Pegawai itu langsung membuat pesanan Taehyung dan beberapa menit sudah siap.
“Ini pesanan anda!”Taehyung mengambil kopi tersebut. Membayar pada kasir barulah kembali mencari utusan kakeknya tapi beberapa langkah kemudian Taehyung mengubur niatnya, ia lelah berdiri memilih berkompromi dengan tubuhnya. Ia berjalan pelan menikmati suasana pagi hari yang dingin ini dengan segelas kopi, mencari tempat bersantai. Saat perjalanan Taehyung masih mendapati Jiyeon yang terjepit. Ia meneriaki Taehyung.“Lihat langkahmu! Awas jangan injak!” serunya memperingatkan pada orang-orang yang melewati daerah itu. Jiyeon bertekat menyalamatkan kartonnya.Taehyung jadi bertanya-tanya pada Jiyeon—seseorang yang belum ia kenal meninggalkan kesan aneh. Taehyung berhenti di tengah jalan mengikuti perintah Jiyeon. Kemudian Taehyung mengikuti arah tuju mata Jiyeon. Taehyung melihat sebuah objek tergeletak cukup dekat darinya. Karton dan ada tulisan, belum selesai membaca tiba-tiba Jiyeon yang berhasil lolos, karena banyak tenaga yang Jiyeon keluarkan membuatnya jatuh berguling ke lantai lantai. Lantas ia mengambil karton miliknya dan tak sengaja menubruk Taehyung.Bukkk!!“Kim Taehyung, kau selamat!”“Akkh! Panasss panass!!” rintihnya. Jiyeon itu menyengol tangan Taehyung yang memegang kopi. Kopi itu mengguyur kulit perut Taehyung yang terlapisi kemeja putih dan sepertinya sedikit mengenai Jiyeon juga.₰Bangsal bernomor 19 di huni seorang wanita penderita penyakit anemia aplastik. Penyakit anemia aplastik berbeda dengan anemia biasanya.
Anemia biasa hanya kekurangan sel darah merah saja, sedangkan anemia aplastik mengalami kekurangan sel darah merah, sel darah putih dan trombosit.Defsit sel darah pada tulang sumsum ini disebabkan kurangnya sel induk pluripoten sehingga sumsum tulang gagal membentuk sel-sel darah.
Penyakit ini tergolong penyakit yang berpotensi mengancam jiwa dan biasanya dapat menyebabkan kematian.Wanita yang kurang beruntung itu bernama Song Jiah. Ia berkerja di bidang industri hiburan—lebih tepatnya seorang selebritis. Sayang, Jiah terpaksa vakum dari kegiatannya karena kondisinya.Jiah merupakan pasien utama rumah sakit Gyonghee saat ini dan ia salah satu alasan mengapa Kim Taehyung meninggalkan tempat kerjanya di China. Kim Taehyung mendapat tugas oleh kakeknya menjadi dokter Jiah secara khusus. Kakeknya tak ragu bila tugas berat ini ia berikan kepada cucunya. Taehyung termasuk dari deretan dokter termuda yang terkenal di Asia. Kemampuanya mendalami ilmu bedah umum mendapat apresiasi. Jarang diusia muda mendapatkan gelar dokter bedah umum.Jiah menyerahkan kepercayaannya pada Kim Taehyung. Hari inilah penantiannya terwujud. Jiah tersenyum di tempat duduknya sambil melihat keluar jendela.Angin sepoy menerpa kulitnya yang pucat membuatnya nyaman.
