Share

35. Kangen 2

Penulis: Lis Susanawati
last update Terakhir Diperbarui: 2024-07-08 16:07:09

"Udah sore, bentar lagi Maghrib. Besok main lagi setelah pulang sekolah."

Noval menggeleng.

"Biar main dulu di sini, Dok. Nanti saya anterin pulang," kata Reza.

"Biar nanti kami jemput saja, Pak Reza."

"Oh, oke."

"Kalau gitu saya permisi. Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumsalam."

Rinjani pulang sendirian. Melangkah sambil merapatkan sweater abu-abu yang dipakainya. Hawa sangat dingin bagi Rinjani yang sudah terbiasa oleh panasnya kota Surabaya. Setelah selesai salat isya, ia sudah mulai memakai kaus kaki hingga pagi. Dilepas sebentar jika ke kamar mandi.

Wanita itu berdiri menatap langit barat yang semburat jingga. Menghirup udara dalam-dalam. Tempat yang menyenangkan dan membuat betah. Tenang, udara bersih. Lingkungan kerjanya juga ramah dan bersahabat. Tidak salah ia memilih tempat ini. Walaupun memang harus membiasakan diri bersosialisasi dengan warga sekitar. Hidup di pinggiran jelas tidak sama dengan hidup di kota besar. Kemarin malam ada warga yang mengirim berkat kenduri ke rumah.
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Bunda Ernii
kayaknya Abila sengaja n3ror Rin, biar mundur gitu kali... hhhmm pelakor jaman sekarang lebih galak cuuyyy..
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Rindu yang Terluka    36. Kangen 3

    Dua minggu kemudian ....Keadaan kian rumit di perusahaan. Daffa makin sibuk dengan segala urusan semenjak pulang dari Jakarta. Banyak kejanggalan yang sengaja diciptakan untuk menjatuhkannya. Ini yang membuat Daffa tidak bisa pergi ke mana-mana.Padahal dia ingin segera ke Malang untuk menjelaskan bahwa apa yang diomongkan Abila tidak benar. Daffa tidak heran kalau Abila tahu dirinya sedang ada di Jakarta beberapa hari yang lalu. Sebab perusahaan mereka masih terlibat kerjasama."Din, cancel semua jadwal saya untuk hari Senin depan. Saya ngambil cuti sehari," ujar Daffa sambil membubuhkan tanda tangan. Sabtu, Minggu, Senin. Tiga hari cukup untuk dia tinggal di Malang."Senin ini ada meeting dengan jajaran direksi, Pak," jawab Dinda lantas membuka tablet-nya. Membacakan senarai jadwal bosnya hingga minggu depan. Sabtu pun ada pekerjaan.Setelah Dinda keluar ruangan, Daffa menghela nafas panjang sambil menyandarkan tubuh ke punggung kursi. Akhir tahun memang banyak sekali yang harus di

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-08
  • Rindu yang Terluka    37. Memilikimu 1

    RINDU YANG TERLUKA - Memilikimu"Nggak niat banget nutup matanya, Mas," cicit Rinjani sambil memakai bajunya. Biar sekalian Daffa melihatnya. Daripada dia masuk angin karena kedinginan."Udah belum? Boleh buka mata?" tanya Daffa."Dari tadi mana ada Mas nutup mata." Rinjani menggerutu seraya meraih sweater di gantungan belakang pintu. Daffa tersenyum jahil sambil mendekat. "Honey, s*ksi banget sih kamu.""Modus kamu, Mas. Aku buatin minum dulu. Mau kopi apa teh?" tanya Rinjani tidak menggubris pujian Daffa. Orang masih jengkel, dikira sudah baik-baik saja.Ah, Daffa pun sama. Pria berpostur tinggi itu tidak menjawab malah menarik tangan sang istri hingga melekat di tubuhnya. Capek mendongak, Rinjani berusaha melepaskan pegangan tangan suaminya. Namun tidak bisa mengelak dari aroma tubuh Daffa yang bercampur parfum di baju dan jaketnya. Aroma favorit yang tidak pernah berganti semenjak Rinjani mengenalnya untuk pertama kali."Lepasin. Kubuatin minum."Daffa mengangkat dagu sang istri

