Han menyuruh Shiva berjalan mengikutinya. Bukan menuju desa, melainkan ke atas bukit tujuan awal Han. Ia memperkirakan bahwa mereka berdua akan bertemu dengan anak-anak perundung di desa, maka ia memutuskan untuk tidak kembali ke sana dulu dan menunggu hingga situasi dingin.
Sampai di atas bukit, Han berjalan menuju satu pohon besar yang rindang. Ia mengatur napas karena berjalan menaiki bukit. Melirik ke arah Shiva yang terlihat terengah-engah. Dirinya dapat memaklumi kondisi fisik anak perempuan jika disuruh berlari lalu berjalan menanjak.Dari sini Han dapat melihat desanya dengan jelas. Ia bahkan telah menemukan rumahnya yang berada di bagian kanan penglihatannya. Sepanjang mata memandang, dinding kubah yang transparan mengelilingi, seakan-akan mengunci dirinya, desa, dan semua yang ada di dalamnya. Sehingga tidak dapat menyentuh atau tidak dapat disentuh oleh dunia luar.Kemudian ia mengalihkan pandangannya ke sumber teriakan yang tadi membuat bulu kuduk berdiri. Memikirkan ada monster apa di dalam sana. Mengingat ayahnya bersama beberapa pria dewasa yang pernah melawan monster, ia lalu bertanya-tanya dalam hati. “Apa ayah pernah melawan monster di dalam sana?”Beberapa saat kemudian, Shiva melontarkan pertanyaan. “Kenapa kita ke sini?”Han tak langsung menjawab, ia duduk bersandar ke pohon besar dan mengeluarkan kata. “Lebih baik kita di sini dulu sampai anak-anak nakal tidak mencari kita.”Shiva mengangguk setelah mendengar penjelasan dari Han. Ia lalu ikut duduk di dekat Han dengan memeluk kedua kakinya. Matanya tertuju ke bawah, entah apa yang dipikirkannya.Sekali-kali Han melirik ke arah gadis kecil di sampingnya. Beberapa bagian badannya terdapat luka dari ulah anak-anak tadi. Untuk memecah kesunyian, Han mengajukan pertanyaan kepada gadis yang terluka.“Apa kamu bisa menyembuhkan dirimu dengan sihir?”Shiva menggelengkan kepalanya menandakan dirinya tidak bisa menggunakan sihir penyembuh. Matanya mulai berkaca-kaca karena teringat perbuatan yang barusan ia alami.Han mulai memikirkan cara untuk mengobati luka Shiva. Namun, ia sendiri juga tidak bisa menggunakan sihir penyembuh. Lantas laki-laki itu menggunakan cara lain.“Kamu tunggu sini!” perintah Han langsung pergi tanpa menunggu jawaban dari Shiva.Baru membuka mulut, Shiva belum sempat menjawab pertanyaan dari Han yang langsung pergi ke arah semak-semak. Hatinya cemas bercampur takut, yang dapat ia lakukan sekarang hanyalah menanti Han kembali.Setelah menunggu beberapa menit, Han kembali dengan membawa beberapa tumbuh-tumbuhan. Sejenis tanaman yang memiliki daun menyerupai bentuk tambah. Ia meletakkan tanaman itu di atas batu, lalu menumbuknya dengan batu agak sedikit lonjong.Melihat yang dilakukan Han, Shiva menjadi penasaran dan bertanya, “Apa itu?”“Kamu tidak tau ini?” Sambil terus melumatkan tanaman, Han memaklumi ketidaktauan Shiva yang masih kecil. “Ini adalah tanaman vorheal. Dapat digunakan untuk mengobati luka-luka.”Dirasa sudah cukup hancur, Han menambahkan ludahnya ke tumpukan tanaman itu. Lalu ia meremas-remas dan jadilah obat.Shiva sedikit kaget dengan hal yang dilakukan oleh Han. Ia merasa akan terjadi sesuatu ke depannya. Dan benar dugaannya.