Gurat tidak percaya muncul di wajah Valerio dan Adrian dalam sekejap. Mereka terpukau oleh wanita di depan mereka.Bahkan setelah Briella menyelesaikan penampilannya, semua orang masih terguncang oleh suara vokalnya yang sangat memanjakan telinga.Briella berdiri dan berjalan menghampiri Ditha. "Nona Ditha, terima kasih."Ditha kesal dan mendengus dingin, "Seharusnya kamu berterima kasih padaku dengan benar. Kalau nggak, kamu nggak akan punya kesempatan buat unjuk gigi hari ini."Briella mengangkat bahu dengan acuh. "Hari ini adalah pertama kalinya aku bermain piano dan bernyanyi di depan banyak orang. Untungnya penampilanku nggak memalukan."Awalnya Briella takut kalau penampikannya akan memalukan. Bohong kalau dia bilang tidak gugup. Untung saja dia memang sudah menyiapkannya, jadi tidak berakhir memalukan saat dipojokkan oleh Ditha.Pria yang barusan menyemangati Ditha pun tiba-tiba menghampiri Briella dan menawarkan kartu namanya."Nona Renata, ini kartu namaku. Apa kamu ada waktu
Ditha meringkuk ketakutan dan merengek kepada Rendra, "Kakak, adikmu diganggu! Tolong!"Rendra menarik Ditha dan menahannya di belakangnya, lalu bertanya pada Valerio, "Valerio, kenapa kamu begini sama adikku!"Valerio mengabaikan kakak beradik itu dan menoleh ke arah Briella. "Kamu nggak ada urusan di sini. Keluar."Davira menghalangi pintu ruangan VIP. "Dia nggak boleh pergi! Dia yang harus disalahkan atas kejadian malam ini, jadi nggak boleh pergi!"Valerio memperingatkan, "Davira, ini masalah kita berdua, jangan membuat keributan yang nggak perlu."Davira menjadi emosi dan berteriak histeris, "Ya. Aku cuma ingin semua orang tahu kalau Renata itu wanita simpanan. Kamu sangat bersikeras buat bercerai karena dia, karena dia mirip dengan Briella. Karena itulah kamu meninggalkan istri dan anak-anakmu, mengkhianatiku!"Seketika, semua orang langsung terdiam.Semua orang tahu kalau Briella adalah mantan sekretaris Valerio, yang dipertahankan Valerio selama beberapa tahun. Briella meningga
Briella sedikit menjauh dan mengeluarkan ponselnya untuk menghubungi Klinton, menyuruhnya untuk menjemput Davira.Suasana di dalam ruangan cukup sunyi. Mereka yang tidak punya kepentingan pun pergi dengan sadar diri. Tidak lama kemudian, Klinton pun datang.Davira kelelahan karena menangis, sampai tertidur di sofa. Klinton menggendong Davira dan berkata pada Briella, "Ikut denganku."Valerio mengangkat tangannya dan menghentikan Briella. "Ada yang ingin aku katakan padanya malam ini."Klinton merasa tidak tenang, jadi dia bertanya kepada Briella, "Kamu ikut denganku atau tetap mau di sini."Briella ragu-ragu, tetapi dia memilih mengikuti kata hatinya. "Klinton, aku di sini dulu."Klinton menimpali kesal, "Sudah seperti ini, apa lagi yang harus kalian bicarakan?""Tenang saja, jangan terpancing." Adrian menepuk pundak Klinton. "Dia mau di sini dulu, kenapa kamu banyak omong sekali. Ayo pergi. Aku akan antar kalian pulang."Hanya Valerio dan Briella yang tersisa di dalam ruangan. Wajah p
Briella mengatakan semua ini dalam satu helaan napas panjang.Dia sengaja mengatakan hal ini kepada Valerio untuk membuatnya frustrasi.Jangan berpikir kalau hanya karena Valerio sudah berhasil melakukan hal itu dengan Briella di atas ranjang, dia bisa melakukan apa pun yang dia inginkan kepada Briella.Tatapan Valerio berubah dingin. Malam ini dia minum cukup banyak. Briella berjalan di sampingnya selama beberapa saat membuatnya merasa kalau ini tidak nyata, seperti mimpi.Dia tidak ingin berbicara karena takut mengganggu ilusi dan mimpi ini.Briella melirik sekilas ke arah pria itu, melihat batang hidungnya yang tinggi dan bibir tipisnya yang seksi. Lampu-lampu jalan yang menyinari wajahnya membuat parasnya terlihat jauh lebih memesona.Pria ini benar-benar tampan.Keduanya terus berjalan dalam diam. Briella melihat ke pinggir jalan, mencoba mencari taksi. Namun, angin malam terasa makin kencang, membuat langkah mereka terasa berat. Briella kedinginan, sampai tubuhnya menggigil.Vale
