Briella selalu punya cara untuk memadamkan amarah Valerio, membuat Valerio tidak bisa melakukan sesuatu kepada wanita itu.Mana mungkin Valerio tega membiarkan Briella melihatnya pergi ke kamar dengan wanita lain? Sementara wanita ini, bagaimana mungkin dia bisa membiarkan Valerio berbagi kamar dengan wanita lain?Apa Briella tidak merasa cemburu sedikit pun?Valerio tidak rela. Briella makin tidak peduli, yang malah membuat Valerio ingin menguak kebenaran dalam diri wanita itu. Seperti merobek pakaian yang menutupi pinggul Briella, Valerio ingin merobek penampilan palsu Briella hingga berkeping-keping, lalu mengoyaknya dan mengeluarkan hatinya. Valerio ingin melihat apa yang tersembunyi di dalam hati yang membuat takjub semua orang ini, sampai bisa membuat seorang Valerio tidak tenang, sampai membuat seorang Valerio memiliki emosi yang seharusnya hanya dimiliki oleh pria normal."Kamu keluar. Mulai hari ini, kamu nggak boleh masuk kamar ini tanpa izin dariku."Valerio menatap Davira,
"Silakan pergi dari kamarku." Ujung jari Briella menunjuk ke arah pintu kamar. Sikap keras kepala yang terlihat jelas di wajahnya begitu putus asa dan dingin, seperti bongkahan es di dalam lemari pendingin. Apa pun yang terjadi, dia akan tetap menjaga harga dirinya, tidak akan menerima perlakukan buruk dan penghinaan orang lain kepadanya.Pandangan Valerio mengikuti arah jari Briella dan alisnya berkerut makin dalam.Wanita ini menganggapnya sedang berakting?Bagian mana dari dirinya yang terlihat seperti berpura-pura? Jelas sekali kalau wanita ini hanya ingin melarikan diri dari situasi ini. Dalam hal kemampuan akting, kalau Briella menganggap dirinya jadi nomor dua, tidak ada siapa pun yang berani mengklaim posisi pertama!"Kamu wanita berhati kejam!"Valerio menggertakkan gigi, menatap sosok Briella yang berdiri tak jauh darinya. Sepertinya kata itu dia lontarkan dengan penuh kemarahan.Jika bukan karena ada orang lain di tempat ini, Valerio akan membuat Briella tahu apa yang akan t
"Briella bukan wanita gila dan sangat menghargai makanan. Dia nggak pernah membuang sisa makanan tanpa sebab. Kalaupun ada jamuan makan di luar, dia biasanya akan membungkus sisanya dan dibawa pulang. Dia itu wanita pelit dan nggak akan buang-buang makanan seperti yang kamu bilang. Aku nggak percaya."Kata-kata Valerio diucapkan berdasarkan penilaiannya terhadap Briella selama ini. Mungkin sedikit menyindir Briella, tetapi masih saja tetap membelanya. Ini merupakan sanggahan mutlak untuk tuduhan yang dilontarkan Davira."Jadi kamu nggak percaya kalau Briella membuang sup yang aku kasih?"Mata Davira tiba-tiba basah dan air mata langsung terjatuh saat dia mengedipkan matanya.Barusan Briella memang membuang sup yang Davira buat sendiri. Meskipun dia memasukkan obat penggugur kandungan ke dalam sup itu, tetapi tidak bisa dipungkiri kalau Briella tidak sesederhana dan sesuci yang dikatakan Valerio."Kalau begitu, kita tanya saja sama Briella sebagai pembuktian, apa dia membuang sup yang a
Valerio menatap punggung Davira. Bibir tipisnya sedikit mengerucut dan dalam hati dia merasa sedikit kasihan kepada Davira. Manusia bukanlah batang pohon yang tidak punya perasaan. Bagaimanapun, Davira pernah menyelamatkannya. Perlakuannya kepada Davira hari ini memang sedikit berlebihan.Hanya saja, hanya Briella yang ada di dalam hatinya. Bagaimana dia bisa menerima wanita lain? Yang bisa dia berikan kepada Davira hanyalah kompensasi materi yang lebih banyak ....Pria itu melirik pintu kamar Briella yang tertutup. Dia merasa tidak berdaya sekaligus marah, ingin menerobos masuk dan berdebat dengan wanita itu. Namun, dia tahu dengan jelas Briella wanita seperti apa. Dia tidak akan mendengarkan penjelasan apa pun yang dikatakan Valerio. Lebih baik menenangkan diri masing-masing dan membicarakannya lagi setelah mereka tenang.Briella keluar dari kamar mandi setelah selesai membersihkan diri. Dia teringat Zayden yang berada di rumah Gita, jadi mengeluarkan ponselnya untuk melakukan panggi
