"Lala, kamu bikin orang khawatir saja."Keesokan paginya, Zayden diantar pulang oleh Gita. Begitu masuk ke dalam rumah, dia melihat Briella tengah tertidur di sofa.Zayden berdiri di dekat sofa. Melihat luka di dahi Briella, alisnya berkerut dan ekspresinya menjadi suram.Kalau di rumah ini ada pria dewasa, ibunya pasti tidak perlu bekerja sekeras ini.Zayden menghela napas dalam dan duduk di dekat sofa, mulai tenggelam dalam pikirannya.Pria yang muncul di saluran keuangan tadi malam cukup lumayan ....Pikiran Zayden teringat kembali akan wajah tampan pria itu.Semalam dia mencari tahu tentang identitas pria yang dia lihat semalam. Pria itu adalah presdir Perusahaan Regulus, yang juga atasan ibunya. Mungkinkah ibunya mengandung anak atasan itu, jadi tidak berani memberitahukan hal itu kepada orang lain dan memilih untuk melahirkannya secara diam-diam?"Sayang, kamu sudah pulang?"Briella langsung melihat putranya begitu membuka mata. Karena suasana hatinya sedang bagus, Briella pun la
"Hei, Bu Davira sudah di dalam selama satu jam. Tirai di ruangan juga ditutup rapat. Coba tebak, apa yang mereka lakukan di dalam sana."Briella berjalan melewati kerumunan orang dan duduk kembali di meja kerjanya. Dia punya banyak hal yang harus dilakukan, jadi tidak punya energi untuk mengurusi hal lain.Begitu duduk di kursinya, telepon di meja kerjanya terus berdering, yang semuanya datang dari Valerio."Bu Briella, bawakan segelas susu panas.""Bu Briella, suhu ruangan terlalu panas, turunkan suhu AC-nya.""Bu Briella, minta petugas kebersihan membereskan ruang istirahat."Kedatangan Davira menambah beban kerja Briella. Namun, dia menyanggupi semua perintah tersebut.Setelah mengurus ini dan itu, tiba waktunya bagi Briella untuk pergi ke ruang rapat dan menemui klien.Keributan terjadi di kantor saat petugas kebersihan membawa troli pembersih."Luar biasa. Apa yang mereka lakukan di ruang istirahat sampai harus dibersihkan!"Briella berjalan cepat dengan membawa dokumen di tangann
Zayden menatap mereka semua dalam diam. Dia sama sekali tidak panik, ekspresinya terlihat sangat tenang.Mereka semua adalah rekan kerja ibunya. Dia harus pergi diam-diam secepat mungkin agar tidak membuat masalah untuk ibunya.Beberapa rekan kerja wanita melihat ekspresi tenang di wajah kecilnya yang tampan, lalu berjongkok untuk menggodanya."Hei, ganteng. Kamu ganteng sekali. Sini, biar Tante peluk sebentar."Rekan kerja lain mencibir, "Dasar cabul. Anak kecil saja masih diincar.""Ini waktu kerja, apa yang kalian lakukan di sini?"Suara tegas tiba-tiba terdengar dan kerumunan orang yang mengagumi kegemasan Zayden langsung kembali ke meja kerja mereka.Setelah duduk, barulah mereka tahu siapa orang yang menegur mereka.Dia adalah Davira, kepala bagian keuangan baru di perusahaan.Bukankah dia bekerja di bagian keuangan, kenapa terus menerus datang ke kantor presdir? Membuat orang tidak nyaman saja.Semua orang saling memandang. Meski mereka tidak senang, tetapi tetap saja tidak ada
"Bagaimana kamu bisa masuk ke sini?"Perusahaan Regulus memiliki salah satu sistem kontrol akses dan keamanan tercanggih di dunia. Mustahil orang luar bisa keluar masuk sesuka hati.Zayden duduk di seberang Valerio dan menirukan gerakannya. Tindakannya membuatnya makin terlihat mirip dengan Valerio."Aku masuk dengan orang lain.""Nggak mungkin."Mata Zayden berkilat dengan licik. "Petugas keamanan yang mengizinkanku masuk."Valerio bersandar dengan malas pada sandaran kursi. Dia bersedekap dan menjawab dengan sikap santai."Nak, kalau kamu masih nggak mau jujur, aku akan mengajarkanmu apa yang dinamakan kejujuran."Zayden terkejut dan mengangkat kedua tangannya tanda menyerah."Sangat mudah. Nggak ada petugas keamanan yang jaga di pintu sisi samping gedung. Aku hanya membuka kunci kombinasinya."Keterkejutan melintas di pelupuk mata Valerio saat mendengar jawaban anak ini.Kunci kombinasi yang dibicarakan anak ini adalah teknologi tinggi yang dikembangkan oleh pusat penelitian dan pen
