Beranda / Fantasi / Reinkarnasi Kejayaan Sang Penyihir / [BAB 1] Seorang Werewolf yang Menyelamatkan

Share

Reinkarnasi Kejayaan Sang Penyihir
Reinkarnasi Kejayaan Sang Penyihir
Penulis: moonstar

[BAB 1] Seorang Werewolf yang Menyelamatkan

Penulis: moonstar
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Kegelapan paling terkutuk datang. Kegelapan terkutuk yang akan mengendalikan jiwa, mengundang kehancuran, mengancam negeri dan tanah suci.

Empat ratus tahun lalu, ramalan itu ditemukan tercatat dalam kitab penyihir Negeri Amaphera—sebuah kitab yang mencatat kesaktian, kekuatan, penyiksaan, dan segala hal yang terjadi pada penyihir setiap zaman. Namun kitab kuno itu telah ditinggalkan dan tidak dipercaya siapa pun. 

Kerajaan-kerajaan seluruh klan di Negeri Amaphera mengalami perkembangan zaman. Mereka meninggalkan kepercayaan kepada kitab kuno itu, menganggap kekuatan gelap tidak mungkin kembali, berganti menaruh kepercayaan kepada naluri tujuh penyihir terkuat Negeri Amaphera dan bola kekuatan Agyss. 

Tujuh penyihir yang dipilih langsung oleh para dewa-dewi, dan bola kekuatan Agyss tingkat tertinggi mereka yang diturunkan secara turun-temurun telah menghancurkan kekuatan gelap lima ratus tahun lalu. 

Sayangnya, ramalan itu terjadi. 

"Maviolus peviatto!" 

Lolongan kesakitan terdengar dari seekor Malfos tepat setelah sebuah tombak api menusuk bagian jantungnya. Di titiknya berdiri, Aslyn si penyihir dengan Agyss—bola kekuatan merah berjalan mendekat ke arah seekor Malfos yang baru saja dibunuhnya. 

"Terkutuklah kau, makhluk sialan!" umpat Aslyn sambil menendang pelan tubuh seekor kuda dengan kepala berbulu singa dan bertanduk rusa. 

"Aslyn, awas di belakangmu!" 

Seruan dari depan membuat Aslyn spontan menoleh ke belakang. Melihat sosok raksasa dengan dua taring timbul yang panjang dan kuku-kuku besar tajam berlari kecil mendekat, Aslyn langsung mengangkat Agyss—bola kekuatan—miliknya. 

"Lafanta—"

"Geviosa pellene!" 

Aslyn sontak tersentak mundur dua langkah saat merasakan kekuatan angin sekaligus getaran tanah. Di atasnya seekor gryffin terbang rendah membawa Albus yang mengarahkan Agyss biru. Tak lama kemudian akar tebal bercabang timbul dari bawah empat tanah pohon besar sekitar Aslyn.

Akar tebal menjalar cepat menuju makhluk besar berbulu dan bertaring, menahan lengannya yang hendak mengayunkan sebuah kapak besar kepada Aslyn. Lalu cabang lain akar-akar tebal itu menahan kaki, lengan, pinggul, dan kepala si makhluk besar. 

"Tuvredo andera!" Sihir dari bola kekuatan Agyss milik Albus mencabut banyak daun beracun dari ranting. Dalam sekejap masing-masing daun itu berubah menjadi bumerang tajam. 

Semua bumerang daun itu dilemparkan ke sosok makhluk besar, menusukkan sihir racun pada bagian ujung lancip senjata itu. 

Erangan kesakitan menggema seiring makhluk besar itu merasakan racun paling mematikan menjalar dalam sel-sel tubuhnya. Albus yang masih terbang bersama gryffin miliknya menyeringai menyaksikan makhluk besar itu kesakitan. 

Lalu Maggni, penyihir dengan Agyss merah, tiba-tiba memunculkan diri dari samping Aslyn. Menyadari kalau makhluk besar itu belum terbunuh, Maggni menjulurkan Agyss miliknya. 

