Share

BAB 3

Author: NawankWulan
last update Last Updated: 2023-05-22 17:30:55

"Mas, kamu sudah lihat foto terbaru Mbak Fika di facebooknya?" tanyaku saat Mas Eris baru saja menyelesaikan makan malam. Kusiapkan segelas air putih untuknya.

"Sudah. Kenapa memangnya?" 

 

Aku cukup kaget saat mendengar jawaban santai Mas Eris. Ekspresinya benar-benar biasa saja seolah tak ada hal negatif yang ditunjukkan mantan istrinya. 

 

"Slide terakhir sudah kamu lihat juga?" 

 

"Sudah. Sama seperti foto yang kamu lihat kemarin kan? Apa salahnya? Mau bahas soal foto berdekatan, nggak pantas, bukan mahram, sudah mantan blablablaa lagi?" ucap Mas Eris menatapku lekat seolah tak suka jika aku membahas hal yang sama seperti kemarin.

 

"Bukan begitu, Mas. Fotonya berbeda. Nggak sama kaya di status WhatsAppnya kemarin. Mbak Fika bilang dia sudah dapat izin dari kamu buat posting foto ciumannya di medsos, apa benar begitu? Itu loh, foto saat dia mencium pipi kamu," tukasku cepat.

 

Mas Eris mendelik. Dia bahkan hampir tersedak air putih saking kagetnya. 

 

"Apa-apaan sih kamu, Nin. Jangan ngawur apalagi tukang fitnah!" bentaknya membuatku ternganga. Kenapa malah dia yang marah? Terbalik. 

 

"Aku nggak fitnah, Mas. Lihat aja kalau nggak percaya. Banyak yang komen di sana kok bahkan Mbak Desy juga komen."

 

Mas Eris mendengkus kesal lalu melangkah tergesa ke kamar.Sepertinya dia tak terima tuduhanku. Dengan wajah kesal dia kembali dengan handphonenya lalu menyodorkannya padaku. Terlihat jelas di layar handphonenya akun Mbak Fika di aplikasi biru itu. 

 

"Kalau cemburu jangan kelewatan, Nin. Lihat, nggak ada foto ciuman di situ. Komen Mbak Desy juga nggak ada. Ngawur kamu! Halu!" bentaknya lagi. 

 

Kubuka foto terbaru di aplikasi biru Mbak Fika hingga slide terakhir. Benar, fotonya memang nggak ada. Komentar Mbak Desy pun nggak ada. Apa jangan-jangan aku hanya bermimpi? Kurasa nggak. Sayangnya nggak aku screenshoot dulu tadi pagi sebagai bukti. 

 

"Gimana? Ada fotonya? Nggak, kan? Lagipula Fika nggak mungkin asal posting foto seperti itu. Aku tahu karakternya gimana," ucap Mas Eris begitu yakin. Tanpa kata, dia meninggalkanku begitu saja di meja makan. 

 

Terdengar suara ibu dan Mas Eris di ruang keluarga. Lelaki yang menikahiku enam bulan lalu itu memperlihatkan video kesabaran Mbak Fika yang sedang mengajari Edo naik sepeda. Ibu pun tersenyum bangga melihat cucunya yang konon berhasil naik sepeda tanpa bantuan roda dua di belakang. 

 

"Fika memang sabar ngurus Edo, Bu. Dia juga makin cantik sekarang. Andai waktu itu dia nggak selingkuh ...."

 

Aku benar-benar kaget mendengar ucapan Mas Eris kali ini. Ternyata dugaanku benar. Laki-laki itu belum move on dari masa lalunya. 

 

"Maksudnya gimana, Ris? Kalau dia nggak selingkuh, kamu juga nggak bakal talak dia?" tanya ibu menatap heran. 

 

Aku buru-buru masuk kamar dan mendengarkan obrolan mereka dari ambang pintu agar lebih leluasa. Penasaran apa yang akan diceritakan Mas Eris tentang mantan istrinya itu pada sang ibu. 

 

Mas Eris memang begitu. Jika ingin memuji sang mantan, aku ada di sampingnya ataupun tidak, tak terlalu berpengaruh baginya. Dia tak peka, melakukan apapun sesuai kehendaknya. Seolah menganggapku sebagai perempuan yang mati rasa. 