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-09
  • Rindu yang Terluka    38. Memilikimu 2

    Rinjani bangkit dari duduknya dan melepaskan mukena. Ia keluar kamar dan menghampiri Daffa yang sibuk bermain dengan Noval. "Mas, udah sholat belum?""Sudah. Tadi mampir di Batu untuk sholat," jawab Daffa memandangnya.Rinjani ke dapur untuk menyiapkan makan malam. Tidak ada persiapan apa-apa karena tidak tahu kalau Daffa pulang sore itu. Hendak keluar membeli sesuatu, tapi hujan turun deras saat itu.Setelah salat Maghrib, mereka duduk di ruang makan. Noval manja minta disuapi papanya."Maaf, nggak bisa nyediain apa-apa. Mas, nggak ngabari kalau mau ke sini," ujar Rinjani sambil menyendokkan nasi buat Daffa dan Noval."Nggak apa-apa. Ini cukup enak." Daffa memandang atas meja. Ada gurame goreng, ayam goreng, lalapan dan sambal. "Assalamu'alaikum." Ketika tengah makan, ada suara salam di luar."Wa'alaikumsalam," jawab mereka serempak.Lastri yang bangkit untuk ke depan. Lantas kembali sambil membawa sekotak brownis dan wingko babat di tangannya. "Dikasih oleh-oleh sama Pak Dosen, Bu.

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-09
  • Rindu yang Terluka    39. Memilikimu 3

    Daffa diam. Rinjani tidak tahu kalau godaan selalu ada di lingkungan kerjanya. Perempuan-perempuan itu mendadak begitu agresif mencari perhatiannya. Bukan sekarang. Sejak dulu juga begitu. Namun Abila ini yang berhasil menjeratnya kembali."Rin, susah sekali ya kamu mempercayai lagi suamimu ini?"Rinjani menarik napas dalam-dalam. Tidak hanya perempuan yang memiliki pesona raga yang membuat kaum lelaki memiliki fantasi liar saat melihatnya. Tapi Daffa, lelaki yang memiliki itu semua. Jujur saja, Daffa memiliki s*x appeal yang tinggi. Sosoknya memikat dengan fisik yang nyaris sempurna. Siapa perempuan yang bisa memalingkan muka darinya. Dia pria yang penuh percaya diri didukung oleh segala kemampuan dalam dirinya. Open minded, rutin berolahraga, bisa mengelola emosi dengan sangat baik. Dan satu lagi. Dia seorang laki-laki yang sangat memanjakan pasangannya. Namun tidak ada manusia yang sempurna. Cela itu tetap ada."Oke. Mas nggak bisa maksain kamu sekarang ini. Tapi mas akan memberik

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-09
  • Rindu yang Terluka    40. Lawan Seimbang 1

    RINDU YANG TERLUKA- Lawan Seimbang Tampan, postur proposional, dewasa, dan berkharisma. Usianya mungkin sama dengan kakak sulungnya. Itu yang ditangkap sekilas dari sosok Reza. Duda sebelah yang melangkah pulang ke rumahnya.Daffa masih memperhatikan dari jendela. Dia melihat seorang wanita tua keluar dari rumah. Pasti itu yang bernama Bu Murti. Reza mengangkat kursi dari teras dan meletakkan di halaman untuk ibunya berjemur. Dari gesturnya tampak sekali kalau lelaki itu sangat perhatian pada ibunya.Beberapa saat kemudian, Rinjani menyeberang dan wanita tua itu memanggilnya. Rinjani menghampiri. Daffa melihat mereka bertiga ngobrol sangat akrab. Sesak dalam dada kembali menghantam. Kenapa dosen itu menatap Rinjani penuh pandang perhatian. Mestinya dia tahu kan kalau Rinjani punya suami.Daffa merapatkan jaket dengan gusar. Awal pagi yang tercipta begitu indahnya tadi, kini terbakar oleh api cemburu yang berkobar menghanguskan hatinya."Pa." Panggilan itu membuat Daffa menoleh.Nova

