"Aku mengerti." Valerio berkata dengan suara yang dalam ke arah asisten wanita itu, "Aku yang akan mengurus mereka berdua. Lanjutkan saja pekerjaanmu."Asisten wanita itu mengiakan dan melanjutkan urusannya.Pada saat Briella selesai mengganti pakaiannya, Valerio sudah selesai bersiap dan tengah menunggunya keluar.Valerio melihat Briella dari atas ke bawah dan merasa puas dengan pakaian yang dikenakan wanita itu.Briella berjalan menghampiri Valerio dan membantunya merapikan dasinya yang agak longgar.Setelah Briella selesai, dia menatap Valerio dan tersenyum. "Sudah, Pak Valerio."Valerio menatap Briella dan keduanya hanya saling menatap. Sebuah pemahaman diam-diam mengalir di antara mereka.Briella mempertahankan senyumnya dan mengatakan, "Pak Valerio, ayo kita pergi."Valerio mengangguk, Briella berjalan ke pintu dan membuka pintu kamar, membiarkan Valerio pergi terlebih dahulu sementara dia sendiri berjalan di sampingnya dan sedikit lebih ke belakang.Begitu melangkah keluar dari
Sopir itu menurut dan segera melakukan apa yang dikatakan Valerio. Dia mengumpulkan belasan petugas keamanan di sekitar mobil untuk membuka jalan agar mereka bisa masuk ke dalam perusahaan tanpa terhalang.Mata Valerio melirik keluar mobil. Ketika melihat semuanya sudah diatur dengan baik, dia baru memerintahkan sopir untuk melajukan mobilnya.Sopir berjalan ke bagian belakang mobil dan membuka pintu, Valerio dan Briella pun keluar dari mobil. Dalam sekejap, para reporter dan media mengerumuni mobil tersebut. Semua kamera terfokus pada mereka berdua. Lampu yang berkedip dari kamera mereka menyilaukan mata Briella, membuatnya menunduk tanpa sadar dan menggunakan tangannya untuk menutupi matanya.Saat menjadi sekretaris Valerio, dia sering mengalami kejadian seperti ini. Namun, saat itu, dia adalah sekretaris Valerio. Situasi sekarang berbeda. Valerio sudah menyatakan hubungannya dengan Davira, jadi Valerio harus menjaga jarak dari lawan jenis.Briella berjalan di belakang Valerio, masih
Tidak ada yang bisa dilakukan Valerio kepada Briella. Jadi, dia hanya membiarkannya saja.Briella tidak ingin berada di hadapan publik bersama dengannya, jadi dia akan membiarkannya.Ujung-ujung jari pria itu menyentuh ponsel dan dia mengirim pesan kepada asistennya. Blokir semua media dan minta mereka diam.Valerio menjelaskan dengan jelas. Pintu lift terbuka dan sudah ada orang-orang yang berdiri di luar untuk menyambut mereka.Karena tidak ingin terlalu berlebihan, Valerio membiarkan beberapa dari mereka melaporkan pekerjaannya, setelah itu meminta yang lainnya melanjutkan pekerjaan mereka."Pak Valerio, pemilik toko kue sudah menunggu di ruang rapat cukup lama. Selain itu, tampaknya mereka nggak puas dengan harga yang Anda tawarkan dan berpikir untuk menjual toko kue itu dengan harga yang sangat tinggi."Valerio berjalan ke arah ruang rapat. Dia tidak terlihat terganggu sedikit pun saat mendengar laporan dari bawahannya. "Ya. Selama mereka bersedia menyerahkan resep kue itu, nggak
Pria itu segera menjawab, "Hanya saja, kalau Pak Valerio masih menginginkan resep-resep kue rahasia dari toko kue kami, Anda harus membayarnya secara terpisah.""Baiklah." Valerio menghela napas dalam. "Berapa yang kalian inginkan?"Pria itu ragu-ragu dan mengulurkan jarinya, "Sebanyak ini."Valerio mengangkat alisnya, "Dua miliar?"Pria itu menggelengkan kepalanya dengan malu-malu, lalu menjawab hati-hati, "Terlalu sedikit.""Dua puluh miliar?"Wajah Valerio benar-benar dingin setelah itu. Bukan karena jumlahnya, melainkan karena sikap sok pria itu.Briella pun melirik pria itu. Valerio bisa memberinya kesempatan untuk duduk di sini dan bernegosiasi saja sudah membuatnya terkejut. Sekarang, rasanya sudah bisa disebut keajaiban karena sikap pria itu yang seenaknya, tetapi Valerio masih meladeninya dengan sabar.Bisa dibayangkan betapa pentingnya toko kue ini bagi Valerio."Katakan saja berapa. Waktu Pak Valerio sangat berharga. Ada kalanya kita harus berhenti di saat yang tepat."Briel
