Pagi ini Han melakukan rutinitas seperti biasa. Setelah membantu sang ibu menyelesaikan tugas rumah, Han berlatih ilmu pedang yang diajarkan oleh ayahnya. Jika ibu Han memiliki kelebihan dalam kecerdasan, maka ayah Han mempunyai kelebihan di kekuatan.
Bisa dibilang sang ayah adalah orang paling ahli dalam ilmu seni pedang di desanya yang bernama Smohill. Dengan tubuh tegap berdiri dan memiliki otot yang sedang, membuat ia dapat bergerak dengan lincah dan kuat. Bahkan, Kafui beserta kawannya sering mengalahkan monster yang mendekat ke desa dengan ilmu seni pedang.Di bawah dahan pohon, Han duduk memeluk lutut memerhatikan ayahnya yang sedang menunjukkan beberapa jurus berpedang. Matanya terpaku pada hunusan dari pedang bermata dua milik ayahnya. Setiap hunusan pedang yang dilancarkan, selalu ada angin yang keluar. Seakan-akan dapat menembakkan serangan jarak jauh menggunakan gelombang angin.“Bagaimana ... kamu sudah paham?” tanya Kafui seraya mengatur napas.Seketika Han tersadar dari lamunannya. Dalam hati ia berkata, “Eh ... pakai tanya, aku kan belum ahli dalam ilmu dasar. Sekarang ditanya sudah paham atau tidak.”Han tidak menjawab pertanyaan dari Kafui. Dirinya hanya menggelengkan kepala lalu melihat ke bawah. Sebenarnya dari dalam hati, ia tak ingin latihan pedang. Namun, untuk menghormati sang ayah, ia tak ingin membantah perintah ayahnya untuk melatih kemampuan berpedang.“Ayah, sebenarnya ... kita mempelajari ilmu berpedang untuk apa?” tanya Han dengan nada sedikit ragu.Melihat anaknya yang sedang tidak bersemangat, Kafui hanya tersenyum kecil. Ia melangkah ke depan Han dan duduk bersila.“Alasan pertama, karena Ayah bukan pengguna tombak, pedang besar, tongkat sihir, busur ....”Han berharap jawaban yang akan didapatkan sesuai ekspetasinya, ternyata bukan.“Alasan kedua, karena kamu tidak memiliki mana, sehingga kamu tidak bisa menggunakan sihir ....”Mengingat dirinya yang belum mampu menggunakan sihir dasar, Han menunjukkan wajah murung.“Alasan ketiga, karena kita pria. Tugas kita untuk melindungi diri kita dan orang lain.”Han menatap wajah ayahnya. Muncul rasa malu, seakan ada tamparan keras ke hatinya.“Gunakan apapun yang kita miliki, mau itu pedang usang, pisau tumpul, tongkat yang rapuh, sihir kecil, tangan, kaki, atau kepala kita,” imbuh Kafui, “untuk dapat melindungi orang yang kita sayangi.”Dalam diam Han tertunduk, merenungkan perkataan ayahnya. ia lalu menatap ayahnya penuh percaya diri. Kali ini ia mulai berlatih ilmu pedang dengan ayahnya.***Setelah berlatih pedang dengan ayahnya, Han mencoba melemaskan otot-otot yang kaku dengan berjalan kecil tidak jauh dari rumahnya. Ia melangkah di jalan setapak menuju bukit. Di sisi kanan dan kiri jalan, disuguhkan tanaman gandum yang beberapa hari lagi akan siap dipanen.Di tengah perjalanan, ia bertemu beberapa anak seumurannya. Dari kejauhan terlihat 3 anak laki-laki dan 1 anak perempuan yang sedang melakukan perundungan pada anak lain yang wajahnya tidak begitu jelas karena sedang jongkok sembari melindungi kepala.Pemandangan tersebut mengingatkan Han dengan kehidupan di kehidupan sebelumnya. Terkadang ia bertanya-tanya, kenapa dirinya masih mengingat ingatan kehidupannya dulu. Ingin menceritakan soal ini kepada kedua orang tuanya, tetapi ia mengurungkan niatnya.Tiba-tiba bola mata Han membesar, ketika salah satu anak yang merundung mencoba melemparkan sebuah batu ke arah anak yang terlihat menangis.