sembarangan orang!"
Aku mengangguk setuju. Aku juga tidak ingin teman-temanku tahu kalau aku akan menikah dengan pria sepertimu.
Tapi, mengapa semua peraturan ini terasa sangat membantu hidupku, seakan-akan aku yang membuatnya agar hidupku aman dan nyaman. Aku tertawa dalam hati, tapi tetap menunjukkan wajah dingin. Aku tidak boleh memperlihatkan kegembiraanku, agar pria ini tidak berubah pikiran.
"Harus tetap melakukan kegiatan dan aktifivitas seperti sebelumnya dan tidak boleh menimbulkan kecurigaan. Berarti aku akan tetap berangkat kuliah seperti biasanya?"
Pria itu mengangguk dengan wajah dingin.
Baiklah, sepertinya ini tidak terlalu buruk, sebaliknya ini sangat bagus. Ini tidak terasa seperti hukuman tapi lebih seperti liburan selama 8 bulan. Kecuali bagian aku akan tinggal dengannya dan hanya bisa bertemu ibuku sebulan sekali.
"Meski tidak seorangpun boleh tahu kita menikah, tapi kau tidak boleh menjalin hubungan dengan pria manapun sebelum kita bercerai. Jadi kalau kau memiliki kekasih, putuskan sekarang juga!"
"A .. apa?"
"Tapi katamu semua akan seperti sebelumnya," sahutku bingung."Aktivitasmu bukan hubunganmu! Kau sudah menjadi istriku, jadi bersikaplah seperti seorang istri!" bentak pria itu lalu segera membalikkan tubuhnya dan masuk ke dalam mobil."Nona, saya akan mengantar anda pulang untuk mengambil barang-barang anda," ucap salah satu pria besar dan seram kepadaku.Aku segera menuruti pria besar itu dan masuk ke dalam mobil sambil mengernyitkan dahi. Aku tidak mengerti apa mau pria bernama Dante ini. Kalau orang-orang tidak boleh tahu kami menikah, kenapa aku tidak boleh menjalin hubungan dengan pria lain?"Saya akan menunggu disini," ucap pria itu setelah kami tiba di depan rumahku.Aku masuk dengan perasaan bingung dan tidak menentu. Bagaimana aku harus menjelaskan semuanya kepada ibuku? Hatinya pasti hancur bila mengetahui apa yang terjadi."Ruby! Akhirnya kamu pulang, sayang," sapa ibuku sambil memelukku."Kenapa kau tidak mau ikut dengan kami? Bagaimana kalau kau kesepian, siapa yang akan
Aku menyerahkan semua kertas peraturan itu, setelah mengambil gambarnya. Aku tidak mau Dante berkelit karena tidak ada bukti. Jangan sampai 100 jutaku melayang, hanya karena dia sudah memusnahkan semua kertas-kertas ini."Nona, silakan beristirahat. Nanti saya akan kembali," ucap si panda dengan sopan.Aku kembali masuk ke dalam kamar besar yang sama besarnya dengan seluruh rumahku. Kamar ini tampak sangat indah. Seperti inilah kamar yang selalu aku impikan sejak kecil, ironisnya aku mendapatkan kamar impianku setelah dijual oleh ayahku.Mama, aku lupa aku harus memberitahunya kalau aku sudah sampai dan baik-baik saja.Aku mencoba menghubungi mama tapi teleponnya tidak aktif. Ada apa ini? Tidak biasanya mama mematikan teleponnya, apalagi saat dia menunggu kabarku.Apa jangan-jangan .... Aku segera keluar kamar dan berlari ke ruang tamu mencari Dante. Untungnya dia sedang duduk di ruang tamu sambil memeriksa telepon genggamnya."Dimana orangtuaku? Dimana ibuku? Kau sudah berjanji tida
"Kakek, ini tidak seperti yang kakek pikirkan, dia berbeda," jawab Dante mencoba meyakinkan kakeknya. Aku diam saja, aku perlu menganalisis keadaannya sebelum mengambil sikap."Sudahlah, kita bicarakan nanti saja setelah makan.""Yes!" jawabku senang lalu menyadari kalau suaraku terlalu kuat hingga semua orang menatapku dengan kaget."Selamat makan," ucapku lembut sambil tersenyum canggung dan mengangguk perlahan. Aku melihat kakek menggelengkan kepalanya. Sepertinya aku kehilangan satu poin.Makanannya sangat enak, ini bahkan lebih enak dari makanan yang disajikan saat tetanggaku menikah beberapa hari yang lalu. Aku yakin ini pasti dimasak dengan bahan-bahan terbaik dan oleh koki yang sangat handal."Nona, apa anda masih lapar?" tanya Pedro kepadaku sambil memberi tanda yang tidak aku mengerti.Aku menatap sekelilingku, semua orang sudah berhenti makan. Lalu aku melihat makanan di atas meja, masih ada beberapa potong daging dan salad sayur yang tersisa. Mungkin Pedro bermaksud memin