 

"Entahlah, Bu. Yang pasti dia memang tipe istri idamanku. Kini aku mulai sadar jika waktu itu dia selingkuh karena ketidakbecusanku sebagai suami. Ibu tahu 'kan saat itu aku nganggur dan nggak bisa memberikan nafkah yang layak untuknya? Kemarin dia menangis dan minta maaf atas pengkhianatannya, Bu. Dia benar-benar berharap bisa kembali untuk memperbaiki semua kesalahannya yang telah lalu." 

 

"Jadi, intinya sekarang kamu menyesal sudah menalak dia?" tanya ibu lagi.

 

Aku masih tetap berdiri di samping pintu kamar sembari mendengarkan obrolan mereka. Rasanya dadaku mulai memanas lagi dan lagi. Belum kelar urusan foto, kini Mas Eris justru terang-terangan menyesal sudah menjatuhkan talak pada mantan istrinya. Ya Allah, pernikahan seperti apa yang kujalani detik ini.

 

Kini aku pun mulai menyesal kenapa dulu buru-buru mengiyakan perjodohan itu. Aku memang salah sebab tujuan menikahku saat itu memang bukan karena cinta melainkan sekadar tak mau dianggap perawan tua.

 

"Nggak tahulah, Bu. Dulu aku sudah berusaha meyakinkan Fika agar mau bersamaku. Aku yakinkan dia akan bekerja dengan giat untuk membuatnya bahagia, tapi dia justru menolak bahkan terang-terangan memilih laki-laki itu. Ibu tentu tahu jika aku terpaksa menalak dia, meski jujur sampai saat ini pun aku belum sepenuhnya melupakan dia." 

 

Mas Eris menghela napas lagi sembari memandang ibu dengan tatapan sendu.

 

"Kamu benar, Ris. Fika juga rajin masak. Masakannya enak, lidah ibu sebenarnya cocok dengan masakannya. Nggak seperti istri keduamu itu yang sibuk dengan handphonenya. Masak pun rasanya hambar. Herannya, Eros doyan banget masakan Hanin."

 

Benarkah Mas Eros suka masakanku? Selama ini aku memang merasa jika Mas Eros jauh lebih perhatian padaku dibandingkan Mas Eris. Bahkan saat aku memakai high heels di kondangan sepupu waktu itu, Mas Eros terang-terangan bilang kalau nggak perlu memaksakan diri tampil sempurna jika memang nggak terbiasa memakai sepatu hak tinggi. Kalimat yang benar-benar membuatku terharu dan kagum akan sosoknya.

 

Bukannya mendukung ucapan Mas Eros, Mas Eris justru mengolok dan membandingkanku dengan mantan istrinya lagi. Dia bahkan menyebutku terlalu kampungan karena sekadar memakai sepatu hak tinggi saja nggak becus. 

 

"Bukannya Eros memang begitu, Bu? Makanan apa saja dia bilang enak," balas Mas Eris lagi.

 

"Ibu tahu, cuma masakan Hanin itu benar-benar nggak ada rasa. Anehnya tetap dibilang enak. Kadang ibu curiga kalau lidah saudara kembarmu itu mati rasa. Ngomongin anak ibu yang satu itu memang bikin sakit kepala. Apapun yang dilakukannya selalu di luar logika. Entah sampai kapan dia selalu aneh begitu." 

 

"Sudahlah, Bu. Ngapain dipikir pusing. Eros sudah lebih dari dewasa." 

 

"Gimana nggak pusing kalau dia makin lama makin aneh. Umur sudah kepala tiga, tapi nggak dewasa juga. Ibu capek. Berulang kali minta dia segera menikah, tapi jawabannya cuma ketawa. Usianya sudah kepala tiga, tapi belum pernah sekali pun memperkenalkan perempuan pada ibu. Jangan-jangan kembaranmu itu nggak normal, Ris?" tebak ibu kembali menatap Mas Eris yang sedikit terkejut.

 

"Normal dong, Bu. Masa nggak normal sih? Usiaku baru menginjak 30 tahun. Urusan nikah nanti dulu, setelah aku bisa beli rumah buat calon istri." 

 

Suara bariton itu tiba-tiba terdengar. Mas Eros datang dengan senyum lebarnya. Iparku yang satu itu memang agak pendiam dan cukup kaku, makanya aku jarang ngobrol dengannya. Meski begitu, dia termasuk orang yang perhatian dan detail.  

