Share

BAB 3

Penulis: Ede Thaurus
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

"Apa yang kau cari?" tanya ibuku melihatku membongkar tempat surat-surat penting kami.

"Surat-suratku," jawabku sambil memasukkan semua surat yang diminta pria bernama Dante itu ke dalam map.

"Untuk apa surat-surat ini kau ba-"

"Ma, aku pergi dulu. Nanti setelah pulang, aku akan menjelaskan semuanya," potongku sambil menepuk pelan tangan ibuku yang sudah keriput itu.

Aku menghindari pertanyaannya dengan berlari keluar dan langsung masuk ke dalam mobil milik Dante. Sementara ibuku berdiri di depan pintu rumah reyot kami dengan bingung. Aku tidak berani berlama-lama di dekatnya, dia akan mengetahui kalau aku menyembunyikan sesuatu. Aku tidak pernah bisa menutupi apapun darinya, karena dia adalah satu-satunya orang yang aku percayai dan andalkan dalam hidupku.

Aku mengembuskan napas sambil menatap iba wanita yang sudah melahirkanku itu. Usianya baru saja memasuki 45 tahun tapi wajahnya sudah tampak renta. Padahal seingatku dia adalah wanita yang sangat cantik, entah sejak kapan dia mulai menua dan melemah. 

Aku pernah berjanji dalam hatiku, suatu hari nanti akan kubuat senyuman terus tersungging di bibirnya. Akan kubuat dia lupa rasanya menderita karena setiap hari hanya akan merasakan kebahagiaan. Tapi sepertinya aku tidak akan bisa memenuhi janji itu.

Pria yang menghadirkanku ke dunia ini, membuatku menikah dengan seorang iblis dan menghancurkan semua impian masa depanku. Menjadi istri pria itu adalah akhir perjalanan hidupku.

Aku segera menyeka air mata yang tanpa sadar menetes ke pipiku.

***

"Silakan tandatangan di sini," ucap petugas catatan sipil kepadaku.

Aku mengambil pena yang dia berikan dan segera menandatangani lembaran dokumen yang ada di hadapanku. 

Pasrah.

"Kalau begitu Tuan Dante Alexander dan Nona Ruby Amanda, kalian berdua sudah sah menjadi suami istri di hadapan hukum. Selamat."

Aku mengangguk tanpa senyuman.

"Sekarang apa yang harus aku lakukan?" tanyaku di depan kantor catatan sipil, setelah kami keluar.

Dante menyerahkan sebuah map tipis kepadaku.

"Ini adalah peraturan yang harus kau patuhi. Baca sekarang dan ajukan pertanyaan bila tidak mengerti!"

Aku membuka map itu. Ada belasan nomor peraturan, tapi nomor satu saja sudah membuatku marah.

"Mengapa aku tinggal di rumahmu? Aku tidak ingin meninggalkan ibuku sendirian. Aku akan datang ke rumahmu setiap hari atau kapanpun kau minta, tapi ibuku-"

"Ibumu akan pindah bersama ayahmu yang akan aku kirim ke luar kota untuk bekerja!"

Aku menyipitkan mataku.

"Apa kau sungguh-sungguh? Bagaimana kalau itu cuma akal busukmu dan ternyata kau membunuh mereka?" tanyaku tanpa berpikir.

"Sepertinya kau terlalu banyak menonton film. Kau bisa menemui mereka sebulan sekali, untuk memastikan mereka masih hidup."

Aku menghela napas dalam dan melanjutkan membaca peraturan yang lain.

"Tidak boleh mendekatimu, tidak boleh mencampuri urusanmu, tidak boleh ada kontak fisik kecuali bila sangat diperlukan dan tidak boleh jatuh cinta kepadamu, ha?" 

Aku tertawa keras membaca peraturan konyolnya itu. Sebagai seorang iblis sepertinya dia agak bodoh, padahal setahuku iblis adalah mahluk yang sangat pintar. Tapi ini cukup menguntungkanku, jadi aku akan menyertujuinya dengan senang hati.

"Jangan khawatir bahkan kalau kau satu-satunya pria di dunia ini, aku tidak akan pernah jatuh cinta kepadamu," ucapku sambil tertawa sinis.