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-10
  • Rindu yang Terluka    41. Lawan Seimbang 2

    "Kenapa? Biar kamu bisa numpang di mobil duda sebelah kalau hendak ke mana-mana." Daffa berkata tajam."Nggak usah mengada-ada. Kecurigaanmu nggak beralasan, Mas. Begitulah kalau pernah curang. Bawaannya juga mencurigai pasangan. Dikira aku pun melakukan seperti apa yang mas lakukan."Daffa terdiam dan mereka saling pandang. Baru kali ini merasakan cemburu sehebat ini. Membuatnya berat meninggalkan Pujon Selatan."Mas, mandi dulu sana." Rinjani memberikan handuk bersih pada suaminya. Daffa menerima sekaligus menarik tangan istrinya. Mencumbu Rinjani di ruang tengah. Memantik h*srat yang kembali menguasai."Kamu nanti telat, Mas. Jangan menambah masalah lagi. Banyak yang harus kamu selesaikan, bukan?" Rinjani berusaha merenggangkan tubuhnya menjauh dari Daffa."Sekarang berangkat pun, sudah telat untuk meeting jam sembilan nanti. Satu jam dari sini belum tentu bisa sampai Surabaya," jawab Daffa tanpa melonggarkan tangannya."Rin, kita kembali ke Surabaya.""Jangan egois, Mas. Semalam M

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-10
  • Rindu yang Terluka    42. Lawan Seimbang 3

    Dan mulai hari itu, Daffa fokus pada perusahaan. Menyelesaikan pekerjaan satu per satu. Dia butuh fokus dan konsentrasi. Juga harus mencari tahu siapa yang berusaha menjatuhkannya. Bergerak sendiri karena tidak ingin salah mempercayai orang, meski dengan Teddy sekalipun.***L***Dua minggu kemudian ...."Dokter Rin, mari pulang bareng saya." Reza menghampiri Rinjani yang masih berdiri di teras aula sekolahan Noval karena hujan turun sangat deras.Siang itu memang ada pertemuan wali murid untuk membahas acara outbound untuk anak-anak TK. Sejak Daffa masih sekolah di Surabaya, setiap ada undangan pertemuan wali murid, Rinjani selalu menyempatkan untuk hadir sendiri. Meski ada Lastri yang bisa mewakili.Reza juga hadir sendiri karena Bu Murti yang biasa datang sedang tidak enak badan. Kesehatan sang ibu memang menurun drastis akhir-akhir ini. "Saya bawa motor, Pak Reza.""Nggak mungkin kan dokter Rin boceng Noval pulang naik motor kondisi hujan deras begini," sanggah Reza."Bareng sama

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-10
  • Rindu yang Terluka    43. Daffa & Bre 1

    RINDU YANG TERLUKA - Daffa & Bre"Halo, Bre." Daffa duduk di mobilnya, baru menerima telepon."Hai, kamu di mana?" Suara sahabatnya di seberang. "Di kantor. Kamu di Surabaya apa di Malang?""Di Malang. Kapan kamu ke Malang?""Bentar lagi aku on the way ke sana.""Bisa kita ketemuan.""Aku nggak janji, Bre. Kacau banget pikiranku sekarang. Mana urusan perusahaan belum kelar. Ditambah lagi kepikiran sama Rin. Sumpah lama-lama aku bisa sinting."Terdengar tawa ngakak di seberang. "Kamu jangan gila. Biar aku saja yang gila. Nggak enak banget jadi orang yang paling menyesal dan kehilangan, Fa. Perjuangkan jangan sampai terlepas. Jangan sampai Rin mengajukan khulu. Kelar hidup loe. Biar aku saja yang nyesel. Kamu jangan." Suara Bre terdengar berat."Masih ingat kan gimana kamu ngejar Rin dulu. Kamu mati-matian dapetin dia, sedangkan waktu itu aku sudah nikah sama Livia tapi masih sibuk ngeyakinin mamaku. Punyaku sudah terlepas dan kamu jangan ngikutin jejakku. Kalau kamu beneran masih ber