Setelah mengakhiri panggilan video dengan Zayden, Briella juga mulai mengantuk. Dia meletakkan ponselnya dan memejamkan matanya.Keesokan paginya.Briella terbangun karena mendapat telepon dari Nathan. Nathan mengajaknya sarapan, sekaligus membicarakan masalah pekerjaan.Awalnya Briella tidak ingin menemuinya. Mereka sudah sepakat untuk mempertimbangkan masalah anak dalam waktu satu minggu ini. Tapi, perkelahian kemarin serta keraguan di dalam hatinya membuat Briella memutuskan untuk tidak membiarkan Nathan terlibat dalam masalahnya lagi.Namun, Briella tidak bisa menolak bujukan Nathan yang mengaitkan bantuan yang telah dia berikan kepada ibu Briella. Jadi, Briella tidak punya pilihan lain selain menerima ajakan Nathan.Dia mandi dan memilih gaun berwarna merah muda, lalu mengoleskan bedak ke wajahnya. Dibandingkan kemarin, penampilan Briella hari ini terlihat lebih segar.Briella berjalan menuruni tangga. Di ruang makan, terlihat Valerio dan Davira duduk berseberangan, tengah menikma
"Melakukan tes seperti itu berbahaya bagi janin. Aku nggak akan pernah melakukannya."Briella mengatur nafasnya, lalu berjalan melewati Valerio dan melangkah keluar."Terus kenapa?" Valerio mengikutinya, kembali menghentikan langkah Briella. "Bukannya kamu akan tetap menggugurkan bayinya? Kenapa sekarang jadi khawatir kalau tes semacam itu bisa membahayakan janin? Kamu nggak ngerasa kalau perkataanmu saling bertentangan?""Sebelum aku menggugurkan bayi ini, kenapa aku nggak boleh melindunginya?"Briella merasa sangat lelah, merasa tidak bisa menang beradu argumen dengan pria ini.Apa yang harus Briella lakukan agar Valerio tahu kalau dia tidak ingin membahas masalah anak dengannya? Dia tidak ingin terus berdebat dengan Valerio.Seorang wanita yang menjadi simpanan selama lima tahun, hak apa yang Briella miliki untuk melahirkan anaknya ke dunia ini? Kalaupun Valerio punya maksud seperti itu, bukankah keluarga Valerio akan menghentikannya? Briella tahu benar kelahiran anak ini tidak akan
Sesaat, Rony terlihat ragu-ragu, tetapi akhirnya dia mendengarkan apa yang dikatakan Briella dan menurutinya."Kalau begitu aku akan pulang ke rumah. Kalau sudah mau dijemput, hubungi aku kapan pun.""Ya."Setelah melihat Rony pergi, Briella menoleh dan melihat restoran yang menjual sarapan di belakangnya. Dari jendela tembus pandang yang membentang dari lantai ke langit-langit, dia bisa melihat Nathan duduk di kursi dekat jendela. Pria itu mengenakan kacamata hitam dan tersenyum ke arah Briella sambil mengangkat kopi di tangan.Nathan menjentikkan satu jari ke arah Briella, dia terlihat santai seperti biasanya.Briella masih sedikit ketakutan saat teringat perkelahian Nathan dan Valerio semalam. Kalau pistol itu diarahkan langsung ke jantung Nathan, tempat pertemuan mereka pagi ini pasti bukan di tempat sarapan, tetapi di tempat pemakaman.Briella meremas tali tasnya dan berjalan ke restoran, lalu duduk di seberang Nathan."Bagaimana keadaanmu?"Briella bertanya dengan nada datar samb
"Apa perkataanku masih belum jelas?" Nathan sedikit membungkuk dan menangkupkan wajah Briella dengan kedua tangannya, memaksa Briella untuk menatapnya. Lalu, dia berkata dengan penuh penegasan, "Aku cuma mau anak yang ada di perutmu, nggak dengan yang lain."Briella terdiam sejenak, dia yakin kalau masalah ini tidak sesederhana yang dikatakan Nathan. Sepertinya ini ada hubungannya dengan masa lalu Nathan dan Valerio. Karena itu pula, Briella makin meyakinkan dirinya untuk tidak menjanjikan apa pun dengan sembarangan."Makan dulu saja, aku lapar." Briella menepis tangan Nathan dan kembali menunduk untuk melihat buku menu. Dia memesan beberapa makanan kesukaannya dan menyerahkan menunya kepada Nathan "Ini, pesanlah apa pun yang kamu mau."Itulah akhir dari percakapan antara keduanya tentang masalah anak. Mereka pun sarapan dalam keheningan. Tentu saja, sarapan dengan harga mahal ini tetap dibayar oleh Nathan."Mau temani aku jemput Zayden? Aku ingin bawa dia ke taman bermain hari ini." S