"Mamah! Hentikan, Mah. Apa Mamah senang kalau semua orang tahu apa yang terjadi pada Evi, saat ini?" tanyaku sambil terisak.
"Halah, tidak usah lebay kamu, Vi." Jawab Mamah enteng lalu berlalu pergi mengajak Bi Esih berbincang, terlihat Bi Esih yang tidak enak hati, ia pun menatapku dengan tatapan iba.
______
Dingin malam mengusik jiwaku, kembali teringat laki-laki yang dulu menikahiku kini hanya menjadi sang mantan meski belum resmi bercerai secara hukum. Makin lama rasanya aku semakin membencinya pintu maaf yang kubuka lebar-lebar perlahan kian menutup, mungkin saja akan kugembok. Sakit karena disia-siakan dengan segala ketidakpastian membuatku jatuh pada suatu kehampaan. Masih pantaskah dia kutunggu?
"Sampai kapan kamu seperti ini, Vi. Apa tidak sebaiknya kamu urus saja perceraianmu, daripada statusmu ngegantung," saran Mamah.
"Iya, Mah. Mungkin Mamah benar, Evita harus segera urus perceraian, ta-pi, bagaimana dengan usaha Evita di Bogor, Mah?"
"Bagaimana apanya? Kamu ini memangnya hidup di jaman batu? teknologi sudah secanggih ini masih nanya bagaimana, lagian kamu pasti punya orang kepercayaan, kan. Suruh dia saja yang urus, kamu tinggal Terima hasilnya."
"Tidak sesederhana itu, Mah."
"Kamunya saja yang bikin, ribet." ucap Mamah sambil geleng-geleng kepala.
Akupun mulai memikirkan ucapan Mamah, benar juga aku tidak boleh lemah, aku pasti bisa mengurus semuanya.
______
Di sisi lain disalah satu komunitas grup diadakan suatu acara besar, di mana di dalamnya tentu saja ada kehadiran Kang Andi, wajahnya nampak ceria, nyaris seperti orang yang tidak bermasalah.
Apakah kamu se happy itu kang? Ketika tanpa kehadiranku....
Sahabat kang Andi mengirimkan sepenggal video di mana di situ disebutkan berapa nominal uang yang Kang Andi sumbangkan untuk komunitas itu, dan jumlahnya benar-benar membuatku menggelengkan kepala.
Dalam video itu pula, nampak jelas kedekatan kang Andi dan Ara si janda, sungguh membuat sakit dan panas hati ini, entah apa pula maksud sahabat kang Andi mengirimkan video itu, apakah dia bersimpati padaku, atau mungkin dia punya maksud lain, entahlah.
Teringat bulan kemarin pernah aku mencoba menghubungi kang Andi untuk meminta hak anakku melalui pesan watshap.
[Assalamu'alaikum … Kang, bisa kirim uang untuk beli susu Aa]
Tak lama terkirim dan terlihat dia centang biru.
[Waalaikumsalam, emang keluarga kamu sudah miskin Vi, sampai minta ke Akang]
Sungguh hatiku berdebar karena kesal setelah membaca balasannya.
[Mengapa kamu berkata seperti itu, Kang?]
[Karena kamu wanita tidak tahu, malu. Kenapa di saat tidak punya uang kamu baru ingat aku jalang!]
Sungguh ucapan yang tidak pantas terucap dari mulut seorang ayah, ada dan tiadanya harta keluargaku bukankah tetap menjadi kewajibannya dalam menafkahi anak kami.
Tidak hanya mengucap kalimat itu, setelahnya dia malah berkata kasar lalu memblokir nomorku, dan sekarang sebuah video menjelaskan semuanya. Dugaanku tentang perselingkuhannya bukan tuduhan semata. Berbagai pose foto pun beredar, banyak foto kang Andi yang hanya berdua dengan Ara, begitu dekat begitu akrab dan begitu mesra...
Arrrgghhhh rasanya ingin kucabik-cabik mereka berdua, hal mudah bagiku mendapatkan laki-laki pengganti Kang Andi. Namun tidak dengan hati dan perasaanku, tidak semudah itu aku melupakan laki-laki yang lebih dari 10 tahun hidup bersama.