Sedari tadi Jiah tak berkutik dari tempatnya menunggu kedatangan Taehyung.Tiba-tiba seorang pria masuk ke dalam ruangannya. Kehadirannya memecah lamunan Jiah. Pria tersebut menggeser sebuah kursi di dekatkan ke sisi Jiah. Pria itu bekerja sebagai dokter pribadi Jiah yang dulu. Hari ini memang belum ada jadwal kunjungan di tempat Jiah, namun sang pria sekedar berkunjung menemani Jiah.Pria itu ikut tersenyum bersama Jiah. Menatap satu sama lain, entah apa yang membuat mereka tersenyum yang pasti mereka mempunyai alasan yang sama. “Maaf,” katanya lembut.“Untuk apa?” tanya Jiah.“Harusnya aku lebih berusaha keras menyembuhkanmu, tapi kau masih memakai pakaian pasien di sini,” ungkapnya.“Tidak apa-apa, dokter Lee. Aku yang seharusnya minta maaf karena telah menyusahkanmu,”“Apa yang kau katakan, ini sudah jadi kewajibanku sebagai dokter untuk merawat pasiennya,”“Kita sama-sama minta maaf jadi lupakan saja, lagi pula ada dokter Kim yang akan membuatku sembuh hahaha...” ujarnya agak terkekeh.“Kalau begitu aku harus berterimakasih padanya telah datang untukmu hahaha,” godanya.“Ya teman! Kau berlebihan sekali.” Jiah agak meninggikan suaranya tapi beraut wajah santai mengatakannya. Keduanya pun tertawa kecil.“Saat seperti ini mengingatkanku waktu pertama kali bertemu denganmu, kau ingat?”“Memangnya ada apa?”“Kita dulu pernah bicara berdua seperti ini dan para wartawan mengambil foto kita diam-diam. Mereka membuat artikel romur kalau kita menjalin hubungan sepasang kekasih.” Jelasnya.Jiah pun terkekeh mengingatnya, “Ah! Kkkk!”“Waktu itu kesabaranku sebagai dokter diuji. Pergi kerja saja sudah dihadang wartawan di depan pintu bahkan saat aku pergi belanja ke supermarket. Ibu-ibu menanyaiku kondisimu, juga menanyai hubungan kita. Aku pernah dapat surat ancaman dari penggemarmu, dia menyuruhku menjauhimu. Bukan main melelahkan, aku sempat bertanya-tanya keseharianmu sebelum vakum apa lebih buruk daripa da yang aku rasakan. Bagaimana kau bisa hidup seperti itu, aku masih terkagum-kagum dengan pekerjaanmu.”“Itu bukan seberapa bila dibandingkan dengan jadwalku dulu. Padat dan waktu tidurku rata-rata 3 jam paling lama 5 jam. Apalagi aku seorang wanita, jika aku mendekati actor lainnya, penggemar mereka menerorku. Mobilku pernah menjadi korban dari terror mereka. Tapi aku tidak terlalu peduli dengan mereka yang membenciku. Karena wanita yang menjadi seorang entertainer berarti menjadi tempat tampung hujatan, beda dengan pria, yang bukan penggemar mereka saja mendapat dukungan dan belaan. Aku sempat merasa terkucilkan tapi lama-kelamaan setelah mereka mengetahui penyakitku. Mereka menjadi jinak seketika. Aku kadang merasa berterimakasih aku punya penyakit ini.”“Aku jadi penasaran dengan Junsu, apa dia juga mengalami yang aku alami,”“Ch, dia batu. Sekalipun orang mengatainya, ia kebal.”“Apa kau pernah diserang penggemar Junsu?”“Sering, tapi sekarang mereka mendukung hubunganku dengan Junsu,”“Dulu aku pernah diancam Junsu kkkkk!”“Benarkah?!”“Dia terus mengirim pesan padaku agar menjahuimu dan tak berbuat macam-macam padamu. Dia lebih cerewet daripada ibuku. Tapi lama-kelamaan dia meminta saran padaku. Dia selalu menitip salam untukmu. Kenapa kau tak menggunakan ponselmu lagi? Junsu tidak pernah berhenti menanyai kabarmu, aku merasa sama dengan burung pengantar surat.”“Kau sudah tau sendiri jawabanya apa.”“Aku tak tahan lagi dengannya,”“Apalagi aku kkkk,”Pria itu melihat jam di dinding menujukan pukul 11:30. Mau tak mau si pria harus mendatangi ruang rapat yang akan diadakan di rumah sakit. Disana akan didatangi beberapa specialis dan beberapa tamu penting untuk menyambut kedatangan Taehyung.“Sepertinya aku harus ke ruang rapat sekarang. Maaf aku di sini cuman sebentar, besok aku dan Taehyung menjengukmu!” ucapnya. Pria itu pun beranjak dari kursi dan meninggalkan Jiah sendiri.“Lee Seungjoo!” panggilnya.“Hmn?” dia hanya bergumam dan menoleh ke Jiah.“Semoga sukses!”“Makasih.”Jiah kembali melihat ke luar jendela. Ia melihat sebuah sport kuning yang tidak asing bagi Jiah, berhenti di depan rumah sakit. Kemudian keluarlah seseorang yang di dalam mobil. Dua pria dan satu wanita. Jiah menajamkan padangannya pada Jiyeon yang tak asing baginya.“Bukankah itu suster Park? Siapa pria yang bersamanya?” ia pun berganti melihat ke pria yang memakai pakaian lengkap dokter.