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-11

Bab terbaru

  • Rindu yang Terluka    174. Sehari di Surabaya 3

    Rasa bahagia sekaligus haru menyelimuti ruang perawatan mamanya Bobby. Pria dengan seragam lapas itu memeluk erat dua putrinya. Air mata tumpah tak terkira. Karena isaknya, sampai menyulitkan untuk bicara.Sang mama yang tergolek di atas brankar tak bisa bergerak selain menangis. Adik Bobby sibuk menghapus air matanya sendiri. Begitu juga dengan Ika. Tidak menyangka jika jalan kehidupan putri-putrinya seperti ini. Reza merangkul sambil mengusap-usap lengan istrinya untuk menenangkan. Ika bukan menangisi Bobby, tapi menangis untuk kedua anaknya.Sedangkan Nasya yang tidak seberapa mengerti, duduk diam di sebelah papanya."Terima kasih banyak, Pak Reza. Sudah menjaga dan membimbing anak-anak saya. Terima kasih. Saya titip mereka." Bobby yang sudah mulai tenang, bicara pada Reza."Jangan khawatir, Pak Bobby. Saya akan menyayangi dan menjaga mereka dengan baik," jawab Reza dengan penuturan sopan dan ramah. Bobby ganti memandang mantan istrinya. "Maafkan kesalahanku. Maafkan keluargaku j

  • Rindu yang Terluka    173. Sehari di Surabaya 2

    Ika menghela nafas panjang. Pantaslah suara mantan adik iparnya terdengar cemas. Perempuan yang beberapa bulan lalu sempat mencak-mencak dan marah karena sang kakak mendapatkan hukuman lumayan lama, kini melunak. Mungkin sekarang benar-benar merasakan bagaimana kehilangan support dan ATM berjalannya.Selama ini Bobby dan Ika yang mensupport pengobatan wanita itu. Makanya kesehatannya terjaga. Namun mulai drop setelah Bobby masuk penjara dan tidak ada dukungan finansial lagi.Sudah hidup enak karena Ika tidak sayang uang buat mereka, tapi mereka diam-diam malah memberikan dukungan pada Bobby bermain serong. Apa mereka pikir, hidupnya akan jauh lebih baik lagi? Orang tamak akan terperosok pada ketamakannya sendiri."Bagaimana, Ma?" Reza menyentuh pundak sang istri yang masih berdiri di teras rumah.Ika mengajak suaminya duduk. Kemudian menceritakan tentang percakapannya dengan mantan ipar."Sebenarnya ini solusi, Ma. Kalau pihak keluarga Bobby mau mengajukan permohonan supaya Bobby diiz

  • Rindu yang Terluka    172. Sehari di Surabaya 1

    RINDU YANG TERLUKA- Sehari di Surabaya "Ma, papa nggak ngelarang kamu membawa anak-anak menjenguk papanya. Apapun yang terjadi, nggak ada yang bisa memisahkan darah yang mengalir sama di tubuh mereka. Tapi papa ngasih saran, bisakah diusahakan bertemu selain di penjara?"Malam itu Ika memberitahu sang suami perihal pesan yang dikirim mantan adik iparnya. Tentu Ika harus mendiskusikan bersama Reza untuk mengambil keputusan. "Pikirkan psikologis anak-anak. Selama ini mereka hanya mendengar papanya di penjara dari cerita. Tidak menyaksikan secara langsung. Kalau mereka melihat sendiri, pasti akan menjadi beban mental dan mengusik ketenangan jiwa anak-anak. Terutama Zahra yang sudah besar."Ika mengangguk. Benar yang dikatakan sang suami. Karena dia pun memikirkan hal yang sama."Bobby baru setahun menjalani hukumannya, Pa. Mana mungkin diizinkan keluar sebentar dengan alasan tertentu.""Ada beberapa alasan yang bisa membuat pihak berwenang memberi izin untuk Bobby keluar dalam beberap