"Bercerai setelah delapan bulan? Ber ... cerai? Apa maksudmu?"

"Seperti yang sudah kukatakan, aku membutuhkan istri untuk sebuah tujuan yang tidak perlu aku jelaskan kepadamu. Aku hanya membutuhkan istri selama 7 bulan, tapi untuk amannya sebaiknya kita bercerai setelah 8 bulan."

Aku rasa mataku pasti berbinar-binar membaca peraturan ini. Berarti aku masih memiliki masa depan. Aku tidak akan terjebak seumur hidup dengan pria ini. Oh, rasanya aku ingin melompat kegirangan. Mama, tunggu saja, setelah selesai membayar hutang suami brengsekmu itu, aku akan membahagiakanmu. Tidak, kita berdua akan hidup bahagia.

"Tidak boleh memberitahu siapapun kalau kita sudah menikah?"

"Hanya aku yang boleh memberitahu kalau kita sudah menikah. Kau harus tetap diam dan tidak boleh mengatakannya kepada sembarangan orang!"

Aku mengangguk setuju. Aku juga tidak ingin teman-temanku tahu kalau aku akan menikah dengan pria sepertimu.

Tapi, mengapa semua peraturan ini terasa sangat membantu hidupku, seakan-akan aku yang membuatnya agar hidupku aman dan nyaman. Aku tertawa dalam hati, tapi tetap menunjukkan wajah dingin. Aku tidak boleh memperlihatkan kegembiraanku, agar pria ini tidak berubah pikiran.

"Harus tetap melakukan kegiatan dan aktifivitas seperti sebelumnya dan tidak boleh menimbulkan kecurigaan. Berarti aku akan tetap berangkat kuliah seperti biasanya?"

Pria itu mengangguk dengan wajah dingin.

Baiklah, sepertinya ini tidak terlalu buruk, sebaliknya ini sangat bagus. Ini tidak terasa seperti hukuman tapi lebih seperti liburan selama 8 bulan. Kecuali bagian aku akan tinggal dengannya dan hanya bisa bertemu ibuku sebulan sekali. 

"Meski tidak seorangpun boleh tahu kita menikah, tapi kau tidak boleh menjalin hubungan dengan pria manapun sebelum kita bercerai. Jadi kalau kau memiliki kekasih, putuskan sekarang juga!"

"A .. apa?"

Bab terkait

  • SENTUHAN PANAS PERTAMA TUAN DANTE   BAB 4

    "Tapi katamu semua akan seperti sebelumnya," sahutku bingung."Aktivitasmu bukan hubunganmu! Kau sudah menjadi istriku, jadi bersikaplah seperti seorang istri!" bentak pria itu lalu segera membalikkan tubuhnya dan masuk ke dalam mobil."Nona, saya akan mengantar anda pulang untuk mengambil barang-barang anda," ucap salah satu pria besar dan seram kepadaku.Aku segera menuruti pria besar itu dan masuk ke dalam mobil sambil mengernyitkan dahi. Aku tidak mengerti apa mau pria bernama Dante ini. Kalau orang-orang tidak boleh tahu kami menikah, kenapa aku tidak boleh menjalin hubungan dengan pria lain?"Saya akan menunggu disini," ucap pria itu setelah kami tiba di depan rumahku.Aku masuk dengan perasaan bingung dan tidak menentu. Bagaimana aku harus menjelaskan semuanya kepada ibuku? Hatinya pasti hancur bila mengetahui apa yang terjadi."Ruby! Akhirnya kamu pulang, sayang," sapa ibuku sambil memelukku."Kenapa kau tidak mau ikut dengan kami? Bagaimana kalau kau kesepian, siapa yang akan