Setelah berdiri sebentar di depan pintu masuk perusahaan, Briella menyimpan kembali kenangan masa lalunya dan kembali ke perusahaan.Begitu kembali ke meja kerjanya, rekan kerja di samping menarik kursi di dekatnya dan mulai menggerutu."Bu Briella, kamu nggak lihat kalau hari ini Davira bersikap sangat menyebalkan. Dia nggak bekerja dan cuma bisa pamer."Briella melihat sekeliling dan berbicara pelan mengingatkan rekan kerjanya, "Jangan bicara begitu. Bu Davira baru kembali dari kuliah di luar negeri. Mungkin belum beradaptasi dengan lingkungan baru."Rekannya menimpali kesal, "Hah, pada akhirnya dia akan menjadi istrinya Pak Valerio! Aku nggak bisa berkata-kata lagi."Briella tersenyum tenang dan menepuk pundak rekannya."Pak Valerio memintaku ke ruangannya. Kalian lanjutkan pekerjaan kalian."Briella mengeluarkan salep dari laci dan melangkahkan kakinya yang mengenakan sepatu hak setinggi lima sentimeter masuk ke ruang presdir.Pria itu sedang bekerja, matanya tertuju pada layar kom
Valerio menyipitkan matanya, memberikan aura dingin yang di bawah matanya. "Selama ini ada yang kamu sembunyikan dariku?"Briella menggigit bibirnya dan menjawab dengan tenang, "Ada."Valerio memegang dagu Briella dengan kencang. Dia baru melepaskannya setelah Briella meringis kesakitan.Valerio mengeluarkan tisu basah dan berulang kali menyeka kedua ujung jarinya yang barusan menyentuh Briella. Sikap dan gerakannya menunjukkan rasa jijik yang sangat kentara, seakan-akan dia telah menyentuh sesuatu yang kotor.Pria itu mencibir, "Pantas saja ...."Briella bingung. Pantas saja apa?"Keluar!"Kemarahan Valerio yang tiba-tiba membuat Briella merasa aneh.Pria itu memanggilnya bukan membahas masalah semalam tentang memberinya Galapagos, tetapi malah menggunakan liontin giok untuk mengalihkan pembicaraan.Pria ini tidak sedang mencoba mengingkari janjinya, bukan?"Pak Valerio, jangan lupa obatnya dipakai."Briella sudah membuka pintu dan akan pergi, tetapi suara Valerio kembali terdengar."
Briella mengetuk pintu kantor Davira.Davira berdiri di sana, dia melihat Briella dari ujung kepala sampai ujung kaki lalu ke wajahnya."Sudah berapa lama kamu kerja sama Valerio?""Lima tahun."Davira melirik Briella sekilas, sikapnya menunjukkan keangkuhan.Valerio dikelilingi oleh orang yang setia dan bisa dipercaya. Lima tahun bukan apa-apa. Namun, masalahnya terletak pada Briella yang seorang wanita."Rio sangat menghargai kemampuan kerjamu. Dia bilang kamu bisa beradaptasi dalam segala situasi. Kamu bekerja dengan cekatan dan menyeluruh seperti seorang wanita, tapi kamu juga bekerja dengan tegas dan cepat layaknya pria."Saat itu, Davira merasakan ancaman besar saat mendengar Valerio mengatakan Briella adalah orang yang seperti itu. Namun, saat melihat Briella secara langsung, dia malah merasa lega.Briella hanyalah seorang pengganti.Briella agak terkejut. Selama ini, dia selalu berpikir kalau Valerio menganggapnya sebagai barang."Tapi, kalau dilihat dari sumber daya manusia se
"Apa ... apa ibuku akan ...."Pria itu memotong sebelum Briella menyelesaikan perkataannya."Semuanya pasti akan baik-baik saja." Mendengar suara isak tangis Briella yang gemetar, pria di ujung telepon berbicara lagi, "Lala, jangan takut. Ada aku di sini."Briella melangkah masuk ke dalam lift, merasa sedikit lebih lega. "Nathan, terima kasih.""Nggak masalah. Pelan-pelan saja dan hati-hati di jalan.""Ya."Setelah menutup telepon, Briella baru menyadari selain dirinya, ternyata ada sepasang pria dan wanita di dalam lift.Orang itu adalah Valerio dan Davira.Briella mencoba menenangkan perasaannya dan menyapa kedua orang itu, "Pak Valerio, Bu Davira."Wajah Valerio terlihat dingin, tatapannya tertuju pada wajah kecil Briella yang pucat. Pria itu bisa melihat jejak air mata di sudut mata Briella.Valerio mengerutkan kening dan ingin mengatakan sesuatu, tetapi Davira tiba-tiba menggandeng lengannya.Dia tersenyum dan bertanya pada Briella, "Apa yang kamu telepon barusan itu pacarmu?"Bri