Terbangun di suatu tempat yang asing, pandangan Han mulai mengelilingi penjuru tempat ia berdiri. Wajahnya mulai cemas karena baru sadar dirinya tidak berada di kamarnya. Ia menatap langit yang berwarna merah, tetapi matahari di atas lebih berwarna merah.
Han menggerakkan kaki di atas hamparan rumput yang layu. Ia tak tau kenapa dirinya berada di tempat menyeramkan ini. Pikirannya saat ini hanya mau mengikuti langkah yang mengarahkan entah ke mana. Hingga matanya terbelalak ketika sampai di tujuan.Ia terdiam beberapa saat di depan mulut gua yang mirip gua di desanya. Awalnya ia berpikir begitu, tetapi setelah dilihat-lihat, itu benar-benar gua yang berada di desanya.“Bagaimana bisa terjadi seperti ini?” tanya Han yang mulai berkeringat.Perasaannya semakin tak karuan. Ia bingung kenapa berada di sini. Ingatan terakhirnya ialah berada di atas bukit bersama Shiva. Saat itu juga ia baru tersadar akan keberadaan Shiva yang tidak diketahuinya.“Shiva. Di mana kamu, Shiva? Shiva!” teriak Han dengan sekuat tenaga.Ketika Han masih memanggil Shiva berkali-kali, mendadak dari dalam gua terdengar suara teriakan semacam auman yang membuat gendang telinga berguncang. Han secara reflek menutup telinga dengan kedua tangannya.“Arrghhh!”Tidak berselang lama teriakan tersebut berhenti. Han mulai membuka mata dan melepaskan tangannya dari telingannya. Alangkah terkejut dirinya, tepat di hadapannya muncul makhluk besar berwarna hitam pekam. Saking gelapnya, tidak terlihat jelas bentuk tubuhnya. Hanya menampakkan kedua mata merah menyala dari makhluk tersebut.Han tercekat, tak mampu mengeluarkan suara dari mulutnya. Tubuhnya gemetar tak karuan. Kakinya serasa mati rasa. Tangan kanannya menyentuh dadanya untuk menahan jantungnya yang berdegup kencang.Pandangan Han tertaut pada kedua mata sosok di kegelapan. Kemudian muncul entah darimana, ada sebuah kunci yang berada di tengah tubuh makhluk itu. Han mengalihkan penglihatannya ke arah kunci, terlintas banyak pertanyaan tentang kunci yang bergantung pada makhluk di hadapannya.Saat hendak ingin mengeluarkan kata-kata, Han sudah berpindah ke bukit di mana ia berada bersama Shiva. Mata Han terbuka lebar-lebar menatap gadis imut di hadapannya.“Akhirnya kamu bangun,” ucap Shiva dengan wajah cemas.Han mencoba mengumpulkan kesadarannya. Ia memandang di sekitarnya yang sudah mulai sore.“Apa aku ketiduran?” tanya Han.“Iya, aku ingin membangunkanmu, tapi aku takut mengganggumu.”Han lalu membatin. “Rupanya hanya mimpi.”Sesaat kemudian Han mengajak Shiva pulang sebelum dicari oleh orang tua. Ia mengantar Shiva kembali ke rumah terlebih dulu, lalu baru dirinya pulang ke rumah.Keesokan harinya Han masih memikirkan tentang mimpinya. Dalam hati ia berkata, “Seharusnya pesan orang tua jaman dulu soal ‘jangan tidur sore-sore’ aku dengarkan. Untung aku tidak kena angin duduk.”Ia ingin membahas hal itu dengan ayahnya, tetapi ia urungkan karena takut diomelin tidur sore hari. Apalagi dirinya terlambat pulang. Jika berbicara dengan ibunya, pasti akan membuat ibunya berpikir berlebihan. Jadi setelah latihan, ia memutuskan ingin menemui si tua Colan untuk mendengar pendapat orang tua tersebut.Selesai tugas harian, Han bergegas ke rumah si tua Colan. Di tengah perjalanan ia berjumpa dengan Shiva dan menceritakan tujuannya. Lalu mereka berdua berangkat bersama.Tiba di sana, Han tanpa basa-basi memberitahukan maksud kedatangan mereka berdua kepada si tua Colan. Ia ingin sekali mendapat jawaban dari kegelisahannya. Namun, yang ia dapatkan berbeda.