  • SENTUHAN PANAS PERTAMA TUAN DANTE   BAB 5

    Aku menyerahkan semua kertas peraturan itu, setelah mengambil gambarnya. Aku tidak mau Dante berkelit karena tidak ada bukti. Jangan sampai 100 jutaku melayang, hanya karena dia sudah memusnahkan semua kertas-kertas ini."Nona, silakan beristirahat. Nanti saya akan kembali," ucap si panda dengan sopan.Aku kembali masuk ke dalam kamar besar yang sama besarnya dengan seluruh rumahku. Kamar ini tampak sangat indah. Seperti inilah kamar yang selalu aku impikan sejak kecil, ironisnya aku mendapatkan kamar impianku setelah dijual oleh ayahku.Mama, aku lupa aku harus memberitahunya kalau aku sudah sampai dan baik-baik saja.Aku mencoba menghubungi mama tapi teleponnya tidak aktif. Ada apa ini? Tidak biasanya mama mematikan teleponnya, apalagi saat dia menunggu kabarku.Apa jangan-jangan .... Aku segera keluar kamar dan berlari ke ruang tamu mencari Dante. Untungnya dia sedang duduk di ruang tamu sambil memeriksa telepon genggamnya."Dimana orangtuaku? Dimana ibuku? Kau sudah berjanji tida

  • SENTUHAN PANAS PERTAMA TUAN DANTE   BAB 6

    "Kakek, ini tidak seperti yang kakek pikirkan, dia berbeda," jawab Dante mencoba meyakinkan kakeknya. Aku diam saja, aku perlu menganalisis keadaannya sebelum mengambil sikap."Sudahlah, kita bicarakan nanti saja setelah makan.""Yes!" jawabku senang lalu menyadari kalau suaraku terlalu kuat hingga semua orang menatapku dengan kaget."Selamat makan," ucapku lembut sambil tersenyum canggung dan mengangguk perlahan. Aku melihat kakek menggelengkan kepalanya. Sepertinya aku kehilangan satu poin.Makanannya sangat enak, ini bahkan lebih enak dari makanan yang disajikan saat tetanggaku menikah beberapa hari yang lalu. Aku yakin ini pasti dimasak dengan bahan-bahan terbaik dan oleh koki yang sangat handal."Nona, apa anda masih lapar?" tanya Pedro kepadaku sambil memberi tanda yang tidak aku mengerti.Aku menatap sekelilingku, semua orang sudah berhenti makan. Lalu aku melihat makanan di atas meja, masih ada beberapa potong daging dan salad sayur yang tersisa. Mungkin Pedro bermaksud memin

  • SENTUHAN PANAS PERTAMA TUAN DANTE   BAB 7

    "Ka ... kakek menerimaku?" seruku senang."Kakek tidak akan menyesali keputusan kakek itu, mulai hari ini aku akan menjadi cucu menantu yang baik!" seruku bersemangat karena berhasil mendapatkan 100 juta ku."Sudahlah, hentikan semua omong kosongmu itu. Keluarlah dari ruanganku, aku butuh bicara dengan cucuku," jawabnya tampak tidak tertarik dengan dedikasiku."Baiklah, aku juga mau tidur karena besok harus ke kampus," jawabku kesal, benar-benar pria tua yang sombong.Aku berjalan keluar, menutup pintu lalu segera menempelkan telingaku ke pintu. Aku penasaran, mengapa tadi semua orang tampak mengkhawatirkan Dante. Aku mencoba menguping tapi tidak bisa mendengar apapun. Sepertinya pintu ini terbuat dari kayu yang sangat tebal.Sudahlah! Lebih baik aku beristirahat, besok akting yang sesungguhnya akan dimulai. Aku harus mencatat kebohongan apa saja yang akan aku katakan kepada teman-temanku, agar di masa depan aku tidak lupa dengan kata-kataku sendiri.***Aku terbangun sebelum matahari