“Woy!” teriak Han seraya berlari ke arah anak-anak berkerumun.Keempat anak yang sedang merundung tidak mengindahkan suara Han dan tetap melanjutkan perbuatan mereka.“Yang benar saja.” Han membatin lalu memegang tangan anak laki-laki yang sedikit lebih besar darinya. “Hentikan! Atau ....”“Atau apa?” Anak yang bertubuh besar memotong perkataan Han dengan wajah menantang.Situasi mulai menegang di antara Han dan anak berbadan besar. Masing-masing saling menatap dengan mata tajam. Ditambah anak-anak lain memperkeruh suasana. layaknya waduk air yang tinggal menunggu jebol dan mengeluarkan airnya.Namun, tak jauh dari sana, di dalam kegelapan gua yang terdalam terdapat sesuatu sosok yang mengamati sedari tadi. Tiba-tiba bersinar kedua mata merahnya. Lalu berteriak dengan keras, hingga terdengar oleh Han dan anak-anak yang dekat dengan lokasi tersebut.Semua orang yang ada di sana terperanjat sampai jantung mereka hampir berhenti. Karena sangat ketakutan anak-anak perundung lari terbirit-birit. Sedangkan Han dan anak yang dirundung terdiam di tempat.“Kau tidak apa-apa?” tanya Han kepada si anak yang ketakutan.Si anak tak mengeluarkan kata, hanya mengangguk menandakan ‘iya’.“Siapa namamu?” Han mengulurkan tangan.“Na-namaku ... Shiva,” jawab anak perempuan itu lalu berdiri.“Oh, rupanya perempuan.” Han membatin.Han memerhatikan penampilan gadis di depannya. Ciri-ciri fisik yang tidak berbeda jauh dengannya. Wajah gadis itu cukup cantik. Mata merah bak permata ruby, bertubuh sedikit kecil dari Han. Kulitnya putih pucat dan memiliki tanduk kecil berwarna merah. Yang membedakan ialah memiliki bagian tubuh perempuan pada umumnya.“Aku Han,” sambung Han sembari memberikan senyuman hangat agar Shiva tidak takut.Shiva tertegun menatap Han. Kemudian lamunannya dibuyarkan oleh ajakan Han.“Ayo pergi dari sini!”“I-iya.”Han menyuruh Shiva berjalan mengikutinya. Bukan menuju desa, melainkan ke atas bukit tujuan awal Han. Ia memperkirakan bahwa mereka berdua akan bertemu dengan anak-anak perundung di desa, maka ia memutuskan untuk tidak kembali ke sana dulu dan menunggu hingga situasi dingin.Sampai di atas bukit, Han berjalan menuju satu pohon besar yang rindang. Ia mengatur napas karena berjalan menaiki bukit. Melirik ke arah Shiva yang terlihat terengah-engah. Dirinya dapat memaklumi kondisi fisik anak perempuan jika disuruh berlari lalu berjalan menanjak.Dari sini Han dapat melihat desanya dengan jelas. Ia bahkan telah menemukan rumahnya yang berada di bagian kanan penglihatannya. Sepanjang mata memandang, dinding kubah yang transparan mengelilingi, seakan-akan mengunci dirinya, desa, dan semua yang ada di dalamnya. Sehingga tidak dapat menyentuh atau tidak dapat disentuh oleh dunia luar.Kemudian ia mengalihkan pandangannya ke sumber teriakan yang tadi membuat bulu kuduk berdiri. Memikirkan ada mo
