Briella mengatakan semua ini dalam satu helaan napas panjang.Dia sengaja mengatakan hal ini kepada Valerio untuk membuatnya frustrasi.Jangan berpikir kalau hanya karena Valerio sudah berhasil melakukan hal itu dengan Briella di atas ranjang, dia bisa melakukan apa pun yang dia inginkan kepada Briella.Tatapan Valerio berubah dingin. Malam ini dia minum cukup banyak. Briella berjalan di sampingnya selama beberapa saat membuatnya merasa kalau ini tidak nyata, seperti mimpi.Dia tidak ingin berbicara karena takut mengganggu ilusi dan mimpi ini.Briella melirik sekilas ke arah pria itu, melihat batang hidungnya yang tinggi dan bibir tipisnya yang seksi. Lampu-lampu jalan yang menyinari wajahnya membuat parasnya terlihat jauh lebih memesona.Pria ini benar-benar tampan.Keduanya terus berjalan dalam diam. Briella melihat ke pinggir jalan, mencoba mencari taksi. Namun, angin malam terasa makin kencang, membuat langkah mereka terasa berat. Briella kedinginan, sampai tubuhnya menggigil.Vale
Valerio menarik kerah kemejanya, matanya melirik ke bawah tubuh Briella dan tertuju pada kaki kecilnya yang putih.Dia melepas kemejanya dan merangkul pinggang Briella, sambil mendorongnya ke arah kamar tidur."Mandi bareng.""Siapa yang mau mandi sama kamu!" Karena kesal, Briella melepaskan diri dari pelukan pria itu. "Pak Valerio, tolong jaga batasanmu.""Jaga batasanku?" Alis Valerio berkerut ambigu. "Saat belum dapat proyek ini, kenapa kamu nggak bilang padaku buat jaga batasan? Apa kamu ingin membuangku setelah mendapatkan apa yang kamu inginkan?"Briella menelan ludah dengan susah payah. Apa yang dikatakan Valerio memang benar. Dia sudah berhasil mendapatkan proyek, jadi terlalu malas untuk melayani Valerio.Valerio bisa membaca pikiran Briella dan mengusapkan telapak tangannya ke wajah Briella yang memerah."Biar kuberitahu Briella. Aku bukan orang yang baik, kamu seharusnya sudah tahu aturan mainnya sejak kamu membuat perhitungan denganku. Kamu sudah masuk dalam perangkapku. Ka
"Sudah kenyang?" Pria itu bertanya pada Briella sambil menyeka rambutnya, berdiri di samping Briella."Sudah." Briella menuangkan segelas anggur merah untuk dirinya sendiri dan menyeruputnya perlahan-lahan. Gerakannya terlihat sangat santai.Valerio menunjukkan senyum tipis, lalu menjatuhkan handuk mandi di tangannya ke sofa. Dia pun duduk berhadapan dengan Briella.Postur tubuh pria itu terkesan santai dan malas, menggoyangkan anggur merah di gelas, menatap Briella dengan tatapan datar.Dia menikmati perasaan di mana wanita itu duduk dengan patuh dan menikmati makanannya, tidak berdebat dengannya atau berbicara kepadanya dengan nada memberontak.Briella mengeluarkan tisu dan menyeka sisa makanan di sudut bibirnya, sambil mengangkat matanya untuk menatap mata pria itu."Malam ini kamu minum banyak, apa itu karena Davira mengkhianatimu, jadi kamu ingin menggunakan minuman untuk meredam kesedihanmu?"Valerio menyesap anggurnya, terselip sebuah senyuman di dalam matanya. "Bukannya kamu ng
"Rasa hormat adalah sesuatu yang kamu miliki, bukan sesuatu yang diberikan orang lain kepadamu." Suara Valerio sedingin es, tidak menunjukkan emosi apa pun. "Selain itu, aku nggak sejahat yang kamu kira."Briella merasa seperti ada sepanci air dingin yang disiramkan ke tubuhnya. Setelah semua yang dia katakan, apa yang dia dapatkan selain dianggap lemah?Dia menghela napas dalam, mencoba menenangkan diri. "Nggak ada untungnya bicara panjang lebar. Yang ingin aku katakan adalah, kita sudah melalui banyak hal yang nggak mengenakkan di masa lalu. Aku harap Pak Valerio tidak akan menyebutkan tentang masa lalu lagi. Aku juga berharap kita nggak akan saling menghubungi lagi setelah proyek taman bermain selesai. Tidak saling mengganggu dan hidup rukun adalah pilihan terbaik yang kita miliki."Valerio terdiam, tangannya menangkupkan segelas anggur merah dengan kuat."Ya. Setelah hari ini, aku nggak akan mengganggumu dengan masa lalu lagi. Setelah proyek selesai, kita nggak akan punya kesempata
