"Vi, bagaimana suami kamu, masa istri dan anaknya di sini tidak ditengokin ataupun dijemput?" tanya Mamah.
"Mah, sebenarnya … Evita sudah dicerai, Mah. Sama kang Andi, melalui telpon," ucapku sambil terisak. Namun tak kusangka tanggapan Mamah datar-datar saja.
"Oh begitu, yasudahlah, kamu masih muda masih banyak yang mau sama kamu, tidak perlu kamu pikirkan, laki-laki model begitu," ucap Mamah dengan entengnya. Aku hampir tak percaya kalau Mamah mengucap kalimat itu.
Bulan berlalu ... Hati terasa hampa, ada rindu yang menggebu dalam hati ini.
Aku harus bangkit dan memperbaiki semua ini, terlebih tentang usahaku dimasa pandemi seperti ini harus kuakali dengan berjualan scara online.
Dua bulan kang Andi mengacuhkanku, seolah membuangku begitu saja, dia tidak sadar kalau apa yang dimiliki saat ini semua bermula dari modal bapakku.
"Vi, apa yang terjadi, katakan pada Bapak, apa benar yang Mamah katakan, kalau kamu dicerai?" tanya Bapak.
Aku diam sejenak, berusaha menata hatiku juga kalimatku agar Bapak tidak benci pada Kang Andi.
"Iya, Pak. Memang benar Evita sudah dicerai."
"Ada masalah apa, Nak. Katakan pada Bapak, jika kalian perlu modal, berapapun akan Bapak berikan, Bapak tahu saat ini ekonomi sedang tidak baik-baik saja, tetapi kita harus tetap waras dalam menghadapinya, jangan mengambil keputusan yang bisa merugikan dan membuat menyesal," ucap Bapak sambil menarik nafas dalam-dalam.
"Bukan karena itu, Pak. Entahlah, Evita merasa Kang Andi berubah setelah mengikuti komunitas grup."
"Komunitas?" tanya Bapak.
Aku mengangguk, lalu kuperlihatkan komunitas yang kumaksud dari laman F******k, juga memperlihatkan beberapa postingan poto yang terpampang di sana.
"Bapak rasa tidak ada yang salah dengan itu semua, Nak. Mungkin kalian cuma salah paham, sebaiknya dibicarakan lagi," begitu tanggapan Bapak.
"Nyatanya, Evita sudah dicerai Pak," ucapku sambil terisak tak tahan lagi.
"Ngapain kamu tangisi laki-laki miskin itu, Vi. Baguslah kalian cerai," sahut Mamah tiba-tiba.
"Mamah!" bentak Bapak.
"Kenapa, Pak. Dari awal Mamah tidak setuju, Evita menikah dengan laki-laki kere itu, sekarang lihat saja, dia malah mencampakan anak kita," sengit Mamah.
"Jangan memperkeruh suasana, Mah. Biarkan Evita menyelesaikan masalahnya dengan caranya, selanjutnya apa rencanamu, Vi?" tanya Bapak.
"Entahlah, Pak. Evita belum tahu."
_________
Kudengar kabar dari karyawanku di Bogor kalau kakak iparku seenak jidat mengambil alih satu kios milikku yang dia kira milik Kang Andi, enak saja semua akan kuambil kembali setelah apa yang sudah dilakukan oleh kang Andi padaku.
Dua minggu yang lalu ... Kuhubungi Umi kang Andi juga Teteh (kaka perempuan kang Andi) untuk menjembatani masalah kami, tapi apa? Mereka malah mencaciku dengan mengatakan istri yang tak becus dan matrealistis, bagaimana tidak sakit, hati ini, saat sebuah harapan aku gantungkan nyatanya mereka malah mengecewakanku bahkan menghinaku.
"Maaf Umi tidak mau ikut campur," Itu saja kalimat yang keluar dari Umi Kang Andi.
Padahal aku berharap ia mau menasihati kang Andi agar memperbaiki hubungan kami.
Tidak ingatkah beliau kepada cucunya, tidak inginkah ia merengkuh dan memeluk anakku, bersatu menjadi keluarga yang utuh bersama ayahnya.
Aku terus memantau tingkah laku kang Andi melalui teman-temannya, aku pun sudah menghubungi orang yang cukup tahu banyak tentang komunitas grup yang kang Andi ikuti, aku bercerita banyak padanya tentang apa yang kualami.
Diantara teman satu komunitas kang Andi hanya Bu Lia yang mau membantuku menjembatani antara aku dan kang Andi.
Saat itu aku menghubunginya melalui messenger di aplikasi F******k.