“Apa dia Kim Taehyung?”₰Belum lama keluar dari ruangan Jiah, Seungjoo mendapati dirinya berada dikoridor. Ia bergegas ke tempat meeting tapi suara keras memanggil namannya bersumber dari belakang menghentikannya.
Seungjoo berbalik ke belakang mendapati Minsoo, juniornya sedang berlari mengejarnya.“Dokter Lee!” panggil Minsoo cukup keras. Minsoo menghampiri Seungjoo yang menunggunya.“Anda mau ke mana, dokter Lee?”“Keruangan meeting tentunya,”“Kebetulan saya juga ke sana,” mereka meninggalkan bangsal yang berada di lantai 3 menggunakan lift menekan tombol yang mengantarkan ke lantai dasar. Minsoo dan Seungjoo termasuk tim kerja bersama Taehyung. Sebelum tim kerja Taehyung dibuat, Seungjoo dan Minsoo sudah mengenal satu sama lain. Seungjoo adalah senior yang paling akrab dengan Minsoo. Hubungan mereka begitu dekat layaknya kakak adik. Oleh sebab Itu Minsoo selalu mengutamakan Seungjoo, apalagi masalah wanita, Minsoo berusaha mencari seorang wanita yang cocok untuk Seungjoo karena dibalik kesempurnaan Seungjoo kurang terlengkapi sosok kekasih.“Hyung[panggilan kakak laki oleh adik laki], apa kau masih berminat dengan tawaranku tentang kencan buta?” tanya Minsoo.Bila mereka berada di tempat yang hanya ada mereka atau tempat yang tidak formal Minsoo memanggil Seungjoo dengan sebutan hyung.“Sudahku bilang aku tidak tertarik mengikuti kencan buta dengan siapapun, Minsoo,” ujarnya kesal.Minsoo selalu memaksanya berkencan dengan temannya.
