Semenjak kejadian kecelakaan di dunia sebelumnya, Han telah pasrah dengan nasibnya di dunia akhirat. Sedikit bimbang tentang utang-utangnya, tetapi di sisi lain ia merasa lega karena telah menyelamatkan nyawa anak kecil. Jika boleh sedikit egois, ia ingin membuat tawaran untuk keringanan siksaannya dengan perbuatan mulia di saat akhir hidupnya.
Namun, sebelum itu terjadi, entah kenapa Han terlahir kembali menjadi bayi yang bukan manusia, melainkan bayi ras Phantom. Sebuah makhluk yang sering disebut hantu di dunia ini. Ia mulai membiasakan diri hidup sebagai ras yang baru ia ketahui dalam hidupnya. Kebanyakan orang-orangnya memiliki ciri fisik yang sama. Berkulit putih pucat dan ada tanduk di dahi setiap orang.Awalnya Han mengira orang tua dan dirinya adalah orang yang memiliki kelainan fisik, rupanya ia keliru tentang pandangan itu. Ketika ia sering dibawa oleh Mawuli—ibu kandung Han saat ini—pergi berbelanja ke pasar yang tidak jauh dari rumah, alangkah terkejut dirinya bahwa bukan hanya ia dan keluarganya yang memiliki fisik yang unik. Akan tetapi, seluruh penduduk desa memiliki penampilan yang hampir sama.Tidak perlu memakan waktu yang lama, Han mulai sedikit memahami tentang dunia ini. Karena setiap hari, ia kerap dibawa ibunya melihat dunia luar. Ditambah setiap akan tidur, ayah kandung Han, Kafui, sering membacakan buku-buku yang dimiliki oleh keluarga Kaasiin, nama marga keluarganya, Kafui Kaasiin. Sehingga Han dapat memahami, membaca, dan menulis sedikit bahasa ras Phantom.“Han ...,” panggil Mawuli masuk ke kamar Han yang tidak ada seorang pun.Mata merah indah nan jelita milik perempuan tersebut menyusuri seisi ruangan. Mencari keberadaan anak laki-laki yang sudah mulai tumbuh besar. Akan tetapi, penglihatannya tak menemukan tanda-tanda aktivitas di dalam sana.Mawuli memutuskan memeriksa ruangan buku yang berada di ujung rumah. Dan benar saja, ia menemukan sosok makhluk kecil berkulit putih pucat. Rambut perak menghiasi kepala anak laki-laki itu. Ia adalah Han Kaasiin, orang dewasa yang telah terlahir kembali menjadi seorang anak.Tampak jelas Han tenggelam dalam dunianya sendiri, tak menyadari kedatangan sang ibu yang masuk ruangan. Bahkan, tidak menyahut panggilan dari ibunya dan masih menatap isi buku yang dibaca.“Han ... bukankah kita telah sepakat untuk tidak membaca di dalam ruangan yang redup cahayanya?” Mawuli melangkah ke samping Han.“Maaf, Ibu.” Han merapatkan kedua telapak tangannya. “Setelah selesai membaca buku ini, saya akan segera kembali ke kamar dan tidur.”“Baiklah, biar kubacakan agar lebih seru ya,” tawar Mawuli yang duduk di lantai bersandar dinding kayu.“He’em.”Mawuli mulai membaca isi buku yang bersampul kulit dengan warna biru gelap. Membuka lembar kertas satu persatu. Ia sangat senang karena anaknya sangat antusias mendengarkan cerita darinya. Sampai selesai di bab ‘Berbagai Macam Ras di Dunia’, Han memotong cerita.“Ibu ....”“Iya, Han?” Mawuli menatap mata anaknya.“Apa benar di dunia ini ada ras selain kita?”“Tentu ada.”“Lalu kenapa aku hanya melihat orang-orang seperti kita di desa ini, Bu?”Mendengar pertanyaan dari Han, Mawuli tidak langsung menjawab, tetapi melempar senyum yang hangat.“Itu karena kita berada di dalam kubah yang transparan.”“Kenapa kita berada kubah? Siapa yang membuat itu? Apa kita dapat keluar dari sini?” Han memberondong pertanyaan kepada sang Ibu.Mawuli tidak menjawab semua pertanyaan tersebut, melainkan tertawa kecil dan berkata, “Ingat kesepakatan kita? Aku sudah membacakan buku ini. Sekarang waktunya untuk kamu tidur.”“Baiklah, Selamat tidur, Ibu.” Walaupun perasaan Han masih belum puas, ia beranjak dari lantai dan menuju kamarnya.