Tidak ada yang bisa Syma lakukan untuk mengambil kembali Zea dari Revan. Ingin menuntut sekalipun akan sangat percuma. Revan pasti akan membayar pengacara untuk memenangkan hak asuhnya.
Sementara Syma...
Dia tidak punya banyak uang untuk melakukan hal itu.
Namun Syma juga tidak akan bisa tenang jika jauh dari putri kecilnya itu.
Yang hanya bisa Syma lakukan hanyalah menangisi nasibnya yang begitu menyedihkan. Syma begitu terpuruk, bahkan kehilangan sosok suami yang begitu dicintainya saja sudah membuatnya cukup kalut, apalagi kehilangan anak satu-satunya.
Karena tidak tahu harus kemana dia melangkah, Syma akhirnya memutuskan untuk menemui Mia dirumahnya.
"Syma?
Apa yang kau lakukan disini? Ya Tuhan, apa yang terjadi padamu," ucap Mia yang melihat Syma sudah berada didepan rumahnya. Namun tidak mengetuk pintu sama sekali. Bahkan tanpa bertanyapun, Mia sudah mengetahuinya dari penampilan Syma yang sangat kusut dan berantakan. Wajah sembabnya karena terlalu lama menangis. Mata yang masih memerah, serta lingkar hitam disekitar matanya. Mia yakin, Syma pasti menghadapi hari yang begitu berat.
Bukannya menjawab, Syma malah semakin menangis. Dan hal itu membuat Mia semakin khawatir.
"Ayo masuklah dulu," Mia menuntun Syma memasuki rumahnya. Lalu berjalan kearah dapur untuk mengambilkan segelas air untuk Syma.
"Apa yang Revan lakukan padamu?" tanya Mia sembari memberikan gelas yang berisi air itu.
Syma pun mengambilnya dan menenggaknya sampai tandas.
"Dia menceraikanku !" ucapnya pahit.
Mia menutup mulutnya dengan telapak tangannya. Merasa terkejut sekaligus tidak percaya. Bagaimana bisa Revan dengan tega melakukan hal itu.
"Tapi kenapa?"
"Aku tidak tahu apa yang ada didalam pikirannya, Mia. Dia menuduhku !
dia bilang aku sengaja selingkuh dengan Roy dibelakangnya. Dan semua yang terjadi hanyalah sandiwara," ucap Syma menumpahkan segalanya.
Sementara Mia masih terdiam. Mencoba mencerna setiap ucapan Syma. Masih begitu sulit untuk dia pahami.
"Sebenarnya aku sudah ikhlas jika mas Revan menceraikanku. Aku akan baik-baik saja tanpanya meski begitu sulit. Tapi...
Bagaimana aku bisa bertahan tanpa Zea, putri kecilku ! aku tidak bisa jauh darinya Mia. Apa yang harus aku lakukan?
Bagaimana jika Zea menangis saat ini, siapa yang bisa menenangkannya selain aku !
Bagaimana jika Zea sakit? bagaimana jika Zea merasa bosan dan kesepian. Aku benar-benar hancur Mia. Seluruh dunia seakan menimpa kepalaku ! rasanya sakit sekali," lirihnya yang nampak memilukan. Tangisannya kembali pecah. Dan Mia langsung memeluk Syma untuk menenangkan pikirannya.
"Tenanglah Syma...
Aku yakin Zea pasti baik-baik saja. Revan pasti bisa merawatnya,"
"Tidak.
Bagaimana bisa kau berpikir seperti itu, Mia? Kau tahu sendiri Revan selalu sibuk bekerja. Bagaimana bisa dia punya waktu untuk Zea. Dia pasti akan mencari pengasuh untuk Zea, dan aku tidak bisa percayakan Zea pada siapapun. Hanya aku ! Hanya aku yang mampu menyayangi Zea," ucap Syma histeris.
Mia kembali terdiam. Meski Mia belum berumah tangga dan memiliki seorang anak, Namun Mia bisa merasakan bagaimana hancurnya hati seorang ibu ketika dijauhkan dari anaknya.
"Aku harus melakukan sesuatu !" ucap Syma sembari berdiri.
"Apa yang ingin kau lakukan, Syma? aku harap kau tidak melakukan tindakan bodoh,"
"Aku harus merebut kembali Zea dari mas Revan. Aku akan mencari uang yang banyak dan menyewa pengacara handal untuk membantuku !
Ya...
Hanya itu satu-satunya cara. Aku tidak bisa berdiam diri saja dan meratapi nasibku !
Aku harus bertindak,"
"Kerja?
