"Omong kosong. Kamu pikir aku bercanda?""Aku nggak ada waktu main-main denganmu. Pergilah.""Aku akan diam, nggak akan mengganggu pekerjaanmu.""Nggak bisa juga."Zayden menyipitkan matanya, tatapannya menelisik masuk ke dalam ruangan melalui pundak Briella."Kenapa? Ada laki-laki di dalam rumah, jadi aku nggak boleh masuk?""Kamu ini! Apa biasanya cara bicaramu juga seperti ini dengan Papa mu?"Briella kesal, jadi menendang kaki panjang Zayden.Zayden tidak menghindar, hanya tersenyum. "Kalau aku bicara seperti ini sama Papa, aku pasti akan dipukuli sampai kulit mengelupas."Briella menjawab kesal, "Oh, jadi kamu beraninya cuma sama yang lemah?""Jangan bicara di luar, aku mau masuk. Nanti tetangga mengira kalau kamu berantem sama Papa dan meninggalkan anakmu."Briella hanya bisa mengaku kalah dan memberi jalan agar Zayden bisa melangkah masuk.Begitu masuk ke dalam rumah, Zayden langsung mengedarkan pandangannya, menelisik isi rumah. Seketika, dia merasa senang.Rumah ini jauh lebih
Hati Zayden makin sedih, bahkan cahaya di matanya meredup.Papa tidak menyukai Mama, Mama juga tidak menyukai Papa. Namun, sebelumnya mereka berdua telah melalui banyak hal dan hampir berakhir bersama. Mungkinkah tidak ada perasaan khusus di antara mereka?Akan tetapi, kenapa Papa masih diam-diam memperlakukan Mama dengan baik?Apa karena rasa bersalah, jadi dia ingin menebusnya?Ada begitu banyak kebingungan dalam diri Zayden dan rasanya terlalu menyakitkan saat dipikirkan."Kenapa bukan Papa. Apa kamu sebenci itu sama Papa?"Briella terdiam. Bagaimana mungkin dia tidak membenci pria itu?Membencinya karena pria itu tidak ada di sana untuk melindunginya ketika dia terluka. Membencinya karena pria itu lebih memilih menemani wanita lain melahirkan daripada menemaninya yang habis kehilangan anak. Membencinya karena pria itu merayakan satu bulanan anaknya di halaman vila bersama istri dan putrinya ketika mental Briella terpuruk.Bagaimana luka ini bisa dimaafkan? Tidak akan pernah ter maa
Valerio mengerutkan kening dan menatap Zayden dengan tatapan tajam. Seketika, Zayden langsung menahan amarahnya dan menunduk, diam-diam mengakui kesalahannya."Papa, maafkan aku. Aku ...."Perkataan Zayden disela oleh anak kecil yang mengenakan pakaian merah muda dari lantai atas. Queena berhambur ke pelukan Zayden. "Kakak, akhirnya kamu kembali. Queena sudah lama menunggu, lho."Ketika Queena melihat Zayden, dia langsung berubah menjadi gurita, terus menempel kepada Zayden dan tidak mau melepaskannya.Valerio beranjak. "Temani adikmu. Ada pekerjaan yang masih harus aku selesaikan."Setelah mengatakan itu, pria itu langsung pergi ke ruang kerja.Percakapan tidak menyenangkan antara keduanya berakhir di sini tanpa masalah....Mungkin kedatangan Zayden lah yang membuat Briella tidak bisa tidur malam ini.Dia mengalami mimpi buruk sepanjang malam. Dalam benaknya, muncul banyak potongan kejadian. Briella menggendong seorang anak kecil dan berdiri di tepi laut. Dia tengah menunggu seseoran
Suasana di dalam ruang karaoke cukup terang karena dihiasi lampu warna warni. Semua orang sibuk bernyanyi dan bersenang-senang, menimbulkan pemandangan yang cukup ramah. Valerio duduk menyendiri, memancarkan aura dingin yang terlihat begitu mencolok.Briella ingat kalau pria itu tidak menyukai kebisingan, terutama pada saat-saat seperti ini.Dia menyikut Siska yang duduk di sampingnya, lalu berkata sambil menutupi mulutnya, "Bukannya Pak Valerio nggak datang?""Ya. Pak Valerio bilang ada acara yang nggak bisa ditinggalkan malam ini. Sepertinya dia bukan datang untuk bersenang-senang sama kita."Siska menarik Briella. "Hei, sudahlah. Kita jangan berdiri di depan pintu. Karena Pak Valerio sudah datang, ayo kita sapa dulu."Setelah itu, Briella ditarik oleh Siska ke posisi yang dekat dengan Valerio."Pak Valerio, kenapa Anda menyempatkan diri datang ke mari?" Siska bertanya.Valerio melirik sekilas ke arah Siska dan Briella, menunjukkan sorot mata dingin. Dia tidak menjawab pertanyaan Sis