“Tunggu,” Mawuli menghentikan langkah kaki anaknya, “selamat tidur, Han. Ibu menyayangimu,” ucap Mawuli sembari memberi kecupan di dahi anak laki-lakinya.Berada di dalam kamar, Han tidak langsung tidur. Ia termenung menatap atap rumahnya. Di pikirannya terbesit suatu pertanyaan-pertanyaannya kepada ibunya yang belum terjawab.Dengan mata yang yakin, ia berkata lirih, ”Aku akan membuka kubah ini, lalu keluar dan melihat dunia luar. Apapun resikonya!”Pagi ini Han melakukan rutinitas seperti biasa. Setelah membantu sang ibu menyelesaikan tugas rumah, Han berlatih ilmu pedang yang diajarkan oleh ayahnya. Jika ibu Han memiliki kelebihan dalam kecerdasan, maka ayah Han mempunyai kelebihan di kekuatan.Bisa dibilang sang ayah adalah orang paling ahli dalam ilmu seni pedang di desanya yang bernama Smohill. Dengan tubuh tegap berdiri dan memiliki otot yang sedang, membuat ia dapat bergerak dengan lincah dan kuat. Bahkan, Kafui beserta kawannya sering mengalahkan monster yang mendekat ke desa dengan ilmu seni pedang.Di bawah dahan pohon, Han duduk memeluk lutut memerhatikan ayahnya yang sedang menunjukkan beberapa jurus berpedang. Matanya terpaku pada hunusan dari pedang bermata dua milik ayahnya. Setiap hunusan pedang yang dilancarkan, selalu ada angin yang keluar. Seakan-akan dapat menembakkan serangan jarak jauh menggunakan gelombang angin.“Bagaimana ... kamu sudah paham?” tanya Kafui seraya mengatur napas.Seketika Han tersadar dari
Han menyuruh Shiva berjalan mengikutinya. Bukan menuju desa, melainkan ke atas bukit tujuan awal Han. Ia memperkirakan bahwa mereka berdua akan bertemu dengan anak-anak perundung di desa, maka ia memutuskan untuk tidak kembali ke sana dulu dan menunggu hingga situasi dingin.Sampai di atas bukit, Han berjalan menuju satu pohon besar yang rindang. Ia mengatur napas karena berjalan menaiki bukit. Melirik ke arah Shiva yang terlihat terengah-engah. Dirinya dapat memaklumi kondisi fisik anak perempuan jika disuruh berlari lalu berjalan menanjak.Dari sini Han dapat melihat desanya dengan jelas. Ia bahkan telah menemukan rumahnya yang berada di bagian kanan penglihatannya. Sepanjang mata memandang, dinding kubah yang transparan mengelilingi, seakan-akan mengunci dirinya, desa, dan semua yang ada di dalamnya. Sehingga tidak dapat menyentuh atau tidak dapat disentuh oleh dunia luar.Kemudian ia mengalihkan pandangannya ke sumber teriakan yang tadi membuat bulu kuduk berdiri. Memikirkan ada mo
Sejak pertemuannya dengan Han waktu itu, hidup Shiva mulai berubah. Ia menyelesaikan tugas rumah untuk mengumpulkan kayu kecil di hutan dekat rumahnya dengan cepat. Dalam perjalanan pulang, terkadang dirinya mengamati beberapa tumbuhan yang dapat dijadikan obat herbal. Mengingat dengan benar informasi seputar tanaman yang diberitahukan oleh Han.Setelah semua tugas rumah selesai, ia menuju ke rumah Han yang berada di bagian timur desa. Wajahnya berseri dengan senyuman yang lebar. Karena suasana hatinya membaik, sesekali melompat kecil saat berjalan.Sampai di depan pagar rumah Han, dirinya tidak langsung masuk dan bertemu. Ia mengintip dari balik celah pagar yang terbuat dari kayu. Sesuai perkiraannya, jadwal hari ini Han latihan pedang. Dan benar saja, di sana Han sedang berlatih dengan ayahnya.Sebuah ujung pedang milik Han meluncur lurus ke arah ayahnya. Dengan sigap, sang ayah menghindar dari serangan Han. Melihat ada kesempatan, Kafui melancarkan serangan balik. Beberapa hunusan p
Terbangun di suatu tempat yang asing, pandangan Han mulai mengelilingi penjuru tempat ia berdiri. Wajahnya mulai cemas karena baru sadar dirinya tidak berada di kamarnya. Ia menatap langit yang berwarna merah, tetapi matahari di atas lebih berwarna merah.Han menggerakkan kaki di atas hamparan rumput yang layu. Ia tak tau kenapa dirinya berada di tempat menyeramkan ini. Pikirannya saat ini hanya mau mengikuti langkah yang mengarahkan entah ke mana. Hingga matanya terbelalak ketika sampai di tujuan.Ia terdiam beberapa saat di depan mulut gua yang mirip gua di desanya. Awalnya ia berpikir begitu, tetapi setelah dilihat-lihat, itu benar-benar gua yang berada di desanya.“Bagaimana bisa terjadi seperti ini?” tanya Han yang mulai berkeringat.Perasaannya semakin tak karuan. Ia bingung kenapa berada di sini. Ingatan terakhirnya ialah berada di atas bukit bersama Shiva. Saat itu juga ia baru tersadar akan keberadaan Shiva yang tidak diketahuinya.“Shiva. Di mana kamu, Shiva? Shiva!” teriak H
