SANTET CELANA DALAM 17 Erna dan lelaki itu sama-sama panik saat mendengar suara langkah kaki menuju ke sana. Lelaki itu mengintip dari lubang kunci diikuti Erna. Ia kemudian memegang ke dua pundak Erna. Ia menunjuk dirinya dan bawah tempat tidur. Erna mengerti, lelaki itu ingin bilang bahwa dia akan bersembunyi di bawah tempat tidur. Erna pun mengangguk. Mereka kemudian mengambil posisi masing-masing. Erna naik ke tempat tidur dan menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut, sedangkan lelaki tadi bersembunyi di bawah tempat tidurnya."Ga, Mbah Harjo datang," kata Erna memberi laporan. Ia menyelipkan ponselnya kembali di bawah bantal.Langkah kaki itu semakin mendekat, sampai terdengar suara anak kunci yang diputar dua kali. Pintu pun berderit, kemudian daun pintu ditutup kembali.Di ujung telepon, Raga dan Galih terus mendengarkan apa yang terjadi di sana. "Apa kita ke sana sekarang?" tanya Galih. "Ya, untuk jaga-jaga," ucap Raga. *** Mbah Harjo berjalan pelan mendekati Erna yang
SANTET CELANA DALAM 18Pyaar! Seketika semua terkejut, gelas di atas nampan pun jatuh pecah berserak. "Innalilahi Nduk, ati-ati," seru Sumini. "Maaf," ujar Ita tanpa berani memandang wajah Ustad Ilham. Wajah Ita seketika pucat pasi. Sumini pun membantu Ita memunggut pecahan beling, menaruhnya di atas nampan. "Awas, tajam," kata Sumini kawatir. Danang gegas ke belakang mengambil keset kain untuk mengeringkan lantai. Usai membersihkan lantai, Ita kembali ke dapur untuk membuat teh lagi. "Ayo, Ibu bantu," ucap Sumini. Ia menyiapkan gelas di atas nampan dan menuangkan dua sendok teh gula. "Kamu kenapa, Nduk? Kamu pucat sekali, kamu sakit, Nak?"" tanya Sumini."Nggak papa, Bu," jawab Ita."Kalau sakit, sebaiknya kamu pulang istirahat saja, biar Ibu yang bawa teh nya ke depan," kata Sumini. Ia memegang kening putrinya. "I-iya Bu, Ita memang sedikit pusing," akunya. Sebenarnya Ita bisa saja pulang untuk menghindari Ustad Ilham, tetapi ia tidak ingin melewatkan apapun tentang Ni
SANTET CE LA NA DALAM 19Ustad Ilham menggenggam buntalan itu beberapa saat, tangganya gemetar saat mencoba menarik kekuatan jahat dari buntalan itu. Allaahumma innaa nastahfidhuka wa nastaudi'uka diinanii wa anfusanaa wa ahlanaa wa aulaadanaa wa amwaalanaa wa kulla syai'in a'thaitanaa. "Ya Allah, kami memohon penjagaan kepada-Mu dan kami menitipkan kepada-Mu agama kami, diri kami, keluarga kami, anak-anak kami, dan segala sesuatu yang Engkau berikan kepada kami."Ustad Ilham mengusap wajahnya. Semuanya terdiam, fokus kepada Ustad Ilham.Ustad Ilham kemudian bangkit, ia menolah ke bingkai pintu di mana semuanya menatap tegang Ustad Ilham tak terkecuali Ita. Apalagi Ustad Ilham menatap lurus ke arahnya. Ita semakin panik saat Ustad Ilham berjalan ke arahnya dan berdiri tepat di depan Ita. Ita tak berani bergerak sampai Ustad Ilham bilang, "Tolong ambilkan kantung kresek!" Tanpa menjawab Ita langsung berlari ke dapur, di sana ia bisa melepaskan napasnya yang sempat tertahan. "Apa U
SANTET CELANA DALAM 20 Ita mondar-mandir di kamarnya, di kepalanya terlintas banyak tanya. Apakah benar Ustad Ilham tak mengetahui bahwa dialah pelakunya? Atau Ustad Ilham hanya berpura-pura tak tahu? Aku harus apa? Ustad Ilham membawa buntalan itu, apakah dia akan ... Ita membuang diri di tempat tidur, menenggelamkan wajahnya di bantal. "Nduk, Ita?" Sumini memanggil anaknya, seharian itu Ita tidak keluar kamar sama sekali. Sumini takut terjadi apa-apa padanya, apalagi Ita mengeluh sakit. "Iya, Bu," jawab Ita setelah membuka pintu. "Kamu nggak makan? Makan, Nak, nanti kamu malah tambah sakit." "Nanti aja, Bu. Ita sudah enakkan kok," jawab Ita. Ia kemudian mengunci pintu kamarnya kembali. Ita duduk di depan meja riasnya, menatap wajahnya baik-baik. "Sekarang aku harus apa? Sudah ada Ustad Ilham yang akan melindungi Nining. Aku harus segera menemui Ki Darma. Aku harus meminta pertolongan darinya. Ya, aku harus segera ke sana!" tekad Ita. Matahari telah kembali keperaduannya,