 

"Duitmu 'kan banyak, Ros. Kalau cuma buat beli rumah pasti lebihdari cukup. Benar kata ibu, nunggu apalagi sih? Tabungan banyak, mobil ada, usaha mapan, umur juga sudah lebih dari cukup. Please, jangan jadi bujang lapuk."

 

Lagi-lagi Mas Eros menjawabnya dengan tawa. Dia terlihat santai mendengar sindiran saudara kembarnya itu ataupun omelan dari ibu.

 

"Semua memang sudah ada, tapi kalau calonnya belum ada mau gimana?"

 

Apa lelaki memang sesantai itu perihal jodoh meski usianya sudah kepala tiga? Nggak seperti perempuan yang baru seperempat abad saja sudah dijuluki perawan tua. Julukan-julukan tak mengenakkan itulah yang akhirnya membuatku terjebak dalam perjodohan yang hanya menyesakkan dada ini. 

 

"Nyari yang kaya apa? Cantik, seksi dan pintar masak kaya Fika?" tanya Mas Eris lagi.

 

Entah mengapa ada rasa sesak yang menyelinap dalam hati tiap kali mendengar pujian Mas Eris tentang kecantikan mantan istrinya. Kenapa sih harus Fika lagi? Memangnya hanya dia yang cantik?

 

Aku juga cantik. Kata sebagian orang, perempuan berkulit bersih dengan lesung pipit itu cantik, tapi kenapa Mas Eris seolah tak mau mengakui kalau aku memang cantik? Selalu saja Mbak Fika yang dia puji. Seolah di dunia ini hanya dia saja perempuan tercantik dan terhebat. Cantik saja percuma kalau nggak setia.

 

"Siapa, Ris? Fika mantan istrimu itu?"

 

"Iya, Fika. Bukannya dia tipe istri idaman banyak lelaki, Ros?" tanya Mas Eris lagi, tapi Mas Eros terlihat mencebik.

 

"Nggaklah. Dia sekadar cantik parasnya, tapi nol besar akhlaknya. Sorry, perempuan idaman kita berbeda. Kalau perempuan idamanku justru yang seperti Hanin. Lembut, penyayang, setia dan bisa menjaga harga dirinya sendiri. Bukan perempuan yang senang bermesraan dengan lelaki lain." 

 

Ibu dan Mas Eris tersedak seketika. Aku pun tak kalah kaget, sementara Mas Eros kembali tertawa menatap ibu dan saudara kembarnya yang ternganga. 

 

đź’•đź’•đź’•

Comments (3)
goodnovel comment avatar
Adriana Epa Hoy
jangan lama2 pacaran,nnt di ambil orang
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
si hanin juga ngapain kadi pengangguran gitu. kayak orang tolol aja
goodnovel comment avatar
Bunda Wina
bagus Eros bila perlu nikahin Hanin
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • SELAMAT TINGGAL, MANTAN   BAB 4A

    "Apa, Ros? Istri idamanmu seperti Hanin? Nggak salah? Jangan gi la kamu!"Mas Eris terdengar gugup dan tak percaya dengan jawaban saudara kembarnya. Dia masih geleng-geleng sembari tersenyum sinis. "Memangnya kenapa? Selera orang nggak bisa dipaksa sama, Ris," sambung Mas Eros lagi. Dia tampak santai menanggapi keheranan kembarannya."Masih belum kenyang tidur kali kamu, Ros. Makanya nggak bisa bedakan Hanin sama Fika. Perhatikan dulu mereka, baru kamu akan menemukan perbedaan diantara keduanya yang sangat drastis. Aku saja sekarang nyesel kenapa dulu gegabah menceraikan Fika," ucap Mas Eris sembari menghela napas kasar.Ucapan Mas Eris itu benar-benar membuatku terluka. Teganya dia berkata seperti itu. Kalau memang dia nggak mencintaiku, kenapa dulu dia berusaha mendekatiku dan meminta pada ibu agar mau membujukku untuk menyetujui perjodohan itu?Berulang kali dia datang membawa beragam oleh-oleh agar keluargaku luluh. Dia tunjukkan perhatian dan cinta untukku agar aku luluh, sampai