“Kemarilah, akan kuoleskan ini ke lukamu,” ucap Han yang siap menempelkan sesuatu yang disebut obat luka.Seketika Shiva menggelengkan kepala dengan cepat. Ia menolak keras. Bukan karena tanaman itu tercampur oleh ludah seorang anak laki-laki, melainkan ia takut jika efek yang ditimbulkan akan terasa perih.“Loh, jika tidak segera diobati nanti bisa infeksi dan lebih parah.” Han berusaha menjelaskan dengan lembut.“Apa ... perih?” tanya Shiva dengan nada ketakutan.“Sedikit perih dan sebentar saja.”Mengingat Han telah menyelamatkannya, gadis kecil itu mengikuti perintah. Meskipun merasa sakit, tapi ia tidak ingin membuat Han sedih jika menolak kebaikan dari orang lain.Han mulai mengoleskan obat ke bagian luka. Ia merasa ingin tertawa melihat kelakuan Shiva yang menahan perih sambil menutup mata. Di sisi lain, ia merasa sedikit marah karena tindakan yang tidak terpuji oleh anak-anak.Selesai diobati, Han mendiamkan beberapa saat. Tidak begitu lama, obat itu mulai bereaksi dan menyembuhkan luka Shiva. Kini gadis kecil itu tidak merasakan sakit di badannya.Sebuah senyum lebar terpampang di wajah Shiva. Matanya berbinar-binar karena obat dari Han mujarab. Ia berdiri, menggerak-gerakkan tubuhnya.Shiva kemudian membungkukkan punggung lalu berkata, “Terima kasih.”“Sama-sama,” sahut Han sembari berdiri, “Syukurlah kamu sudah baikan.”Mata Shiva melebar tatkala menatap wajah Han yang memancarkan kehangatan. Entah kenapa Shiva merasakan jantungnya berdegup kencang. Baru pertama kalinya ia bertemu orang lain yang tulus menolongnya.Sejak pertemuannya dengan Han waktu itu, hidup Shiva mulai berubah. Ia menyelesaikan tugas rumah untuk mengumpulkan kayu kecil di hutan dekat rumahnya dengan cepat. Dalam perjalanan pulang, terkadang dirinya mengamati beberapa tumbuhan yang dapat dijadikan obat herbal. Mengingat dengan benar informasi seputar tanaman yang diberitahukan oleh Han.Setelah semua tugas rumah selesai, ia menuju ke rumah Han yang berada di bagian timur desa. Wajahnya berseri dengan senyuman yang lebar. Karena suasana hatinya membaik, sesekali melompat kecil saat berjalan.Sampai di depan pagar rumah Han, dirinya tidak langsung masuk dan bertemu. Ia mengintip dari balik celah pagar yang terbuat dari kayu. Sesuai perkiraannya, jadwal hari ini Han latihan pedang. Dan benar saja, di sana Han sedang berlatih dengan ayahnya.Sebuah ujung pedang milik Han meluncur lurus ke arah ayahnya. Dengan sigap, sang ayah menghindar dari serangan Han. Melihat ada kesempatan, Kafui melancarkan serangan balik. Beberapa hunusan p
Terbangun di suatu tempat yang asing, pandangan Han mulai mengelilingi penjuru tempat ia berdiri. Wajahnya mulai cemas karena baru sadar dirinya tidak berada di kamarnya. Ia menatap langit yang berwarna merah, tetapi matahari di atas lebih berwarna merah.Han menggerakkan kaki di atas hamparan rumput yang layu. Ia tak tau kenapa dirinya berada di tempat menyeramkan ini. Pikirannya saat ini hanya mau mengikuti langkah yang mengarahkan entah ke mana. Hingga matanya terbelalak ketika sampai di tujuan.Ia terdiam beberapa saat di depan mulut gua yang mirip gua di desanya. Awalnya ia berpikir begitu, tetapi setelah dilihat-lihat, itu benar-benar gua yang berada di desanya.“Bagaimana bisa terjadi seperti ini?” tanya Han yang mulai berkeringat.Perasaannya semakin tak karuan. Ia bingung kenapa berada di sini. Ingatan terakhirnya ialah berada di atas bukit bersama Shiva. Saat itu juga ia baru tersadar akan keberadaan Shiva yang tidak diketahuinya.“Shiva. Di mana kamu, Shiva? Shiva!” teriak H