“Hyung, kenapa kau selalu menolak tawaranku, padahal mereka wanita cantik dan menarik. Hyung, kau ini tampan tapi sayang kau belum punya wanita. Jangan sia-siakan wajah tampanmu dengan membujang.” oceh Minsoo.“Mungkin saat ini belum ada yang tepat dan belum sampai kepikiran,”“Hanya obat dan aroma oksigen dipikiranmu. Ahh, kalau aku jadi kau pasti sudah tiga wanita ku kencani dalam satu hari tanpa susah payah merayu mereka, dengan kedipan mata saja sudah cukup melumpuhkan hati mereka,” umpat Minsoo bahagia. Seungjoo menggelengkan kepala mendengar sebuah khayalan lucu Minsoo. Pintu lift kini terbuka, Seungjoo berjalan keluar dari lift mendahului Minsoo.“Hyung, aku belum selesai bicara!” Minsoo kini menyusulnya.“Tenanglah sebentar lagi pasti aku bertemu seseorang yang tepat. Aku hanya perlu menunggu saja.” balas Seungjoo dengan senyuman.“Coba saja orang-orang mendengar ucapanmu tadi, pasti mereka mertertawaimu. Di mana-mana wanita yang menunggu bukannya pria.” tungkasnya kesal.₰Taehyung sejak mendarat di bandara ia sudah menghubungi Junsu.Dulu mereka sempat bertetangga waktu sekolah di China. Lantas hubungan mereka hingga kini masih terjaga.Junsu yang mendapat kabar bahwa Taehyung tiba di bandara. Segeralah dia menawarkan diri menjemput Taehyung yang kebetulan membawa barang sekiranya muat di mobilnya.Beberapa menit perjalanan ke bandara akhirnya sampai juga. Junsu mendapati Taehyung berdiri di luar pintu bersama Jiyeon. Mereka berdua tampak berjauhan satu sama lain.Dan sepertinya Taehyung enggan memperdulikan kehadiran Jiyeon apalagi memandang wajah Jiyeon yang memelas. Mereka bertingkah seolah-olah sepasang kekasih yang saling bertengkar, memilih membisu dan bersikap dingin.Junsu dapat membaca apa yang terjadi diantara Jiyeon dan Taehyung saat itu, ia hanya tersenyum seraya membantu Taehyung memasukan
Jiyeon berbalik arah menuju kantor presedir yang sebelumnya ia hendak ke cafeteria—beristirahat bersama Hyena.Sepanjang perjalanan ia mengusap keningnya. Sakit yang ia rasakan kalah banding dengan seribu kata yang digunakan mengekspresikan rasa malunya. Hari ini benar-benar hari yang sial bagi Jiyeon, sudah jatuh disambar pertir pula.Dari kejauhan Seungjoo berjalan di depan Jiyeon. Ia tak sengaja melihat Jiyeon yang merintih kesakitan hingga lupa keberadaan Seungjoo yang sebentar lagi berpapasan dengannya.Seungjoo sudah bersiap-siap memasang senyuman di wajahnya dan menyapa Jiyeon—yang sebentar lagi akan berkerjasama dalam satu tim dengannya.Seungjoo berhenti berniat menyapa Jiyeon saat Jiyeon jalan terus sampai keningnya menabrak pundak Seungjoo, duk~!Jiyeon terpental pelan mundur ke belakang. Tiba-tiba emosinya naik seketika, tapi di
55Tepat pukul pukul 6 pagi Taehyung berdiri tepat di depan pintu tangga darurat. Ia mengenakan kaos hitam, menggunakan sepatu dan celana yang panjangnya selutut. Kakinya tak henti-henti menghentak lantai.Waktu terus berjalan kini menunjukkan pukul 6:15. Emosi Taehyung nyaris keluar beruntung Jiyeon sudah datang, berlari menghampirinya, Jiyeon mengenakan jaket tebal, celana training hitam dan kaos putih.Jiyeon membungkuk 90’ sambil kedua tangannya menumpu pada lutut. Jiyeon lupa dengan perintah Taehyung kemari, ini akibat menonton drama sampai malam, ia jadi lupa waktu.“Ma-ma hah . .. hah maaf,” Jiyeon tersendat napasnya yang belum beraturan. Kedua matanya tertuju pada lantai.“Ck!” decak Taehyung kesal tapi waktu sudah terlanjur berjalan mau apalagi.“Ikuti aku,”Taehyung memimpin jalan, J