    Last Updated : 2023-05-22
  • SELAMAT TINGGAL, MANTAN   BAB 4B

    Di saat ibu galau tentang nasib anak perempuannya yang sudah seperempat abad, datang Mas Eris dengan keseriusannya. Dia berusaha meyakinkan ibu dan bapak tentang ketulusan, tanggungjawab dan kepribadian baiknya."Saya pisah dengan istri pertama karena diselingkuhi kok, Bu. Bukan karena kdrt atau saya yang selingkuh. Jadi, bukan saya yang bermasalah, melainkan mantan istri saya," ucap Mas Eris kala itu. "Saya ingin serius dengan Hanin, Bu. Makanya saya nggak mau mengajak Hanin pacaran melainkan langsung ke pelaminan," ujarnya lagi masih jelas teringat di benak.Mas Eris terus berusaha membuat bapak dan ibu percaya dengan kata-katanya. Akbirnya, alasan demi alasannya cukup meyakinkan ibu jika laki-laki itu memang cocok untuk anak semata wayangnya, aku. Ibu bilang, lelaki yang diselingkuhi biasanya akan lebih cinta dan setia pada pasangan barunya.Bapak pun terlihat sangat setuju. Apalagi saat bapak tahu hobi Mas Eris juga sama dengannya, main catur. Mereka sering main catur bersama seb

    Last Updated : 2023-05-22
  • SELAMAT TINGGAL, MANTAN   BAB 5A

    Percakapan Mas Eris, Mas Eros dan ibu membuat hatiku tak karuan. Benci, marah, nelangsa seolah tercampur menjadi satu. Baru hitungan bulan berumah tangga, sudah diterpa masalah yang memusingkan kepala. Benar kata Mas Eros, jika memang saudara kembarnya itu tak mencintaiku, seharusnya dia tak menjadikanku tameng untuk kisah cintanya dengan Mbak Fika. Kenapa harus aku yang dia jadikan korban petualangan cintanya? Gara-gara masalah itu, aku tak bisa tidur semalaman. Obrolan mereka selalu terngiang di pelupuk mata. Sakit sekali rasanya jika mengingat semuanya. Teganya Mas Eris mempermainkan seorang wanita. Padahal jelas dia juga terlahir dari rahim seorang wanita pula. Aku harus segera mencari buku nikah dan kartu keluarga. Keputusanku sudah bulat untuk berpisah dengannya. Daripada semakin nelangsa, lebih baik berpisah secepatnya. Bukankah lebih baik menjanda daripada harus pura-pura bahagia?"Kamu nyari apa, Nin?" tanya seseorang membuatku tersentak. Suara itu cukup mengagetkan. Saat

    Last Updated : 2023-05-22
  • SELAMAT TINGGAL, MANTAN   BAB 5B

    "Sepertinya ini, Nin. Coba kamu cek isinya," perintah Mas Eros saat mengambil kotak itu dan memberikannya perlahan padaku. Sebuah kotak kayu yang agak berdebu. Perlahan aku membukanya. Benar kata Mas Eros, beberapa berkas penting Mas Eris memang berada di tempat itu, termasuk surat cerainya dengan Mbak Fika, akta nikah dan kartu keluarga juga ada di sana. Semua lengkap, syukurlah. "Aku ambil saja, Mas. Mau kusimpan sendiri," ucapku pada Mas Eros yang masih duduk di kursi. Kuambil akta nikah dan kartu keluarga untuk mengurus gugatan esok lalu gegas kukembalikan kotak itu agar Mas Eros mengembalikannya ke atas lemari. "Terima kasih, Mas," ucapku setelah laki-laki di sampingku meletakkan kotak berdebu itu kembali pada tempatnya.Mas Eros hanya menganggukkan kepala lalu keluar kamar. Kusimpan buku nikah dan kartu keluarga itu ke dalam tas jinjing. Tas yang selalu kubawa ketika bepergian.Aku tak menyangka jika ini adalah jalan akhir yang kutempuh. Menggugat cerai suami, satu hal yang t

