Di ruangan ini, suasana selalu hening. Biasanya hanya aroma kopi yang menemani setiap aktifitas pagiku di kantor ini. Namun saat ini berbeda. Ada sosok pria yang duduk tegap dengan sorot mata tajam namun terlihat datar.
Dia berasal dari desa. Namun Aku cukup salut karena dia bisa mengendarai mobil mahal keluaran terbaruku dengan baik.Yah, dia layak di jadikan supir pribadi.Pria ini hanya duduk diam tanpa mengeluarkan sepatah katapun sejak tadi. Dia bahkan tidak menggubris tatapanku yang mengamati keseluruhan tubuhnya dengan detail.Dia bahkan tidak terlihat gugup sama sekali saat berhadapan denganku. Sementara Aku duduk di hadapannya, menyilangkan kaki dengan tatapan tak luput dari wajah datar ini."Apa Tuan Mahesa memaksamu?" Aku bertanya datar."Tidak, Nyonya.""Lantas bagaimana bisa kau terhubung denganya?""Saya mantan pekerjanya sewaktu di desa. Kebetulan saya sangat membutuhkan pekerjaan ini, Nyonya."Hening, aku mengamatinya dengan tatapan lekat."Aku tidak suka pekerjaku memakai pakaian kumuh seperti itu." Aku mendelik menatap ke arah pakaian yang dia kenakan."Maaf ... Saya hanya punya ini, Nyonya." Dia menjawab dengan rasa bersalah. Aku hanya bisa menghela nafas."Baiklah. Kau sudah mengerti pekerjaanmu, bukan?""Sudah, Nyonya.""Kau harus siap siaga setiap kali aku membutuhkanmu. Sekarang pergilah, akan aku hubungi jika aku sudah pulang bekerja.""Baik, Nyonya."Dia berdiri dan segera berlalu pergi. Seharusnya aku memberikan jadwal padanya jika saja kesibukanku selalu tepat pada waktunya. Sayangnya sejak peristiwa terkutuk itu, aku kehilangan waktu. Bahkan tidak tahu kapan harus pulang.Entah sampai kapan jiwaku terasa sekarat. Bukankah begitu menyedihkan, saat pengkhianatan di balas dengan kerinduan tanpa arah?Rasa sakit terus membekas, namun bodohnya rindu ini membuatku nyaris gila.***Pukul sembilan malam.Aku menghubungi Danu untuk menjemputku di kantor. Setelah seharian berkutat dengan pekerjaan. Dan masalah saham yang mengalami penurunan, aku memilih pulang.Namun langkahku terhenti saat melihat orang yang membuat hidupku berantakkan. Orang yang menjadi penyebab hancurnya segala impian.Adrian.Mantan suamiku.Seolah tak cukup dengan kesakitan yang pernah dia berikan, kini dia berikan lagi hantaman keras yang semakin menghujam hatiku. Meluluhlantakkan perasaan cinta dan benci yang bercampur aduk menjadi satu.Dia datang dengan jalang yang telah merenggut segalanya dariku.Dari jarak yang hanya beberapa kaki saja, aku menatap muak pada mereka berdua."Beraninya kau datang kesini, bersama jalang ini!" Desisku dengan tatapan tajam. Mataku sudah jelas memerah menatap wanita yang sangat jauh di bawah standarku."Jaga ucapanmu, Aliya! Dia istriku sekarang."Aku terkekeh merendahkan. "Wow...! Selamat. Kau tidak salah dalam memilih sampah."Wanita ini diam saja, aku rasa dia tidak punya mulut untuk menyanggah ucapanku. Atau memang dia sadar bahwa semua ucapanku benar.Dan Adrian, jelas dia marah."Cukup, Aliya! Aku datang kesini bukan untuk berdebat denganmu. Tapi untuk mengambil apa yang menjadi hakku.""Hak?" Aku berdecih pelan. "Apa yang kau inginkan, Perusahaan ini? Atau rumah yang saat ini aku tinggali? Apa kau setidak tahu malu itu, hingga berani menuntut apa yang bukan milikmu!""Dengar Aliya. Perusahaan ini memang milik Tuan Mahesa. Tapi apa kau lupa, bahwa aku yang membangunnya dengan kerja kerasku. Aku berhak mengambil bagian atas kerja kerasku selama ini!"Aku menggeleng tak percaya. Senyuman sinis dan tatapan merendahkan seolah tak puas kuberikan pada orang yang tidak tahu diri ini."Apa uangmu sudah di raup habis oleh jalang ini, Adrian? Apa sekarang kau kehabisan uang, hah!" Adrian