  • SENTUHAN PANAS PERTAMA TUAN DANTE   BAB 8

    "Tidak usah, aku sedang ingin berjalan kaki," jawabku sambil melirik ke belakang.Aku bisa melihat supir Dante masih memperhatikanku. Dia bisa saja mengadu kepada Dante dan membuat 100 jutaku melayang."Kenapa? Apa kau menunggu seseorang?" tanya Joshua sambil mengikuti pandanganku."Tidak. Aku hanya ... sedang berusaha untuk berolahraga lebih banyak," jawabku lagi-lagi berbohong."Baiklah, kalau begitu aku duluan."Joshua segera memacu motor besarnya menuju ke kampus. Sementara aku menatap punggungnya dengan perasaan kesal. Andai supir itu tidak mengawasi, aku pasti sedang berada di atas motor besar milik Joshua. Aku kembali melangkahkan kakiku dengan lunglai.Aku tiba di kampus tepat waktu untuk kuliah pertama hari ini. "Ruby, kenapa terlambat? Aku sudah lama menunggumu. Katamu akan datang lebih pagi hari ini," gerutu sahabatku Dora begitu melihatku masuk kelas."Maaf, tadi aku berjalan kaki cukup jauh," jawabku sambil duduk di kursi yang berada di samping Dora."Kenapa? Bus mu mogo

  • SENTUHAN PANAS PERTAMA TUAN DANTE   BAB 9

    "Ruby, ada apa?" bisik Rahul sambil mencolek tanganku."Ha?" tanyaku bingung."Mengapa wajahmu tiba-tiba pucat seperti orang ketakutan?"Aku memaksa bibirku untuk tersenyum."Perutku sakit, karena ada yang harus aku setor ke toilet, " bisikku berpura-pura."Sial!" makinya dengan wajah jijik."Sekarang silakan nona yang berbaju pink," panggil Joshua."Namaku Naomi, kak," jawab Naomi sambil berdiri dan memainkan rambut panjangnya."Ayo bersiap untuk menerima pertanyaan aneh dan tidak masuk akal yang dia tanyakan hanya untuk mencari perhatian," bisik Rahul diikuti anggukan kepalaku dan Dora."Bagaimana dengan pernikahan untuk membayar hutang? Misalnya seseorang berhutang dan memberikan putrinya sebagai bayaran dan dinikahkan dengan orang yang memberinya hutang? Apa pendapat kalian dan bagaimana aturan hukumnya?"Dora melirikku meminta aku menjawab, tapi aku diam saja. Tiba-tiba kepalaku kosong, aku tidak tahu bagaimana harus menjawabnya. "Tentu saja itu bertentangan dengan hukum. Itu bi

  • SENTUHAN PANAS PERTAMA TUAN DANTE   BAB 10

    "A ... apa? Jatuh cinta? Apa maksud kakek? Bukankah kakek tidak menyukaiku? Mengapa menginginkan Dante jatuh cinta kepadaku?""Jadi, kau mau menerima tawaranku atau tidak?" Pria tua ini tidak menjawab pertanyaanku. Apa mungkin telinganya sudah mulai bermasalah karena usianya? Atau dia sengaja tidak ingin menjawab?"Bolehkah aku memikirkannya?" tanyaku acuh."Silakan, aku akan memberikanmu waktu untuk berpikir. Besok pagi berikan jawabanmu. Sekarang, silakan keluar, aku harus bekerja."Aku segera berdiri dan keluar tanpa mengatakan apa-apa lagi. Orang-orang di rumah ini sepertinya memang terlahir kasar dan tidak sopan!"Apa yang kau lakukan di ruang kerja kakek?" tanya Dante yang baru pulang.Ada apa dengan pakaiannya? Mengapa dia memakai setelah rapi dan sepatu formil seakan-akan dia seorang CEO atau pengacara atau seorang aktor. Dia hanya seorang bandar judi, mengapa harus tampil setampan itu?"Ada sesuatu yang kami bicarakan," jawabku acuh lalu segera meninggalkannya dan berjalan m

  • SENTUHAN PANAS PERTAMA TUAN DANTE   BAB 11

    "Itu ... aku-" "Siapa yang mengantarmu? Mengapa berhenti begitu jauh dari kampus?" Benar dugaanku, dia melihatku keluar dari mobil Dante."Itu pamanku. Dia harus segera berangkat ke kantor, jadi dia hanya bisa mengantarku sampai di sini," jawabku berbohong."Apakah kau akan berjalan kaki lagi ke kampus? Atau mau ikut denganku?" tanya Joshua yang sepertinya percaya dengan jawabanku."Kalau kakak tidak keberatan aku akan ikut, karena sepertinya aku akan terlambat kalau berjalan kaki," ucapku malu-malu."Pakai helm ini dan naiklah!"Aku mengangguk dan segera naik sambil tersenyum bahagia. Setidaknya dibalik semua persoalanku ada pelangi tipis yang muncul dan memberikanku harapan dan sukacita. Joshua, dialah pelangiku."Ruby!" teriak Dora dan Rahul bersamaan saat mereka melihatku turun dari motor Joshua."Terima kasih untuk tumpangannya, ka," ucapku begitu turun lalu segera berlari menemui Dora dan Rahul."Apa aku tidak salah lihat? Kau naik motor Joshua? Apa yang terjadi?" cecar Dora

