Maya terlihat terdiam dan berpikir keras. "Aku ...,""Stop!" suara Mama Rudi terdengar tegas. "Kalian dari pagi bertengkar terus, kasihan Rudi yang nanti akan berangkat kerja. Bisa-bisa dia tidak fokus menyelesaikan pekerjaan kantornya. Rani, nggak usah pakai sumpah-sumpahan segala. Maya, kamu minta maaf pada Rani sekarang karena sudah iseng dan membuat suasana menjadi tidak enak. Rudi, suasana rumah masih tidak kondusif, kamu langsung saja berangkat ke kantor saja!""Baik Ma. Rudi juga lelah dicurigai terus oleh Rani. Dia pikir Rudi enggak capek di kantor kerja, dan di rumah diajakin berantem.""Iya. Mama tahu kamu capek. Karena itu Ran, kamu harus mau instrospeksi diri. Kalau kamu mau menang sendiri dan terus egois seperti ini, wajar saja kalau Rudi nanti mencari perempuan lain yang lebih lemah lembut daripada kamu.""Tapi kan sesuai perjanjian ...,""Sudahlah Ma. Rudi berangkat saja ke kantor. Biar saja Rani dengan segala buruk sangkanya pada Rudi."Rudi berdiri dari kursinya la
🌹 Walaupun untuk saat ini kamu sering bertemu dengan orang yang membuatmu bersedih, percayalah suatu saat kamu akan bertemu dengan seseorang yang tak pandai pergi dan takut menyakiti. ***Rudi menelan ludah dan menarik nafas panjang. Lalu selintas ide muncul di hadapannya. "Lha mas Agus ngapain juga kesini? Padahal rumah mas Agus kan di luar kota? Bisa-bisanya mas Agus kelayapan di hotel! Mana mbak Leni? Atau jangan-jangan mas Agus ...?! Wah, aku tidak terima ya kalau kakak perempuan ku satu-satunya dikhianati."Agus tertawa. "Rud, Rud. Kamu kayak maling teriak maling deh. Aku ke kota ini jelas tujuannya. Untuk peninjauannya proyek baru. Perusahaan properti tempatku kerja bekerja sama dengan hotel ini untuk pembangunan dan perluasan lahan. Ini lho, aku bawa semua bukti dan proposal nya. Apa kamu mau lihat?" tanya Agus mengangsurkan tas tenteng hitamnya ke arah Rudi. Rudi diam sesaat. "Oke. Aku percaya Mas."'Mana mungkin aku memeriksa semua yang ada di tas mu itu? Oh ya, gimana c
Rudi tertidur dan terganggu dengan suara ponselnya. "Duh, siapa sih? Mengganggu sekali!" cetus Rudi seraya bangun dan meraba nakas di sampingnya. "Rani? Huh, menganggu saja!" Rudi mematikan ponselnya. "Dari siapa?" tanya Nilam manja. Tangannya melingkar di pinggang Rudi. "Rani.""Oh, istrimu. Apa katanya?"Rudi mengedikkan bahunya. "Entahlah. Tidak penting. Kalau dia ada perlu, biar dia bilang ke mama dan Maya."Rudi menatap Nilam dan mengelus lengan gadis itu. "Kamu belum cerita tentang keluarga kamu, Mas.""Buat apa?""Kok buat apa? Aku pengen hubungan kita diresmikan, Mas. Aku beneran suka sama kamu."Rudi tercengang. "Aku punya istri.""Aku tidak peduli. Aku mau kok jadi yang kedua.""Rani yang tidak akan mau.""Hm, kalau begitu ceraikan dia.""Tapi anakku ...,""Kamu bisa dapat anak dariku kan?""Nanti aku kehilangan asetku, Nilam.""Kamu kok nggak pinter sih Mas. Kan udah kubilang, cari kertas tanda tangan kamu dan lenyapkan. Selesai perkara.""Hm, biar aku pikirkan lagi."