Kenyataannya jangankan menyapa, bertanya saja Jiyeon ketakutan. Jiyeon juga takut dengan reaksi mereka seandainya tau Jiyeon tidak bisa menjawab. Susah payah Jiyeon menelan saliva. Ia baru pertama kali bertemu Taehyung kemarin dan masalahnya belum kelar tentang kasus menyiram Taehyung dengan kopi panas. “Bagaimana?” Hyena bertanya semakin menekan batin Jiyeon. “Aku hanya tau dia di sini selama 3 bulan, seterusnya aku kurang tau” ungkap Jiyeon ketakutan. Para suster kompak mendesah kecewa. “Apa yang kalian harapkan dari Jiyeon, dia baru sehari bekerja dengan dokter Kim, mana mungkin dia tau semua jawabannya.” bela Hyena. “Benar, aku baru sehari,” timpal Jiyeon. “Kalau gitu pertanyaan ini kamu tanyakan langsung,” usul suster lain. “Iya benar, jadi pertanyaan yang kita buat tidak sia-sia,” sanggah suster lainnya. “Aku setuju,” ujar mereka serempak. “A aaaa…. ~” Jiyeon kehabisan kata-ka
Taehyung dan Jiyeon terkapar karena terlalu banyak meminum alcohol. Alhasil Seungjoo menggendong Taehyung, orang yang paling lemah terhadap akohol diantara teman-temannya. Padahal Taehyung baru menghabiskan 1 botol minuman.Junsu berjalan memimpin di depan. Jalannya terhuyun-huyun. Tak kala Junsu tertawa terkikik tidak jelas, sepanjang perjalanan.Minsoo menggendong Hyena, sedangkan Jiyeon berjalan sempoyongan di sebelah Seungjoo.Malam ini malam penyambutan Taehyung yang sangat menyenangkan namun berakhir dengan kekacauan. Renacana awal mereka hanya makan bersama dan bernyanyi saja. Tetapi tak disangka suasana menjadi semakin panas dan seru hingga mereka keblablasan minum terlallu banyak.“Hihihi,” kekeh Junsu.Seungjoo dan Minsoo kerepotan jadinya. Beruntung rumah sakit mereka dekat dengan tempat mereka bermain tadi.“Seungjoo oppa, capek?” tanya Jiyeon sedikit teler.“Bukan masalah,
Kesialan menyertai Taehyung dan Jiyeon yang dikejar waktu keberangkatan kereta. Mereka lupa jadwal aktivitas sebagai relawan di desa tepencil– entah di mana tempatnya hanya Seungjoo tau letak desa tersebut.Akibat pesta kemari ingatan Jiyeon dan Taehyung tentang tugas hilang, tau begini mereka tak minum banyak minuman. Mereka hanya berharap bisa sampai ke stasiun tepat waktu sebelum kereta berangkat.Awalnya Taehyung mengira ia datang tepat waktu ke rumah sakit. Saat berjalan menuju koridor, Taehyung mendapati Jiyeon berdiri dengan tas punggung dan koper polo kecil berwarna hitam.Terasa janggal melihat raut muka Jiyeon terlihat muram, Taehyung akhirnya menyadari dia terlambat saat Jiyeon mengucapkan keluhannya.“Mereka sudah berangkat duluan, kita terlambat,”Jiyeon sengaja menunggu Taehyung datang dan membiarkan dirinya ditinggal yang lain. Jiyeon mempunyai frasat bahwa Taehyung sama sekali tida
