Beranda / Pernikahan / Rindu yang Terluka / 30. Luruhnya Sang Casanova 3

Share

30. Luruhnya Sang Casanova 3

Penulis: Lis Susanawati
last update Terakhir Diperbarui: 2024-07-06 16:08:26

Daffa hendak merengkuh istrinya tapi Rinjani segera melangkah keluar kamar. Tidak lama kemudian terdengar ucapan salam dari Pak Haslam dan Bu Mila yang baru pulang dari masjid.

Malam itu mereka makan bersama. Ngobrol seperti biasa tanpa menyinggung segala perkara yang terjadi. Noval tidak mau lepas dari pangkuan papanya setelah seminggu tidak bertemu. Membuat perasaan Rinjani kembali bercelaru.

Seminggu di kampung besannya Pak Haslam, Noval sibuk juga bertanya tentang papanya. Berulang kali memintanya supaya menelepon Daffa, tapi signal sangat tidak mendukung di sana. Dan Noval bisa dibujuk.

"Daffa keliatan nyesel banget, Rin. Dia benar-benar merasa kehilangan kalian," ujar Bu Mila ketika Rinjani membantu mencuci perkakas di dapur.

"Buaya kan begitu, Tante."

"Jangan salah, Rin. Buaya itu hanya memiliki satu pasangan dalam hidupnya. Setia pada satu betina."

"Itu buaya di air, Tan. Beda sama buaya darat."

Bu Mila tersenyum geli mendengar perkataan keponakannya. "Rinjani, kamu bisa saja
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (25)
goodnovel comment avatar
PiMary
Sampai disini,aku msh tim Daffa Rin sihh hahah...
goodnovel comment avatar
Nurmila Karyadi
semoga ini petualanganmu yg terakhir daffaaa,raih kembali cinta rin
goodnovel comment avatar
Sesilia Seny Ndrur
klo Dafa bener² dah menyesali perbuatannya apa salahnya ttp bertahan sama Rinjani,lagian takutnya ada udang dibalik batu sama hubungan nya sama abila utk menghancurkan rumah tangga Dafa sama Rinjani,klo saya sih gk setuju Rinjani sama bre,karena apa bedanya bre dgn bara,sama² penghianat
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Rindu yang Terluka    31. Tempat Baru 1

    RINDU YANG TERLUKA - Tempat Baru Ponsel Daffa berdering. Ada apa papanya menelepon jam sebelas malam begini. Apa terjadi sesuatu. Daffa bangun dari duduknya dengan perasaan khawatir. Siapa tahu Abila nekat membuat kekacauan yang lebih parah lagi dengan menemui papanya."Halo, Pa.""Kamu belum tidur?""Belum. Ada apa, Pa?""Ada yang ingin papa bicarakan sama kamu. Datang ke rumah, papa tunggu."Ponsel dimatikan. Daffa diam untuk beberapa saat. Sifat pemaksa sang papa sebenarnya tidak jauh dari karakternya sendiri. Kadang dirinya juga jengkel kalau diwajibkan pergi dalam kondisi tidak tahu waktu begini.Daffa bangkit dengan malas dan kembali memakai jaketnya. Saat keluar rumah ia tidak membangunkan Mak Sum. Kasihan, pasti sedang nyenyaknya tidur sekarang ini.Mobil melaju kencang membelah malam yang lumayan lengang.Suasana ruang tamu rumah orang tuanya masih terang benderang saat Daffa sampai. Papa dan mamanya masih menunggu di temani dua cangkir teh panas di atas meja. Tampaknya ada

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-07
  • Rindu yang Terluka    32. Tempat Baru 2