Setelah membulatkan tekad, Han lalu mempersiapkan semua yang diperlukan. Ia pernah membaca beberapa buku milik keluarganya, tentang informasi segala monster yang ada di dunia ini. Namun, perhatiannya lebih memusatkan ke bagian monster yang kurang lebih memiliki fisik seperti dalam mimpinya.Han membuat perlengkapan berupa cincin, jimat, dan kalung. Setiap benda tersebut memiliki atribut yang memberikan kemampuan, ketahanan fisik ataupun sihir, dan sedikit menambah kekuatan.Kini ia berada di depan mulut gua. Belum masuk ke dalam sana, insting yang dimiliki dari tiap Phantom sudah aktif dan memperingatkan bahaya di hadapannya. Han menelan ludah, memberanikan diri masuk ke dalam. Tangan kirinya memegang obor, tangan satunya didekatkan ke kantong yang menggantung di pinggangnya.Kondisi gua yang gelap dan sedikit licin, membuat Han harus berhati-hati. Apalagi ditambah ancaman dari sosok yang berada di dalam gua, semua kemungkinan terburuk dapat terjadi.Baru melakukan perjalanan sampai
Han tak sanggup menutupi ekspresi wajahnya. Mulutnya sedikit terbuka karena mendengar sesuatu yang belum diterima oleh akalnya. Dirinya masih belum bisa menerima apa yang dikatakan oleh sosok kegelapan itu. “Kamu berdusta, kan?” tanya Han penuh keraguan.“Untuk apa aku berdusta?” Sosok kegelapan itu menatap tajam mata Han. “Aku juga ingin segera keluar dari sini...”Tak langsung merespon, Han terdiam sejenak. Ia berusaha untuk tidak berpikir di depan makhluk yang dapat membaca pikiran. Setelah beberapa saat suasana di sana menjadi sunyi, sosok tersebut melanjutkan kata.“Dan bertemu dengannya,” imbuh sosok kegelapan itu dengan lirih.Meskipun Han tidak dapat membaca pikiran apalagi perasaan, sisa-sisa sisi kemanusiaannya membuat hatinya berempati. Sekilas dirinya mengingat kehidupannya di dunia sebelumnya saat dirinya masih hidup. Kemudian ia mengeluarkan suara untuk menghilangkan suasana canggung.“Bertemu dengan siapa?”Ada jeda sebelum sosok kegelapan tersebut menjawab pertanyaan
"Shiva, kumohon berhenti!"Sekuat tenaga Han mengejar Shiva, tetapi ia tak dapat menyusulnya. Berkali-kali ia meneriaki nama perempuan itu, berharap mau berhenti dan mendengarkan penjelasannya.Secara kebetulan, di tengah jalan Kafui melihat Shiva dikejar oleh Han. Merasa ada yang tidak benar, Kafui menghadang Shiva."Ada apa, Shiva?" tanya Kafui dengan raut wajah cemas.Shiva tak langsung menyahut. Dengan terisak-isak ia menatap Kafui dan berkata, " Han ... ingin mem-bunuh ... semua orang."Mata kafui melebar ketika mendengar perkataan itu. Dirinya mencoba menduga-duga maksud dari anak perempuan di hadapannya. Akan tetapi, hatinya ingin mendapat jawaban pasti dari Han. Ia mengalihkan pandangannya ke arah Han yang baru tiba."Han apa barusan kamu dari gua?" tanya kafui dengan nada menekan.Han mencoba mengatur napasnya. Karena takut, ia menatap mata ayahnya sekilas lalu menundukkan kepala.Amarah sekaligus kekecewaan tak sanggup lagi dibendung oleh Kafui. Wajah pria itu berubah merah