Sikap Valerio menjadi dingin. Dia menangkup dagu Briella dan mencibir."Sikap lantangmu ini nggak akan membuatmu mendapatkan banyak uang ."Briella mendongak dan kelopak matanya sudah berair, menatap pria itu dengan penuh kasih sayang. Dia tidak mengucapkan sepatah kata pun, tetapi tatapannya sudah menyalurkan banyak hal.Briella bisa berakting dan membintangi peran apa pun yang kiranya bisa menyenangkan Valerio.Valerio tidak termakan oleh trik Briella. Dia melepaskan cengkeraman tangannya dan berkata dengan nada dingin, "Keluar."Briella mengatur emosinya kembali dan berjalan keluar dari ruang rapat.Saat menutup pintu, dia bisa melihat melalui ambang pintu kalau pria itu tidak berada dalam suasana hati yang baik. Ekspresinya menunjukkan kelelahan dan matanya yang tertunduk menunjukkan sedikit kekecewaan.Dia jarang melihat Valerio bersikap seperti ini. Perasaannya mengatakan kalau ada sesuatu yang tidak beres. Pria itu bukan sedang marah kepadanya, tetapi ada sesuatu yang lain yang
Valerio menunduk, tatapannya yang menelisik jatuh pada wajah Briella dan mengamatinya selama beberapa detik."Kenapa? Bicaralah pelan-pelan."Briella sadar kalau dia sudah terlalu panik. Jadi, dia menghapus air matanya dan menenangkan emosinya. Dia menatap tangan Valerio dan tidak mau melepaskannya.Valerio tidak berdaya dan menyentuh kepala Briella. "Kalau ada masalah yang nggak bisa kamu selesaikan, kamu bisa bilang padaku.""Aku merindukan Zayden.""Kamu baru pergi sehari. Di rumah ada Pak Rinto dan pelayan lain yang menjaga Zayden. Apa yang kamu khawatirkan?""Aku ...." Briella ragu-ragu. Saat ini mereka ada di perusahaan, jadi tidak tepat kalau membicarakan masalah ini di sini. Kalau mata-mata yang dipekerjakan Rieta tahu, mungkin mereka akan melaporkannya.Valerio menunggu Briella dengan sabar. Melihat keraguan Briella, dia menggenggam tangannya dengan erat. "Kita selesaikan masalah di sini secepatnya biar bisa pulang."Briella mengangguk dan berkata dengan penuh rasa terima kasi
"Nggak boleh begitu." Seseorang berseru, "Bukankah ini melanggar privasi orang lain? Ada aturan di hotel yang nggak kasih izin staf biasa masuk ruang pemantauan.""Cih, bilang saja kamu takut. Ada kesempatan dapat uang tapi nggak kamu manfaatkan dengan baik. Kalau takut, anggap saja kamu nggak tahu apa-apa. Aku akan melakukannya sendiri.""Ya sudah pergi saja. Aku nggak akan berani menyinggung orang berpengaruh seperti Valerio.""Cih, dasar pengecut. Aku sudah berbaik hati, kalau nggak, aku pasti sudah meminta saudaraku itu untuk datang ke hotel dan mengambil gambar mereka secara diam-diam. Sudah berapa banyak artis yang ketahuan karena nggak menutup gorden. Kalau mereka berani melakukannya, pasti akan ada orang yang berani mengeksposnya."Setelah mengatakan itu, pegawai itu diam-diam pergi ke ruang pemantauan.Lift perlahan naik ke lantai di mana presidential suite berada. Pintu lift terbuka dan Valerio baru melepaskan tangannya. Briella menatap Valerio dengan mata terbelalak. Dia ter
"Ya." Briella mengiakan dan berjalan ke ruang tamu kamar untuk menghubungi resepsionis.Tidak butuh waktu lama, kedua orang itu menekan bel pintu kamar dan Briella membukakan pintu untuk mempersilakan mereka masuk.Briella memandang mereka dan merasa kalau mereka berbeda dari dua orang yang Briella temui hari ini di perusahaan.Pria dan wanita di perusahaan itu menunjukkan keserakahan dan kelicikan yang tertulis jelas di wajah mereka. Namun, kedua orang ini kebalikannya, memberi Briella kesan jujur di awal pertemuan mereka.Hanya saja, Briella tidak bisa membuat penilaian berdasarkan penampilan. Sebelum mengetahui jelas akar permasalahan yang terjadi, dia harus mendengarkan Valerio."Begini, aku ingin tahu alasan kalian berlutut di depan hotel. Kalau nggak, Pak Valerio nggak akan bersedia bertemu dengan kalian.""Nak, tolong bantu kami membujuk Pak Valerio." Ibu-ibu itu meraih tangan Briella dan menangis. Dia bahkan berlutut di hadapan Briella. "Nak, anak kami yang nggak tahu diuntung