Kau hanya lulusan SMA, pekerjaan seperti apa yang membuatmu akan menghasilkan uang banyak hanya dengan mengandalkan ijazah itu !"
"Sudah kukatakan aku akan melakukan apa saja, Mia !
Apa saja !
Asal anakku kembali padaku. Jika perlu, aku akan menghabiskan waktuku dua puluh empat jam, hanya untuk bekerja." ucap Syma dengan bersungguh-sungguh. Tidak ada keraguan sedikitpun didalam dirinya.
Hanya tekad yang kuatlah yang akan membuatnya bangkit dari keterpurukan. Meratapi kesedihannya tanpa bertindak sedikitpun hanyalah sebuah kesia-siaan. Syma tidak ingin menyia-nyiakan waktunya. Dia segera bangkit dan pergi menuju panti asuhan, dimana tempatnya dulu tinggal.
"Syma...
Berhati-hatilah,"
"Tenang saja Mia. Aku bisa menjaga diriku kali ini !"
******
"Jidah...." Panggil Syma terhadap seorang wanita yang sudah begitu tua, yang telah merawatnya sejak kecil.
Wanita tua itupun menoleh. Diusianya yang sudah begitu tua, mungkin dia tidak begitu mudah mengingat hal apapun. Namun ketika matanya menatap sosok yang ada dihadapannya. Wanita tua itupun langsung mengenali dengan keyakinan dan nalurinya sebagai pengganti orang tua Syma sejak kecil.
"Syma?"
"Iya Jidah, ini aku... Syma."
"Apa kau bertengkar dengan suamimu?" sebuah pertanyaan yang langsung tepat pada sasarannya. Melihat hanya dari penampilan serta raut wajah Syma.
("Apa aku semenyedihkan itu?") batin Syma.
Sebelum Syma menjawab pertanyaannya. Wanita tua yang bernama Alma itupun langsung menuntun Syma untuk masuk.
"Jidah... apa Jidah masih menyimpan semua berkas-berkasku? aku membutuhkannya saat ini. Untuk melamar pekerjaan," ucap Syma lembut. Sorot matanya yang memperlihatkan kepedihan itu tidak bisa luput dari pandangan Alma.
"Tentu nak. Aku masih menyimpannya dengan baik.
Tapi... apa bisa kau jelaskan padaku apa yang terjadi? Kenapa kau begitu murung?"
"Hanya pertengkaran kecil, Jidah tidak perlu khawatir. Semuanya akan baik-baik saja," ucap Syma dengan senyuman terpaksa. Bukannya dia tidak ingin membagi masalahnya. Namun karena Syma sadar bahwa Alma sudah begitu tua. Tidak seharusnya Syma menambahkan beban pikiran yang akan membuat Alma stres. Ditambah lagi penyakit darah tinggi yang dia derita, bisa-bisa wanita tua yang hanya dimiliki Syma satu-satunya itu juga akan pergi meninggalkannya. Tentu Syma tidak ingin hal itu sampai terjadi.
"Lalu kenapa kau ingin bekerja? apa ekonomi kalian saat ini sedang sulit?"
"Ya. Sedikit sulit... tapi Jidah tidak perlu khawatir. Kami pasti bisa melewatinya."
"Baiklah nak. Kau harus selalu mengingat nasihat Jidah. Siapa tahu umur Jidah tidaklah lama lagi.
Jangan pernah membantah suamimu. Meski dia sedang kesusahan dalam mencari materi, jangan pernah tinggalkan dia. Tetap hormati dan layani dia dengan baik.
Bukankah Jidah pernah bercerita bahwa para bidadari di surga akan marah, jika melihat seorang suami disakiti oleh istrinya. Maka dari itu jangan pernah menyakiti suamimu,"
Syma terdiam. Semua yang dikatakan Alma sangatlah bertolak belakang. Seharusnya Revan lah yang diceramahi oleh Alma.
"Tapi Jidah... kenapa menurutku hal itu tidak adil.
Jika seorang istri dimarahi bidadari surga ketika menyakiti suaminya, Lalu bagaimana dengan seorang suami yang tega menyakiti istrinya? siapa yang akan memarahinya? adakah disurga bidadara yang akan memarahi seorang suami?
Dan lagi...
Bagaimana nasib seorang istri yang berharap akan pergi bersama ke Jannah dengan suaminya jika disana sudah banyak para bidadari surga yang menunggunya. Bagaimana dengan nasib kami para istri, membayangkannya saja sudah membuat kami cemburu !"