    Last Updated : 2023-05-22
  • SELAMAT TINGGAL, MANTAN   BAB 6A

    Sore ini aku beraktivitas seperti biasanya. Bakda ashar mengajar les matematika di rumah Elisa. Setelah mengajar usai lima menit lalu, aku mampir ke super market untuk membeli keperluan bulanan. Semua memang selalu kulakukan sendirian karena Mas Eris terlalu sibuk dengan dunianya. Jarum jam di tangan nyaris menunjuk angka lima saat aku sampai di halaman parkir super market. Gegas memarkir motor lalu masuk ke super market cukup besar yang tak jauh dari rumah Elisa itu. Baru mengambil keranjang belanja, tiba-tiba mataku menangkap sosok mereka dari kejauhan. Mbak Fika dan Mas Eris tampak ngobrol sesekali tertawa sembari memilih-milih belanjaan. Hatiku mencelos. Ada sesak yang semakin terasa dalam dada lagi dan lagi. Aku tak tahu kenapa harus bertemu dengan mereka di sini. Semakin lama mereka terlihat semakin dekat, seolah tak peduli jika aku benar-benar memergoki kedekatan mereka yang di batas garis wajar. Edo sepertinya juga sangat bahagia melihat ayah dan mamanya kembali bersama.

    Last Updated : 2023-06-14
  • SELAMAT TINGGAL, MANTAN   BAB 6B

    "Jadi istri kok nggak sopan sama suami!" sentak Mas Eris lagi. "Bukankah ada slogan anda sopan kami segan, Mas? Selama ini kamu sopan nggak? Selama ini kamu menghargai ku sebagai istri apa nggak? Ohya, lupakan saja. Silakan dilanjut, aku juga mau beli camilan sekalian pamit mau menginap di rumah ibu," balasku cepat lalu beranjak meninggalkan mereka begitu saja. "Nin! Kamu mau ke rumah ibu? Mau ngadu maksudmu?" tanya Mas Eris lalu menyekal lenganku tiba-tiba. "Tenang saja, Mas. Aku sudah dewasa dan punya pilihan hidup sendiri. Jadi, nggak ada gunanya mengadu segala." Mas Eris manggut-manggut lalu tersenyum tipis. Dia pasti mengira jika aku akan tetap bertahan pada pernikahan ini dan tak akan mengadukan sikapnya pada ibuku. Sejak dulu dia memang sepercaya diri itu. "Sudahlah, Mas. Kita ke sini mau belanja bulanan, kan? Bukan ngurusin istri keduamu itu? Kasihan Edo sudah menunggu. Biar saja dia pergi ke rumah ibunya," ucap Mbak Fika dengan suara manjanya. Menjijikkan. Bukannya cemb

    Last Updated : 2023-07-06
  • SELAMAT TINGGAL, MANTAN   BAB 7A

    Weekend kali ini aku sengaja menginap di rumah ibu tanpanya. Mas Eris selalu memiliki banyak alasan saat kuajak ke rumah ibu. Entah mengapa sikapnya mulai berubah setelah pernikahan digelar. Merasa sudah mendapatkan apa yang dia mau lantas mengesampingkan ibu begitu saja. Sifat-sifatnya memang terlihat jelas setelah beberapa hari pernikahan dan kini semakin ketara jika kehadiranku hanya sebagai pelampiasan saja. [Nin, bukannya itu suami kamu sama mantan istrinya? Kok mesra banget ya? Memangnya kamu nggak cemburu mereka jalan berdua semesra itu?] Pesan dari Hana, sahabat satu-satunya yang kumiliki sejak kuliah itu membuatku memejamkan mata beberapa saat. Setelah itu aku baru memberanikan diri untuk mengunduh foto yang dikirimkannya. Seperti biasa, sepertinya dugaanku kali ini juga benar jika Mas Eris dan Fika memang kembali menjalin hubungan. Percuma Mas Eris terus mengelak dan menyangkal tuduhanku jika perbuatan mereka justru membuktikan memang ada hubungan spesial di antara kedua