semakin kesal. Apalagi saat mendengar kekehan renyah yang meruntuhkan harga dirinya."Itu bukan urusanmu, Aliya! Berhenti menghina istriku."Aku melipat tangan di dada. Menatapnya dengan angkuh. "Kau ingin bagianmu? Tidak masalah. Asal kau buang wanita ini jauh-jauh, aku tidak keberatan memberikan berapapun itu."Adrian semakin mengepalkan tangannya. Hal yang aku benci, dia dengan sengaja malah merangkul pinggang jalang ini tanpa memperdulikan keberadaanku. Bukankah seharusnya aku yang mendapatkan perlakuan seperti itu. Kenapa malah orang lain?Aku tersenyum miris."Wanitaku jauh lebih berharga dari pada hartamu itu. Aku tidak menyesal telah melepaskanmu dan memilih Seina sebagai istriku. Setidaknya dia jauh lebih mengerti bagaimana cara menghormati suaminya sendiri!"Aku menggertakkan gigi. Tanganku terkepal dengan mata memerah menahan amarah. Adrian pergi begitu saja setelah mengucapkan kalimat yang membuat jantungku seakan terbelah. Dadaku terasa begitu sesak. Tega sekali dia membandingkan aku dengan seorang wanita yang baru dia kenal.Hancurlah harga diriku.Di hadapan seorang wanita yang telah berhasil merebut suamiku."Apa aku terlambat, Nyonya?"Segera ku hapus air mataku saat menyadari kehadiran Danu. Dengan sedikit helaan nafas tanpa menoleh ke arahnya, aku melangkah begitu saja. Menuju mobil yang telah terparkir di depan sana.Tanpa ku toleh, pun Danu sudah berjalan lebih cepat menyusulku. Dia segera membuka pintu tanpa aku suruh. Dan aku masuk tanpa mengucapkan satu kalimatpun.Mobil melaju menembus jalan raya. Aku menatap ke luar jendela dengan perasaan yang masih sesak. Mengingat bagaimana bahagianya pernikahanku dengan Adrian sebelum datangnya wanita pembawa bencana itu. Air mataku menetes di sudut mata dan aku segera menyekanya. Sesekali aku tertawa lirih sembari menggelengkan kepala. Terkadang aku menyalahkan diri sendiri atas kejadian sebelumnya.Tentu saja aku mengingat semuanya dengan jelas bagaimana Adrian mati-matian membela wanita itu seolah jauh lebih berharga dariku. Dan hal itu semakin membuat hatiku memanas. Tanganku terkepal dengan rahang yang mengeras hingga aku tak sadar mengucapkan kata perpisahan dengan begitu mudahnya. Dan membiarkan jalang itu menang.Dan sejak itu aku menganggap lelaki berkelas seperti Adrian memiliki selera rendahan!Aku mengusap rambutku dengan gusar. Aku mulai sadar mobil kami melaju semakin mendekat ke arah rumah. Entah mengapa, aku tidak ingin pulang saat ini. Perasaanku harus di alihkan seperti biasanya. Aku butuh pelampiasan untuk meredam nyeri yang semakin menyesakkan."Jangan pulang sekarang." Aku berucap datar. Ku dapati Danu menatap bingung dari kaca yang ada di dekatnya."Lalu kemana Nyonya?""Kita ke klub malam saja."***Malam semakin larut.Aku masih enggan beranjak dari tempatku berpijak. Meski banyak pria hidung belang yang ingin menjamah tubuhku dan mengambil kesempatan dalam keramaian dan keadaanku yang setengah mabuk, Aku bisa melihat bagaimana kerasnya usaha Danu menyingkirkan para bajingan itu.Pria itu tadinya hanya berdiri kikuk dalam keramaian, namun dengan gagahnya dia mampu menghalau semua bajingan yang ingin menyentuh dan merayuku.Well... Itu mengesankan.Aku tersenyum miring. Berjalan ke arahnya dan dengan sigap dia mendekat ke arahku. Tadinya aku ingin mengajaknya menikmati malam ini, namun gejolak di dalam perutku dan kepalaku yang seakan berputar membuatku terjerembab menabrak tubuh kokohnya dan memuntahkan isi perutku seketika.HUEKKKK.....Astaga, Nyonya.....!Tidak ada yang bisa Syma lakukan untuk mengambil kembali Zea dari Revan. Ingin menuntut sekalipun akan sangat percuma. Revan pasti akan membayar