"Ka ... kakek menerimaku?" seruku senang."Kakek tidak akan menyesali keputusan kakek itu, mulai hari ini aku akan menjadi cucu menantu yang baik!" seruku bersemangat karena berhasil mendapatkan 100 juta ku."Sudahlah, hentikan semua omong kosongmu itu. Keluarlah dari ruanganku, aku butuh bicara dengan cucuku," jawabnya tampak tidak tertarik dengan dedikasiku."Baiklah, aku juga mau tidur karena besok harus ke kampus," jawabku kesal, benar-benar pria tua yang sombong.Aku berjalan keluar, menutup pintu lalu segera menempelkan telingaku ke pintu. Aku penasaran, mengapa tadi semua orang tampak mengkhawatirkan Dante. Aku mencoba menguping tapi tidak bisa mendengar apapun. Sepertinya pintu ini terbuat dari kayu yang sangat tebal.Sudahlah! Lebih baik aku beristirahat, besok akting yang sesungguhnya akan dimulai. Aku harus mencatat kebohongan apa saja yang akan aku katakan kepada teman-temanku, agar di masa depan aku tidak lupa dengan kata-kataku sendiri.***Aku terbangun sebelum matahari
"Tidak usah, aku sedang ingin berjalan kaki," jawabku sambil melirik ke belakang.Aku bisa melihat supir Dante masih memperhatikanku. Dia bisa saja mengadu kepada Dante dan membuat 100 jutaku melayang."Kenapa? Apa kau menunggu seseorang?" tanya Joshua sambil mengikuti pandanganku."Tidak. Aku hanya ... sedang berusaha untuk berolahraga lebih banyak," jawabku lagi-lagi berbohong."Baiklah, kalau begitu aku duluan."Joshua segera memacu motor besarnya menuju ke kampus. Sementara aku menatap punggungnya dengan perasaan kesal. Andai supir itu tidak mengawasi, aku pasti sedang berada di atas motor besar milik Joshua. Aku kembali melangkahkan kakiku dengan lunglai.Aku tiba di kampus tepat waktu untuk kuliah pertama hari ini. "Ruby, kenapa terlambat? Aku sudah lama menunggumu. Katamu akan datang lebih pagi hari ini," gerutu sahabatku Dora begitu melihatku masuk kelas."Maaf, tadi aku berjalan kaki cukup jauh," jawabku sambil duduk di kursi yang berada di samping Dora."Kenapa? Bus mu mogo
"Ruby, ada apa?" bisik Rahul sambil mencolek tanganku."Ha?" tanyaku bingung."Mengapa wajahmu tiba-tiba pucat seperti orang ketakutan?"Aku memaksa bibirku untuk tersenyum."Perutku sakit, karena ada yang harus aku setor ke toilet, " bisikku berpura-pura."Sial!" makinya dengan wajah jijik."Sekarang silakan nona yang berbaju pink," panggil Joshua."Namaku Naomi, kak," jawab Naomi sambil berdiri dan memainkan rambut panjangnya."Ayo bersiap untuk menerima pertanyaan aneh dan tidak masuk akal yang dia tanyakan hanya untuk mencari perhatian," bisik Rahul diikuti anggukan kepalaku dan Dora."Bagaimana dengan pernikahan untuk membayar hutang? Misalnya seseorang berhutang dan memberikan putrinya sebagai bayaran dan dinikahkan dengan orang yang memberinya hutang? Apa pendapat kalian dan bagaimana aturan hukumnya?"Dora melirikku meminta aku menjawab, tapi aku diam saja. Tiba-tiba kepalaku kosong, aku tidak tahu bagaimana harus menjawabnya. "Tentu saja itu bertentangan dengan hukum. Itu bi