Valerio menarik kerah kemejanya, matanya melirik ke bawah tubuh Briella dan tertuju pada kaki kecilnya yang putih.Dia melepas kemejanya dan merangkul pinggang Briella, sambil mendorongnya ke arah kamar tidur."Mandi bareng.""Siapa yang mau mandi sama kamu!" Karena kesal, Briella melepaskan diri dari pelukan pria itu. "Pak Valerio, tolong jaga batasanmu.""Jaga batasanku?" Alis Valerio berkerut ambigu. "Saat belum dapat proyek ini, kenapa kamu nggak bilang padaku buat jaga batasan? Apa kamu ingin membuangku setelah mendapatkan apa yang kamu inginkan?"Briella menelan ludah dengan susah payah. Apa yang dikatakan Valerio memang benar. Dia sudah berhasil mendapatkan proyek, jadi terlalu malas untuk melayani Valerio.Valerio bisa membaca pikiran Briella dan mengusapkan telapak tangannya ke wajah Briella yang memerah."Biar kuberitahu Briella. Aku bukan orang yang baik, kamu seharusnya sudah tahu aturan mainnya sejak kamu membuat perhitungan denganku. Kamu sudah masuk dalam perangkapku. Ka
"Sudah kenyang?" Pria itu bertanya pada Briella sambil menyeka rambutnya, berdiri di samping Briella."Sudah." Briella menuangkan segelas anggur merah untuk dirinya sendiri dan menyeruputnya perlahan-lahan. Gerakannya terlihat sangat santai.Valerio menunjukkan senyum tipis, lalu menjatuhkan handuk mandi di tangannya ke sofa. Dia pun duduk berhadapan dengan Briella.Postur tubuh pria itu terkesan santai dan malas, menggoyangkan anggur merah di gelas, menatap Briella dengan tatapan datar.Dia menikmati perasaan di mana wanita itu duduk dengan patuh dan menikmati makanannya, tidak berdebat dengannya atau berbicara kepadanya dengan nada memberontak.Briella mengeluarkan tisu dan menyeka sisa makanan di sudut bibirnya, sambil mengangkat matanya untuk menatap mata pria itu."Malam ini kamu minum banyak, apa itu karena Davira mengkhianatimu, jadi kamu ingin menggunakan minuman untuk meredam kesedihanmu?"Valerio menyesap anggurnya, terselip sebuah senyuman di dalam matanya. "Bukannya kamu ng
"Rasa hormat adalah sesuatu yang kamu miliki, bukan sesuatu yang diberikan orang lain kepadamu." Suara Valerio sedingin es, tidak menunjukkan emosi apa pun. "Selain itu, aku nggak sejahat yang kamu kira."Briella merasa seperti ada sepanci air dingin yang disiramkan ke tubuhnya. Setelah semua yang dia katakan, apa yang dia dapatkan selain dianggap lemah?Dia menghela napas dalam, mencoba menenangkan diri. "Nggak ada untungnya bicara panjang lebar. Yang ingin aku katakan adalah, kita sudah melalui banyak hal yang nggak mengenakkan di masa lalu. Aku harap Pak Valerio tidak akan menyebutkan tentang masa lalu lagi. Aku juga berharap kita nggak akan saling menghubungi lagi setelah proyek taman bermain selesai. Tidak saling mengganggu dan hidup rukun adalah pilihan terbaik yang kita miliki."Valerio terdiam, tangannya menangkupkan segelas anggur merah dengan kuat."Ya. Setelah hari ini, aku nggak akan mengganggumu dengan masa lalu lagi. Setelah proyek selesai, kita nggak akan punya kesempata
Erna menjawab tidak senang, "Apa yang salah dengan ucapanku? Aku yang membesarkanmu selama bertahun-tahun. Setelah kamu berhasil, apa aku harus menjaga perasaanmu saat akan mengatakan sesuatu?""Nggak perlu sampai seperti itu. Aku cuma ingin bicara baik-baik denganmu." Briella masih bersabar. "Justru karena kamu sudah membesarkanku, aku membawamu ke mari agar kamu bisa menjalani masa tua yang damai dan tanpa beban.""Kalau kamu benar-benar berbakti padaku, bawa aku pulang buat tinggal bersamamu. Aku bisa membantumu memasak dan mengerjakan pekerjaan rumah. Aku hidup dalam penderitaan. Aku membesarkanmu saat aku masih muda, bahkan sampai dipukuli oleh ayahku karena memutuskan buat membesarkanmu. Sekarang aku sudah tua, tapi masih harus mengkhawatirkan masalahmu. Jangan salahkan aku karena bicaraku nggak enak didengar. Kalau kamu nggak mau tinggal bersamaku, lebih baik kamu cepat menikah. Setelah kamu menikah, aku kembali ke kampung pun nggak akan menanggung rasa malu."Erna terus mengoce