"Ketahuilah nak, ada empat syarat bagi wanita untuk masuk kedalam surga. Yang pertama, Menjaga sholatnya. Kedua berpuasa di bulan Ramadhan. Ketiga menjaga kehormatannya. Dan yang keempat taat pada suaminya. Jika seorang wanita sudah melakukan semua itu, maka dia berhak masuk kedalam surga melalui pintu mana saja.Kelak disana, wanita yang meninggal dalam keadaan suaminya Ridho padanya. Dia akan menjadi Ratunya para bidadari surga.Dan lagi...Diakhirat kelak, tidak akan ada lagi yang namanya cemburu. Iri hati, atau prasangka buruk lainnya," ucap Alma dengan begitu lembut.Syma yang mendengarnya cukup terhenyak. Batinnya seakan menjerit."Jika saja Jidah tahu bahwa semuanya telah kulakukan dengan baik. Malah suamiku sendirilah yang menciptakan sebuah neraka bagiku ! masih bisakah aku mengharapkan surga itu, Ya Robb?"💕💕💕💕💕Syma melepaskan apron yang masih melekat ditubuhnya. Lalu menghempaskan dirinya dikursi tempat para karyawan cafe be
Ersad Destara, seorang pengusaha yang kaya raya itu sedang menatap Syma dengan penuh kerutan didahinya."Dijebak?Bagaimana bisa?"Ersad memang suka memesan wanita untuk menuntaskan hasratnya yang tidak pernah tersalurkan pada istrinya. Namun dia melakukannya atas persetujuan orang itu sendiri. Dan tidak sembarang wanita yang bisa tidur dengannya.Melihat Syma yang memelas dan terlihat begitu ketakutan. Membuat Ersad menjadi luluh dan merasakan sesuatu didalam dirinya agar melindungi wanita yang ada dihadapannya ini."Seseorang yang bernama Chito mengurungku disini. Dia memerintahkan seseorang untuk mengubah penampilanku. Aku tidak pernah memakai pakaian seperti ini sebelumnya, aku mohon tuan ... selamatkan aku dari sini," ucap Syma disela isakkanya.Tidak ada kata yang keluar dari mulut Ersad. Pria itu kemudian mengambil benda pipih disaku celananya dan menghubungi seseorang.Syma tidak bisa mendengar jelas apa yang dikatakan oleh pria itu,
Syma menatap kartu nama yang saat ini berada digenggamannya. Segala macam pertimbangan ada didalam benaknya.Syma ingat bagaimana ketika Ersad tiba-tiba memberikan kartu nama itu sebelum pergi.Saat itu ... Syma menatap Ersad penuh dengan pertanyaan. "Bagaimana caranya?""Jadilah simpananku, maka aku akan membuatmu mendapatkan hak asuh atas anakmu !"Syma tercengang mendengarnya. Mulutnya terbuka hendak mengutarakan penolakan. Namun Ersad menghentikannya."Itupun jika kau setuju. Aku rasa ... kau butuh waktu untuk mempertimbangkannya. Ini kartu namaku, datanglah jika kau tertarik," ucap Ersad menyerahkan lembaran kartu yang bertuliskan alamatnya.Karena begitu terkejut, Syma hanya bisa menerima sembari menatap kepergian Ersad dari kejauhan.Dan sekarang ... Syma benar-benar bingung. Tawaran Ersad cukup menggiurkan baginya. Namun Syma juga tidak ingin menghancurkan rumah tangga orang lain. Dia bukanlah wanita seperti itu.("Tidak !
"Nora "Terlihat raut kekecewaan di wajah Ersad. Dia pikir tadinya yang datang adalah Syma. tapi ternyata yang datang adalah Nora. adik Erika yang berarti adik iparnya sendiri."Apa yang kau lakukan disini Nora? bukankah seharusnya kau menyelesaikan pendidikan di luar negeri?" tanya Ersad, yang melampiaskan kekesalannya pada Nora."Kakak ipar, kenapa kau terlihat tidak senang melihatku ! aku datang hanya ingin melihat keadaan kak Erika yang masih sakit," ucap Nora dengan mengerucutkan bibirnya."Lalu apa yang kau lakukan disini? ini kantor, bukan rumah sakit !""Em ... ayolah kak, temani aku kerumah sakit," ucap Nora bergelayut manja padanya. Sementara Ersad malah begitu risih dengan tingkahnya yang selalu saja seperti itu."Maaf aku sibuk ! biar Kevin saja yang menemanimu," jawab Ersad selembut mungkin, namun bukan berarti dia melunak dengan gadis itu.Nora sendiri hanya melirik Kevin sekilas dengan malas, lalu beralih lagi ke Ersad.