“Kakek tau kenapa kita terkurung di dalam kubah kaca?” tanya Han dengan wajah serius.Shiva sesekali melirik ke arah Han lalu ikut menatap Colan. Sedangkan Colan menggeleng, tak mengucapkan kata. Han merasa ada yang disembunyikan. Lantas ia kembali melontarkan pertanyaan lain.“Apa Kakek tau di dalam gua dekat bukit ada monster. Monster seperti apa itu?” Han lalu menunjuk ke dadanya. “Monster itu juga membawa sebuah kunci.”“Bagaimana kamu bisa tau dia membawa kunci?” Keriput wajah Colan mulai semakin mengerut. “Jangan bilang kamu masuk ke dalam sana, aku peringatkan dengan baik-baik. Di dalam sana hanya ada kejahatan. Jangan menemui dia lagi.”“Tidak, aku tidak masuk ke dalam sana. Aku bermimpi bertemu dengan sosok di dalam sana ... tunggu, apa barusan kakek menyebutnya ‘dia'?”Colan terdiam, lalu menyuruh Han dan Shiva keluar dari rumahnya.Pikiran Han semakin tidak karuan. Berharap mendapat sedikit petunjuk malah mendapat banyak pertanyaan. Dengan keberanian yang dimiliki, Han berencana akan menuju gua.Ia meminta Shiva untuk merahasiakan apa yang terjadi. Sebagai imbalannya, Han akan memberinya sebuah hadiah sebagai tanda terima kasih. Jika ia telah menyelesaikan urusannya.Setelah membulatkan tekad, Han lalu mempersiapkan semua yang diperlukan. Ia pernah membaca beberapa buku milik keluarganya, tentang informasi segala monster yang ada di dunia ini. Namun, perhatiannya lebih memusatkan ke bagian monster yang kurang lebih memiliki fisik seperti dalam mimpinya.Han membuat perlengkapan berupa cincin, jimat, dan kalung. Setiap benda tersebut memiliki atribut yang memberikan kemampuan, ketahanan fisik ataupun sihir, dan sedikit menambah kekuatan.Kini ia berada di depan mulut gua. Belum masuk ke dalam sana, insting yang dimiliki dari tiap Phantom sudah aktif dan memperingatkan bahaya di hadapannya. Han menelan ludah, memberanikan diri masuk ke dalam. Tangan kirinya memegang obor, tangan satunya didekatkan ke kantong yang menggantung di pinggangnya.Kondisi gua yang gelap dan sedikit licin, membuat Han harus berhati-hati. Apalagi ditambah ancaman dari sosok yang berada di dalam gua, semua kemungkinan terburuk dapat terjadi.Baru melakukan perjalanan sampai
Han tak sanggup menutupi ekspresi wajahnya. Mulutnya sedikit terbuka karena mendengar sesuatu yang belum diterima oleh akalnya. Dirinya masih belum bisa menerima apa yang dikatakan oleh sosok kegelapan itu. “Kamu berdusta, kan?” tanya Han penuh keraguan.“Untuk apa aku berdusta?” Sosok kegelapan itu menatap tajam mata Han. “Aku juga ingin segera keluar dari sini...”Tak langsung merespon, Han terdiam sejenak. Ia berusaha untuk tidak berpikir di depan makhluk yang dapat membaca pikiran. Setelah beberapa saat suasana di sana menjadi sunyi, sosok tersebut melanjutkan kata.“Dan bertemu dengannya,” imbuh sosok kegelapan itu dengan lirih.Meskipun Han tidak dapat membaca pikiran apalagi perasaan, sisa-sisa sisi kemanusiaannya membuat hatinya berempati. Sekilas dirinya mengingat kehidupannya di dunia sebelumnya saat dirinya masih hidup. Kemudian ia mengeluarkan suara untuk menghilangkan suasana canggung.“Bertemu dengan siapa?”Ada jeda sebelum sosok kegelapan tersebut menjawab pertanyaan