SANTET CELANA DALAM 21 "Ita benar-benar keras kepala, Bu. Ia tak mau mengaku. Ia tetap mempertahankan jin jahat itu bersamanya. Ruqyah yang aku lakukan untuknya gagal,," terang Ustad Ilham."Ya, Allah, kenapa bisa begitu?""Karena jiwanya menolak. Mungkin ia masih belum puas dengan perbuatannya, atau justru ia ingin berbuat lebih jauh lagi. Yang jelas Ita tidak mau membebaskan dirinya. Namun, aku yakin, dia tidak akan berani berbuat macam-macam lagi setelah ini. Aku juga terpaksa berbohong kepada orang tuanya." "Berbohong bagaimana, Pak?" "Aku bilang kepada orang tuanya untuk tidak membiarkan Ita keluar rumah. Ita sekarang juga menjadi incaran orang yang menyakiti Nining. Ita bisa saja menjadi seperti Nining. Untungnya mereka percaya, aku bilang begitu agar Ita tak bisa menemui dukunnya." "Untunglah. Kasian, orang tuanya begitu baik, tetapi kenapa anaknya begitu, ya, Pak?" "Sama seperti Pakde, mungkin Ita memiliki luka yang ia sembunyikan." "Semoga Allah selalu menjaga anak-an
SANTET CELANA DALAM 22 "Kabarnya Nining lagi sakit." Erna menghadap semangkuk gorengan. Malam itu seusai salat isya' ia dan Raga bertandang ke tempat jualan Galih. "Bagaimana kalau besok kita ke sana?" usul Raga. "Boleh, sudah lama sekali aku nggak mendengar kabarnya Nining soalnya emang sibuk banget," jawab Galih. Tempat jualan mereka yang baru benar-benar ramai. Sehari ia bisa menghabiskan hampir satu bal tepung. Bahkan kini Galih memiliki empat orang karyawan yang membantunya jualan. "Widih, keren banget sih, jadi Bos nie ceritanya sekarang," goda Raga. Ia mengambil satu tempe mendoan yang masih panas. "Eeemmm kriuk banget, pantesan laris gorenganmu enak!" "Alhamdulillah." "Udah siap nikah, donk!" celetuk Erna. Namun, keadaan tiba-tiba berubah menjadi hening ketika Mbak Darsih lewat di samping mereka. "Oh, iya, Gal. Aku baru ingat, bukankah waktu itu kamu pernah bilang kalau kamu jatuh cinta sama Ita?" tanya Raga penasaran. "Aku? Jatuh cinta pada Ita?" Respon Galih justru
SANTET CELANA DALAM 23 "Nggak! Mbak nggak mau merestui kamu, Gal. Apa kamu sudah gila? Kurang apa kamu? Sekarang dompet kamu sudah nggak kalah sama mereka yang berseragam! Wulan saja mau sama kamu, kamunya malah pilih bocah edan itu! M dibak nggak terima, Mbak nggak setuju! Sampai mati Mbak nggak setuju!" Ketus Darsih tak terima. Ia sudah bersusah payah kerja keras untuk mengangkat derajat mereka dan kini setelah ia mampu mewujudkannya ia nggak terima kalau Nining menjadi bagian dari keluargannya, menginggat Nining pernah menolak Galih saat masih kerja serabutan di proyek. Darsih juga lebih berani menanyakan Wulan anak Pak Karta, pemilik usaha bakso mie ayam kampung sebelah. Sama-sama berdagang, Pak Karta tahu bagaimana omset menjadi pengusaha kecil-kecilan seperti mereka yang nggak bisa dipandang sebelah mata. Pak Karta pun setuju dengan tawaran Darsih-Wulan sendiri juga mau. Mereka hanya tinggal menunggu keputusan Galih. Sedangkan Galih malah memilih Nining. "Aku mohon Mbak, a
SANTET CELANA DALAM 24Pintu rumah Aji tertutup rapat. Acara yang seharusnya berlangsung khidmat berakhir dalam sesaat. Aji menyuruh semua orang pulang meninggalkan rumahnya. Hidangan yang mereka suguhkan masih utuh tak tersentuh. Bude Sumini membawanya ke dapur. Memasukkannya ke dalam kulkas. Kemudian, ia dan Ita sebisa mungkin merapikan ruang tamu. Tinggal hamparan karpet di depan dekor sederhana yang tak terjamah. Happy Engagement Galih & Nining. Masih terpampang tulisan itu di korden berwarna putih sebagai background dekornya. "Sayang banget," ucap Ita. Tok! Tok! Tok! Galih mengetuk pintu bercat cokelat itu. Tanpa bertanya siapa tamu yang datang, Ita membukakan pintu. Rupanya Galih dan Darsih. Ita sempat terpaku beberapa saat melihat kedatangan mereka. Mau apa Galih kembali. "Emm, Mbak Darsih, Galih-""Kami mau bicara dengan Mas Aji." "Si-silakan, masuk," jawab Ita masih terheran-heran. Di kepalanya terus berputar sebuah tanya, untuk apa mereka berdua kembali. Acara pert