Share

BAB 2

Aku membalikkan tubuhku dan mataku langsung menatap sebuah pemandangan yang seharusnya tidak muncul di tempat seperti ini.

Seorang pria tinggi dengan tato di lengannya, hanya ada satu tato tidak seperti bandar judi itu yang seluruh lengan hingga lehernya dipenuhi tato. Wajah pria ini sangat tampan dengan rambut hitam kecoklatan. Dia memakai kemeja putih dengan pola daun, seakan-akan dia akan berlibur ke pantai.

Di belakangnya berdiri tiga orang pria memakai pakaian yang mirip dengan pria tampan itu, hanya saja dua diantaranya tampak menyeramkan dengan tubuh besarnya. Sementara seorang lagi tampak masih sangat muda, sepertinya usianya tidak jauh berbeda denganku.

Aku berbalik dan menatap ayahku. Pria tua itu tampak lebih ketakutan daripada kepada sang bandar judi tadi. Dia tidak bisa berkata apa-apa dan hanya berdiri diam dengan tubuh gemetar.

Pria tampan itu memberi tanda kepada pria besar di belakangnya, lalu salah satu dari pria berwajah seram itu pergi keluar.

"Siapa kau?" tanya si bandar judi sambil menunjuk pria tampan itu.

"Itu bukan urusanmu, yang penting uangmu kembali!" jawab pria tampan itu dengan ketus.

Pria besar berwajah seram itu kembali dan membawa sebuah tas hitam, lalu menyerahkannya kepada si bandar judi.

"Hitunglah, semuanya seratus juta!" ucap pria besar itu, membuat si bandar judi tersenyum senang lalu berseru sambil mengambil  dan membuka tas itu.

"Baik, aku akan menghitungnya dan bila kurang, aku pasti akan menagihnya."

Ayahku sama sekali tidak berani mengangkat wajahnya. Apa yang terjadi dengannya dan siapa pria tampan ini?

"Papa," bisikku sambil menyentuh lengannya.

"Sst," jawabnya sambil meletakkan jari telunjuk di bibirnya.

"Tuan Albert, mari kita bicara diluar," ajak pria tampan itu.

Dia mengenal ayahku, dia bahkan mengetahui namanya. Aku semakin bingung dan langsung ikut keluar, ayahku pasti sedang menyembunyikan sesuatu.

"Tuan Dante, maaafkan saya," sapa ayahku canggung. 

"Siapa kau? Mengapa kalian saling mengenal," potongku sambil berdiri diantara pria tampan itu dan ayahku.

"Ruby, jangan begitu. Mundurlah!" perintah ayahku sambil menarik tanganku dan mendorongku mundur.

"Kenapa? Siapa dia?" tanyaku terkejut karena ditarik.

"Ayahmu sudah menggadaikanmu kepadaku untuk membayar hutangnya, lalu melarikan diri."

Aku menatap muak ke arah ayahku.

"Apa kau pikir aku tidak akan bisa menemukanmu Tuan Albert?" lanjut pria tampan itu sambil tersenyum.

"Ma ... maafkan saya Tuan, saya bukan melarikan diri. Saya hanya mencoba mencari uang untuk membayar hutang saya kepada anda."

Aku semakin muak melihat wajah ayahku. Ternyata dia sudah menggadaikan aku? Apa dia pikir aku benda? Benar-benar menjijikkan!

"Lalu mengapa kau menjual putrimu padahal kau sudah terlebih dahulu menggadaikannya kepadaku?" tanya pria itu sangat tenang, hingga semakin menakutkan.

"Saya ... saya minta maaf, Tuan," tangis ayahku sambil berlutut di hadapan pria tampan itu.

"Kalau begitu mulai hari ini putrimu akan menjadi milikku!"

Aku menatap pria itu dengan penuh kebencian. 

"Apa maksudmu? Aku bukan milik ayahku! Dia tidak berhak menjualku!" teriakku marah.

Ayahku menarik tanganku, memohon agar aku diam.

"Dengar, saat ini aku sangat membutuhkan seorang istri. Dan hari ini juga aku harus menikah. Jadi aku hanya akan bertanya sekali kepadamu Tuan Albert. Siapa yang akan kau berikan untuk aku nikahi, putrimu atau istrimu?" 

"Apa?" teriakku tidak percaya.

"Kau benar-benar binatang? Bagaimana bisa kau menjadikan ibuku istrimu?" teriakku marah.

Aku benar-benar berhadapan dengan iblis. Dia tetap tenang dan menatap ayahku tanpa memedulikan teriakannya.

"Papa! Kau lihat akibat dari tindakanmu! Kalau kau tidak bisa menjaga istri dan anakmu, seharusnya kau tidak pernah menikah dan menghadirkanku ke dunia!" 

Aku memukuli punggung ayahku yang masih berlutut. Pria tua itu terus menangis seakan-akan dia menyesal, tapi aku yakin itu adalah tangisan palsu karena takut kepada pria bernama Dante itu.

"Satu lagi, menikahi salah satu anggota keluargamu tidak cukup untuk membayar hutangmu. Karena itu kau juga akan bekerja untukku! Kau akan menjadi anak buahku dan berada di bawah pengawasanku."

Aku diam dan kembali menatap pria itu.

"Bawa dia!" perintahnya kepada  kedua pria besar dibelakangnya, yang langsung bergerak menyeret ayahku dan memasukkannya ke dalam mobil. 

Ayahku terus menangis ketakutan dan aku tidak peduli, dalam hati aku berharap pria tampan ini memotong tangan ayahku sebagai bayaran dari hutangnya.

"Jadi, bagaimana? Apakah kau mau menikahiku? Ataukah aku harus pergi ke rumahmu dan menjemput ibumu?"

Aku menghela napas dalam menyiapkan keberanianku lalu dengan sekuat tenaga mengayunkan tanganku ke pipi pria itu.

Plak!

Suaranya terdengar sangat keras. Tiba-tiba aku merasa ketakutan, aku melihat tanganku yang merah dan terasa panas. Apa yang sudah aku lakukan? Mengapa aku menampar pria itu? Apa aku sudah gila?

Perlahan kuangkat wajahku, ekspresi pria itu belum berubah dia masih menatapku seperti tadi dengan pipi yang memerah.

"Jawab aku sekarang. Aku tidak punya banyak waktu karena harus segera ke catatan sipil untuk mendaftarkan pernikahanku!" ucapnya seakan-akan tamparan itu bukan apa-apa.

"A ... aku akan menikahimu," jawabku dengan suara gemetar.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status