pengacara untuk memenangkan hak asuhnya.Sementara Syma...Dia tidak punya banyak uang untuk melakukan hal itu.Namun Syma juga tidak akan bisa tenang jika jauh dari putri kecilnya itu.Yang hanya bisa Syma lakukan hanyalah menangisi nasibnya yang begitu menyedihkan. Syma begitu terpuruk, bahkan kehilangan sosok suami yang begitu dicintainya saja sudah membuatnya cukup kalut, apalagi kehilangan anak satu-satunya.Karena tidak tahu harus kemana dia melangkah, Syma akhirnya memutuskan untuk menemui Mia dirumahnya."Syma?Apa yang kau lakukan disini? Ya Tuhan, apa yang terjadi padamu," ucap Mia yang melihat Syma sudah berada didepan rumahnya. Namun tidak mengetuk pintu sama sekali. Bahkan tanpa bertanyapun, Mia sudah mengetahuinya dari penampilan Syma yang sangat kusut dan berantakan. Wajah sembabnya k
"Ketahuilah nak, ada empat syarat bagi wanita untuk masuk kedalam surga. Yang pertama, Menjaga sholatnya. Kedua berpuasa di bulan Ramadhan. Ketiga menjaga kehormatannya. Dan yang keempat taat pada suaminya. Jika seorang wanita sudah melakukan semua itu, maka dia berhak masuk kedalam surga melalui pintu mana saja.Kelak disana, wanita yang meninggal dalam keadaan suaminya Ridho padanya. Dia akan menjadi Ratunya para bidadari surga.Dan lagi...Diakhirat kelak, tidak akan ada lagi yang namanya cemburu. Iri hati, atau prasangka buruk lainnya," ucap Alma dengan begitu lembut.Syma yang mendengarnya cukup terhenyak. Batinnya seakan menjerit."Jika saja Jidah tahu bahwa semuanya telah kulakukan dengan baik. Malah suamiku sendirilah yang menciptakan sebuah neraka bagiku ! masih bisakah aku mengharapkan surga itu, Ya Robb?"💕💕💕💕💕Syma melepaskan apron yang masih melekat ditubuhnya. Lalu menghempaskan dirinya dikursi tempat para karyawan cafe be
Ersad Destara, seorang pengusaha yang kaya raya itu sedang menatap Syma dengan penuh kerutan didahinya."Dijebak?Bagaimana bisa?"Ersad memang suka memesan wanita untuk menuntaskan hasratnya yang tidak pernah tersalurkan pada istrinya. Namun dia melakukannya atas persetujuan orang itu sendiri. Dan tidak sembarang wanita yang bisa tidur dengannya.Melihat Syma yang memelas dan terlihat begitu ketakutan. Membuat Ersad menjadi luluh dan merasakan sesuatu didalam dirinya agar melindungi wanita yang ada dihadapannya ini."Seseorang yang bernama Chito mengurungku disini. Dia memerintahkan seseorang untuk mengubah penampilanku. Aku tidak pernah memakai pakaian seperti ini sebelumnya, aku mohon tuan ... selamatkan aku dari sini," ucap Syma disela isakkanya.Tidak ada kata yang keluar dari mulut Ersad. Pria itu kemudian mengambil benda pipih disaku celananya dan menghubungi seseorang.Syma tidak bisa mendengar jelas apa yang dikatakan oleh pria itu,
Syma menatap kartu nama yang saat ini berada digenggamannya. Segala macam pertimbangan ada didalam benaknya.Syma ingat bagaimana ketika Ersad tiba-tiba memberikan kartu nama itu sebelum pergi.Saat itu ... Syma menatap Ersad penuh dengan pertanyaan. "Bagaimana caranya?""Jadilah simpananku, maka aku akan membuatmu mendapatkan hak asuh atas anakmu !"Syma tercengang mendengarnya. Mulutnya terbuka hendak mengutarakan penolakan. Namun Ersad menghentikannya."Itupun jika kau setuju. Aku rasa ... kau butuh waktu untuk mempertimbangkannya. Ini kartu namaku, datanglah jika kau tertarik," ucap Ersad menyerahkan lembaran kartu yang bertuliskan alamatnya.Karena begitu terkejut, Syma hanya bisa menerima sembari menatap kepergian Ersad dari kejauhan.Dan sekarang ... Syma benar-benar bingung. Tawaran Ersad cukup menggiurkan baginya. Namun Syma juga tidak ingin menghancurkan rumah tangga orang lain. Dia bukanlah wanita seperti itu.("Tidak !
