Share

PASRAH

Tidak ada yang bisa Syma lakukan untuk mengambil kembali Zea dari Revan. Ingin menuntut sekalipun akan sangat percuma. Revan pasti akan membayar pengacara untuk memenangkan hak asuhnya.

Sementara Syma...

Dia tidak punya banyak uang untuk melakukan hal itu.

Namun Syma juga tidak akan bisa tenang jika jauh dari putri kecilnya itu.

Yang hanya bisa Syma lakukan hanyalah menangisi nasibnya yang begitu menyedihkan. Syma begitu terpuruk, bahkan kehilangan sosok suami yang begitu dicintainya saja sudah membuatnya cukup kalut, apalagi kehilangan anak satu-satunya.

Karena tidak tahu harus kemana dia melangkah, Syma akhirnya memutuskan untuk menemui Mia dirumahnya.

"Syma?

Apa yang kau lakukan disini? Ya Tuhan, apa yang terjadi padamu," ucap Mia yang melihat Syma sudah berada didepan rumahnya. Namun tidak mengetuk pintu sama sekali. Bahkan tanpa bertanyapun, Mia sudah mengetahuinya dari penampilan Syma yang sangat kusut dan berantakan. Wajah sembabnya karena terlalu lama menangis. Mata yang masih memerah, serta lingkar hitam disekitar matanya. Mia yakin, Syma pasti menghadapi hari yang begitu berat.

Bukannya menjawab, Syma malah semakin menangis. Dan hal itu membuat Mia semakin khawatir.

"Ayo masuklah dulu," Mia menuntun Syma memasuki rumahnya. Lalu berjalan kearah dapur untuk mengambilkan segelas air untuk Syma.

"Apa yang Revan lakukan padamu?" tanya Mia sembari memberikan gelas yang berisi air itu.

Syma pun mengambilnya dan menenggaknya sampai tandas.

"Dia menceraikanku !" ucapnya pahit.

Mia menutup mulutnya dengan telapak tangannya. Merasa terkejut sekaligus tidak percaya. Bagaimana bisa Revan dengan tega melakukan hal itu.

"Tapi kenapa?"

"Aku tidak tahu apa yang ada didalam pikirannya, Mia. Dia menuduhku !

dia bilang aku sengaja selingkuh dengan Roy dibelakangnya. Dan semua yang terjadi hanyalah sandiwara," ucap Syma menumpahkan segalanya.

Sementara Mia masih terdiam. Mencoba mencerna setiap ucapan Syma. Masih begitu sulit untuk dia pahami.

"Sebenarnya aku sudah ikhlas jika mas Revan menceraikanku. Aku akan baik-baik saja tanpanya meski begitu sulit. Tapi...

Bagaimana aku bisa bertahan tanpa Zea, putri kecilku ! aku tidak bisa jauh darinya Mia. Apa yang harus aku lakukan?

Bagaimana jika Zea menangis saat ini, siapa yang bisa menenangkannya selain aku !

Bagaimana jika Zea sakit? bagaimana jika Zea merasa bosan dan kesepian. Aku benar-benar hancur Mia. Seluruh dunia seakan menimpa kepalaku ! rasanya sakit sekali," lirihnya yang nampak memilukan. Tangisannya kembali pecah. Dan Mia langsung memeluk Syma untuk menenangkan pikirannya.

"Tenanglah Syma...

Aku yakin Zea pasti baik-baik saja. Revan pasti bisa merawatnya,"

"Tidak.

Bagaimana bisa kau berpikir seperti itu, Mia? Kau tahu sendiri Revan selalu sibuk bekerja. Bagaimana bisa dia punya waktu untuk Zea. Dia pasti akan mencari pengasuh untuk Zea, dan aku tidak bisa percayakan Zea pada siapapun. Hanya aku ! Hanya aku yang mampu menyayangi Zea," ucap Syma histeris.

Mia kembali terdiam. Meski Mia belum berumah tangga dan memiliki seorang anak, Namun Mia bisa merasakan bagaimana hancurnya hati seorang ibu ketika dijauhkan dari anaknya.

"Aku harus melakukan sesuatu !" ucap Syma sembari berdiri.

"Apa yang ingin kau lakukan, Syma? aku harap kau tidak melakukan tindakan bodoh,"

"Aku harus merebut kembali Zea dari mas Revan. Aku akan mencari uang yang banyak dan menyewa pengacara handal untuk membantuku !

Ya...

Hanya itu satu-satunya cara. Aku tidak bisa berdiam diri saja dan meratapi nasibku !