    "Aku nggak akan nyerein Rin apapun yang terjadi, Ma." Daffa berhenti sejenak lantas memandang sang papa. "Pa, aku sudah menyetujui dan menandatangani surat izin Rin kembali bekerja. Aku pikir, kami memang butuh waktu untuk saling introspeksi diri. Aku nggak nyalahin Rin kalau begitu susahnya mempercayaiku lagi. Tapi aku akan terus mencoba untuk merebut hatinya kembali."Jadi aku sangat memohon pengertian papa dan mama, agar tidak menahan Noval. Aku akan carikan tempat tinggal yang aman dan nyaman di Malang. Ada Lastri juga yang bersama mereka untuk menjaga Noval. Rin juga tetap memberikan kesempatan kita bisa bertemu Noval. "Setelah apa yang terjadi, tentunya Rin tidak nyaman lagi berkarir di Surabaya. Nanti aku yang akan bolak-balik Surabaya-Malang.""Kamu pikir itu nggak nyita waktu?" sergah Pak Farhan. "Kita bisa mencarikan pekerjaan untuk istrimu itu supaya tetap di Surabaya.""Pa, aku tidak bisa memaksakan kehendak. Aku yang salah. Rin tidak nyaman lagi di kota ini apalagi Abila

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-07
  • Rindu yang Terluka    33. Tempat Baru 3

    Daffa meraih pinggang istrinya hingga mereka melekat. "Kita bermalam di sini, besok pagi baru kita jemput Noval terus ke rumah Om untuk pamitan."Rinjani berusaha melepaskan tangan Daffa yang melingkari pinggangnya. Namun tetap tidak semudah itu bisa lepas. Apalagi tatapan tajam yang penuh gelora itu seolah hendak menerkamnya bulat-bulat."Kekasihmu mengirimkan pesan padaku kemarin pagi."Netra Daffa menyipit karena kaget. Abila benar-benar nekat. "Jangan gunakan sebutan itu.""Oh, aku lupa. Gadis kesayanganmu menghubungiku ngajak ketemuan."Wajah Daffa memerah. Ia mengalihkan pandangan. Rinjani benar-benar mengujinya dengan segala sebutan yang sengaja untuk menyindirnya."Dari mana dia tahu nomer teleponmu?""Mana aku tahu. Bisa jadi melihat dari ponsel Mas saat kalian berkencan.""Aku sudah memutuskan meninggalkan kota ini untuk membuka lembaran baru di tempat baru. Dengan Abila atau dengan siapapun Mas nanti akan menjadikannya pelabuhan terakhir, tetap jalin komunikasi yang baik de

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-07
  • Rindu yang Terluka    34. Kangen 1

    RINDU YANG TERLUKA - Kangen "Tri, ibu mana?" tanya Daffa dengan gusar. Sejak tadi teleponnya tidak dijawab oleh Rinjani. Padahal istrinya sudah pulang dari klinik."Ibu lagi meriksa Bu Murti, Pak. Mendadak beliau sakit dan Pak Reza minta tolong Bu Dokter untuk memeriksa."Daffa berdecak lirih. Gimana dia mau marah. Istrinya kan dokter. Tahu kan tugas dokter itu apa. Jadi tidak mungkin Daffa mencak-mencak karena cemburu. Padahal rupa pria tetangga itu seperti apa, Daffa belum melihatnya."Noval mana?""Mas Noval ikut, Pak.""Ya, sudah." Daffa meletakkan ponsel dengan kasar di sebelahnya. Semenjak kembali dari Malang. Drama banget perasaannya. Cemburu, cemas, takut, jungkir balik pokoknya. Seminggu yang meresahkan dan tidak tenang.Duda sebelah rumah membuatnya kalang kabut. Muhammad Reza Yusuf begitu Lastri memberitahu namanya dua hari yang lalu. Apa orangnya juga setampan namanya? Nabi Yusuf yang memiliki ketampanan seperempat jagat. Apa dia mendapatkan cipratan yang lebih banyak d

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-08
  • Rindu yang Terluka    35. Kangen 2

    "Udah sore, bentar lagi Maghrib. Besok main lagi setelah pulang sekolah."Noval menggeleng."Biar main dulu di sini, Dok. Nanti saya anterin pulang," kata Reza."Biar nanti kami jemput saja, Pak Reza.""Oh, oke.""Kalau gitu saya permisi. Assalamu'alaikum.""Wa'alaikumsalam."Rinjani pulang sendirian. Melangkah sambil merapatkan sweater abu-abu yang dipakainya. Hawa sangat dingin bagi Rinjani yang sudah terbiasa oleh panasnya kota Surabaya. Setelah selesai salat isya, ia sudah mulai memakai kaus kaki hingga pagi. Dilepas sebentar jika ke kamar mandi.Wanita itu berdiri menatap langit barat yang semburat jingga. Menghirup udara dalam-dalam. Tempat yang menyenangkan dan membuat betah. Tenang, udara bersih. Lingkungan kerjanya juga ramah dan bersahabat. Tidak salah ia memilih tempat ini. Walaupun memang harus membiasakan diri bersosialisasi dengan warga sekitar. Hidup di pinggiran jelas tidak sama dengan hidup di kota besar. Kemarin malam ada warga yang mengirim berkat kenduri ke rumah.