"Puvero allerosa!" 

Sihir yang keluar dari Agyss merah milik Maggni langsung memunculkan akar bercabang dua dari bawah pohon. Dua cabang akar itu kemudian berubah menjadi tombak runcing dengan kobaran api, melesat cepat menembus otak dan jantung makhluk besar. 

Aslyn tersenyum kepada Albus dan Maggni sebagai tanda terima kasih. 

Mereka melangkah lebih memasuki arena pertempuran. Menahan rasa sakit dan kemarahan dalam dada mereka setiap kali melihat para prajurit, warga, penyihir-penyihir, dan makhluk-makhluk suci Negeri Amaphera tergeletak mati. 

Pertempuran tidak berhenti. Ini sudah hari kesepuluh sejak penyerangan pertama. Makhluk-makhluk yang telah dikendalikan sihir gelap terkutuk berdatangan. 

Mereka menyerang Negeri Amaphera silih berganti. Setiap banyak makhluk penyerang yang mati, pasukan makhluk mengerikan lain datang menyerang. 

Kesakitan, kelaparan, ancaman bahaya, ketakutan, semuanya menjadi hal yang menyelimuti Negeri Amaphera.

Ramalan itu sungguh terjadi.

"Tuvredo andera!"

"Nevacto viamelle!" 

"Puvero allerosa!"

"Geviosa pellene!"

Berbagai seruan kalimat sihir sahut-bersahutan dari empat penyihir yang melangkah beriringan. Mereka bersama sisa pasukan prajurit kerajaan yang masih hidup menyerang setiap makhluk-makhluk mengerikan, memulihkan beberapa prajurit yang sekarat. 

Sementara dua penyihir lain terbang dengan gryffin masing-masing, memberikan serangan dari udara. 

Makhluk-makhluk mengerikan semakin berdatangan, sejumlah pohon menjadi bernyawa dan menyerang, sihir hitam terkutuk yang tak tembus pandang tanpa disadari menyerang prajurit-prajurit. 

Agyss milik para prajurit tidak sekuat agyss milik enam penyihir itu. Semakin lama, sihir-sihir hitam terkutuk diam-diam menembus jantung dan memakan jiwa mereka. 

Narvi, penyihir dengan Agyss biru dan merah yang sedang menahan dinding es pelindung, berseru, "Situasi genting! Di mana Zevana?! Mengapa dia tidak datang ke sini?!"

"Aku tidak tahu!" Aslyn yang berjarak sepuluh meter dari Narvi menjawab. "Dia menghilang setelah membunuh seekor Morfin!"

Narvi mengerang kesal, memperhatikan Agyss miliknya berkelap-kelip. Pertanda tingkat kekuatan sudah menurun. 

"Kekuatan gelap ada di tanganku… kekuatan gelap ada di tanganku…" 

Narvi mengangkat kepalanya untuk melihat sumber suara menggema. Beberapa meter tidak jauh dari keberadaan mereka, sosok siluet bergerak maju dengan kabut ungu kehitaman mengelilingi. Kabut itu mematikan segala yang dipijak dan dilewati.

Keenam penyihir tercengang mengetahui siapa yang datang. 

Sang Bayang Hitam, penghancur Negeri Amaphera. 

***

Zevana mengerang ketika mencoba bangkit dari posisi jatuh. Diperhatikan luka bakar yang memanjang pada betis. Rasa panas menjalar dari luka bakar itu, membuat kaki Zevana sulit digerakkan.

Sepasang mata abu-abu Zevana beralih memandang ke arah kiri. Makhluk Morfin, tiga kurcaci yang menjadi satu tubuh dengan tanduk di masing-masing kepala, sudah mati. Zevana mencoba mengingat: beberapa menit lalu perkelahian dirinya dengan makhluk morfin ini terjadi. 