Jiyeon dan Taehyung duduk tenang menunggu ajumma dan anaknya membawa makanan ke meja yang di depan mereka. Saat ajumma datang membawa makanan, Jiyeon lekas berdiri membantu membawakan sekaligus menata makanan di atas meja. Setelah tertata rapi, Jiyeon kembali duduk dengan posisi santun, begitu juga Taehyung.“Duduklah dengan nyaman saat makan, kaki kalian pasti pegal saat perjalanan.” ujar ajumma lembut.“Terimakasih,” mereka duduk dengan nyaman. Jiyeon membantu ajumma memorsi nasi.“Umur anda berapa?” tanya wanita dengan penuh semangat.“28 tahun,”“Uwaa berati anda oppa, saya 27 tahun. Boleh saya panggil oppa,” Taehyung menjawab iya dan wanita itu semakin bersemangat, “siapa nama oppa?”“Kim Taehyung,” ia menjawab sambil menerima mangkuk nasi dari Jiyeon.“Aku, Kim Min Hwa,
₰“Ck, kenapa dia belum datang, bikin orang cemas,” dengus Hyena kesal.Orang yang Hyena maksud adalah Jiyeon. Sejak mereka sampai di tempat hingga sekarang belum mendapatkan kabar dari Jiyeon dan Taehyung. Mereka maupun Taehyung dan Jiyeon kesusahan memberi kabar karena jaringan lemah.“Jangan-jangan mereka tersesat,” imbuh Minsoo.Sementara itu Seungjoo memeriksa arlojinya. Semua perlengkapan barang sudah siap dan mereka sudah mengenakan seragam lengkap kerja, hanya tinggal menunggu kedatangan Taehyung dan Jiyeon di balai desa.Hyena sudah lama berjalan modar-mandir sambil mengigit kuku di hadapan Minsoo dan Seungjoo. Bahkan Hyena belum meminum teh yang sudah disajikan.Tak lama kemudian suara berisik mesin terdengar semakin keras mencuri perhatian mereka bertiga, dan saat mobil itu berhenti di depan, Jiyeon dan Taehyung keluar dari mobil. Begitu leganya mereka melihat Jiyeo
Sekian lama bernegoisasi dengan Junsu. Akhirnya Taehyung berhasil membujuk Junsu untuk mengikuti Jiyeon pergi. Dan Jiah ikut serta. Ia tak mau ketinggalan hal menyenangkan, Taehyung awalnya enggan atas kehadiran Jiah, sebab masalahnya berkaitan tentang namja, perempuan dilarang ikut campur.Tetapi apa boleh buat, Junsu dan Jiah, harga mati. Mereka satu paket jadi susah memisahkan mereka.Usai melepas jarum infusnya, ia keluar bersama Junsu dan Jiah. Tampilan Taehyung, kaos hijau gelap dengan celana panjang hitam. Busana yang wajar, sisi lain, bertentangan dengan Taehyung. Junsu bersama Jiah mengenakan pakaian serba gelap. Mengenakan sun-glasses, topi, masker. Gaya pakaian penyelundup narkoba.Dibuatnya jerah, Taehyung keberatan dengan penampilan mereka. Malu ketika Taehyung menunggu sepasang burung di lobby, lalu datang menghampirinya mengenakan busana penjahat. Mereka pikir sedang bermain film laga.“Ya, terlalu
Satu hal yang belum Jiyeon jelaskan pada Sehun. Tempat. Dimana mereka bertemu. Cerdasnya Jiyeon, kian hari membuat Jiyeon bangga pada dirinya sendiri. Merahasiakan tujuannya, ke mana mereka akan kunjungi. Sehingga Sehun mau tak mau harus menjemput Jiyeon di rumah sakit.Malam sebelum mereka kencan, Sehun sibuk mengurus pakaian sedangkan Jiyeon sibuk membuat cupcake—kue mangkuk, di dapur rumah sakit.Tentu saja Jiyeon menggunakan bahan yang ia beli di supermarket. Ia bawa ke dapur, malam hari dapur rumah sakit berhenti beroperasi. Cocok untuk Jiyeon, leluasa bergerak sebab ia tidak akan mengganggu pegawai lain ataupun diganggu.Suara mixer memenuhi ruangan. Seorang tamu menimbulkan bunyi, langkah sandal. Taehyung. Mengenakan piyama rumah sakit. Mengitari bangunan, mencari Jiyeon sambil mebawa tiang bersama infus bertengger. Dan berhasil menemukan Jiyeon di dapur.“Apa yang kau lakukan di sini,” sela Taehyung.