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-08
  • Rindu yang Terluka    36. Kangen 3

    Dua minggu kemudian ....Keadaan kian rumit di perusahaan. Daffa makin sibuk dengan segala urusan semenjak pulang dari Jakarta. Banyak kejanggalan yang sengaja diciptakan untuk menjatuhkannya. Ini yang membuat Daffa tidak bisa pergi ke mana-mana.Padahal dia ingin segera ke Malang untuk menjelaskan bahwa apa yang diomongkan Abila tidak benar. Daffa tidak heran kalau Abila tahu dirinya sedang ada di Jakarta beberapa hari yang lalu. Sebab perusahaan mereka masih terlibat kerjasama."Din, cancel semua jadwal saya untuk hari Senin depan. Saya ngambil cuti sehari," ujar Daffa sambil membubuhkan tanda tangan. Sabtu, Minggu, Senin. Tiga hari cukup untuk dia tinggal di Malang."Senin ini ada meeting dengan jajaran direksi, Pak," jawab Dinda lantas membuka tablet-nya. Membacakan senarai jadwal bosnya hingga minggu depan. Sabtu pun ada pekerjaan.Setelah Dinda keluar ruangan, Daffa menghela nafas panjang sambil menyandarkan tubuh ke punggung kursi. Akhir tahun memang banyak sekali yang harus di

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-08
  • Rindu yang Terluka    37. Memilikimu 1

    RINDU YANG TERLUKA - Memilikimu"Nggak niat banget nutup matanya, Mas," cicit Rinjani sambil memakai bajunya. Biar sekalian Daffa melihatnya. Daripada dia masuk angin karena kedinginan."Udah belum? Boleh buka mata?" tanya Daffa."Dari tadi mana ada Mas nutup mata." Rinjani menggerutu seraya meraih sweater di gantungan belakang pintu. Daffa tersenyum jahil sambil mendekat. "Honey, s*ksi banget sih kamu.""Modus kamu, Mas. Aku buatin minum dulu. Mau kopi apa teh?" tanya Rinjani tidak menggubris pujian Daffa. Orang masih jengkel, dikira sudah baik-baik saja.Ah, Daffa pun sama. Pria berpostur tinggi itu tidak menjawab malah menarik tangan sang istri hingga melekat di tubuhnya. Capek mendongak, Rinjani berusaha melepaskan pegangan tangan suaminya. Namun tidak bisa mengelak dari aroma tubuh Daffa yang bercampur parfum di baju dan jaketnya. Aroma favorit yang tidak pernah berganti semenjak Rinjani mengenalnya untuk pertama kali."Lepasin. Kubuatin minum."Daffa mengangkat dagu sang istri

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-09
  • Rindu yang Terluka    38. Memilikimu 2

    Rinjani bangkit dari duduknya dan melepaskan mukena. Ia keluar kamar dan menghampiri Daffa yang sibuk bermain dengan Noval. "Mas, udah sholat belum?""Sudah. Tadi mampir di Batu untuk sholat," jawab Daffa memandangnya.Rinjani ke dapur untuk menyiapkan makan malam. Tidak ada persiapan apa-apa karena tidak tahu kalau Daffa pulang sore itu. Hendak keluar membeli sesuatu, tapi hujan turun deras saat itu.Setelah salat Maghrib, mereka duduk di ruang makan. Noval manja minta disuapi papanya."Maaf, nggak bisa nyediain apa-apa. Mas, nggak ngabari kalau mau ke sini," ujar Rinjani sambil menyendokkan nasi buat Daffa dan Noval."Nggak apa-apa. Ini cukup enak." Daffa memandang atas meja. Ada gurame goreng, ayam goreng, lalapan dan sambal. "Assalamu'alaikum." Ketika tengah makan, ada suara salam di luar."Wa'alaikumsalam," jawab mereka serempak.Lastri yang bangkit untuk ke depan. Lantas kembali sambil membawa sekotak brownis dan wingko babat di tangannya. "Dikasih oleh-oleh sama Pak Dosen, Bu.