"Pantas saja. Dia cuma duduk diam di sana dan nggak bilang apa-apa. Aku pikir dia sedang menunggu seseorang."Briella mengunyah kuenya dan melirik ke arah pintu. Wajah Valerio yang sedikit lelah barusan muncul di benaknya.Dia sepertinya minum cukup banyak dan suasana hatinya sedang tidak baik.Reuni ....Apa terjadi sesuatu yang tidak menyenangkan?Briella menggigit lidahnya, merasa kalau dia sudah terlalu ikut campur.Apa gunanya memikirkan orang lain, yang tidak ada hubungannya dengan dia?Mereka terus bersenang-senang, setelah beberapa saat Briella pergi ke toilet.Dia berdiri di koridor untuk menghirup udara segar. Tiba-tiba, ada seorang pria keluar dari toilet dan mendekat ke arah Briella. Tatapannya terus memperhatikan Briella, bahkan sampai menelisiknya.Briella mengangkat pandangannya dan bertemu dengan tatapan pria itu. Briella mengenalnya. Dia adalah Adrian, sahabat Valerio."Kamu ...." Adrian mengusap matanya dan menatap Briella dengan serius sebelum mengambil kesimpulan. "
Mata Briella mengamati orang-orang yang ada di dalam ruangan. Selain Valerio, ada dua orang yang sudah dikenal oleh Briella.Ternyata Ditha dan Davira juga ada di sana.Tiba-tiba saja Briella tidak ingin masuk ke sana, merasa kalau tidak akan ada hal menyenangkan kalau ada dua orang itu di dalam ruangan.Briella berbalik dan bersiap untuk pergi. Namun, Adrian mengangkat tangannya dan menghentikan niat Briella."Hei, jangan pergi. Apa yang harus aku lakukan kalau kamu pergi?"Begitu Adrian mengatakan itu, ledakan tawa terdengar dari dalam ruangan, bahkan beberapa orang sampai bertepuk tangan."Jangan pergi. Apa yang harus aku lakukan kalau kamu pergi?"Seorang yang duduk di samping Valerio memeluk lengan pria di sebelahnya, menirukan nada bicara Adrian. Pria itu tidak menyadari perubahan tidak mengenakan di wajah Valerio, yang seakan ingin melahap orang hidup-hidup.Hanya saja, suasana di dalam ruangan sangat ramai, jadi yang lainnya pun terbawa suasana. Jika tidak, pria itu pasti akan
Briella tidak menghindar dan menjawab dengan ramah, "Terima kasih, saran Pak Valerio lah yang sudah membantu keberhasilanku."Percakapan di antara keduanya sangat sopan, memberikan kesan seperti mereka adalah orang asing. Sikap mereka bahkan sangat kaku.Adrian yang berada di tengah keduanya pun memandang mereka bergantian. "Lho, kalian berdua saling kenal? Apa yang terjadi?"Adrian berubah menjadi laki-laki tukang gosip. Tatapannya yang menyelidik melihat keduanya secara bergantian."Sudah berapa lama kalian saling mengenal? Apa kalian sudah sedekat ini?""Belum terlalu lama. Aku mengerjakan proyek Pak Valerio." Briella tersenyum sopan.Adrian bertepuk tangan. "Kenapa nggak bilang dari tadi! Aku pikir kalian nggak saling kenal.""Kenal, kok." Briella merapikan rambutnya di belakang telinganya dan menambahkan, "Bukan cuma saling kenal, tapi kita adalah kedua belah pihak yang terlibat dalam desain taman bermain untuk putri Pak Valerio nanti.""Kapan ini terjadi? Kenapa aku nggak tahu ap
Sekarang, keputusan Rio untuk bercerai sudah bulat. Apa pun yang dilakukan Davira, itu tidak akan membuahkan hasil. Davira juga salah karena membuat dirinya berada dalam situasi seperti ini. Dia tidak pantas mendapatkan simpati.Adrian memiliki pemikiran seperti ini dan tiba-tiba teringat sesuatu. Lalu, dia bertanya pada Briella dengan penasaran, "Nona Renata, aku mau tanya sekali lagi. Sudah berapa lama kamu dan Rio saling kenal?""Belum terlalu lama. Aku baru kembali dari luar negeri dan hubungan kerja sama ini baru terjalin sekitar tiga bulan."Adrian tiba-tiba memahami sesuatu, dengan peka menangkap benang merah yang tak terlukiskan di antara ketiganya.Pernikahan buntu Rio dan Davira telah berlangsung selama empat tahun, tetapi baru belakangan Rio memutuskan untuk bercerai. Ini adalah saat di mana Renata muncul.Mungkinkah Renata sebenarnya adalah penyebab perceraian keduanya?Memiliki pemikiran seperti ini di dalam benaknya, Adrian makin tidak bisa menahan rasa ingin tahu yang le