  • Rindu yang Terluka    171. Biarlah Berlalu 3

    "Sudah. Tadi malam Iren ngasih tahu kalau Mas Yansa diopname. Livernya kambuh lagi. Kamu mau nyambangi?""Kayaknya nggak, Mbak. Rin juga lagi sakit.""Sakit apa?""Masuk angin.""Jangan-jangan istrimu hamil lagi?""Nggak. Hanya masuk angin. Beberapa hari ini memang sibuk di klinik sampai malam karena rekannya ada yang cuti. Minggu kemarin, tiga hari Rin juga bolak-balik ke Batu untuk seminar.""Nanti mbak ke rumahmu.""Oke. Kalau gitu aku berangkat dulu, Mbak.""Kamu nyetir sendiri?""Iya. Ibnu sudah berangkat pagi tadi ngantar proposal ke Surabaya."Daffa bangkit dari duduknya. Menyapa sebentar pada Bu Murti yang sedang memetik sayuran di halaman samping, lantas masuk mobil dan pergi.Ika masuk ke dalam rumah dan langsung ke dapur. Sebelum mulai sibuk dengan pekerjaannya, dia selalu menyempatkan untuk membantu memasak. Sambil memotong sayuran, ia teringat dengan sepupunya. Mereka pernah membesar bersama di dalam keluarga besar Joyo Winoto. Itu nama kakek mereka. Disaat masih sekola

  • Rindu yang Terluka    170. Biarlah Berlalu 2

    "Noval sudah berani tidur sendiri di kamarnya, Mas. Asal sebelum tidur ditemani dulu. Kalau Rachel biar tidur di kamar kita untuk sementara. Setelah dia bisa jalan biar ditemani oleh Mak Sum di kamarnya. Gimana?""Oke," jawab Daffa seraya merapatkan pelukannya. Mereka berdua sedang duduk menyaksikan hujan di luar dari balik jendela kaca."Terima kasih untuk hadiahnya, Mas. Tadi pagi kita buru-buru sampai aku nggak sempat bilang terima kasih." Rinjani berkata sambil menyentuh kalung di lehernya."Apa yang mas berikan tidak seberapa dibandingkan dengan apa yang kamu berikan dalam hidup mas, Rin. Kamu menyempurnakan hidup lelaki yang tidak sempurna ini. "Kamu memberikan gelar lelaki br*ngsek ini sebagai seorang ayah. Memberikan kesempatan disaat kesalahan mas teramat fatal. Maaf, untuk semua kesalahan kemarin. Mas bangga memilikimu.""Nggak usah diingat lagi. Kita sudah melangkah sejauh ini. Yang lalu biarlah berlalu. Kita berjuang untuk masa depan keluarga kecil kita. Tapi sekali lagi

  • Rindu yang Terluka    169. Biarlah Berlalu 1

    RINDU YANG TERLUKA - Biarlah Berlalu Kejutan macam apa ini. Daffa malah sukses membuat Rinjani kelabakan dan tergesa-gesa ke klinik dengan rambut yang belum kering. Dan jadi pusat perhatian, karena belum pernah ia datang ke klinik dengan rambut seperti ini.Mau marah, tapi ini hari ulang tahunnya. Mau marah, tapi Daffa seromantis itu. Ah, sejak dulu sebenarnya Daffa memang sangat romantis meski kemauannya tidak bisa dibantah. Bahkan di tengah perselingkuhannya, Daffa tetap romantis plus egois.Rinjani menghela nafas lalu duduk di kursinya. Meraba kalung berlian di balik kerah bajunya. Daffa yang memakaikannya sesaat sebelum pria itu membawanya terbang ke nirwana."Ini harus dipakai. Nggak mengganggu aktivitasmu, kan?"Sekarang hadiah istimewa itu melingkar dan di sembunyikan di balik kerah baju. Rinjani selalu memakai baju dengan kerah yang menutupi leher jenjangnya."Nanti malam kita dinner dan nginap di Batu," kata Daffa sebelum Rinjani turun dari mobil saat di antar tadi. Jarak