Ponselku kembali berbunyi, kubuka aplikasi gambar hijau, kulihat kiriman video Kang Andi sedang berjoget dengan Ara tak tahan kubanting saja ponselku hingga hancur berkeping-keping seperti hati dan perasaanku. Aku kembali menangis. Tak lama kudengar ketukan pintu di kamarku.
Tok... Tok... Tok...
"Evi ... Kenapa kamu nak? Apa kamu baik-baik saja," suara bapak bertanya dari luar kamar
Aku pun tidak menjawab dengan masih mengunci pintu, sedang anakku mungkin sedang dengan Mamah. Biarlah aku butuh waktu untuk sendiri.
*******
Beberapa hari aku tidak menggunakan handphone banyak sahabatku yang datang main kerumah Mamah, karena khawatir aku tidak bisa dihubungi. Mereka pun mengajakku main keluar agar tidak suntuk, aku ikut saja dengan mereka menikmati malam di sebuah Cafe.
Karena terlalu asik aku sampai lupa waktu, aku pulang pukul 23:30 saat itu, Bapakpun menegurku.
"Bapak tahu, mungkin saat ini kamu butuh hiburan Vi ... Tapi jangan sampai lupa waktu, kamu ini seorang ibu, kenapa kamu tidak bisa dihubungi?"
"Maaf Pak handphone Evi rusak."
"Ya sudah, besok Bapak belikan," ucap Bapak.
Esoknya handphone keluaran terbaru sudah ada di meja rias, Bapak ini. Pasti beliau menghubungi temannya untuk diantarkan. Akupun memasukan kembali SIM card dari HP lama.
Banyak sekali pesan chat masuk dari aplikasi berwarna hijau. Namun yang membuatku tertarik adalah kiriman sebuah nomor, di mana di situ tertera nama Ara. Haruskah aku menghubunginya untuk minta penjelasan darinya dan bertanya langsung tentang hubungannya dengan Kang Andi, atau kuabaikan saja, toh akupun mulai tidak perduli lagi dengan Kang Andi.
Namun si pengirim menuliskan.
[Suami kamu diguna-guna si janda gatal, ini nomor janda itu]
Namun ketika aku hendak menelpon si pengirim pesan, nomorku malah diblokir.
Siapa sebenarnya si pengirim? Kenapa dia antusias sekali memberikan info tanpa aku minta, dan darimana dia tahu nomor handphoneku. Ahhhh semua berkecamuk menjadi sebuah tanda tanya besar dalam otak dan pikiranku.
Rumah tangga hancur karena komunitas grup PART 4Anak Pak CamatSore ini kuajak Aa jalan-jalan di Taman Kota, aneka balon berwarna-warni menarik perhatiannya. "Nda ... Aa mau ntu," ucapnya sambil menunjuk salah satu balon berwarna biru berbentuk doraemon. "Aa mau yang ini?" "Iya ... Yang ntu Nda.""Yaudah sebentar yah sayang."Akupun mengambil balon yang Aa minta. "Yang ini berapa Mang?" tanyaku ke tukang balon"Semua harga sama Teh sepuluh ribuan," jawabnya. "Oke, satu Mang yang Doraemon."Aa pun nampak senang, dia menggenggam erat balon itu, hanya dengan melihatnya seperti ini rasanya segala kesakitan untuk sementara terlupakan. Karena hari menjelang petang, akupun segera pulang, saat aku sedang memarkirkan motor di halaman depan rumah, Aa yang sudah kuturunkan langsung masuk ke dalam, dengan ceria dia bawa balon itu sambil berlari. Namun saat aku kedalam, aku terpaku karena bingung, kulihat Aa mendekati seorang pria yang sedang ngobrol dengan Bapak. Dia pun memanggilnya den