Bab terbaru

  • SENTUHAN PANAS PERTAMA TUAN DANTE   BAB 45

    "Kakak tahu?" tanyaku panik. Bagaimana dia bisa tahu?"Meskipun kalian berusaha bersikap biasa-biasa saja, tapi aku sudah memergoki kalian beberapa kali!" ucapnya tegas."Aku sama sekali tidak mempermasalahkan kalau kalian punya hubungan. Yang aku permasalahkan adalah kenapa kalian tidak terbuka? Kenapa kalian membuatku tampak seperti orang bodoh?" tanya Joshua dengan wajah memelas."Kenapa kakak harus merasa seperti orang bodoh. Apa yang membuat kakak merasa seperti itu?" tanyaku bingung. Aku dan Dante tidak pernah melakukan apapun kepadanya, kenapa dia berlebihan sekali?"Aku mohon Ruby, berhentilah berakting. Kau tahu benar apa yang kalian lakukan."Aku menatap Joshua dengan sungguh-sungguh."Aku benar-benar tidak mengerti apa maksud kakak!" tegasku tanpa berkedip."Baik, akan aku beritahu. Kau dan Rahul, sebenarnya kalian adalah pasangan kekasih kan? Kalian berpura-pura menjadi sahabat padahal sebenarnya hubungan kalian lebih dari itu. Teganya kalian mengajakku makan malam dan kau

  • SENTUHAN PANAS PERTAMA TUAN DANTE   BAB 44

    "Dante?" gumamku heran tapi dalam hatiku melompat-lompat kegirangan. Aku berjalan ke arah mobil Dante dengan wajah datar meski aku sangat ingin tersenyum bahagia. Entah ini hanya pikiranku saja, tapi aku merasa dia sengaja pulang untuk menemuiku.Aku masuk ke dalam mobil lalu duduk diam meski mulutku sangat ingin bertanya, mengapa dia pulang dan mengantarku padahal harus segera ke bandara."Aku akan berangkat ke luar negeri sebentar lagi, jadi aku mau berpamitan kepadamu," ucap Dante seperti bisa membaca pikiranku. Berpamitan denganku? Apa ini, kenapa aku merasa senang mendengarnya. "Karena aku sudah berjanji akan membawamu menemui orangtuamu akhir pekan ini. Tapi sepertinya aku tidak akan bisa memenuhi janji itu. Tadi aku ke kantor untuk memeriksa jadwalku dan beberapa hal lain. Sepertinya aku akan berada di luar negri selama sepuluh hari."Aku membeku, sepuluh hari? Dia akan pergi selama itu? Kenapa sekarang tiba-tiba aku merasa sedih? Bukankah malah sekarang waktunya aku bahagia

  • SENTUHAN PANAS PERTAMA TUAN DANTE   BAB 43

    "Sedang ..." Aku melirik Dante yang mengangkat tangan sambil menunjukkan telepon genggamnya. Joshua langsung berbalik ke arah Dante, dan pria itu langsung menurunkan tangannya."Tuan Dante, saya mau memperkenalkan seseorang," ucap Joshua tiba-tiba."Ini Ruby, dia adalah mahasiswi yang waktu itu anda tegur di kelas khusus anda di kampus kami," ucapnya berseri-seri.Dante hanya mengangguk dengan sopan dan canggung."Anda pasti tidak mengingatnya, karena penampilannya hari ini sangat berbeda dengan biasanya."Joshua menatapku dengan tatapan kagum."Hari ini dia tampak luar biasa cantik. Bukannya selama ini dia tidak cantik, menurut saya dia adalah gadis tercantik di kampus kami, tapi kali ini dia tampak berbeda," puji Joshua sambil menyentuh punggungku.Dante melihatnya dan tatapannya berubah. Sepertinya dia tidak suka melihat tangan Joshua menyentuhku, aku langsung bergeser dan Joshua menyadari ketidaknyamananku dan langsung menurunkan tangannya."Kalau begitu, silakan kalian lanjutkan