ConnectedPing! Ping!Dering ponsel Jiyeon menyeruak. Mengugah Jiyeon yang tertidur dalam pelukan Taehyung. Mulanya Jiyeon tak mengenali siapa yang memeluknya, setelah mengingat kondisi Taehyung memburuk, dan dilarikan ke rumah sakit.Kepayahan mengurus Taehyung, dimulai dari memasang jarum infus. Mendata diagnose, menulis laporan serta memesan bangsal untuk Taehyung.Yang Jiyeon ingat selesai merawat Taehyung, ia duduk di kursi menunggu Taehyung sadar. Lama-kelamaan Jiyeon tertidur. Bangun-bangun, mendapati dirinya tidur seranjang dengan Taehyung—yang memeluknya erat. Tangan kukuh Taehyung menekan badan Jiyeon. Puncak kepalanya menyentuh dagu Jiyeon.Ketika matanya terbuka lebar, nyawanya kembali sepenuhnya. Jiyeon berusaha menggapai ponselnya yang berada di meja. Bergerak sedikit saja, Taehyung kian mengencangkan pelukannya. Tangan kanannya pantang menyerah mengapai ponselnya, hanya saja kepala Taehyung menahan d
Sekian lama Jiyeon berkeliling mencari Taehyung, akhirnya Jiyeon menemukan Taehyung di dalam mobilnya. Menekan mundur kursinya sampai terasa nyaman digunakan tidur. Meskipun Taehyung terlihat terlelap, Jiyeon tau Taehyung berpura-pura.Badannya bergerak unglai, berjalan ke mobilnya. Tenaganya setengah habis ia kerahkan mencari Taehyung. Dan ternyata selama ini. Taehyung berada di mobilnya. Absurd.Jiyeon masuk ke dalam mobilnya. Memegang setir mobil, menekan keningnya pada setir. Mengatur napasnya, di luar sana panas sampai-sampai tubuhnya memerah—kepanas tersengat sinar matahari. Padahal Jiyeon berpindah-pindah tempat, Jiyeon menggidik ngeri membayangkan dirinya duduk sendirian tersengat matahari. Akan sama halnya dengan telur goreng.Dimobilnya panas juga kering. Jiyeon heran bagaimana Taehyung bertahan hidup di temperature ekstrim mobilnya. Badan Taehyung berkeringat. Wajahnya pucat. AC mobil Jiyeon tak begitu cepat merangsang sebab mesin mobil kepanasa
It’s not hard “Ya, Oh Sehun!” panggil Mingyu di belakang. Sehun tidak memperdulikan Mingyu selama seminggu. Kenapa, sebab Mingyu sering menghubungi Sehun tiap malam harinya, pagi hari hingga sore hari ia mengusik Sehun. Hanya untuk mendapatkan nomor seluler milik Jiyeon tentunya. Sehun bersumpah demi Tuhan, tidak akan memberikan nomor Jiyeon ke Mingyu. Jika itu terjadi maka Sehun kalah, dan dia harus menuruti aturan Jiyeon. Sehun memang sudah menghapus nomor seluler Jiyeon. Namun masalah mendapatkan kembali nomor Jiyeon sangatlah mudah. Nomor seluler Jiyeon telah di-update oleh ayahnya. Jadi setiap pegawai rumah Sehun memiliki nomor seluler Jiyeon. Dikondisikan menanggulangi keadaan yang diluar prediksi. “Ya, berhenti, kau dengar aku,” Mingyu berlari sepenuh tenaga. Sedangkan Sehun berjalan cepat. Mingyu menggapai lengan Sehun. Sehun mengibaskan lengannya, tangan Mingyu terbeba