    Last Updated : 2023-07-06
  • SELAMAT TINGGAL, MANTAN   BAB 7B

    "Maafkan ibu, Hanin. Ibu terlalu memikirkan ucapan orang-orang tentangmu. Seharusnya ibu tak perlu memusingkan anggapan orang. Mau disebut nggak laku ataupun perawan tua yang penting kamu bahagia. Seharusnya ibu yakin jika jodoh sudah diatur dan kelak di saat yang tepat kamu juga akan dipertemukan dengan belahan jiwamu. Sayangnya ibu terlalu egois yang tak peduli dengan perasaanmu saat itu. Maafkan ibu yang baru menyadari kesalahan-kesalahan itu sekarang setelah semua terlambat." Ibu mulai tergugu, membuat dadaku terasa sesak kembali. "Bu ...." Aku memeluknya. Badan ibu terguncang dengan tangisnya yang makin terdengar. "Kamu anak semata wayang ibu, tapi ibu masih saja nggak memahami apa yang kamu suka dan apa yang kurang kamu suka. Ibu masih saja mau menang sendiri dengan alasan orang tua jauh lebih paham apa yang dibutuhkan anak-anaknya. Maafkan ibu, Hanin. Maaf ibu sudah menjodohkanmu dengan laki-laki yang tak bertanggungjawab itu. Maafkan ibu karena sudah merenggut sebagian masa

    Last Updated : 2023-07-06

Latest chapter

  • SELAMAT TINGGAL, MANTAN   BAB 68 [TAMAT]

    "Mas, boleh minta sesuatu?" tanya Hanin setelah terdiam beberapa saat. Eros begitu setia dan bersabar menunggu Hanin bicara. "Minta apapun boleh, Sayang. Apaa yang nggak buat kamu. Asalkan tak menyalahi aturanNya, InsyaAllah aku berusaha mewujudkan." Eros membingkai wajah istrinya lalu tersenyum tipis."Kita kembali ke makam Tania sebentar saja, boleh? Mumpung masih di sini," tanya Hanin dengan mengedipkan mata seolah memohon agar permintaannya dikabulkan. "Boleh." Eros membalas singkat dengan seulas senyum di kedua sudut bibirnya. "Makasih, Mas." Eros mengangguk lagi. Setelahnya membuka sabuk pengaman Hanin dan mengajaknya turun dari mobil. Sepasang suami istri itu kembali ke tempat semula. Mereka berdiri di depan sebuah makam yang telah berwarna-warni dengan taburan bunga. Hanin dan Eros jongkok di depan makam itu seperti yang dilakukannya beberapa menit lalu. Bulir-bulir bening menetes di kedua pipinya saat mengusap nisan putih itu. Tania Putri Salsabila binti Danang Saputro.

  • SELAMAT TINGGAL, MANTAN   BAB 67

    "Hanin, Eros, kalian di sini?" tanya Delima saat melihat Hanin dan Eros di depan makam Tania. Hanin yang masih memejamkan mata sembari merapalkan doa pun mendongak. Dia menatap Delima yang sudah berdiri di sampingnya."Tante Delima ...." Hanin beranjak dari tempatnya berjongkok lalu menyalami Delima, sementara Eros sedikit membungkuk sebagai pengganti jabat tangan. Eros belajar banyak dari Hanin yang tak mau bersentuhan dengan non mahram. "Maafkan saya yang baru datang ke pemakaman Tania, Tante," lirih Hanin setelah kedua perempuan itu mengurai pelukan. Delima mengusap lengan Hanin pelan lalu menggelengkan kepala. "Nggak apa-apa, Nin. Tante tahu kamu baru saja melahirkan. Pamali kalau datang ke pemakaman sebelum masa nifas usai. Hanin mengangguk sembari tersenyum tipis menatap Delima yang berkaca. "Om Danang nggak ikut, Tante?" tanya Hanin setelah menyadari jika Delima datang sendirian ke pemakaman ini. "Papanya Tania ke kantor, ada pekerjaan yang harus diselesaikan. Kebetulan T

  • SELAMAT TINGGAL, MANTAN   BAB 66

    [Assalamualaikum, Bu. Gimana keadaan Tania sekarang?]Sudah tiga kali Hanin mengirimkan pesan yang sama pada ibunya, tapi sampai saat ini belum ada balasan apapun. Eros juga sudah menelepon Eris, tapi tak diangkat bahkan pesannya pun belum dibaca. Hanin dan Eros tak tenang. Mereka curiga ada sesuatu yang tak diinginkan terjadi pada Tania, tapi tak mungkin pergi sekarang karena Arkana baru saja aqiqah dan masih ada beberapa tamu di rumah. "Gimana, Mas?" tanya Hanin pada Eros yang baru masuk ke kamar mereka. Eros menggeleng pelan lalu mengusap lengan istrinya. "Nggak apa-apa, Sayang. Mungkin ibu sama Eris masih menjaga orang tua Tania. Jadi, mereka nggak sempat membuka handphone. Nanti kalau sudah longgar pasti menghubungi kita," ucap Eros dengan senyum tipisnya. Dia berusaha menenangkan Hanin yang terus gelisah. "Eros benar, Nin. Kamu tenang saja. Nanti ibu juga telepon," ucap Desy, kakak iparnya yang masuk kamar sembari menggendong Arkana. Desy tersenyum lalu menidurkan Arkan di