  • SENTUHAN PANAS PERTAMA TUAN DANTE   BAB 42

    Cinta sejati Dante? Perempuan tadi pasti sedang berusaha memanas-manasiku. Kalau Dante memang memiliki cinta sejati, untuk apa dia menyewa orang lain untuk berpura-pura menikah dengannya? Mengapa dia tidak menikahi cinta sejatinya saja? Gadis itu pasti berpikir aku sangat bodoh hingga akan percaya dengan omong kosongnya.Aku kembali menikmati makanan-makanan kecil yang disajikan di meja. Aku benar-benar lapar, tapi mereka hanya menyajikan makanan-makanan kecil dan minuman berwarna-warni di atas beberapa meja yang sangat panjang.Ada pangsit kecil berisi udang yang diletakkan di dalam sendok keramik, pangsitnya terlalu kecil hingga aku menghabiskan 5 potong. Lalu ada roti kecil yang diatasnya diletakkan daging asap dan sayuran yang rasanya sangat lezat, lagi-lagi aku menghabiskan 5 potong. Aku harus memakan setidaknya 50 potong makanan-makanan mini ini sebelum benar-benar kenyang.Tapi setelah kuperhatikan, hanya aku yang terus makan. Orang lain hanya mengambil satu lalu pergi. Apa mer

  • SENTUHAN PANAS PERTAMA TUAN DANTE   BAB 41

    Aku menatap bayangan diriku di cermin. Perias yang dikirimkan Dante benar-benar luar biasa. Aku tampak berbeda, tapi tidak berubah. Aku tetap tampak seperti diriku hanya dalam versi yang lebih cantik.Pakaian yang kukenakan juga sangat indah. Sebuah gaun sederhana berwarna gelap, bukan hitam, bukan biru, juga bukan abu-abu. Aku tidak tahu apa nama warna ini, tapi memakainya membuatku merasa seperti cinderela. Aku tidak pernah memiliki pakaian yang indah. Jadi aku tidak pernah tahu kalau ternyata memakai pakaian indah, membuat perasaan kita bahagia.Ini adalah kali kedua aku merasa bahagia hanya dengan melihat bayanganku di cermin. Pertama kali ketika Myrna meminjamkan gaun. Waktu itu saja aku sudah merasa bahagia, tapi kali ini perasaan itu menjadi dua kali lipat, karena kali ini aku benar-benar cantik.Ya! Aku cantik, dan aku sangat mengagumi bayangan yang kulihat di cermin ini."Apakah ada yang kurang, Nona?" tanya sang perias melihatku tidak berhenti menatap cermin."Oh, tidak. Ini

  • SENTUHAN PANAS PERTAMA TUAN DANTE   BAB 40

    "Aku pasti akan mendapatkan uangku dan tidak akan terpengaruh dengan pesona Dante. Karena aku bukan wanita biasa!" tegasku sekali lagi. Semakin lama semakin melupakan sopan santunku."Baiklah kalau begitu. Makanlah, sebelum dagingnya dingin dan keras," perintah kakek lalu kembali makan.Aku memaksakan diriku untuk makan, meski tiba-tiba kehilangan seleraku setelah pembicaaan dengan kakek.***Sudah lewat tengah malam. Tapi aku masih duduk bersandar di atas tempat tidurku. Sudah hampir satu jam aku mencoba untuk tidur tapi tetap tidak bisa. Berbagai cara sudah aku coba, tapi sama sekali tidak berhasil. Kepalaku terus berputar, memikirkan ibuku, Dante dan perkataan kakek tadi.Tapi yang paling menggangguku, tentu saja ibuku. Untuk pertama kalinya dalam hidupku aku berpisah darinya selama lebih dari sebulan. Tidak bertemu, tidak bicara dan tidak ada kabar. Berbagai hal buruk muncul, dugaan yang tidak-tidak tumbuh di pikiranku."Mungkin segelas susu hangat bisa menolong," gumamku sambil k

