Pria itu mengenakan setelan jas hitam, yang membungkus tubuhnya dengan sempurna. Sosoknya terlihat makin luar biasa tampan, lengkap dengan kacamata di pangkal hidung mancungnya. Penampilannya ini sangat mirip dengan tokoh pemeran utama kedua di drama TV yang sedang populer.Mengenai nama dari drama TV itu, Gita pun tidak mengingatnya dengan jelas. Intinya, Klinton memiliki aura dan proporsi tubuh yang sama dengan aktor itu, tipe-tipe yang menjadi idola para gadis saat ini.Gita mengikuti tatapan Briella dan melihat sekilas sosok Klinton. Dia memang tampan dan tingginya hampir sama dengan Valerio. Dia tipe pria yang sulit untuk dilupakan setelah dilihat sekali."Siapa pria tampan yang tinggi itu? Kenapa dia terus menatapmu?"Briella mengalihkan pandangannya dan tersenyum pahit ke arah Gita. "Kakaknya Davira, anak sulung Keluarga Atmaja.""Dia lagi ngapain?" Gita langsung menaruh curiga. "Apa dia ke sini untuk bertemu denganmu? Jangan bilang dia datang ke mari karena mau mencari masalah
Klinton belum pernah diperlakukan dengan lugas seperti ini sebelumnya. Setelah bertemu dengan Briella tiga kali, dia tahu seperti apa temperamen Briella.Namun, sifat Briella yang seperti itulah yang membuatnya ingin mengenal Briella lebih jauh.Klinton mengamati Briella dengan penuh ketertarikan. Briella seumuran dengan Davira, bahkan wajah mereka pun mirip. Namun, Briella tidak seperti Davira. Energi di dalam diri Briella membuatnya merasakan penasaran dan membuatnya makin ingin mencari tahu tentangnya."Kalau ada waktu, aku ingin bicara denganmu."Pria itu menarik kembali tatapannya yang penuh perhitungan. "Lagipula, pertunangan Davira sudah akan berakhir dan ini ada hubungannya denganmu."Briella ingin tertawa, tetapi dia pun tidak berdaya. Dia tahu kalau hal menjengkelkan dan melelahkan seperti ini akan terus menimpanya."Aku harap pertemuanku dengan Pak Klinton karena sesuatu yang baik, seperti menang lotre misalnya. Pak Klinton berbaik hati ingin membagi hadiah lotre kepadaku ka
"Davira gadis yang baik, dia cuma jadi nggak terkendali kalau sudah terkait dengan perasaannya. Tapi, terlepas dari sisi mana pun kamu melihatnya, dia adalah pasangan yang cocok untuk Valerio. Aku yakin mereka akan rukun kalau nggak ada gangguan dari luar."Briella tersenyum saat mendengar itu. "Jadi kamu menganggapku sebagai gangguan dari luar itu? Ternyata Pak Klinton memperlakukanku sebagai duri dalam daging yang harus disingkirkan. Benar begitu?""Nona Briella, terkadang seseorang memang harus tahu diri. Aku harap kamu bisa menempatkan diri dengan tepat dan menyadari apa yang kamu lakukan.""Aku sudah bilang. Masalah membatalkan pernikahan atau nggak itu keputusan Pak Valerio. Itu nggak ada hubungannya denganku. Kalau kamu ingin dia mengubah keputusannya, seharusnya kamu bertemu dengan Pak Valerio, bukan denganku.""Yang kamu katakan memang benar, tapi kamu melewatkan satu poin kalau kehadiranmu hanya akan memengaruhi Valerio untuk mengambil keputusan. Kalau bukan karena kamu, Vale
"Briella, apa kamu akan terus berada di sini dan menyakiti adikku?"Briella mencoba melepaskan cengkeraman tangan Klinton, tetapi tetap tidak berhasil. Terpaksa, dia harus kembali duduk.Dia tidak bisa menerima dan sangat membenci sikap agresif Klinton.Davira merasa beruntung memiliki seorang kakak yang begitu protektif terhadapnya. Briella mengakui kalau dia pun merasa iri.Hanya saja, dia tidak memiliki siapa-siapa yang mampu mendukungnya. Selain anak Valerio yang ada di dalam kandungannya, apa lagi yang bisa Briella andalkan?"Apa yang kamu ingin aku lakukan?"Briella menenangkan gejolak batinnya dengan baik dan berusaha bernegosiasi dengan Klinton."Pura-pura mati dan menghilanglah dari Kota Tamar. Mengenai anak di dalam kandunganmu ...." Jari-jari panjang Klinton bertumpu pada bibirnya, terlihat sedikit ragu."Kamu boleh melahirkannya, tapi kamu nggak boleh ada hubungan dengan anak ini. Adikku akan membesarkan anak itu."Briella tertawa dingin. "Beraninya kamu memperlakukanmu seb
