Klinton menatap Gita dengan cemberut, lalu berkata dengan suara yang dingin dan dalam, "Wanita kampung dari mana ini! Kasar sekali."Gita terdiam sejenak, merasa sangat terhina. Dia mengepalkan tinjunya lagi dan mengayunkannya di depan mata Klinton.Melihat hal ini, Briella menarik ujung pakaian Gita, memberi isyarat kepadanya kalau dia tidak perlu membesar-besarkan masalah."Pak Klinton, ini temanku. Dia khawatir aku sedih karena diganggu, makanya dia jadi begini. Jangan dipikirkan."Setelah mengatakan itu, Briella menarik Gita pergi.Klinton mengerutkan kening dan membersihkan tubuhnya yang telah disentuh oleh Gita, merasa jijik dengan tindakan Gita yang tiba-tiba.Pria itu melihat ke arah Briella pergi, sebuah kilatan cahaya gelap muncul di matanya.Dia tahu kalau percakapan hari ini sudah melukai harga diri Briella. Namun demi adiknya, dia harus mengambil keputusan berdasarkan pengorbanan dan rasa sakit yang dialami Briella.Di sisi lain ruangan, Briella dan Gita kembali ke tempat
Zayden berjalan mendekati Klinton dengan tangan di belakang punggung layaknya orang dewasa."Om, ada yang ingin aku katakan padamu."Klinton menunduk menatap Zayden. "Mau bicara apa?""Nggak enak bicara di sini, Om. Ayo kita cari tempat yang lebih sepi. Aku nggak akan menyita banyak waktu Om."Klinton menganggukkan kepala ke arah beberapa bos di ruangan itu sebelum membawa Zayden keluar dari ruangan pribadi.Mereka berdiri di koridor dan Zayden sama sekali tidak takut dengan pria setinggi seratus sembilan puluh senti ini. Dia mengerutkan keningnya dan berkata kepada Klinton dengan wajah serius."Apa kamu menggertak Mama? Aku sudah lihat semuanya. Mama menangis setelah bertemu denganmu."Klinton menyipitkan matanya. "Kamu dan Mamamu sangat mirip."Briella dan anaknya sama-sama punya sifat yang galak. Anak Briella juga sama sepertinya, seseorang yang tidak terima kalau diganggu dan diperlakukan seperti itu.Dari yang Klinton tahu, Briella membesarkan anak ini sendirian. Dia bertanya-tany
Briella merasa kalau Zayden berubah menjadi sedikit aneh. Dia mengangkat wajah Zayden, berusaha mengamati ekspresi di wajahnya."Apa yang terjadi, Nak? Apa ada sesuatu yang nggak kamu ceritakan sama Mama?"Zayden menggeleng dan menatap Briella dengan wajah tersenyum."Nggak ada, kok. Aku cuma mau peluk Mama saja. Beberapa hari ini Mama nggak di rumah, jadi Zayden sangat merindukan Mama!"Briella yang mendengar ini pun tidak menaruh rasa curiga lagi dan tersenyum lembut."Sayang, Mama juga kangen sama kamu. Sudah malam, ayo makan dulu sama Ibu.""Hmm!" Zayden mengangguk dan menggandeng tangan Briella dan Gita, lalu berjalan menuju restoran bersama-sama.Gita melirik ke arah Briella dan merasa sedikit khawatir. Sebagai sahabat Briella selama sepuluh tahun ini, Gita tahu betul kalau Briella adalah orang yang memiliki pendapatnya sendiri. Sekali dia sudah mengambil keputusan yang tepat, tidak ada orang lain yang bisa membujuknya. Sekarang dia sangat khawatir dengan apa yang dikatakan Klint
"Katakan padaku saja. Aku akan menyampaikannya pada Valerio.""Ini tentang kandunganku." Briella mencoba duduk, samar-samar bisa merasakan cairan yang keluar dari sela kakinya, yang membuatnya makin gugup. Rasa sakit yang dia rasakan pun makin menguat, membuatnya panik."Kandunganmu?" Davira melanjutkan, "Ada apa dengan kandunganmu?""Aku perlu bicara sama Valerio. Berikan ponselnya kepadanya. Aku hanya akan bicara dengannya.""Oh, jadi kamu nggak percaya padaku?" Davira mencibir dan tertawa dingin, "Dia ada di tempatku. Apa kamu bertengkar dengannya? Dia bilang nggak mau bicara denganmu. Kalau ada sesuatu, tunggu sampai Perusahaan Regulus mengadakan konferensi pers."Briella terdiam, sedikit tidak tahu harus bersikap seperti apa.Valerio sudah berhari-hari tidak menghubunginya dan Briella pun tidak tahu ke mana Valerio pergi dan apa yang sedang dilakukannya. Sekarang, satu-satunya alat komunikasi yang bisa digunakan untuk menghubungi Valerio dikendalikan oleh wanita ini.Akan tetapi,