  • SENTUHAN PANAS PERTAMA TUAN DANTE   BAB 39

    "Dante?" tanya kami lagi-lagi bersamaan. Kami bertiga sangat terkejut, tapi aku yakin karena alasan yang berbeda-beda."Kenapa kalian bertiga tampak kaget?" tanya ayah Dora heran."Dia adalah dosen tamu di kampus kami. Aku mengenalnya, jadi paman tidak perlu khawatir. Aku bisa mengurusnya," jawab Rahul dengan mulut besarnya."Dante kan adalah pengacara yang sangat terkenal. Pasti biayanya akan sangat besar. Kenapa harus memakai pengacara semahal itu hanya untuk sengketa tanah?" tanya Dora khawatir.Sementara aku diam saja, karena tidak mungkin mengungkapkan alasan keterkejutanku."Jangan khawatir. Dia akan membantu ayah dengan gratis.""Ha? Kenapa?" tanya Dora terkejut."Dulu ketika masih mengajar, ayah adalah dosennya. Jadi, dia tidak mau menerima sepeserpun uang ayah.""Kenapa dia melakukan itu? Meskipun ayah dosennya, tapi ayahkan punya uang, seharusnya dia tetap meminta uang jasa.""Kau ini! Tadi kau khawatir ayah akan membayar mahal, sekarang malah kesal karena ayah tidak perlu m

  • SENTUHAN PANAS PERTAMA TUAN DANTE   BAB 38

    Setelah selesai Dante menempelkan koyo lain di kakiku yang satunya lagi. Aku menatap rambut Dante yang tebal dan berwarna coklat tua. Ada apa dengan pria ini? Selama ini dia sama sekali tidak memedulikanku, tapi tindakannya saat ini sangat bertentangan dengan sikapnya yang biasa. Bagaimana dia bisa berjongkok di hadapanku hanya untuk mengobati kakiku. Padahal berbicara dengan lembut kepadaku saja dia tidak pernah. Dante kau benar-benar aneh dan membingungkan!"Sudah selesai, masukkan lagi kakimu," perintahnya lalu berdiri dan menungguku menggeser posisiku. Setelah aku kembali duduk menghadap ke depan dia menutup pintu di sampingku.Dante masuk ke dalam mobil tanpa mengatakan apapun."Terima kasih," ucapku pelan. Dante tidak menanggapi ucapan terima kasihku, malah mengatakan hal lain."Obatnya akan bekerja dalam lima belas menit. Jadi sesampainya di kampus nanti, sakitnya pasti sudah berkurang. Jangan terlalu banyak berjalan atau berdiri, agar tidak terlalu sakit. Lalu setelah ujian s

  • SENTUHAN PANAS PERTAMA TUAN DANTE   BAB 37

    Kami berlari hingga benar-benar kelelahan. "Apa ... yang ... kau ... lakukan?" tanya Dante terbata-bata karena kelelahan."Aku ... mencoba ... metode ... baru," jawabku dengan napas memburu.Dante duduk di jalan dan mengatur napasnya, aku ikut duduk di sampingnya dan mencoba untuk bertahan, meski rasanya hampir mati.Aku bukan gadis yang suka berolahraga. Jadi, berlari jauh dengan kecepatan yang tidak main-main, pasti membuat jantungku hampir berhenti."Metode baru apa yang kau maksud?" tanya Dante setelah napasnya mulai teratur."Metode mencegah serangan panik. Kalau tadi kita tidak berlari, mungkin kau sudah mengalami serangan panik. Dan sepertinya metode barunya berhasil, berlari membuatmu lupa untuk panik," jawabku masih sedikit terengah-engah.Dante menatapku dengan takjub."Kau benar, aku tidak panik karena kelelahan berlari. Dari mana kau mengatahui metode ini?""Rahul, kakaknya juga mengalami serangan panik.""Apa dia tahu kalau aku-""Tidak! Tentu saja aku tidak memberitahu

DMCA.com Protection Status