"A ... apa? Jatuh cinta? Apa maksud kakek? Bukankah kakek tidak menyukaiku? Mengapa menginginkan Dante jatuh cinta kepadaku?""Jadi, kau mau menerima tawaranku atau tidak?" Pria tua ini tidak menjawab pertanyaanku. Apa mungkin telinganya sudah mulai bermasalah karena usianya? Atau dia sengaja tidak ingin menjawab?"Bolehkah aku memikirkannya?" tanyaku acuh."Silakan, aku akan memberikanmu waktu untuk berpikir. Besok pagi berikan jawabanmu. Sekarang, silakan keluar, aku harus bekerja."Aku segera berdiri dan keluar tanpa mengatakan apa-apa lagi. Orang-orang di rumah ini sepertinya memang terlahir kasar dan tidak sopan!"Apa yang kau lakukan di ruang kerja kakek?" tanya Dante yang baru pulang.Ada apa dengan pakaiannya? Mengapa dia memakai setelah rapi dan sepatu formil seakan-akan dia seorang CEO atau pengacara atau seorang aktor. Dia hanya seorang bandar judi, mengapa harus tampil setampan itu?"Ada sesuatu yang kami bicarakan," jawabku acuh lalu segera meninggalkannya dan berjalan m
"Itu ... aku-" "Siapa yang mengantarmu? Mengapa berhenti begitu jauh dari kampus?" Benar dugaanku, dia melihatku keluar dari mobil Dante."Itu pamanku. Dia harus segera berangkat ke kantor, jadi dia hanya bisa mengantarku sampai di sini," jawabku berbohong."Apakah kau akan berjalan kaki lagi ke kampus? Atau mau ikut denganku?" tanya Joshua yang sepertinya percaya dengan jawabanku."Kalau kakak tidak keberatan aku akan ikut, karena sepertinya aku akan terlambat kalau berjalan kaki," ucapku malu-malu."Pakai helm ini dan naiklah!"Aku mengangguk dan segera naik sambil tersenyum bahagia. Setidaknya dibalik semua persoalanku ada pelangi tipis yang muncul dan memberikanku harapan dan sukacita. Joshua, dialah pelangiku."Ruby!" teriak Dora dan Rahul bersamaan saat mereka melihatku turun dari motor Joshua."Terima kasih untuk tumpangannya, ka," ucapku begitu turun lalu segera berlari menemui Dora dan Rahul."Apa aku tidak salah lihat? Kau naik motor Joshua? Apa yang terjadi?" cecar Dora
"Di ... dimana?" tanyaku gugup sambil memeriksa sekelilingku."Dia menunggu di mobil," jawabnya datar."Baik, aku akan mengikutimu," jawabku berpura-pura tenang, sambil mengeluarkan telepon genggamku, mencoba melaporkan apa yang terjadi kepada Dante.Pria itu masih berdiri di tempatnya."Berjalanlah duluan!" seruku berpura-pura membereskan barang-barangku."Telepon anda," sahutnya sambil menjulurkan tangan.Sepertinya dia tahu kalau aku sedang berusaha menghubungi Dante.Aku menghela napas panjang sambil menyerahkan telepon genggamku. Sial! Aku tidak mungkin lari, karena dia pasti bisa menangkapku dengan mudah. Naomi tampak bingung melihat kami."Sekarang berjalanlah! Aku akan mengikutimu!" tegasku, berpura-pura berani.Pria itu langsung melangkah keluar."Foto kami dari belakang, kirim kepada Dora, minta dia kirim ke Mister X dan bilang aku bersama pamannya!" bisikku dengan cepat kepada Naomi sebelum berjalan dengan cepat mengejar pria berpistol itu.Aku takut tapi juga tenang, karen
"Berhenti!"Aku mengangkat wajahku dan melihat Dante berdiri di pintu masuk. Dia langsung berjalan ke arah kami dan berdiri di antara aku dan Cherry."Berani-beraninya kau mengangkat tanganmu di hadapan istriku! Pergi dari sini sekarang juga!""Aku tidak akan pergi, sebelum kau menghentikan tuntutan kepada salonku!" bantah Cherry dengan marah."Hanya karena aku lupa memberitahu perubahan kostum pesta ulang tahunku, kalian berdua langsung melakukan hal sekeji itu! Aku akan memberitahu ayahku dan kakek!" rengek Cherry sambil menghentakkan kakinya.Dante hanya melipat tangan di depan dadanya sambil menatap Cherry dengan dingin."Kau pikir aku main-main?" teriak Cherry lalu segera mengambil teleponnya dan menghubungi ayahnya.Aku berbisik kepada Dante."Apa yang terjadi?""Tunggu saja, nanti juga kau akan tahu," jawab Dante juga berbisik."Ayahku akan segera datang! Kalian berdua akan berakhir kalau ayahku tiba. Sekarang perintahkan anak buahmu untuk menghentikan tuntutannya, Dante!" teri