  • SELAMAT TINGGAL, MANTAN   BAB 65

    "Tania? Mana Tania, Del?" tanya Yuningsih mengikuti pandangan Delima ke area jalan raya. "Itu, Mbak. Dia tersenyum menatapku," balas Delima lagi. Salah satu jemarinya kembali menunjuk ke arah jalan. "Nggak ada, Del. Tania sudah pergi. Dia kembali ke pangkuanNya, Del. Ikhlaskan kepergiannya ya, supaya dia juga bisa tenang di sana." Yuningsih mengusap lengan Delima lalu kembali memeluknya. "Tania masih ada, Mbak. Dia bilang akan mengajakku dan Mas Danang jalan-jalan ke taman kota. Dia pasti sudah menunggu di rumah kan?" lirih Delima lagi. Air matanya masih bercucuran. Delima benar-benar belum bisa menerima kenyataan jika Tania telah tiada. Delima merasa jika anak angkatnya itu masih ada bersamanya bahkan kini menunggunya di rumah. Berulang kali Yuningsih menjelaskan, berulang kali pula Delima bersikukuh dengan ucapannya. "Tante, Tania sudah pergi. Om dan papa masih mengurus jenazahnya. Nanti kita makamkan bersama ya? Tak apa jika sekarang Tante belum bisa menerima ini semua, tapi k

  • SELAMAT TINGGAL, MANTAN   BAB 64

    Dokter Erwin keluar dari UGD. Dia mencari keluarga pasien yang ditanganinya saat ini. Danang dan Delima yang berada tak jauh dari ruangan itu pun saling tatap lalu buru-buru beranjak dari kursi. Mereka melangkah tergesa menghampiri sang dokter. Keduanya tak sabar ingin mendengar penjelasan dokter tentang keadaan Tania saat ini. "Keluarga pasien Tania?" tanya Dokter Erwin saat Danang dan Delima sampai di dekatnya. Sepasang suami istri itu mengangguk bersamaan. "Benar dokter. Kami orang tua Tania. Bagaimana keadaan anak kami, Dok?" tanya Delima sedikit terbata. Dokter Erwin menghela napas panjang lalu menatap Danang dan Delima dengan sorot mata berbeda. Ada mendung di kedua matanya. "Kami sudah berusaha semaksimal mungkin, Pak, Bu, tapi Allah berkehendak lain," ucap dokter lirih, tapi cukup jelas terdengar. Delima shock. Dia tak sanggup mendengarkan ucapan dokter selanjutnya. Wanita itu menangis histeris. Tubuhnya lemas dan luruh di lantai begitu saja. Danang yang berada di samping

  • SELAMAT TINGGAL, MANTAN   BAB 63B

    "Ya Allah Tania kenapa, Tante? Padahal tadi tampak bersemangat dan ceria. Kenapa mendadak seperti ini?" Hanin kembali gugup dan terkejut melihat perubahan drastis perempuan di sampingnya. Tania benar-benar tampak lemas dan tak berdaya. "Tania memang begitu, Nin. Dia selalu berusaha kuat dan baik-baik saja makanya selama ini Tante dan Om juga nggak tahu kalau sakitnya sudah separah ini. Dia pintar menyembunyikan semuanya dan tak ingin melihat orang lain kerepotan." Delima mengoles minyak angin di kening Tania, tapi tak ada efek apapun karena Tania tetap terdiam."Maafkan kami, Nin. Kami harus bawa Tania ke rumah sakit," ujar Danang kemudian.Hanin mengiyakan dan mendoakan yang terbaik untuk Tania. Eros dan Eris pun ikut membantu Danang membawa Tania ke mobilnya. Ahmad, Yuningsih dan Eris ikut mengantar Tania ke rumah sakit. Sementara Rukmini dan Eros tetap di rumah menemani Hanin. Bahkan Hana pun ingin menginap di rumah sahabatnya itu."Semoga Tania baik-baik saja," lirih Hanin saat m