Rani menatap ragu ke arah Rudi. Satu sisi hatinya berkata untuk menerima suapan dari suaminya. Namun sisi hatinya yang lain memintanya untuk tidak merespon kebaikan Rudi. "Rani, kamu kok bengong. Ayo makan dulu. Menu ini kan dari rumah sakit. Buat anak kita, Ran."Rani akhirnya membuka mulut dan Rudi mengarahkan sendoknya semakin dekat ke mulut Rani, hingga ponsel Rani berdering nyaring. Rani segera meraih ponsel yang diletakkannya di sisi bantal. Rudi tampak kecewa. Rani mengernyit saat melihat nomor ponsel tanpa nama di layarnya. Tapi tak urung juga Rani memilih untuk menekan layar hijau. "Halo.""Halo, Rani!" Suara renyah dan bening di seberang telepon membuatnya mengerutkan dahinya. "Halo, ini siapa?""Ih, kamu lupa ya padaku. Sedih banget! Awas ya kamu!""Eh, tunggu, ini siapa sih?""Dih, kalau kamu inget aib masa lalu kamu, kamu pasti inget aku. Oke, aku cerita ya, kamu waktu masih SMP pernah pura-pura sakit perut untuk menghindari penilaian seni musik kan? Terus kamu juga
🌹"Mencintai seseorang memberikan kita kekuatan, dicintai seseorang memberikan kita kepercayaan diri. Dan perpaduan antara dicintai dan mencintai seseorang memberikan kita kebahagiaan."***[Ma, rencana Mama berhasil. Hari ini Rani akan dikuret. Mama bisa ke rumah sakit sekarang?]Rudi menunggu dengan hati berdebar. [Bagus. Mama akan segera ke rumah sakit sekarang.][Rudi tunggu Ma. Rudi sebenarnya sedih dan nggak kuat kalau Rani keguguran. Rudi kasihan dengan anak Rudi.][Jangan cengeng. Usia kehamilan istri kamu itu baru 2 bulan. Belum ada rohnya. Nanti kalau kamu sudah nikah dengan perempuan yang lebih kaya dan lebih cantik daripada Rani, kamu bisa mempunyai anak berapapun.]Rudi terdiam dan tidak ingin menjawab pesan whatsapp dari mamanya. Lelaki itu hanya menghela nafas dengan berbagai rasa yang berkecamuk. ***"Apa kuretnya sudah selesai dilakukan?" tanya mamanya seraya mendekat ke arah Rudi yang sedang duduk di depan ruang bersalin. "Belum. Dokter baru saja melakukan tindaka
🌹Kadang ada sebuah nama yang tertulis di hati, tapi tidak tertulis di buku nikah. **Pov. AgusFlash back on.Aku tertegun melihat calon istri yang dibawa oleh Rudi ke pertemuan keluarga. "Bukankah gadis itu Rani?" gumamku sambil terus melanjutkan acara perkenalan keluarga. "Len, apa gadis itu calonnya Rudi?" bisikku pada Leni, istri yang telah kunikahi 5 tahun yang lalu. .Leni mengangguk. "Iya. Bo doh banget ya si Rudi. Seharusnya Rudi bisa mendapat gadis lain yang lebih cantik dan lebih kaya. Ini malah nyari cewek yatim piyatu yang dekil dan kusam! Nggak banget. Awas aja kalau sifatnya buruk!"Aku menelan ludah dengan susah payah. 'Tidak. Bukan Rudi yang bo doh. Tapi Rani. Kenapa dia mau sama Rudi? Darimana mereka bisa saling mengenal? Kenapa aku baru tahu setelah ada acara balasan lamaran seperti ini? Setahuku Rudi tidak pernah membawa Rani saat pacaran ke rumah ini,' batin ku bingung. "Len, Rudi sama calonnya itu bertemu dimana? Emang Rudi pernah bawa pacarnya ke rumah ya wa
🌹Apa kamu tahu apa yang lebih menyakitkan daripada cinta bertepuk sebelah tangan? Yaitu saling mencintai tapi memahami bahwa tidak mungkin untuk saling memiliki. **Ah, rencanaku memang brilian. Aku hanya perlu mengutarakan usulku pada Nilam dan Widuri.Aku mengetuk daun pintu kamar milik Widuri yang setengah terbuka, lalu melongokkan kepalanya. "Sory, ladies. Ada yang mau kubicarakan."Kulihat Widuri mendelik. "Mas Doni! Nggak sopan banget sih, lagi ada temen aku curhat, kok nyelonong ke area cewek sih?" protes Widuri sambil menatap tajam kearahku. Aku tertawa. Sementara itu wajah Nilam memerah dan langsung mengambil tisu dari dalam tasnya. "Maaf. Sekali lagi aku minta maaf kalau tanpa persetujuan, aku mendengar percakapan kalian."Widuri semakin mendelik. "Mas Donat! Pergi nggak dari sini?! Pergi weh! Daripada bikin keki dan kesel!"Adik perempuan ku itu meraih bantal lalu mengangkatnya tinggi-tinggi ke atas kepala dan bersiap melemparkannya ke arahku. "Wow, tunggu dulu. Aku c
🌹Aku telah membiarkan hatiku untuk mencintai mu setinggi langit, walaupun sudah kuduga aku akan jatuh dan patah hati sedalam samudera. ***Pov Rani Flash back onKedatangan mama dan Maya di rumah sungguh membuat hidupku tak tenang. Mereka seakan sengaja memancing keributan denganku setiap hari. Entahlah, mengapa mereka melakukannya? Apakah agar aku tidak kerasan di rumah ini? Cih, seandainya tidak ada bayi di dalam perutku pun aku akan langsung mengajukan berkas ke pengadilan agama. Tapi entah kenapa hari ini Mama dan Maya bersikap baik padaku. Bahkan memasak makanan dan membuatkan teh untukku. Tapi aku tentu saja tidak percaya. Mereka pasti berbuat baik karena ada maunya. Dan betapa terkejutnya aku karena setelah membeli seblak, aku melihat pintu kamarku yang terbuka. Ada mama yang sedang mengelap perabotan di ruang tengah, berarti yang sedang menyapu kamarku adalah Maya. Mereka pasti sedang melakukan perbuatan yang buruk. Antara mencuri perhiasan atau mencari surat perjanjia