Mata Klinton tertunduk dan menatap Briella dalam pelukannya. Cahaya bulan menyelimuti wajahnya dalam gelap, membuat kesan dingin dalam diri pria itu makin menguat.Briella sedikit cemas saat tidak mendapat jawaban dan dia meraih kemeja Klinton. Karena sakit di perutnya, dia harus menggunakan sedikit kekuatan untuk berbicara. "Bilang padaku, aku ingin bertemu Valerio.""Dia nggak bisa menemuimu." Klinton menanggapi dengan dingin, "Kenapa? Kamu nggak percaya padaku?"Wajah kecil Briella terlihat pucat dan bingung. Dia membiarkan Klinton menggendongnya menuruni tangga. Briella berpikir dalam hati, kalaupun dia meninggal di Galapagos malam ini, Valerio juga tidak akan muncul, bukan?"Briella ...." Nada bicara Klinton tiba-tiba menjadi serius. "Malam ini adalah saat terakhir kamu mengambil keputusan. Kalau kamu memilih bekerja sama denganku, aku akan berusaha sebaik mungkin untuk melindungimu dan orang-orang yang kamu cintai, anak-anakmu, serta keuntungan-keuntungan yang ingin kamu dapatkan
Memikirkan hal ini, tiba-tiba muncul sebuah dugaan di benak Pak Rinto. Dia beranjak dan berkata dengan lantang, "Pelayan, panggil teknisi untuk datang dan memeriksa semua saluran telepon di Galapagos. Cari tahu apakah ada yang nggak beres!"Para pelayan mengira Pak Rinto bersikap aneh, jadi mereka saling bertukar pandang satu sama lain dan tidak berani bersuara. Mereka hanya melakukan apa yang diperintahkan Pak Rinto, yaitu memanggil teknisi."Siapkan mobil. Aku akan pergi ke Kediaman Keluarga Regulus dan mencari Pak Valerio. Kalian tetap di sini dan jaga tuan muda Zayden baik-baik."Pak Rinto bergegas keluar. Keadaan Nona Briella seperti itu dan ini adalah masalah besar yang harus dilaporkan kepada Valerio secara pribadi.Sopir tiba sepuluh menit kemudian dan membawa Pak Rinto menuju kediaman Keluarga Regulus.Pak Rinto masuk ke dalam mobil dengan perasaan cemas dan penuh pertimbangan. Ketika melihat pemandangan jalan yang dilalui mobil bergerak cepat, dia merasa panik.Mungkin membia
"Siapkan mobil, pergi ke rumah sakit." Valerio mengabaikan perkataan Rieta dan mengambil jasnya dari sofa dan bersiap-siap untuk pergi.Dia melihat ponselnya. Briella dibawa pergi, tetapi tidak ada informasi apa pun yang muncul di ponselnya. Dia dikurung oleh Rieta di Kediaman Keluarga Regulus selama beberapa hari terakhir, jadi tidak tahu apa yang sedang terjadi di luar!Wajah Valerio dingin saat melihat akan Rieta menghentikannya untuk pergi. Dia menepis tangan Rieta dan berkata dengan marah, "Apa yang sudah kamu lakukan? Kenapa aku nggak dapat satu kabar pun dari siapa pun?"Rieta langsung menjawab dengan lantang, tanpa berniat menyembunyikannya, "Sejak awal, aku memang nggak berniat menyembunyikannya darimu. Tujuannya sangat sederhana, aku melarangmu membatalkan pernikahan dengan Keluarga Atmaja. Aku cuma mau mengakui Davira sebagai menantuku. Mengenai wanita pengganti itu, sebaiknya kamu putuskan hubunganmu dengannya. Kalau nggak, aku punya banyak cara buat memutuskan hubungan kal
"Valerio, aku akan terus terang. Kalau kamu berani menemui Briella, aku akan menggali kedua makam di Kota Hebar! Kalau kamu mencari wanita pengganti itu, makam kakek dan nenekmu nggak akan ada lagi. Aku mau lihat, apa kamu masih bisa bertemu dengan ibu kandungmu!"Rieta menyelesaikan kemarahannya dan kembali ke kamar. Dia membanting pintu kamar dengan keras.Valerio berdiri di tempatnya dan hatinya bergejolak. Dia bisa berkuasa di dunia bisnis dan membuat keputusan yang menentukan, tetapi dia ragu-ragu dalam masalah yang terkait dengan beberapa wanita ini.Dia bukan dewa dan bukan seseorang yang bisa melakukan segalanya. Sekarang, dia seperti jenderal tak bersenjata, tidak berdaya di medan perang dan menjadi lemah di segala lini.Pria itu merasakan ketidak berdayaan yang kuat.Hati Pak Rinto pun turut merasakan ketidak berdayaan itu. Kalau hal semacam ini terjadi kepadanya, mungkin dia tidak akan sanggup menanggungnya.Waktu terus berjalan. Valerio yang masih berdiri akhirnya duduk di