Klinton menatap Gita dengan cemberut, lalu berkata dengan suara yang dingin dan dalam, "Wanita kampung dari mana ini! Kasar sekali."Gita terdiam sejenak, merasa sangat terhina. Dia mengepalkan tinjunya lagi dan mengayunkannya di depan mata Klinton.Melihat hal ini, Briella menarik ujung pakaian Gita, memberi isyarat kepadanya kalau dia tidak perlu membesar-besarkan masalah."Pak Klinton, ini temanku. Dia khawatir aku sedih karena diganggu, makanya dia jadi begini. Jangan dipikirkan."Setelah mengatakan itu, Briella menarik Gita pergi.Klinton mengerutkan kening dan membersihkan tubuhnya yang telah disentuh oleh Gita, merasa jijik dengan tindakan Gita yang tiba-tiba.Pria itu melihat ke arah Briella pergi, sebuah kilatan cahaya gelap muncul di matanya.Dia tahu kalau percakapan hari ini sudah melukai harga diri Briella. Namun demi adiknya, dia harus mengambil keputusan berdasarkan pengorbanan dan rasa sakit yang dialami Briella.Di sisi lain ruangan, Briella dan Gita kembali ke tempat
Zayden berjalan mendekati Klinton dengan tangan di belakang punggung layaknya orang dewasa."Om, ada yang ingin aku katakan padamu."Klinton menunduk menatap Zayden. "Mau bicara apa?""Nggak enak bicara di sini, Om. Ayo kita cari tempat yang lebih sepi. Aku nggak akan menyita banyak waktu Om."Klinton menganggukkan kepala ke arah beberapa bos di ruangan itu sebelum membawa Zayden keluar dari ruangan pribadi.Mereka berdiri di koridor dan Zayden sama sekali tidak takut dengan pria setinggi seratus sembilan puluh senti ini. Dia mengerutkan keningnya dan berkata kepada Klinton dengan wajah serius."Apa kamu menggertak Mama? Aku sudah lihat semuanya. Mama menangis setelah bertemu denganmu."Klinton menyipitkan matanya. "Kamu dan Mamamu sangat mirip."Briella dan anaknya sama-sama punya sifat yang galak. Anak Briella juga sama sepertinya, seseorang yang tidak terima kalau diganggu dan diperlakukan seperti itu.Dari yang Klinton tahu, Briella membesarkan anak ini sendirian. Dia bertanya-tany
Briella merasa kalau Zayden berubah menjadi sedikit aneh. Dia mengangkat wajah Zayden, berusaha mengamati ekspresi di wajahnya."Apa yang terjadi, Nak? Apa ada sesuatu yang nggak kamu ceritakan sama Mama?"Zayden menggeleng dan menatap Briella dengan wajah tersenyum."Nggak ada, kok. Aku cuma mau peluk Mama saja. Beberapa hari ini Mama nggak di rumah, jadi Zayden sangat merindukan Mama!"Briella yang mendengar ini pun tidak menaruh rasa curiga lagi dan tersenyum lembut."Sayang, Mama juga kangen sama kamu. Sudah malam, ayo makan dulu sama Ibu.""Hmm!" Zayden mengangguk dan menggandeng tangan Briella dan Gita, lalu berjalan menuju restoran bersama-sama.Gita melirik ke arah Briella dan merasa sedikit khawatir. Sebagai sahabat Briella selama sepuluh tahun ini, Gita tahu betul kalau Briella adalah orang yang memiliki pendapatnya sendiri. Sekali dia sudah mengambil keputusan yang tepat, tidak ada orang lain yang bisa membujuknya. Sekarang dia sangat khawatir dengan apa yang dikatakan Klint
"Katakan padaku saja. Aku akan menyampaikannya pada Valerio.""Ini tentang kandunganku." Briella mencoba duduk, samar-samar bisa merasakan cairan yang keluar dari sela kakinya, yang membuatnya makin gugup. Rasa sakit yang dia rasakan pun makin menguat, membuatnya panik."Kandunganmu?" Davira melanjutkan, "Ada apa dengan kandunganmu?""Aku perlu bicara sama Valerio. Berikan ponselnya kepadanya. Aku hanya akan bicara dengannya.""Oh, jadi kamu nggak percaya padaku?" Davira mencibir dan tertawa dingin, "Dia ada di tempatku. Apa kamu bertengkar dengannya? Dia bilang nggak mau bicara denganmu. Kalau ada sesuatu, tunggu sampai Perusahaan Regulus mengadakan konferensi pers."Briella terdiam, sedikit tidak tahu harus bersikap seperti apa.Valerio sudah berhari-hari tidak menghubunginya dan Briella pun tidak tahu ke mana Valerio pergi dan apa yang sedang dilakukannya. Sekarang, satu-satunya alat komunikasi yang bisa digunakan untuk menghubungi Valerio dikendalikan oleh wanita ini.Akan tetapi,