Erna menjawab tidak senang, "Apa yang salah dengan ucapanku? Aku yang membesarkanmu selama bertahun-tahun. Setelah kamu berhasil, apa aku harus menjaga perasaanmu saat akan mengatakan sesuatu?""Nggak perlu sampai seperti itu. Aku cuma ingin bicara baik-baik denganmu." Briella masih bersabar. "Justru karena kamu sudah membesarkanku, aku membawamu ke mari agar kamu bisa menjalani masa tua yang damai dan tanpa beban.""Kalau kamu benar-benar berbakti padaku, bawa aku pulang buat tinggal bersamamu. Aku bisa membantumu memasak dan mengerjakan pekerjaan rumah. Aku hidup dalam penderitaan. Aku membesarkanmu saat aku masih muda, bahkan sampai dipukuli oleh ayahku karena memutuskan buat membesarkanmu. Sekarang aku sudah tua, tapi masih harus mengkhawatirkan masalahmu. Jangan salahkan aku karena bicaraku nggak enak didengar. Kalau kamu nggak mau tinggal bersamaku, lebih baik kamu cepat menikah. Setelah kamu menikah, aku kembali ke kampung pun nggak akan menanggung rasa malu."Erna terus mengoce
"Aku merendahkanmu? Aku melakukan ini demi kebaikanmu, bukan mau mencelakaimu! Kalau aku nggak mengambilmu dari hutan, kamu pasti sudah mati.""Aku berterima kasih karena kamu sudah menyelamatkan nyawaku, tapi itu bukan berarti kamu bisa mengekangku secara moral.""Apa katamu? Mengekangmu secara moral? Apa yang aku lakukan sampai kamu bilang aku mengekangmu?""Sudahlah. Ibu nggak akan ngerti.""Ibu nggak mau tahu, kamu harus cepat menikah. Jangan cuma main-main saja karena kamu sudah nggak muda lagi. Aku lihat kalau orang yang bernama Klinton juga cuma mau main-main denganmu. Dia punya banyak uang, jadi nggak kekurangan wanita. Tapi kamu berbeda. Seleramu jangan terlalu tinggi, lebih baik menemukan pria yang bersedia menikah denganmu."Briella tidak tahan mendengar perkataan Erna lebih lama lagi, jadi berniat untuk pergi. Dia akan beranjak, tiba-tiba ada seorang pria masuk.Klinton datang dan membawa banyak sesuatu di tangannya.Briella bertanya bingung, "Kenapa kamu ke mari?""Aku keb
"Jadi, apa kalian sudah sampai pada titik di mana kalian membicarakan tentang pernikahan?" Erna mencoba mencari tahu lagi. "Apa kamu punya kelainan atau sudah pernah menikah beberapa kali? Pak Klinton, aku memang nggak pandai bicara. Maksudku, meskipun kamu punya banyak kekurangan, tapi Briella sangat beruntung bisa menikah denganmu."Briella mengerutkan keningnya pada Erna, merasa kalau sikap Erna sangat keterlaluan.Ibunya ini benar-benar sangat pintar dalam hal menyanjung orang lain dengan merendahkan putrinya sendiri.Klinton menjawab, "Keluargaku menjalankan bisnis turun temurun. Usiaku tiga puluh dua tahun dan belum pernah punya pacar atau menikah. Briella adalah pacar pertamaku. Aku sangat beruntung kalau hubungan kami bisa berhasil.""Pak Klinton, sebenarnya Briella orang yang bermasalah, jadi kamu harus memikirkannya lagi.""Nggak perlu dipikirkan lagi. Aku sudah yakin."Erna menjawab senang, "Kalau memang kamu sudah yakin, kalian harus cepat menikah."Klinton menatap Briella.
"Serahkan saja semuanya padaku. Selama kamu bersedia, nggak ada hal yang sulit. Kamu mau mas kawin apa? Harta benda, dana atau saham yang bisa diuangkan? Atau mau perhiasan emas? Atau kamu mau uangnya saja biar kamu bisa beli sendiri? Mas kawin adalah sesuatu yang nggak boleh kurang dalam pernikahan. Selama kamu menyebutkan apa pun, aku akan menyiapkannya dan nggak akan menundanya barang satu detik pun. Aku sudah menjadi bujangan selama separuh hidupku. Briella, ayo kita akhiri masa lajang yang menyedihkan ini."Mendengar Klinton mengatakan hal ini, hati Briella menjadi hangat. Dia mengesampingkan faktor-faktor rasional yang muncul di akal sehatnya. Ketulusan Klinton benar-benar sulit untuk ditolak."Jangan ragu. Kalau kamu memintaku terus menunggu, kita hanya akan tambah tua. Aku tahu apa yang kamu inginkan, tapi kamu nggak mau menerimanya. Karena itulah kamu merasa kalau semuanya nggak cocok. Kalau aku nggak mendesakmu, kamu nggak akan membuat keputusan. Nggak mau menikah dulu juga n