Sejak pertemuannya dengan Han waktu itu, hidup Shiva mulai berubah. Ia menyelesaikan tugas rumah untuk mengumpulkan kayu kecil di hutan dekat rumahnya dengan cepat. Dalam perjalanan pulang, terkadang dirinya mengamati beberapa tumbuhan yang dapat dijadikan obat herbal. Mengingat dengan benar informasi seputar tanaman yang diberitahukan oleh Han.Setelah semua tugas rumah selesai, ia menuju ke rumah Han yang berada di bagian timur desa. Wajahnya berseri dengan senyuman yang lebar. Karena suasana hatinya membaik, sesekali melompat kecil saat berjalan.Sampai di depan pagar rumah Han, dirinya tidak langsung masuk dan bertemu. Ia mengintip dari balik celah pagar yang terbuat dari kayu. Sesuai perkiraannya, jadwal hari ini Han latihan pedang. Dan benar saja, di sana Han sedang berlatih dengan ayahnya.Sebuah ujung pedang milik Han meluncur lurus ke arah ayahnya. Dengan sigap, sang ayah menghindar dari serangan Han. Melihat ada kesempatan, Kafui melancarkan serangan balik. Beberapa hunusan p
Terbangun di suatu tempat yang asing, pandangan Han mulai mengelilingi penjuru tempat ia berdiri. Wajahnya mulai cemas karena baru sadar dirinya tidak berada di kamarnya. Ia menatap langit yang berwarna merah, tetapi matahari di atas lebih berwarna merah.Han menggerakkan kaki di atas hamparan rumput yang layu. Ia tak tau kenapa dirinya berada di tempat menyeramkan ini. Pikirannya saat ini hanya mau mengikuti langkah yang mengarahkan entah ke mana. Hingga matanya terbelalak ketika sampai di tujuan.Ia terdiam beberapa saat di depan mulut gua yang mirip gua di desanya. Awalnya ia berpikir begitu, tetapi setelah dilihat-lihat, itu benar-benar gua yang berada di desanya.“Bagaimana bisa terjadi seperti ini?” tanya Han yang mulai berkeringat.Perasaannya semakin tak karuan. Ia bingung kenapa berada di sini. Ingatan terakhirnya ialah berada di atas bukit bersama Shiva. Saat itu juga ia baru tersadar akan keberadaan Shiva yang tidak diketahuinya.“Shiva. Di mana kamu, Shiva? Shiva!” teriak H
Setelah membulatkan tekad, Han lalu mempersiapkan semua yang diperlukan. Ia pernah membaca beberapa buku milik keluarganya, tentang informasi segala monster yang ada di dunia ini. Namun, perhatiannya lebih memusatkan ke bagian monster yang kurang lebih memiliki fisik seperti dalam mimpinya.Han membuat perlengkapan berupa cincin, jimat, dan kalung. Setiap benda tersebut memiliki atribut yang memberikan kemampuan, ketahanan fisik ataupun sihir, dan sedikit menambah kekuatan.Kini ia berada di depan mulut gua. Belum masuk ke dalam sana, insting yang dimiliki dari tiap Phantom sudah aktif dan memperingatkan bahaya di hadapannya. Han menelan ludah, memberanikan diri masuk ke dalam. Tangan kirinya memegang obor, tangan satunya didekatkan ke kantong yang menggantung di pinggangnya.Kondisi gua yang gelap dan sedikit licin, membuat Han harus berhati-hati. Apalagi ditambah ancaman dari sosok yang berada di dalam gua, semua kemungkinan terburuk dapat terjadi.Baru melakukan perjalanan sampai
Han tak sanggup menutupi ekspresi wajahnya. Mulutnya sedikit terbuka karena mendengar sesuatu yang belum diterima oleh akalnya. Dirinya masih belum bisa menerima apa yang dikatakan oleh sosok kegelapan itu. “Kamu berdusta, kan?” tanya Han penuh keraguan.“Untuk apa aku berdusta?” Sosok kegelapan itu menatap tajam mata Han. “Aku juga ingin segera keluar dari sini...”Tak langsung merespon, Han terdiam sejenak. Ia berusaha untuk tidak berpikir di depan makhluk yang dapat membaca pikiran. Setelah beberapa saat suasana di sana menjadi sunyi, sosok tersebut melanjutkan kata.“Dan bertemu dengannya,” imbuh sosok kegelapan itu dengan lirih.Meskipun Han tidak dapat membaca pikiran apalagi perasaan, sisa-sisa sisi kemanusiaannya membuat hatinya berempati. Sekilas dirinya mengingat kehidupannya di dunia sebelumnya saat dirinya masih hidup. Kemudian ia mengeluarkan suara untuk menghilangkan suasana canggung.“Bertemu dengan siapa?”Ada jeda sebelum sosok kegelapan tersebut menjawab pertanyaan