Aku harus bertindak,"

"Kerja?

Kau hanya lulusan SMA, pekerjaan seperti apa yang membuatmu akan menghasilkan uang banyak hanya dengan mengandalkan ijazah itu !"

"Sudah kukatakan aku akan melakukan apa saja, Mia !

Apa saja !

Asal anakku kembali padaku. Jika perlu, aku akan menghabiskan waktuku dua puluh empat jam, hanya untuk bekerja." ucap Syma dengan bersungguh-sungguh. Tidak ada keraguan sedikitpun didalam dirinya.

Hanya tekad yang kuatlah yang akan membuatnya bangkit dari keterpurukan. Meratapi kesedihannya tanpa bertindak sedikitpun hanyalah sebuah kesia-siaan. Syma tidak ingin menyia-nyiakan waktunya. Dia segera bangkit dan pergi menuju panti asuhan, dimana tempatnya dulu tinggal.

"Syma...

Berhati-hatilah,"

"Tenang saja Mia. Aku bisa menjaga diriku kali ini !"

******

"Jidah...." Panggil Syma terhadap seorang wanita yang sudah begitu tua, yang telah merawatnya sejak kecil.

Wanita tua itupun menoleh. Diusianya yang sudah begitu tua, mungkin dia tidak begitu mudah mengingat hal apapun. Namun ketika matanya menatap sosok yang ada dihadapannya. Wanita tua itupun langsung mengenali dengan keyakinan dan nalurinya sebagai pengganti orang tua Syma sejak kecil.

"Syma?"

"Iya Jidah, ini aku... Syma."

"Apa kau bertengkar dengan suamimu?" sebuah pertanyaan yang langsung tepat pada sasarannya. Melihat hanya dari penampilan serta raut wajah Syma.

("Apa aku semenyedihkan itu?") batin Syma.

Sebelum Syma menjawab pertanyaannya. Wanita tua yang bernama Alma itupun langsung menuntun Syma untuk masuk.

"Jidah... apa Jidah masih menyimpan semua berkas-berkasku? aku membutuhkannya saat ini. Untuk melamar pekerjaan," ucap Syma lembut. Sorot matanya yang memperlihatkan kepedihan itu tidak bisa luput dari pandangan Alma.

"Tentu nak. Aku masih menyimpannya dengan baik.

Tapi... apa bisa kau jelaskan padaku apa yang terjadi? Kenapa kau begitu murung?"

"Hanya pertengkaran kecil, Jidah tidak perlu khawatir. Semuanya akan baik-baik saja," ucap Syma dengan senyuman terpaksa. Bukannya dia tidak ingin membagi masalahnya. Namun karena Syma sadar bahwa Alma sudah begitu tua. Tidak seharusnya Syma menambahkan beban pikiran yang akan membuat Alma stres. Ditambah lagi penyakit darah tinggi yang dia derita, bisa-bisa wanita tua yang hanya dimiliki Syma satu-satunya itu juga akan pergi meninggalkannya. Tentu Syma tidak ingin hal itu sampai terjadi.

"Lalu kenapa kau ingin bekerja? apa ekonomi kalian saat ini sedang sulit?"

"Ya. Sedikit sulit... tapi Jidah tidak perlu khawatir. Kami pasti bisa melewatinya."

"Baiklah nak. Kau harus selalu mengingat nasihat Jidah. Siapa tahu umur Jidah tidaklah lama lagi.

Jangan pernah membantah suamimu. Meski dia sedang kesusahan dalam mencari materi, jangan pernah tinggalkan dia. Tetap hormati dan layani dia dengan baik.

Bukankah Jidah pernah bercerita bahwa para bidadari di surga akan marah, jika melihat seorang suami disakiti oleh istrinya. Maka dari itu jangan pernah menyakiti suamimu,"

Syma terdiam. Semua yang dikatakan Alma sangatlah bertolak belakang. Seharusnya Revan lah yang diceramahi oleh Alma.

"Tapi Jidah... kenapa menurutku hal itu tidak adil.

Jika seorang istri dimarahi bidadari surga ketika menyakiti suaminya, Lalu bagaimana dengan seorang suami yang tega menyakiti istrinya? siapa yang akan memarahinya? adakah disurga bidadara yang akan memarahi seorang suami?

Dan lagi...

Bagaimana nasib seorang istri yang berharap akan pergi bersama ke Jannah dengan suaminya jika disana sudah banyak para bidadari surga yang menunggunya. Bagaimana dengan nasib kami para istri, membayangkannya saja sudah membuat kami cemburu !"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status