  • Rindu yang Terluka    168. Romantis 3

    Netra Bu Murti berkaca-kaca saat diberitahu kalau Ika sedang hamil. Bibirnya yang bergetar mengucap syukur berulang kali. Reza, Ika, dan anak-anak sampai di Pujon sudah jam sembilan malam. Reza langsung ke kamar sang mama untuk membagikan kabar gembira."Jaga Ika baik-baik. Jangan biarkan dia melakukan pekerjaan rumah. Biar anak-anak di urus ART. Kamu juga harus tirakat."Kata terakhir yang diucapkan Bu Murti, bagi Reza tidak menjadi masalah. Dia sudah terbiasa mengatasi kesendiriannya hampir lima tahun setelah mamanya Nasya meninggal. "Ika akan bekerja dari rumah, Ma. Jadi dia nggak akan ngantor lagi.""Syukurlah. Segera ajak Ika periksa ke dokter.""Besok kami pergi periksa. Jadwalku ke kampus kebetulan siang.""Ya sudah. Kamu istirahat sana."Reza mengusap punggung mamanya. Kemudian beranjak meninggalkan kamar itu.***L***Satu bulan kemudian ...."Tri, tinggalin aja. Kamu ke depan sana. Kamu ini pengantin baru, nggak usah ikutan beres-beres," tegur Mak Sum menghampiri Lastri yan

  • Rindu yang Terluka    167. Romantis 2

    Usai makan siang, Daffa mengajak istri dan anaknya pulang ke Malang. Sedangkan Ika dan Reza memutuskan pulang sorenya. Sebab Reza masih ada acara ketemuan dengan temannya di Surabaya.Daffa singgah di Batu. Bertemu Bre di sebuah kafe. Kehadiran Noval agak mengobati kerinduannya pada Alvian. Sudah lama dia tidak bertemu dengan anak Alan dan Livia itu.Bre juga mengendong baby Rachel."Nggak pengen kamu punya boneka hidup seperti ini?" tanya Daffa menghampiri Bre yang membopong Rachel di balkon kafe.Bre tersenyum. "Aku sudah cukup bahagia melihat kamu bisa kembali bersama dengan Rin. Memiliki anak-anak yang tampan dan cantik. Aku juga bahagia melihat Livia bahagia. Biar aku menjalani hidup yang aku pilih.""Sebeku itu hatimu?"Bre diam. Daffa juga diam. Mereka memperhatikan pemandangan di kejauhan yang mulai berselimut kabut. Entah sudah berapa kali Daffa memberikan semangat pada sahabatnya, tapi tampaknya sia-sia. Bre keukeh dengan keputusannya."Mbak Ika juga lagi hamil." "Oh ya?""

  • Rindu yang Terluka    166. Romantis 1

    RINDU YANG TERLUKA - Romantis "Tekanan darah Mbak Ika menurun, detak jantung meningkat. Ini salah satu tanda stres. Tapi aku yakin Mbak Ika nggak sedang dalam tekanan. Mbak dan Pak Reza sangat bahagia. Kata Mas Daffa pekerjaan juga baik-baik saja. Jadi aku yakin kalau Mbak Ika pasti sedang hamil ini," kata Rinjani setelah melakukan pemeriksaan pada kakak iparnya. Meski sebagai dokter umum, Rinjani memiliki kompetensi ANC (Antenatal Care). Pemeriksaan kehamilan secara umum.Ika bangun dari pembaringan. "Mbak emang udah telat datang bulan, Rin. Sudah sepuluh hari ini.""Kenapa Mbak nggak melakukan testpack?""Nggak, karena mbak takut kecewa lagi. Bulan-bulan kemarin kalau telat haid Mbak langsung test tapi hasilnya negatif. Makanya kali ini Mbak biarin.""Coba cek, Mbak. Aku yakin Mbak Ika lagi hamil ini.""Nanti Mbak beli testpack. Yuk, kita keluar."Ika dan Rinjani melangkah keluar kamar. Di depan pintu sudah ada Reza yang menunggu. Dia tadi khawatir kenapa istri dan iparnya masuk k

DMCA.com Protection Status