Kegugupan menyelimuti Syma. Hatinya berdebar, dia sangat khawatir jika dia tidak berhasil mengambil hak asuh anaknya. Syma tidak bisa membayangkan bagaimana jauh dari anaknya.Hanya dengan Dzikir dan sholawat tidak hentinya dia rapalkan didalam hatinya. Memohon kepada sang Maha kuasa agar memudahkan segala urusannya.Berbeda dengan Ersad yang duduk dengan tenang, seakan sudah dipastikan bahwa dia akan berhasil.Tatapan mereka beralih pada kedatangan Refan yang menggendong Zea, diikuti oleh Mia dibelakangnya dengan tidak tahu malu malah sengaja bergelayut ditangan Refan. Syma tidak lagi memperdulikan kemesraan mereka, apalagi tatapan membunuh dari Refan yang seakan ingin menelannya hidup-hidup. Pandangan Syma hanya tertuju pada sosok putri kecilnya itu. Syma tidak kuasa menahan kerinduannya, dia ingin sekali berlari dan memeluk erat Zea. Namun dia harus menahannya, jika tidak ... semuanya akan kacau. Syma ingat bahwa sebelumnya Ersad telah memerintahkan dia untuk me
Malam sudah semakin larut. Ketika Zea sudah tertidur dengan lelap. Syma pun segera beranjak dari sana. Rasanya tidak ingin meninggalkan Zea tertidur sendirian. Namun kenyataannya Ersad telah menunggunya dikamar yang lain. Syma sempat berpikir apa yang harus dilakukan. Ersad pastinya ingin menagih perjanjiannya. Sementara Syma sangat belum siap untuk hal itu. Ditambah lagi, Syma sangat tidak ingin melakukan perzinahan.Langkahnya pelan, namun tanpa terasa tiba-tiba sudah berada didepan kamar Ersad. Jantungnya berdegup kencang. Dengan sekali tarikan nafas, Syma memberanikan diri membuka pintunya.Ketika masuk kedalam sana, Ersad langsung menghentikan kegiatannya yang sedang berkutat dengan handphonenya. Wajahnya terlihat segar, pastinya Ersad telah membersihkan dirinya terlebih dulu.Kegugupan semakin melanda diri Syma, seperti pengantin baru yang baru akan melakukan malam pertama mereka."Kau datang juga akhirnya," ucap Ersad menatap Syma begitu dalam. E
Kini Kevin hanya menatap anak kecil yang sedang makan es krim itu. Tidak pernah terbayangkan olehnya, selama beberapa tahun bekerja dengan Ersad. Baru kali ini dia mengerjakan tugas yang diluar kemampuannya."Pelan-pelan makannya," ucap Kevin mengambil tissue dan mengelap mulut Zea. Kevin ingat, betapa sulitnya dia membujuk Zea yang tidak hentinya menangis dan bertanya tentang ibunya. Salah satu hal yang melintas dipikirannya hanyalah es krim yang pastinya disukai anak-anak. Dan benar saja .... Zea langsung diam, ketika Kevin mengajaknya makan es krim."Paman Ze pup ....""APAA !! Ya Tuhan bagaimana ini," Kevin langsung berdiri begitu kaget dengan yang dikatakan oleh Zea. Seolah itu adalah ucapan yang paling mengerikan yang pernah dia dengar. Kevin merasa gusar, sampai mondar-mandir karena kebingungan harus bagaimana. Padahal Zea sudah memakai Pampers. Hanya tinggal membuang dan membersihkan. Namun kepintaran Kevin sirna sudah ketika menghadapi hal seperti in
Ketika sudah selesai membersihkan dirinya. Ersad terkejut melihat Syma yang ternyata belum juga tidur."Kenapa kau belum tidur?""Aku masih menunggumu. Aku pikir mungkin kau butuh sesuatu. Makan, atau apa?"Ersad diam sejenak. Menatap Syma sembari mendekat kearahnya secara perlahan. Lalu berdiri tepat dihadapannya dengan tatapan yang tidak lepas sedikitpun dari wanita itu. Ersad baru sadar, bahwa kecantikan Syma semakin bertambah, ketika melepaskan jilbabnya. Wajahnya yang begitu mulus serta bibir kecil namun tebal. Membuat naluri kelelakiannya semakin menyeruak."Jika aku meminta hakku. Apa kau akan memberikannya malam ini.Aku sudah melakukan semua yang kau inginkan. Termasuk menikah siri denganmu. Apa masih ada alasan bagimu untuk menolakku kali ini?"Sontak hal itu membuat Syma melebarkan matanya. Bukannya Syma tidak siap. Hanya saja dia masih begitu gugup, belum terbiasa dengan pria lain selain Revan. Namun Syma segera menguasai dirinya