Sudah tiga bulan berlalu setelah kata talak itu, rasanya sudah habis kesabaranku. "Bagaimana, Vi. Apa kamu sudah mengambil keputusan?" Tanya Bapak. "Iya, Pak. Sepertinya Evita sudah yakin untuk mengurus surat perceraian.""Yasudah, kalau itu keputusanmu, Bapak akan kenalkan kamu dengan seorang pengacara, biar dia saja yang urus semuanya.""Terimakasih, Pak." Bapak berlalu pergi dengan tatapan yang entahlah. Aku tahu Bapak pasti kecewa, tidak ada orang tua yang ingin rumah tangga anaknya gagal, pun, demikian dengan Bapak. Tak menunggu lama, esoknya aku berangkat ke Bogor, aku mengganti semua kunci kios, sehingga Kang Andi tidak bisa lagi datang apalagi mengelolanya, kualihkan semuanya kepada orang kepercayaanku. ______"Vi, di depan ada Amir," ucap Mamah"Iya, Mah. Sebentar."Akhir-akhir ini Amir memang gencar mendekatiku, tetapi hatiku masih saja mengharapkan Kang Andi, aku masih berharap Kang Andi datang dan meminta rujuk, nyatanya setelah kunci kios kuganti ia malah semakin mer
"Benar-benar keterlaluan si Andi itu, Pak. Bikin malu saja, untung Evita sudah cerai sama dia, amit-amit punya menantu tukang mabok," ujar Mamah. "Sudahlah, Mah. Yang penting sudah dibereskan." "Maksud Bapak, apa dibereskan, Pak? Kang Andi baik-baik saja, kan. Pak?" "Kamu pikir Bapak berbuat apa? Bapak masih punya moral, Vi. Bapak sudah memerintahkan Pak RT untuk urus mantan suamimu, bukan untuk membunuhnya, meskipun sebenarnya hal itu ingin sekali Bapak lakukan!" Bentak Bapak penuh emosi. Kejadian hari ini benar-benar membuat citra Kang Andi makin buruk di mata orang tuaku, sepertinya memang sudah tidak pantas lagi jika aku masih mengharapkannya. Aku pikir orang tua adalah tempat ternyaman untuk aku kembali tapi nyatanya sikap Mamah makin lama makin membuatku tak nyaman untuk tetap di rumah ini. "Punya anak ngga berguna, sekarang malah bikin susah orang tua, dosa apa aku ini," ujar Mamah yang kudengar ngedumel sendiri sambil melotot kearah anakku, seketika Aa berlari kearahku.
Pukul 19:00 pun tiba….Trining … terdengar suara dari handphoneku tanda pesan masuk. [Lihatlah keluar gerbang rumahmu Nona, saya berada di mobil hitam menunggumu, tidak perlu takut, kamu boleh membawa Ayahmu jika khawatir aku culik]Apa-apaan ini, aku diamkan saja. 10 menit15 menit, bahkan sampai 30 menit. [Saya masih menunggu, berharap Nona mau menemui]Diam terus di kamar aku pun, gelisah. "Pak itu di luar mobil siapa ya, kok parkir depan rumah kita?" tanya Mamah kepada Bapak. "Kurang tahu, Mah. Mungkin saja tamu tetangga kita."Aku yang mendengar obrolan mereka pun akhirnya penasaran dan keluar gerbang untuk melihat, benar saja tak lama kaca mobil di buka dan seorang laki-laki melambaikan tangannya. _______Entah apa yang merasukiku saat itu aku bertengkar hebat dengan Mamah hanya karena lagi-lagi Mamah membicarakanku dengan paratetangga, aku tak terima ketika Mamah bilang kalau Aa anakku anak setan, yah, maksud setan di sini Mamah mengatai Kang Andi. Soal Mamah menghinaku,
Kini aku kembali….Uang memang bukan segalanya, tapi segalanya bisa beres dengan uang, dengan apa yang aku miliki saat ini semua urusan terasa begitu mudah. "Bagaimana, apa saya bisa mendapatkan rumah itu?" tanyaku kepada seorang pengacara kenalanku."Tentu saja Nona Evita semua bisa saya urus dan anda tinggal mentransfer uangnya.""Baiklah, anda atur semuanya."Aku tersenyum puas, kujelajahi kembali akun media sosial untuk mencari informasi tentang Kang Andi. Lalu kuhubungi orang-orang yang dulu menjadi teman komunitasnya, aku pikir setelah bercerai denganku Kang Andi akan menikah dengan Ara, tapi nyatanya ia malah memilih gadis asal Bandung, aku jadi semakin penasaran setelah tahu info dari temannya. Rumah mewah di kawasan Bandung kini sudah aku miliki, aku pun mencari empat pegawai untuk bekerja di rumahku, untuk menggaji mereka tentu aku mampu. Dengan uang yang aku miliki aku pun memutarnya untuk berbisnis pakaian, tas dan barang-barang lainnya aku jual lewat online. Aku memil