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-09

Bab terbaru

  • Rindu yang Terluka    174. Sehari di Surabaya 3

    Rasa bahagia sekaligus haru menyelimuti ruang perawatan mamanya Bobby. Pria dengan seragam lapas itu memeluk erat dua putrinya. Air mata tumpah tak terkira. Karena isaknya, sampai menyulitkan untuk bicara.Sang mama yang tergolek di atas brankar tak bisa bergerak selain menangis. Adik Bobby sibuk menghapus air matanya sendiri. Begitu juga dengan Ika. Tidak menyangka jika jalan kehidupan putri-putrinya seperti ini. Reza merangkul sambil mengusap-usap lengan istrinya untuk menenangkan. Ika bukan menangisi Bobby, tapi menangis untuk kedua anaknya.Sedangkan Nasya yang tidak seberapa mengerti, duduk diam di sebelah papanya."Terima kasih banyak, Pak Reza. Sudah menjaga dan membimbing anak-anak saya. Terima kasih. Saya titip mereka." Bobby yang sudah mulai tenang, bicara pada Reza."Jangan khawatir, Pak Bobby. Saya akan menyayangi dan menjaga mereka dengan baik," jawab Reza dengan penuturan sopan dan ramah. Bobby ganti memandang mantan istrinya. "Maafkan kesalahanku. Maafkan keluargaku j

  • Rindu yang Terluka    173. Sehari di Surabaya 2

    Ika menghela nafas panjang. Pantaslah suara mantan adik iparnya terdengar cemas. Perempuan yang beberapa bulan lalu sempat mencak-mencak dan marah karena sang kakak mendapatkan hukuman lumayan lama, kini melunak. Mungkin sekarang benar-benar merasakan bagaimana kehilangan support dan ATM berjalannya.Selama ini Bobby dan Ika yang mensupport pengobatan wanita itu. Makanya kesehatannya terjaga. Namun mulai drop setelah Bobby masuk penjara dan tidak ada dukungan finansial lagi.Sudah hidup enak karena Ika tidak sayang uang buat mereka, tapi mereka diam-diam malah memberikan dukungan pada Bobby bermain serong. Apa mereka pikir, hidupnya akan jauh lebih baik lagi? Orang tamak akan terperosok pada ketamakannya sendiri."Bagaimana, Ma?" Reza menyentuh pundak sang istri yang masih berdiri di teras rumah.Ika mengajak suaminya duduk. Kemudian menceritakan tentang percakapannya dengan mantan ipar."Sebenarnya ini solusi, Ma. Kalau pihak keluarga Bobby mau mengajukan permohonan supaya Bobby diiz

  • Rindu yang Terluka    172. Sehari di Surabaya 1

    RINDU YANG TERLUKA- Sehari di Surabaya "Ma, papa nggak ngelarang kamu membawa anak-anak menjenguk papanya. Apapun yang terjadi, nggak ada yang bisa memisahkan darah yang mengalir sama di tubuh mereka. Tapi papa ngasih saran, bisakah diusahakan bertemu selain di penjara?"Malam itu Ika memberitahu sang suami perihal pesan yang dikirim mantan adik iparnya. Tentu Ika harus mendiskusikan bersama Reza untuk mengambil keputusan. "Pikirkan psikologis anak-anak. Selama ini mereka hanya mendengar papanya di penjara dari cerita. Tidak menyaksikan secara langsung. Kalau mereka melihat sendiri, pasti akan menjadi beban mental dan mengusik ketenangan jiwa anak-anak. Terutama Zahra yang sudah besar."Ika mengangguk. Benar yang dikatakan sang suami. Karena dia pun memikirkan hal yang sama."Bobby baru setahun menjalani hukumannya, Pa. Mana mungkin diizinkan keluar sebentar dengan alasan tertentu.""Ada beberapa alasan yang bisa membuat pihak berwenang memberi izin untuk Bobby keluar dalam beberap