Have a breakPerkotaan menerangi kegelapan bak bintang di langit. Sayang langit perkotaan hampa penampakkan bintang. Jangan salahkan bangunan metropolitan, manusia yang mengebu-ngebu menggunakan lampu.Jiyeon sedikit jengkel tak dapat menikmati langit di siang hari, juga malam hari. Malam yang diidamkan Jiyeon ketika ia bersama Hyun Jung di rumah nenek mereka.Paling menyenangkan berkunjung ke rumah nenek dimusim panas. Menyaksikan kembang api di laut. Makan makanan laut seperti shasimi—hidangan laut dimakan mentah. Hyun Jung suka makan shasimi dengan pasta cabai yang dicampur madu.Makan itu Jiyeon pesan. Maka dari itu ditengah perayaan penyambutannya, Jiyeon jadi teringat kenangannya bersama Hyun Jung.Bukannya sedih sebaliknya Jiyeon bahagia mempunyai kenangan manis bersama saudaranya.Dan Minsoo sangat berisik bernyanyi di depan. Feel-dari moment-nya menjadi absurd dan sulit di
Take that handJiyeon menjenguk Sehun usai tugasnya. Jiyeon lebih menyia-nyikan waktu makan di cafetari, walaupun pihak sekolah sudah menyediakannya hidangan lezat, bukan masalah besar. Keperluan utama Jiyeon memeriksa pasiennya. Oh Sehun.Jiyeon memang tak berharap lebih Sehun begitu saja mendatanginya. Beruntung, entah bisa disebut kebetulan, berkat sifat brutal Taehyung, Sehun dilarikan ke UKS. Tanpa sengaja Taehyung memberi jalan Jiyeon mendekati Sehun.Jiyeon tengah mengamati wajah Sehun. Dagu, bibir, hidung, mata, dan kening. Bagian wajah Sehun, laki-laki idaman wanita. Tampan sekali. Beku maka abadi. Bertanya-tanya, apa yang dimakan ibunya sewaktu mengandung dirinya.Wajah sempurna. Sekali kedip, 1, 2, dan banyak wanita pasti luluh. Harta melimpah, sudah ada dikertas warisan. Kehidupan mapan. Lalu permasalahnya apa, Oh Sehun kekurangan apa?Mungkin Sehun terlalu pucat. Tidak, sekalipun pucat dia tetap sempurna. Ku
Re-callBerdiri di depan, Taehyung yang sedang memegang microphone. Suaranya terdengar jelas di gedung olahraga. Taehyung tengah memperkenalkan dirinya dan juga timnya. Maksud kedatangannya ke sekolahan tersebut.Peserta tim kedokteran terdiri dari Taehyung—leader. Seungjoo, Jiyeon, Minsoo, Hyena—satu-satunya yang suster. Sisanya petugas paramedic.Kegiatan pertama mereka tentang kebersihan dalam rumah dan lingkungan. Setelah itu pertolongan pertama dan terakhir materi keremajaan. Tentang pisikologi remaja masa kini, Jiyeon mempunyai kewenangan menerangkan materi tersebut.Selesai menjelaskan materi kini mereka melakukan prakter CPR—penanganan pertama berupa pijatan jantung atau mulut ke mulut. Lantas banyaknya siswa, dibagilah mereka menjadi beberapa kelompok dengan tiap kelompok didampingi petugas paramedic.Tim dari kedokteran berpencar kecuali Taehyung. Menjaga jaraknya tak terlalu
$$$Jiyeon tengah memilih menu makan yang tersaji diprasmanan. Sarapan pagi sehat, buah-buahan dan daging untuk tenaga.Jiyeon menghiraukan bisik-bisik pegawai rumah sakit Gyonghee yang tengah membicarakannya. Ya, Jiyeon telah manganggap wajar dengan orang-orang rumah sakit yang membicarakan profilnya.Kini Jiyeon hanya memperdulikan perutnya yang kelaparan. “Kurasa sudah cukup,” komentarnya pada piring makanannya yang penuh.Jiyeon keluar dari barisan. Berdiam diri menerawang ruangan, mencari tempat duduk untuknya. Dimana kemungkinan besar tempat duduk tanpa orang yang bertanya padanya tentang dirinya terutama tentang saudara kembarnya.Dan Jiyeon menemukan sosok Seungjoo sendirian. Ya, Jiyeon mengenal Seungjoo karena insiden Mingyu. Sejak Seungjoo mengantarnya ke rumah sakit, mereka tak ada lagi kontak komunikasi.Jiyeon pun memutuskan langkahnya ke Seungjoo. Sesampai di tempat, Jiyeon meletakkan piringnya, seketi