"Apa kau sungguh-sungguh?" tanyaku dengan suara bergetar. Dante mengangguk sambil tersenyum manis.Aku menatapnya tidak percaya, lalu mataku mulai berkaca-kaca. Aku benar-benar cengeng."Hei, kenapa menangis? Bukankah sekarang kau seharusnya bahagia?""Aku rasa ini adalah airmata bahagia."Dante kembali tersenyum lalu meraih tubuhku dan mendekapku dengan erat. Untuk pertama kalinya dalam hidup, aku merasakan kebahagiaan yang tidak dapat kuungkapkan dengan kata-kata. Melebihi mendapatkan kemenangan dalam kompetisi atau juara di kelas. Melebihi hadiah yang kudapatkan atau pujian yang diberikan kepadaku. Aku membalas dekapan Dante dengan tidak kalah erat. Rasanya aku tidak ingin melepaskannya, takut ini hanya mimpi."Aku sangat ingin menciummu seperti saat kita berciuman di kamar waktu itu. Tapi rasanya kurang pantas melakukannya disini," bisik Dante membuatku tersipu malu, lalu kubenamkan wajahku ke pundak Dante.Perlahan Dante melepaskan dekapannya, lalu menatap wajahku dengan lembut.
"Bukan ... Bukan seperti itu," sahut Dante sambil menahan tawa."Kenapa kau menertawakan aku? Apa aku tampak menggelikan bagimu?" tanyaku kesal."Ruby, aku mohon dengarkan aku dulu. Aku tidak bermaksud menertawakanmu.""Lalu?" tanyaku cemberut. Dia harusnya tidak meremehkanku hanya karena tidak memiliki perasaan yang sama denganku."Sepertinya aku harus mengulangi kata-kataku, aku tidak menganggapmu gadis bodoh yang miskin. Tapi sepertinya kau memang cukup polos," jawabnya sambil tersenyum."Berhentilah bermain-main! Kalau kau membenciku katakan saja terus terang. Aku berjanji akan benar-benar menjauhimu dan menghapusmu dari hatiku. Mulai-""Ruby, sudah aku katakan dengarkan aku dulu," potong Dante lalu meraih tanganku perlahan.Apa yang dia lakukan? Kenapa dia memegang tanganku seperti ini? Sial! Jantungku berdetak sangat cepat, aku bisa mati karena perasaan ini.Aku segera menarik tanganku sebelum aku tidak bisa mengendalikan diri."Apa yang kau lakukan?" tanyaku ketus, berusaha men
"Apa maksudmu?" tanyaku langsung bangun dan menatapnya dengan marah."Akhirnya kau bangun juga. Maafkan-""Apa maksudmu?" potongku tidak ingin mendengar permintaan maafnya."Maksud yang mana? Penawaranku kalau boleh terus mencintaiku?" tanya Dante sambil tersenyum."Apa kau pikir lucu mempermainkan aku? Kau melarangku jatuh cinta kepadamu, tapi kau melakukan hal-hal yang membuatku tertarik kepadamu. Kau menciumku lalu mengatakan kau menyukaiku, tapi kemudian meminta kita bercerai karena aku mencintaimu," ucapku dengan suara bergetar.Dadaku tiba-tiba terasa sesak, airmata mulai menetes. Aku marah dan merasa terhina."Lalu aku bertekad untuk melupakan perasaanku demi kakek dan sekarang tanpa ada angin apapun, kau mengizinkanku mencintaimu asal memaafkan kesalahanmu? Siapa kau hingga merasa berhak mengatur perasaanku sesuka hatimu? Apa karena di hadapanmu aku ini gadis polos bodoh yang miskin? Sehingga kau bisa memerintahkan aku harus merasa seperti apa?" bentakku tidak tahan lagi.Meng