"Apa yang kalian lakukan?" tanya Istri Kang Andi. "Dita! bisa aku jelaskan, tadi Evita hampir jatuh," ujar Kang Andi. "Oh, iya. Tanahnya memang licin di tambah si Tetehnya pake sepatu tinggi kaya artis," ujar wanita itu seraya tersenyum, sepertinya ia percaya saja dan tidak mempermasalahkannya, ataukah istri Kang Andi memang sepolos itu, baguslah sepertinya aku bisa merebut Kang Andi kembali. "Bunda, aku senang main dengan Kinara, nanti aku boleh main lagi ke sini, ya.""Tentu saja boleh, Aa," ujar wanita itu masih bersikap ramahramah sebelum aku menjawabnya. "Baiklah, Kang, Dita, aku pamit dulu, Aa sayang salim sama Ayah," Aa pun mencium tangan Kang Andi. "Salim juga dong sama Umi Dita," ujar Kang Andi, anakku pun menurutinya. Sebelum pergi kembali kutatap Kang Andi, kulirik sekilas istrinya sepertinya dia menahan cemburu hanya saja dia pura-pura menyembunyikan perasaannya. ______Esoknya aku kembali dengan wajah yang lebih ramah, aku harus bisa masuk ke kehidupan mereka denga
Sesampainya di rumah, Aa tertidur pulas di mobil, Lagi-lagi Kang Andi menggendongnya. "Vi, biar aku yang gendong Aa, kamu tunjukan saja di mana kamarnya,""Baik, Kang."Setelah Aa di tidurkan aku mengantar Kang Andi ke depan. "Kang, tidak ngopi dulu?""Tidak, terimakasih. Aku takut Dita khawatir karena menungguku.""Oh, iya. terimakasih ya, Kang. Untuk hari ini, sepertinya Aa sangat Happy. Kamu ingat tidak, Kang. dulu kita merayakan ulang tahun Aa yang pertama saat di Bogor."Kulihat Kang Andi nampak diam lalu menarik nafas. "Vi, maafkan aku atas masalalu kita," ucap dia akhirnya. "Andai saja, kita masih bersama, Kang." Kang Andi tidak berucap apa-apa tapi sorot matanya menginginkan hal yang sama. "Vi, aku pulang dulu, ya."Aku pun mengantar ia ke depan, aku yakin kalau Kang Andi masih mencintaiku, yang aku heran, mengapa Kang Andi bisa menikahi wanita itu, aku tahu bagaimana selera Kang Andi, sedang Dita jauh sekali. Terkadang jika mengingat saat-saat dia menyia-nyiakan kami,
"Hallo, iya, Kang ada apa? Aku sudah selesai, kok.""Aku jemput kamu, ya?""Jemput? Kenapa harus di jemput aku bawa mobil, kok.""Hmm itu.""Hallo ada apa Kang?""Kamu tenang ya, Vi. Tolong segera kamu datang ke Rumah Sakit Bhakti ya, Vi.""Ada apa? Kang, mengapa aku harus ke sana?"Tuuuut… Sial malah mati, aku terus mencoba menghubungi Kang Andi, tetapi Kang Andi tidak mengangkat telponku, perasaanku jadi tak enak mengingat Aa. Aku pun bergegas pergi ke rumah sakit yang di maksud. Sesampainya di sana, di parkiran sudah ada Kang Andi. "Vi, ayo ikut Akang.""Ke mana? Ada apa, Kang! Kenapa bajumu banyak darah?"Kang Andi masih diam sampai aku menarik tangannya "Jawab aku, Kang! Ada apa?""Aa, Vi.""Aa kenapa?""Aa jatoh saat main di halaman.""Jatoh bagaimana maksudmu, Kang! Aku kan titip dia cuma sebentar!"Aku pun bergegas berlari, " di mana dia, katakan di mana?"Saat aku berjalan di depan ruang perawatan, kulihat baju Dita berlumuran darah sedang menggendong anaknya. Aku pun mend