"Shiva, kumohon berhenti!"Sekuat tenaga Han mengejar Shiva, tetapi ia tak dapat menyusulnya. Berkali-kali ia meneriaki nama perempuan itu, berharap mau berhenti dan mendengarkan penjelasannya.Secara kebetulan, di tengah jalan Kafui melihat Shiva dikejar oleh Han. Merasa ada yang tidak benar, Kafui menghadang Shiva."Ada apa, Shiva?" tanya Kafui dengan raut wajah cemas.Shiva tak langsung menyahut. Dengan terisak-isak ia menatap Kafui dan berkata, " Han ... ingin mem-bunuh ... semua orang."Mata kafui melebar ketika mendengar perkataan itu. Dirinya mencoba menduga-duga maksud dari anak perempuan di hadapannya. Akan tetapi, hatinya ingin mendapat jawaban pasti dari Han. Ia mengalihkan pandangannya ke arah Han yang baru tiba."Han apa barusan kamu dari gua?" tanya kafui dengan nada menekan.Han mencoba mengatur napasnya. Karena takut, ia menatap mata ayahnya sekilas lalu menundukkan kepala.Amarah sekaligus kekecewaan tak sanggup lagi dibendung oleh Kafui. Wajah pria itu berubah merah
Kafui menyeret Han dengan kasar ke gudang belakang rumah mereka. Ia tanpa belas kasih melempar anak laki-lakinya dengan kencang ke sudut ruangan, sehingga tubuh Han menghantam beberapa benda dan berserakan ke lantai.Seperti kerasukan, Kafui memberikan beberapa tinju ke tubuh Han. Sementara Han hanya bisa terdiam dan merintih kesakitan saat menerima pukulan dari ayahnya.Sesaat kemudian masuk Masuk ibu Han dengan raut wajah panik. Ia bergegas menghampiri Han yang sudah terkapar di lantai. Air matanya tumpah saat menatap putranya dipenuhi luka lebam."Sudah berhenti! Ini anakmu, Kafui!" teriak Mawuli sembari merangkul Han.Kafui menghentikan amukannya. Ia mengatur napas dan mulai meredamkan amarahnya. Meskipun wajahnya masih merah, matanya berkaca-kaca ketika melihat anaknya tidak berdaya di hadapannya."Apa yang telah kulakukan?" Kafui membatin penuh penyesalan.Sementara di tempat lain, Shiva menangis di dalam kamar. Ia belum percaya dengan apa yang didengar. Hatinya merasa gelisah k
Pria berjubah lusuh itu telah menumbangkan naga tanah yang kedua. Menggunakan jurus sama untuk mengalahkan monster sebelumnya. Ia menatap sebentar mayat monster yang dikalahkannya. Pikirannya merasa ada yang janggal."Jarang sekali bertemu dengan naga tanah berukuran sebesar ini, kenapa mereka ada di sekitar daerah ini?" tanya pria berjubah lusuh dan melanjutkan perjalanan.Mendadak langkah kakinya terhenti tatkala di depannya ada banyak naga tanah berukuran sama besar dari sebelumnya mulai menyembul dari bawah tanah satu persatu.Monster naga tanah itu mendekat kearah pria berjubah. Mereka mengelilingi pria berjubah lusuh dengan tatapan tajam dan haus darah. Seakan-akan ingin memangsa buruan di depan."Apa kalian serius?" Pria berjubah membuat kuda-kuda pertahanan. "Contoh dua kawan kalian yang sudah terbelah jadi dua, apa belum cukup membuat kalian paham?"Para naga tanah terlihat jelas tidak dapat mengerti peringatan dari pria berjubah. Atau bahkan, mereka tidak mau mendengarkan pe