"Shiva, kumohon berhenti!"Sekuat tenaga Han mengejar Shiva, tetapi ia tak dapat menyusulnya. Berkali-kali ia meneriaki nama perempuan itu, berharap mau berhenti dan mendengarkan penjelasannya.Secara kebetulan, di tengah jalan Kafui melihat Shiva dikejar oleh Han. Merasa ada yang tidak benar, Kafui menghadang Shiva."Ada apa, Shiva?" tanya Kafui dengan raut wajah cemas.Shiva tak langsung menyahut. Dengan terisak-isak ia menatap Kafui dan berkata, " Han ... ingin mem-bunuh ... semua orang."Mata kafui melebar ketika mendengar perkataan itu. Dirinya mencoba menduga-duga maksud dari anak perempuan di hadapannya. Akan tetapi, hatinya ingin mendapat jawaban pasti dari Han. Ia mengalihkan pandangannya ke arah Han yang baru tiba."Han apa barusan kamu dari gua?" tanya kafui dengan nada menekan.Han mencoba mengatur napasnya. Karena takut, ia menatap mata ayahnya sekilas lalu menundukkan kepala.Amarah sekaligus kekecewaan tak sanggup lagi dibendung oleh Kafui. Wajah pria itu berubah merah
Kafui menyeret Han dengan kasar ke gudang belakang rumah mereka. Ia tanpa belas kasih melempar anak laki-lakinya dengan kencang ke sudut ruangan, sehingga tubuh Han menghantam beberapa benda dan berserakan ke lantai.Seperti kerasukan, Kafui memberikan beberapa tinju ke tubuh Han. Sementara Han hanya bisa terdiam dan merintih kesakitan saat menerima pukulan dari ayahnya.Sesaat kemudian masuk Masuk ibu Han dengan raut wajah panik. Ia bergegas menghampiri Han yang sudah terkapar di lantai. Air matanya tumpah saat menatap putranya dipenuhi luka lebam."Sudah berhenti! Ini anakmu, Kafui!" teriak Mawuli sembari merangkul Han.Kafui menghentikan amukannya. Ia mengatur napas dan mulai meredamkan amarahnya. Meskipun wajahnya masih merah, matanya berkaca-kaca ketika melihat anaknya tidak berdaya di hadapannya."Apa yang telah kulakukan?" Kafui membatin penuh penyesalan.Sementara di tempat lain, Shiva menangis di dalam kamar. Ia belum percaya dengan apa yang didengar. Hatinya merasa gelisah k
Pria berjubah lusuh itu telah menumbangkan naga tanah yang kedua. Menggunakan jurus sama untuk mengalahkan monster sebelumnya. Ia menatap sebentar mayat monster yang dikalahkannya. Pikirannya merasa ada yang janggal."Jarang sekali bertemu dengan naga tanah berukuran sebesar ini, kenapa mereka ada di sekitar daerah ini?" tanya pria berjubah lusuh dan melanjutkan perjalanan.Mendadak langkah kakinya terhenti tatkala di depannya ada banyak naga tanah berukuran sama besar dari sebelumnya mulai menyembul dari bawah tanah satu persatu.Monster naga tanah itu mendekat kearah pria berjubah. Mereka mengelilingi pria berjubah lusuh dengan tatapan tajam dan haus darah. Seakan-akan ingin memangsa buruan di depan."Apa kalian serius?" Pria berjubah membuat kuda-kuda pertahanan. "Contoh dua kawan kalian yang sudah terbelah jadi dua, apa belum cukup membuat kalian paham?"Para naga tanah terlihat jelas tidak dapat mengerti peringatan dari pria berjubah. Atau bahkan, mereka tidak mau mendengarkan pe