  • Rindu yang Terluka    171. Biarlah Berlalu 3

    "Sudah. Tadi malam Iren ngasih tahu kalau Mas Yansa diopname. Livernya kambuh lagi. Kamu mau nyambangi?""Kayaknya nggak, Mbak. Rin juga lagi sakit.""Sakit apa?""Masuk angin.""Jangan-jangan istrimu hamil lagi?""Nggak. Hanya masuk angin. Beberapa hari ini memang sibuk di klinik sampai malam karena rekannya ada yang cuti. Minggu kemarin, tiga hari Rin juga bolak-balik ke Batu untuk seminar.""Nanti mbak ke rumahmu.""Oke. Kalau gitu aku berangkat dulu, Mbak.""Kamu nyetir sendiri?""Iya. Ibnu sudah berangkat pagi tadi ngantar proposal ke Surabaya."Daffa bangkit dari duduknya. Menyapa sebentar pada Bu Murti yang sedang memetik sayuran di halaman samping, lantas masuk mobil dan pergi.Ika masuk ke dalam rumah dan langsung ke dapur. Sebelum mulai sibuk dengan pekerjaannya, dia selalu menyempatkan untuk membantu memasak. Sambil memotong sayuran, ia teringat dengan sepupunya. Mereka pernah membesar bersama di dalam keluarga besar Joyo Winoto. Itu nama kakek mereka. Disaat masih sekola

  • Rindu yang Terluka    170. Biarlah Berlalu 2

    "Noval sudah berani tidur sendiri di kamarnya, Mas. Asal sebelum tidur ditemani dulu. Kalau Rachel biar tidur di kamar kita untuk sementara. Setelah dia bisa jalan biar ditemani oleh Mak Sum di kamarnya. Gimana?""Oke," jawab Daffa seraya merapatkan pelukannya. Mereka berdua sedang duduk menyaksikan hujan di luar dari balik jendela kaca."Terima kasih untuk hadiahnya, Mas. Tadi pagi kita buru-buru sampai aku nggak sempat bilang terima kasih." Rinjani berkata sambil menyentuh kalung di lehernya."Apa yang mas berikan tidak seberapa dibandingkan dengan apa yang kamu berikan dalam hidup mas, Rin. Kamu menyempurnakan hidup lelaki yang tidak sempurna ini. "Kamu memberikan gelar lelaki br*ngsek ini sebagai seorang ayah. Memberikan kesempatan disaat kesalahan mas teramat fatal. Maaf, untuk semua kesalahan kemarin. Mas bangga memilikimu.""Nggak usah diingat lagi. Kita sudah melangkah sejauh ini. Yang lalu biarlah berlalu. Kita berjuang untuk masa depan keluarga kecil kita. Tapi sekali lagi

  • Rindu yang Terluka    169. Biarlah Berlalu 1

    RINDU YANG TERLUKA - Biarlah Berlalu Kejutan macam apa ini. Daffa malah sukses membuat Rinjani kelabakan dan tergesa-gesa ke klinik dengan rambut yang belum kering. Dan jadi pusat perhatian, karena belum pernah ia datang ke klinik dengan rambut seperti ini.Mau marah, tapi ini hari ulang tahunnya. Mau marah, tapi Daffa seromantis itu. Ah, sejak dulu sebenarnya Daffa memang sangat romantis meski kemauannya tidak bisa dibantah. Bahkan di tengah perselingkuhannya, Daffa tetap romantis plus egois.Rinjani menghela nafas lalu duduk di kursinya. Meraba kalung berlian di balik kerah bajunya. Daffa yang memakaikannya sesaat sebelum pria itu membawanya terbang ke nirwana."Ini harus dipakai. Nggak mengganggu aktivitasmu, kan?"Sekarang hadiah istimewa itu melingkar dan di sembunyikan di balik kerah baju. Rinjani selalu memakai baju dengan kerah yang menutupi leher jenjangnya."Nanti malam kita dinner dan nginap di Batu," kata Daffa sebelum Rinjani turun dari mobil saat di antar tadi. Jarak