Kubah transparan yang mengurung desa tempat tinggal ras Phantom sedikit sulit dijelaskan oleh nalar. Jika dari dalam kubah, orang di dalamnya dapat melihat dari sisi luar, tetapi tidak dapat keluar. Sedangkan di luar kubah, pihak sisi luar tidak dapat melihat ke dalam, tapi dapat masuk. Seakan-akan tidak ada penghalang untuk memasuki kubah.Dulu saat monster atau hewan buas yang tidak sengaja masuk ke dalam kubah, Kafui bersama teman-temannya mengusir, melawan, bahkan memburunya untuk diambil daging dan bagian yang berguna."Oi, Kafui! Ada kawanan mamut masuk ke kubah," ucap seorang pria berbadan besar."Kamu serius, Kren?" Wajah Kafui tampak sedikit tidak percaya.Pria yang berbadan lebih besar dari Kafui itu bernama Kren. Memiliki perawakan tinggi dengan tubuh gempal yang dominan lemak ketimbang otot. Tangan kanannya memegang pedang besar."Apa kamu tidak percaya dengan diriku? Teman seperjuangan dari kecil," ujar Kren dengan nada membanggakan diri.Kafui tertawa kecil sambil mengam
Pertarungan antara Kafui dengan teman-temannya berakhir cepat. Meskipun kalah jumlah, ia berhasil mengalahkan banyak orang seorang diri. Tubuhnya mengalami luka, tetapi tidak separah kawannya."Kena-pa ... kamu tidak mengakhiri kami, Kafui?" tanya Kren dengan mulut mengeluarkan darah.Kafui menatap Kren dan teman-temannya. "Kalian bukan musuhku.""Tapi kami berniat membunuh putramu," ucap Oden dengan kondisi terkapar di lantai."Kenapa kalian ingin menyerang anakku?" Kafui duduk di lantai dengan napas tersengal-sengal."Entahlah, aku tidak tau kenapa harus membunuh anakmu." Haelus menjawab sembari mengingat kembali apa yang telah terjadi.Kafui mengernyitkan alisnya. Ia menjadi bingung dengan jawaban dari kawannya. Hatinya merasa ada yang janggal.Beberapa saat kemudian masuk seorang pria. Menghampiri ketiga teman Kafui yang terbaring."Oh, Ayah Shiva. Anda datang tepat, ada yang ingin kutanyakan tentang apa yang tengah ter-." Ucapan Kafui terhenti saat tiba-tiba perutnya tertusuk ole
Pertama kalinya Han memasuki tempat yang belum pernah didatangi. Karena terbatasnya pencahayaan, membuat Han harus berhati-hati dalam melangkah. Beruntungnya, dari atas bangunan terdapat beberapa lubang, sehingga sinar matahari bisa masuk untuk menerangi dalam bangunan.Berjalan di lorong Han mengikuti sesuai jalur yang ditemui. Sesekali ia berusaha mengingat kembali pesan ibunya, untuk mengikuti jalur yang tidak ada tempat obor. Saat itu juga ia mengkhawatirkan kondisi ibu dan ayahnya. Ia menyeka air mata dan meneruskan langkah kakinya.Ketika dirinya semakin pergi ke dalam, semakin muncul banyak gambar yang telah samar di dinding. Di antaranya gambar itu berupa beberapa siluet orang-orang berwarna abu-abu dengan tanduk merah kecil.Gambar-gambar yang tidak asing baginya. Seolah pernah melihatnya baru-baru ini. Ia mencoba mengingat kembali di mana pernah menjumpai gambar tersebut. Langkah kakinya terhenti ketika melihat gambar sosok kegelapan dan satu sosok yang membawa pedang bercah