Beberapa orang mulai berbisik-bisik dan sebagian lagi menahan tawa. Aku menyapu seluruh ruangan dengan mataku. Semua orang berpakaian resmi, jas dan gaun mewah. Bahkan Cherry mengenakan gaun seorang putri. Aku satu-satunya yang mengenakan piyama dengan rambut terkepang dua."Apakah istri sepupumu akan menampilkan sesuatu?""Apa dia badut?" "Dia benar-benar gila, kenapa dia memakai piyama ke pesta?""Sepertinya dia berencana mempermalukan Cherry. Dasar jahat!"Aku bisa mendengar orang-orang mulai membicarakanku. Seharusnya sekarang aku berbalik dan pulang ke rumah sambil menangis. Tapi entah kenapa tubuhku hanya diam disana, menatap semua orang yang sedang menertawaiku.Otakku masih kesulitan memproses keadaan yang sedang terjadi ini. Aku masih tidak percaya kalau aku dipermainkan dan dipermalukan seperti ini.Tiba-tiba seseorang menarik tanganku."Ayo, pulang!" tegasnya sambil menyeretku keluar."Dante," gumamku pelan.Dante menghempaskan tanganku begitu kami keluar dari Ballroom."A
"Apa?" tanya Dante terkejut."Aku tidak mau bercerai darimu. Aku memutuskan untuk tetap berada dalam pernikahan ini dan melupakan perasaanku. Aku berjanji mulai hari ini, akan berhenti mencintaimu. Jadi kau tidak perlu khawatir."Dante tampak syok mendengar perkataanku. Dia hanya menatapku tanpa berkata apa-apa."Bagaimana apakah kau setuju melanjutkan pernikahan ini?" tanyaku sambil menatap Dante dengan berani."Baiklah. Selama kau bisa mengatur perasaanmu, maka tidak masalah buatku," jawab Dante tenang.Aku mengangguk dengan hati pilu. Entah apa yang membuatku merasa iba kepada pria tua itu, hingga mau memendam rasa cintaku. Pernikahan ini tidak akan sama lagi dengan sebelumnya. Kali ini rasanya pasti lebih menyiksa."Tapi, kenapa? Kenapa kau tidak mau bercerai?" tanya Dante tiba-tiba."Demi kakek," jawabku jujur. Meski kakek memintaku merahasiakan keadaannya, tapi aku tidak punya alasan untuk berbohong. Dante sudah tahu statusnya yang sebenarnya, jadi sekalian saja aku mengatakan
"Ha? Aku?" tanyaku bingung.Kenapa dia tiba-tiba muncul dan mengajakku masuk ke mobilnya? Apa yang perlu kami bicarakan hingga dia menemuiku seperti ini?"Ya, kau! Cepat masuk!" jawab Dante terburu-buru.Aku tersadar, dia pasti ingin membicarakan tentang perceraian kami. Aku langsung menggangguk dan masuk ke dalam mobilnya.Dante melajukan mobilnya, tapi tidak berkata apapun."Apa yang akan kita bicarakan?" tanyaku tidak nyaman dengan suasana sunyi ini."Kita akan tiba sebentar lagi. Mari bicara disana saja," jawabnya tanpa mengalihkan tatapannya dari jalanan.Aku tidak menanggapi, lalu suasana kembali hening. Jalanan yang kami lewati tampak akrab. Aku mengenali jalan ini, karena ini adalah jalan menuju ... rumah kakek."Apa kita akan ke rumah kakek?" tanyaku panik."Ya," jawab Dante singkat."Untuk apa kesana? Bukankah kita akan bercerai?""Kakek ingin menemuimu. Kita bicara setelah kau menemui kakek," ucapnya santai, seakan-akan ini bukan masalah besar."Apa maksudmu kakek ingin bic
"Ini Dante, dia sudah pernah mengajar di kelas khusus, kau pasti sudah mengenalnya. Yang satu lagi Felix, dia akan mulai mengajar kelas khusus, bergantian dengan Tuan Dante. Dia adalah seorang jaksa," jelas dekan berapi-api.Aku mengangguk sopan."Dante, Felix. Ini Ruby, dia adalah mahasiswa beprestasi, dan sangat cerdas. Karena kecerdasannya itu, dia mendapatkan beasiswa penuh. Dia belum pernah membayar apapun sejak masuk ke kampus kita. Kalian berdua juga sangat pintar, tapi kalian harus tahu kalau kalian kuliah bersamanya, kalian pasti tidak ada apa-apanya," puji dekan sambil tertawa, membuatku merasa tidak nyaman."Tapi kita semua juga tahu, nilai kuliah sama sekali bukan patokan kesuksesan seseorang. Karena bisa saja gadis secerdas ini pada akhirnya akan berakhir tanpa karir apapun," sahut Dante tiba-tiba.Suasana menjadi canggung karena komentar kejamnya itu."Kau ada benarnya. Kalau begitu ingat Ruby! Bila kau ingin menikah, carilah pria yang akan mendukung masa depanmu dan men