  • SELAMAT TINGGAL, MANTAN   BAB 63A

    Hari ini acara syukuran kelahiran Arkana Bima Atharrazka, anak pertama Hanin dan Eros. Bayi mungil itu tampan dan lucu. Dia begitu menggemaskan, membuat kedua orang tuanya semakin bahagia. Saat ini, dua keluarga berkumpul di rumah Eros, termasuk keluarga kakaknya Dani dari Semarang dan adiknya perempuannya, Ayu. Sejak pernikahan Eros dan Hanin, apalagi setelah Fika masuk penjara, Ayu tak kembali ikut campur masalah Hanin. Mungkin dia malu atau tak enak hati jika terus menghina kakak iparnya itu, apalagi setelah dia tahu jika ternyata kedua kakak kembarnya mencintai orang yang sama. Mereka sama-sama menyukai Hanin, perempuan yang selama ini dibenci dan selalu dihinanya. Bukan tanpa alasan Ayu selalu menyudutkan Hanin di setiap waktu dan kesempatan. Dia selalu berpikir jika Hanin tak pantas menjadi bagian dari keluarganya. "Selamat ya, Nin. Semoga jagoan kecil ini bisa menjadi anak yang shaleh dan sukses dunia akhirat. Mbak mendoakan yang terbaik buat kalian." Desy, istri Dani yang k

  • SELAMAT TINGGAL, MANTAN   BAB 62B

    Waktu terus bergulir dan kini hari perkiraan lahir tinggal menghitung hari. Hanin mulai kewalahan dengan perutnya yang membesar dan cukup susah untuk digerakkan. Dia sering begadang tiap malam karena susah tidur. Entah mengapa mata susah diajak kompromi. Rasanya nggak nyaman. Miring susah, terlentang nggak enak dan nggak mungkin tengkurap juga kan?Sudah tiga hari belakangan Eros tak memeriksa cafe maupun bisnis ekspedisinya. Dia ingin fokus mengurus dan menemani Hanin jika melahirkan sewaktu-waktu. Eros tak ingin kehilangan momen penting dalam hidupnya. Dia benar-benar berharap bisa menemani dan memberi dukungan pada Hanin saat persalinan nanti. "Istrimu lama sekali di kamar mandi, Ros. Cek sana. Ibu takut dia kepleset atau kenapa-kenapa. Perutnya sudah segede itu soalnya." Rukmini baru saja memerintah. Tak selang lama, suara Hanin dari kamar mandi membuat menantu dan mertua itu shock seketika. "Hanin!" teriak keduanya bersamaan lalu buru-buru lari ke kamar mandi. Benar kata Rukmi

  • SELAMAT TINGGAL, MANTAN   BAB 62A

    "Hamil?" Hanin menggumam. "Mungkinkah aku hamil? Secepat itu?" lirihnya lagi seolah tak percaya jika dia bisa hamil secepat itu. Rasanya seperti tak mungkin, tapi jika iya, tentu dia sangat mensyukurinya. Hanin buru-buru mencuci muka lalu membuka pintu kamar mandi. Eros sudah menunggu di sana dengan ekspresi cemas. "Kamu nggak kenapa-kenapa kan, Sayang?" ucapnya sembari membingkai wajah Hanin dengan kedua telapak tangan. Hanin tersenyum tipis lalu menggeleng pelan. "Nggak apa-apa, Mas. Kamu tenang saja ya? Mungkin karena kebanyakan minum air putih saja tadi makanya mual begini." Lagi-lagi Hanin mengusap punggung tangan Eros yang masih menempel di pipinya. "Syukurlah kalau begitu. Kita ke dokter saja ya? Bisa jadi mual-mualmu ini bukan mual sembarangan." "Maksudnya?" Hanin mengernyit. "Iya, mual karena hamil. Coba kamu ingat-ingat, telat nggak datang bulannya?" Eros merangkul sang istri lalu mengajaknya duduk di sofa ruang tengah. Hanin pun berusaha mengingat tanggal haid bulan

DMCA.com Protection Status