[Assalamu'alaikum … mohon maaf saya tahu anda adalah bagian dari pengurus komunitas yang suami saya ikuti, tolong saya, tolong kembalikan suami saya seperti dulu, karena komunitas kalian rumah tangga saya berantakan.]
Tak lama iapun membalas.
[Waalaikumsalam … mohon maaf sepertinya anda keliru jika beranggapan buruk tentang komunitas kami, tidak ada hal negatif di dalam komunitas kami, jika anda tidak keberatan ikutlah dengan suami anda agar anda tahu, bagaimana di dalamnya.]
Berawal dari chat yang ia balas akupun menumpahkan semua rasa sesakku dan mengatakan apa yang terjadi padaku, saat itu Bu Lia mau membantuku, ia pun berjanji akan membujuk kang Andi agar mau menjemputku.
Bu Lia bilang kalau sesekali kang Andi bercerita tentang kerinduannya terhadap Aa( anak kami) namun ia tidak memiliki cukup ongkos untuk menjemput kami, itu yang diutarakan kang Andi kepada Bu Lia.
Lucu ... Benar-benar lucu, alasan yang tidak masuk akal menurutku.
Kadang aku berpikir apa yang dicari oleh mereka yang sudah berkeluarga , kesenangan berkumpul bersama teman yang seharusnya memang sudah dikurangi aktifitasnya, karena ada keluarga yang menanti di rumah.
Yang kutahu hanya orang-orang kesepian yang aktif dalam komunitas
seperti para wanita juga laki-laki yang tidak mempunyai pasangan, apakah kang Andi mulai nyaman dengan kesendirianya? Sampai kapan? Semoga saja dia tidak menyesal.
_______
Akhir-akhir ini, gelagat dan ucapan mamah mulai tidak enak kudengar, apakah dia enggan aku tinggal di sini, kata pedas sering kudengar. Mamah selalu berbicara kepada anakku, Aa. hal yang tidak pantas menurutku.
Seperti sore itu, setelah Aa mandi dan Mamah membantu memakaikan ia baju.
Mamah berkata pada Aa yang masih belum mengerti apa-apa.
"Kasian banget kamu Aa sayang, cucu Enin yang ganteng, punya Mamah cantik tapi nasibnya miris, ketemu Ayah kamu laki- laki kere ga tahu diri," kata Mamah kala itu
Tentu saja anakku hanya diam saja karena ia tidak mengerti, aku yang mendengar merasakan sakit di hati ini.
"Mah! Apa-apaan sich, kenapa ngomong gitu ke Aa? Jangan bikin dia benci sama Ayahnya, Mah."
"Halah ... Terus saja belain tuh laki pengecut, emang ada yang salah sama omongan Mamah?"
Mamah pun berlalu begitu saja meninggalkan Aa yang bingung dan aku yang kesal.
Ternyata Mamah masih tidak menyukai kang Andi, apakah ini juga salah satu alasan kang Andi tidak mau menjemputku, karena malas menghadapi Mamah.
******
Karena Bapakku seorang pejabat daerah ia jarang sekali ada di rumah, ia tidak tahu bagaimana Mamah bersikap selama ini, kadang aku berpikir, apa aku ini anak tiri? Karena selama ini Mamah selalu bersikap kurang senang padaku bukan hanya setelah masalah ini, namun jauh sebelum aku menikah, sikap Mamah tidak seperti layaknya seorang Ibu kebanyakan.
Sore itu saat aku main di luar bersama Aa, Tiba-tiba saja ada tetangga yang menyapaku.
"Ehhh Neng Evita ada di sini? Apa kabar Neng, di Bogor lagi gencar Corona yah Neng?" tanya Bi Esih tetangga depan rumah
Baru mau kujawab, dari belakang tiba-tiba saja Mamah menjawab.
"Ahhh dari dulu ge si Evita hidupnya ngga beruntung, di sini dipuja-puja pemuda, nikahnya sama orang Bogor yang kere pula, mau corona mau normal ya tetep kere. Sialnya, sekarang malah dicerai."
Bersambung.