"Nora "Terlihat raut kekecewaan di wajah Ersad. Dia pikir tadinya yang datang adalah Syma. tapi ternyata yang datang adalah Nora. adik Erika yang berarti adik iparnya sendiri."Apa yang kau lakukan disini Nora? bukankah seharusnya kau menyelesaikan pendidikan di luar negeri?" tanya Ersad, yang melampiaskan kekesalannya pada Nora."Kakak ipar, kenapa kau terlihat tidak senang melihatku ! aku datang hanya ingin melihat keadaan kak Erika yang masih sakit," ucap Nora dengan mengerucutkan bibirnya."Lalu apa yang kau lakukan disini? ini kantor, bukan rumah sakit !""Em ... ayolah kak, temani aku kerumah sakit," ucap Nora bergelayut manja padanya. Sementara Ersad malah begitu risih dengan tingkahnya yang selalu saja seperti itu."Maaf aku sibuk ! biar Kevin saja yang menemanimu," jawab Ersad selembut mungkin, namun bukan berarti dia melunak dengan gadis itu.Nora sendiri hanya melirik Kevin sekilas dengan malas, lalu beralih lagi ke Ersad.
Kegugupan menyelimuti Syma. Hatinya berdebar, dia sangat khawatir jika dia tidak berhasil mengambil hak asuh anaknya. Syma tidak bisa membayangkan bagaimana jauh dari anaknya.Hanya dengan Dzikir dan sholawat tidak hentinya dia rapalkan didalam hatinya. Memohon kepada sang Maha kuasa agar memudahkan segala urusannya.Berbeda dengan Ersad yang duduk dengan tenang, seakan sudah dipastikan bahwa dia akan berhasil.Tatapan mereka beralih pada kedatangan Refan yang menggendong Zea, diikuti oleh Mia dibelakangnya dengan tidak tahu malu malah sengaja bergelayut ditangan Refan. Syma tidak lagi memperdulikan kemesraan mereka, apalagi tatapan membunuh dari Refan yang seakan ingin menelannya hidup-hidup. Pandangan Syma hanya tertuju pada sosok putri kecilnya itu. Syma tidak kuasa menahan kerinduannya, dia ingin sekali berlari dan memeluk erat Zea. Namun dia harus menahannya, jika tidak ... semuanya akan kacau. Syma ingat bahwa sebelumnya Ersad telah memerintahkan dia untuk me
Malam sudah semakin larut. Ketika Zea sudah tertidur dengan lelap. Syma pun segera beranjak dari sana. Rasanya tidak ingin meninggalkan Zea tertidur sendirian. Namun kenyataannya Ersad telah menunggunya dikamar yang lain. Syma sempat berpikir apa yang harus dilakukan. Ersad pastinya ingin menagih perjanjiannya. Sementara Syma sangat belum siap untuk hal itu. Ditambah lagi, Syma sangat tidak ingin melakukan perzinahan.Langkahnya pelan, namun tanpa terasa tiba-tiba sudah berada didepan kamar Ersad. Jantungnya berdegup kencang. Dengan sekali tarikan nafas, Syma memberanikan diri membuka pintunya.Ketika masuk kedalam sana, Ersad langsung menghentikan kegiatannya yang sedang berkutat dengan handphonenya. Wajahnya terlihat segar, pastinya Ersad telah membersihkan dirinya terlebih dulu.Kegugupan semakin melanda diri Syma, seperti pengantin baru yang baru akan melakukan malam pertama mereka."Kau datang juga akhirnya," ucap Ersad menatap Syma begitu dalam. E
Kini Kevin hanya menatap anak kecil yang sedang makan es krim itu. Tidak pernah terbayangkan olehnya, selama beberapa tahun bekerja dengan Ersad. Baru kali ini dia mengerjakan tugas yang diluar kemampuannya."Pelan-pelan makannya," ucap Kevin mengambil tissue dan mengelap mulut Zea. Kevin ingat, betapa sulitnya dia membujuk Zea yang tidak hentinya menangis dan bertanya tentang ibunya. Salah satu hal yang melintas dipikirannya hanyalah es krim yang pastinya disukai anak-anak. Dan benar saja .... Zea langsung diam, ketika Kevin mengajaknya makan es krim."Paman Ze pup ....""APAA !! Ya Tuhan bagaimana ini," Kevin langsung berdiri begitu kaget dengan yang dikatakan oleh Zea. Seolah itu adalah ucapan yang paling mengerikan yang pernah dia dengar. Kevin merasa gusar, sampai mondar-mandir karena kebingungan harus bagaimana. Padahal Zea sudah memakai Pampers. Hanya tinggal membuang dan membersihkan. Namun kepintaran Kevin sirna sudah ketika menghadapi hal seperti in