Kafui menyeret Han dengan kasar ke gudang belakang rumah mereka. Ia tanpa belas kasih melempar anak laki-lakinya dengan kencang ke sudut ruangan, sehingga tubuh Han menghantam beberapa benda dan berserakan ke lantai.Seperti kerasukan, Kafui memberikan beberapa tinju ke tubuh Han. Sementara Han hanya bisa terdiam dan merintih kesakitan saat menerima pukulan dari ayahnya.Sesaat kemudian masuk Masuk ibu Han dengan raut wajah panik. Ia bergegas menghampiri Han yang sudah terkapar di lantai. Air matanya tumpah saat menatap putranya dipenuhi luka lebam."Sudah berhenti! Ini anakmu, Kafui!" teriak Mawuli sembari merangkul Han.Kafui menghentikan amukannya. Ia mengatur napas dan mulai meredamkan amarahnya. Meskipun wajahnya masih merah, matanya berkaca-kaca ketika melihat anaknya tidak berdaya di hadapannya."Apa yang telah kulakukan?" Kafui membatin penuh penyesalan.Sementara di tempat lain, Shiva menangis di dalam kamar. Ia belum percaya dengan apa yang didengar. Hatinya merasa gelisah k
Pria berjubah lusuh itu telah menumbangkan naga tanah yang kedua. Menggunakan jurus sama untuk mengalahkan monster sebelumnya. Ia menatap sebentar mayat monster yang dikalahkannya. Pikirannya merasa ada yang janggal."Jarang sekali bertemu dengan naga tanah berukuran sebesar ini, kenapa mereka ada di sekitar daerah ini?" tanya pria berjubah lusuh dan melanjutkan perjalanan.Mendadak langkah kakinya terhenti tatkala di depannya ada banyak naga tanah berukuran sama besar dari sebelumnya mulai menyembul dari bawah tanah satu persatu.Monster naga tanah itu mendekat kearah pria berjubah. Mereka mengelilingi pria berjubah lusuh dengan tatapan tajam dan haus darah. Seakan-akan ingin memangsa buruan di depan."Apa kalian serius?" Pria berjubah membuat kuda-kuda pertahanan. "Contoh dua kawan kalian yang sudah terbelah jadi dua, apa belum cukup membuat kalian paham?"Para naga tanah terlihat jelas tidak dapat mengerti peringatan dari pria berjubah. Atau bahkan, mereka tidak mau mendengarkan pe
Kubah transparan yang mengurung desa tempat tinggal ras Phantom sedikit sulit dijelaskan oleh nalar. Jika dari dalam kubah, orang di dalamnya dapat melihat dari sisi luar, tetapi tidak dapat keluar. Sedangkan di luar kubah, pihak sisi luar tidak dapat melihat ke dalam, tapi dapat masuk. Seakan-akan tidak ada penghalang untuk memasuki kubah.Dulu saat monster atau hewan buas yang tidak sengaja masuk ke dalam kubah, Kafui bersama teman-temannya mengusir, melawan, bahkan memburunya untuk diambil daging dan bagian yang berguna."Oi, Kafui! Ada kawanan mamut masuk ke kubah," ucap seorang pria berbadan besar."Kamu serius, Kren?" Wajah Kafui tampak sedikit tidak percaya.Pria yang berbadan lebih besar dari Kafui itu bernama Kren. Memiliki perawakan tinggi dengan tubuh gempal yang dominan lemak ketimbang otot. Tangan kanannya memegang pedang besar."Apa kamu tidak percaya dengan diriku? Teman seperjuangan dari kecil," ujar Kren dengan nada membanggakan diri.Kafui tertawa kecil sambil mengam