Setelah membulatkan tekad, Han lalu mempersiapkan semua yang diperlukan. Ia pernah membaca beberapa buku milik keluarganya, tentang informasi segala monster yang ada di dunia ini. Namun, perhatiannya lebih memusatkan ke bagian monster yang kurang lebih memiliki fisik seperti dalam mimpinya.Han membuat perlengkapan berupa cincin, jimat, dan kalung. Setiap benda tersebut memiliki atribut yang memberikan kemampuan, ketahanan fisik ataupun sihir, dan sedikit menambah kekuatan.Kini ia berada di depan mulut gua. Belum masuk ke dalam sana, insting yang dimiliki dari tiap Phantom sudah aktif dan memperingatkan bahaya di hadapannya. Han menelan ludah, memberanikan diri masuk ke dalam. Tangan kirinya memegang obor, tangan satunya didekatkan ke kantong yang menggantung di pinggangnya.Kondisi gua yang gelap dan sedikit licin, membuat Han harus berhati-hati. Apalagi ditambah ancaman dari sosok yang berada di dalam gua, semua kemungkinan terburuk dapat terjadi.Baru melakukan perjalanan sampai
Han tak sanggup menutupi ekspresi wajahnya. Mulutnya sedikit terbuka karena mendengar sesuatu yang belum diterima oleh akalnya. Dirinya masih belum bisa menerima apa yang dikatakan oleh sosok kegelapan itu. “Kamu berdusta, kan?” tanya Han penuh keraguan.“Untuk apa aku berdusta?” Sosok kegelapan itu menatap tajam mata Han. “Aku juga ingin segera keluar dari sini...”Tak langsung merespon, Han terdiam sejenak. Ia berusaha untuk tidak berpikir di depan makhluk yang dapat membaca pikiran. Setelah beberapa saat suasana di sana menjadi sunyi, sosok tersebut melanjutkan kata.“Dan bertemu dengannya,” imbuh sosok kegelapan itu dengan lirih.Meskipun Han tidak dapat membaca pikiran apalagi perasaan, sisa-sisa sisi kemanusiaannya membuat hatinya berempati. Sekilas dirinya mengingat kehidupannya di dunia sebelumnya saat dirinya masih hidup. Kemudian ia mengeluarkan suara untuk menghilangkan suasana canggung.“Bertemu dengan siapa?”Ada jeda sebelum sosok kegelapan tersebut menjawab pertanyaan
"Shiva, kumohon berhenti!"Sekuat tenaga Han mengejar Shiva, tetapi ia tak dapat menyusulnya. Berkali-kali ia meneriaki nama perempuan itu, berharap mau berhenti dan mendengarkan penjelasannya.Secara kebetulan, di tengah jalan Kafui melihat Shiva dikejar oleh Han. Merasa ada yang tidak benar, Kafui menghadang Shiva."Ada apa, Shiva?" tanya Kafui dengan raut wajah cemas.Shiva tak langsung menyahut. Dengan terisak-isak ia menatap Kafui dan berkata, " Han ... ingin mem-bunuh ... semua orang."Mata kafui melebar ketika mendengar perkataan itu. Dirinya mencoba menduga-duga maksud dari anak perempuan di hadapannya. Akan tetapi, hatinya ingin mendapat jawaban pasti dari Han. Ia mengalihkan pandangannya ke arah Han yang baru tiba."Han apa barusan kamu dari gua?" tanya kafui dengan nada menekan.Han mencoba mengatur napasnya. Karena takut, ia menatap mata ayahnya sekilas lalu menundukkan kepala.Amarah sekaligus kekecewaan tak sanggup lagi dibendung oleh Kafui. Wajah pria itu berubah merah
Kafui menyeret Han dengan kasar ke gudang belakang rumah mereka. Ia tanpa belas kasih melempar anak laki-lakinya dengan kencang ke sudut ruangan, sehingga tubuh Han menghantam beberapa benda dan berserakan ke lantai.Seperti kerasukan, Kafui memberikan beberapa tinju ke tubuh Han. Sementara Han hanya bisa terdiam dan merintih kesakitan saat menerima pukulan dari ayahnya.Sesaat kemudian masuk Masuk ibu Han dengan raut wajah panik. Ia bergegas menghampiri Han yang sudah terkapar di lantai. Air matanya tumpah saat menatap putranya dipenuhi luka lebam."Sudah berhenti! Ini anakmu, Kafui!" teriak Mawuli sembari merangkul Han.Kafui menghentikan amukannya. Ia mengatur napas dan mulai meredamkan amarahnya. Meskipun wajahnya masih merah, matanya berkaca-kaca ketika melihat anaknya tidak berdaya di hadapannya."Apa yang telah kulakukan?" Kafui membatin penuh penyesalan.Sementara di tempat lain, Shiva menangis di dalam kamar. Ia belum percaya dengan apa yang didengar. Hatinya merasa gelisah k