"Mamah! Hentikan, Mah. Apa Mamah senang kalau semua orang tahu apa yang terjadi pada Evi, saat ini?" tanyaku sambil terisak. "Halah, tidak usah lebay kamu, Vi." Jawab Mamah enteng lalu berlalu pergi mengajak Bi Esih berbincang, terlihat Bi Esih yang tidak enak hati, ia pun menatapku dengan tatapan iba. ______Dingin malam mengusik jiwaku, kembali teringat laki-laki yang dulu menikahiku kini hanya menjadi sang mantan meski belum resmi bercerai secara hukum. Makin lama rasanya aku semakin membencinya pintu maaf yang kubuka lebar-lebar perlahan kian menutup, mungkin saja akan kugembok. Sakit karena disia-siakan dengan segala ketidakpastian membuatku jatuh pada suatu kehampaan. Masih pantaskah dia kutunggu? "Sampai kapan kamu seperti ini, Vi. Apa tidak sebaiknya kamu urus saja perceraianmu, daripada statusmu ngegantung," saran Mamah. "Iya, Mah. Mungkin Mamah benar, Evita harus segera urus perceraian, ta-pi, bagaimana dengan usaha Evita di Bogor, Mah?" "Bagaimana apanya? Kamu ini mema
Rumah tangga hancur karena komunitas grup PART 4Anak Pak CamatSore ini kuajak Aa jalan-jalan di Taman Kota, aneka balon berwarna-warni menarik perhatiannya. "Nda ... Aa mau ntu," ucapnya sambil menunjuk salah satu balon berwarna biru berbentuk doraemon. "Aa mau yang ini?" "Iya ... Yang ntu Nda.""Yaudah sebentar yah sayang."Akupun mengambil balon yang Aa minta. "Yang ini berapa Mang?" tanyaku ke tukang balon"Semua harga sama Teh sepuluh ribuan," jawabnya. "Oke, satu Mang yang Doraemon."Aa pun nampak senang, dia menggenggam erat balon itu, hanya dengan melihatnya seperti ini rasanya segala kesakitan untuk sementara terlupakan. Karena hari menjelang petang, akupun segera pulang, saat aku sedang memarkirkan motor di halaman depan rumah, Aa yang sudah kuturunkan langsung masuk ke dalam, dengan ceria dia bawa balon itu sambil berlari. Namun saat aku kedalam, aku terpaku karena bingung, kulihat Aa mendekati seorang pria yang sedang ngobrol dengan Bapak. Dia pun memanggilnya den
Sudah tiga bulan berlalu setelah kata talak itu, rasanya sudah habis kesabaranku. "Bagaimana, Vi. Apa kamu sudah mengambil keputusan?" Tanya Bapak. "Iya, Pak. Sepertinya Evita sudah yakin untuk mengurus surat perceraian.""Yasudah, kalau itu keputusanmu, Bapak akan kenalkan kamu dengan seorang pengacara, biar dia saja yang urus semuanya.""Terimakasih, Pak." Bapak berlalu pergi dengan tatapan yang entahlah. Aku tahu Bapak pasti kecewa, tidak ada orang tua yang ingin rumah tangga anaknya gagal, pun, demikian dengan Bapak. Tak menunggu lama, esoknya aku berangkat ke Bogor, aku mengganti semua kunci kios, sehingga Kang Andi tidak bisa lagi datang apalagi mengelolanya, kualihkan semuanya kepada orang kepercayaanku. ______"Vi, di depan ada Amir," ucap Mamah"Iya, Mah. Sebentar."Akhir-akhir ini Amir memang gencar mendekatiku, tetapi hatiku masih saja mengharapkan Kang Andi, aku masih berharap Kang Andi datang dan meminta rujuk, nyatanya setelah kunci kios kuganti ia malah semakin mer
"Benar-benar keterlaluan si Andi itu, Pak. Bikin malu saja, untung Evita sudah cerai sama dia, amit-amit punya menantu tukang mabok," ujar Mamah. "Sudahlah, Mah. Yang penting sudah dibereskan." "Maksud Bapak, apa dibereskan, Pak? Kang Andi baik-baik saja, kan. Pak?" "Kamu pikir Bapak berbuat apa? Bapak masih punya moral, Vi. Bapak sudah memerintahkan Pak RT untuk urus mantan suamimu, bukan untuk membunuhnya, meskipun sebenarnya hal itu ingin sekali Bapak lakukan!" Bentak Bapak penuh emosi. Kejadian hari ini benar-benar membuat citra Kang Andi makin buruk di mata orang tuaku, sepertinya memang sudah tidak pantas lagi jika aku masih mengharapkannya. Aku pikir orang tua adalah tempat ternyaman untuk aku kembali tapi nyatanya sikap Mamah makin lama makin membuatku tak nyaman untuk tetap di rumah ini. "Punya anak ngga berguna, sekarang malah bikin susah orang tua, dosa apa aku ini," ujar Mamah yang kudengar ngedumel sendiri sambil melotot kearah anakku, seketika Aa berlari kearahku.