  • Rindu yang Terluka    168. Romantis 3

    Netra Bu Murti berkaca-kaca saat diberitahu kalau Ika sedang hamil. Bibirnya yang bergetar mengucap syukur berulang kali. Reza, Ika, dan anak-anak sampai di Pujon sudah jam sembilan malam. Reza langsung ke kamar sang mama untuk membagikan kabar gembira."Jaga Ika baik-baik. Jangan biarkan dia melakukan pekerjaan rumah. Biar anak-anak di urus ART. Kamu juga harus tirakat."Kata terakhir yang diucapkan Bu Murti, bagi Reza tidak menjadi masalah. Dia sudah terbiasa mengatasi kesendiriannya hampir lima tahun setelah mamanya Nasya meninggal. "Ika akan bekerja dari rumah, Ma. Jadi dia nggak akan ngantor lagi.""Syukurlah. Segera ajak Ika periksa ke dokter.""Besok kami pergi periksa. Jadwalku ke kampus kebetulan siang.""Ya sudah. Kamu istirahat sana."Reza mengusap punggung mamanya. Kemudian beranjak meninggalkan kamar itu.***L***Satu bulan kemudian ...."Tri, tinggalin aja. Kamu ke depan sana. Kamu ini pengantin baru, nggak usah ikutan beres-beres," tegur Mak Sum menghampiri Lastri yan

  • Rindu yang Terluka    167. Romantis 2

    Usai makan siang, Daffa mengajak istri dan anaknya pulang ke Malang. Sedangkan Ika dan Reza memutuskan pulang sorenya. Sebab Reza masih ada acara ketemuan dengan temannya di Surabaya.Daffa singgah di Batu. Bertemu Bre di sebuah kafe. Kehadiran Noval agak mengobati kerinduannya pada Alvian. Sudah lama dia tidak bertemu dengan anak Alan dan Livia itu.Bre juga mengendong baby Rachel."Nggak pengen kamu punya boneka hidup seperti ini?" tanya Daffa menghampiri Bre yang membopong Rachel di balkon kafe.Bre tersenyum. "Aku sudah cukup bahagia melihat kamu bisa kembali bersama dengan Rin. Memiliki anak-anak yang tampan dan cantik. Aku juga bahagia melihat Livia bahagia. Biar aku menjalani hidup yang aku pilih.""Sebeku itu hatimu?"Bre diam. Daffa juga diam. Mereka memperhatikan pemandangan di kejauhan yang mulai berselimut kabut. Entah sudah berapa kali Daffa memberikan semangat pada sahabatnya, tapi tampaknya sia-sia. Bre keukeh dengan keputusannya."Mbak Ika juga lagi hamil." "Oh ya?""

  • Rindu yang Terluka    166. Romantis 1

    RINDU YANG TERLUKA - Romantis "Tekanan darah Mbak Ika menurun, detak jantung meningkat. Ini salah satu tanda stres. Tapi aku yakin Mbak Ika nggak sedang dalam tekanan. Mbak dan Pak Reza sangat bahagia. Kata Mas Daffa pekerjaan juga baik-baik saja. Jadi aku yakin kalau Mbak Ika pasti sedang hamil ini," kata Rinjani setelah melakukan pemeriksaan pada kakak iparnya. Meski sebagai dokter umum, Rinjani memiliki kompetensi ANC (Antenatal Care). Pemeriksaan kehamilan secara umum.Ika bangun dari pembaringan. "Mbak emang udah telat datang bulan, Rin. Sudah sepuluh hari ini.""Kenapa Mbak nggak melakukan testpack?""Nggak, karena mbak takut kecewa lagi. Bulan-bulan kemarin kalau telat haid Mbak langsung test tapi hasilnya negatif. Makanya kali ini Mbak biarin.""Coba cek, Mbak. Aku yakin Mbak Ika lagi hamil ini.""Nanti Mbak beli testpack. Yuk, kita keluar."Ika dan Rinjani melangkah keluar kamar. Di depan pintu sudah ada Reza yang menunggu. Dia tadi khawatir kenapa istri dan iparnya masuk k

DMCA.com Protection Status