Pukul 19:00 pun tiba….Trining … terdengar suara dari handphoneku tanda pesan masuk. [Lihatlah keluar gerbang rumahmu Nona, saya berada di mobil hitam menunggumu, tidak perlu takut, kamu boleh membawa Ayahmu jika khawatir aku culik]Apa-apaan ini, aku diamkan saja. 10 menit15 menit, bahkan sampai 30 menit. [Saya masih menunggu, berharap Nona mau menemui]Diam terus di kamar aku pun, gelisah. "Pak itu di luar mobil siapa ya, kok parkir depan rumah kita?" tanya Mamah kepada Bapak. "Kurang tahu, Mah. Mungkin saja tamu tetangga kita."Aku yang mendengar obrolan mereka pun akhirnya penasaran dan keluar gerbang untuk melihat, benar saja tak lama kaca mobil di buka dan seorang laki-laki melambaikan tangannya. _______Entah apa yang merasukiku saat itu aku bertengkar hebat dengan Mamah hanya karena lagi-lagi Mamah membicarakanku dengan paratetangga, aku tak terima ketika Mamah bilang kalau Aa anakku anak setan, yah, maksud setan di sini Mamah mengatai Kang Andi. Soal Mamah menghinaku,
Kini aku kembali….Uang memang bukan segalanya, tapi segalanya bisa beres dengan uang, dengan apa yang aku miliki saat ini semua urusan terasa begitu mudah. "Bagaimana, apa saya bisa mendapatkan rumah itu?" tanyaku kepada seorang pengacara kenalanku."Tentu saja Nona Evita semua bisa saya urus dan anda tinggal mentransfer uangnya.""Baiklah, anda atur semuanya."Aku tersenyum puas, kujelajahi kembali akun media sosial untuk mencari informasi tentang Kang Andi. Lalu kuhubungi orang-orang yang dulu menjadi teman komunitasnya, aku pikir setelah bercerai denganku Kang Andi akan menikah dengan Ara, tapi nyatanya ia malah memilih gadis asal Bandung, aku jadi semakin penasaran setelah tahu info dari temannya. Rumah mewah di kawasan Bandung kini sudah aku miliki, aku pun mencari empat pegawai untuk bekerja di rumahku, untuk menggaji mereka tentu aku mampu. Dengan uang yang aku miliki aku pun memutarnya untuk berbisnis pakaian, tas dan barang-barang lainnya aku jual lewat online. Aku memil
"Apa yang kalian lakukan?" tanya Istri Kang Andi. "Dita! bisa aku jelaskan, tadi Evita hampir jatuh," ujar Kang Andi. "Oh, iya. Tanahnya memang licin di tambah si Tetehnya pake sepatu tinggi kaya artis," ujar wanita itu seraya tersenyum, sepertinya ia percaya saja dan tidak mempermasalahkannya, ataukah istri Kang Andi memang sepolos itu, baguslah sepertinya aku bisa merebut Kang Andi kembali. "Bunda, aku senang main dengan Kinara, nanti aku boleh main lagi ke sini, ya.""Tentu saja boleh, Aa," ujar wanita itu masih bersikap ramahramah sebelum aku menjawabnya. "Baiklah, Kang, Dita, aku pamit dulu, Aa sayang salim sama Ayah," Aa pun mencium tangan Kang Andi. "Salim juga dong sama Umi Dita," ujar Kang Andi, anakku pun menurutinya. Sebelum pergi kembali kutatap Kang Andi, kulirik sekilas istrinya sepertinya dia menahan cemburu hanya saja dia pura-pura menyembunyikan perasaannya. ______Esoknya aku kembali dengan wajah yang lebih ramah, aku harus bisa masuk ke kehidupan mereka denga
Sesampainya di rumah, Aa tertidur pulas di mobil, Lagi-lagi Kang Andi menggendongnya. "Vi, biar aku yang gendong Aa, kamu tunjukan saja di mana kamarnya,""Baik, Kang."Setelah Aa di tidurkan aku mengantar Kang Andi ke depan. "Kang, tidak ngopi dulu?""Tidak, terimakasih. Aku takut Dita khawatir karena menungguku.""Oh, iya. terimakasih ya, Kang. Untuk hari ini, sepertinya Aa sangat Happy. Kamu ingat tidak, Kang. dulu kita merayakan ulang tahun Aa yang pertama saat di Bogor."Kulihat Kang Andi nampak diam lalu menarik nafas. "Vi, maafkan aku atas masalalu kita," ucap dia akhirnya. "Andai saja, kita masih bersama, Kang." Kang Andi tidak berucap apa-apa tapi sorot matanya menginginkan hal yang sama. "Vi, aku pulang dulu, ya."Aku pun mengantar ia ke depan, aku yakin kalau Kang Andi masih mencintaiku, yang aku heran, mengapa Kang Andi bisa menikahi wanita itu, aku tahu bagaimana selera Kang Andi, sedang Dita jauh sekali. Terkadang jika mengingat saat-saat dia menyia-nyiakan kami,