Zevana tidak kesulitan mengalahkan makhluk morfin ini, sejujurnya. Namun sebuah kalung besi panjang mengingatkan Zevana pada sang ibu—wanita itu mati tepat di depan matanya. Kalung besi morfin menghancurkan konsentrasinya. 

"Lukamu tidak terlalu parah."

"Ah!" Zevana tersentak ketika luka bakarnya terasa lebih panas. Dia melihat seorang lelaki duduk bersimpuh dan meletakkan Agyss di atas lukanya. "Kau… siapa kau?"

Lelaki asing itu tidak menjawab. Dia masih terlihat fokus dengan Agyss yang mengeluarkan kabut tipis sihir penyembuh luka ke luka bakar Zevana. 

"Tahan sebentar, ini akan sakit—"

"ARGH!" Suara erangan Zevana langsung keluar meskipun kalimat pria asing itu belum selesai terucap. "Kau mengejut—ah!"

"Kau tidak cukup kuat untuk menahan rasa sakit," ketus lelaki itu, terdengar bernada ejekan yang tenang. "Padahal kau seorang penyihir putih terkuat Negeri Amaphera."

"Aku bisa menahan sakit, aku hanya terkejut! Kau memberikan obat apa sebenarnya?" balas Zevana merasa jengkel. 

Lelaki asing di depan Zevana melengkungkan seringai. Pengobatan luka bakar Zevana hanya berlangsung selama lima belas detik. Secara perlahan sihir yang keluar dari Agyss merah milik lelaki itu merapatkan kembali kulit Zevana. 

Zevana memperhatikan betisnya. Tidak ada bekas luka bakar. Kulitnya telah tertutup seperti semula. 

"Lukanya sudah menghilang, tapi mungkin rasa nyeri masih tertinggal," tutur lelaki itu yang sudah menatap Zevana. Tajam dan tanpa emosi apa pun. 

Walaupun merasa ragu, Zevana berucap, "Terima kasih. Kau belum menjawab pertanyaanku."

Lelaki itu berdiri dari posisi duduknya. "Yang mana?"

Zevana turut berdiri. Namun tiba-tiba saja tubuhnya hampir terjatuh ke belakang. Lelaki itu hanya menatapnya tanpa rasa tertarik. Beruntung refleks Zevana cukup baik untuk menahan tubuhnya supaya tidak sungguh-sungguh terjatuh. 

"Sudah aku katakan rasa nyerinya mungkin masih tertinggal. Bergeraklah pelan-pelan," ujar si lelaki asing. 

"Kau siapa?" Zevana mendongakkan kepala, menatap penasaran si lelaki asing. "Mengapa kau di sini dan menyelamatkanku?"

"Aku tidak menyelamatkanmu," jawab lelaki itu tegas. "Aku menyelamatkan Negeri Amaphera."

Zevana masih tidak mengerti. Belum sempat ia mengucapkan pertanyaan lagi, mendadak lelaki itu melakukan ancang-ancang. Suara menggeram hewan keluar bersamaan sepasang mata lelaki itu menjadi nyala merah. 

"Aku harus kembali. Aku tidak—"

Perkataan Zevana langsung terhenti karena si lelaki asing tiba-tiba saja berubah. Seekor serigala abu-abu tinggi dan besar. Zevana bersikap was-was, mundur beberapa langkah sambil mencengkeram Agyss miliknya. 

"Kau seorang werewolf?" Nada bicara Zevana merendah, penuh penekanan dan kebencian. 

Serigala abu-abu besar di depan Zevana menoleh, lalu berkata, "Namaku Frans. Naik ke tubuhku. Negeri Amaphera membutuhkanmu, Sang Penyihir Putih."

Bab terkait

  • Reinkarnasi Kejayaan Sang Penyihir   [BAB 2] Pengkhianatan Besar

    Seiring langkah sosok siluet itu menuju titik keberadaan enam penyihir, kabut-kabut ungu kehitaman membuat makhluk hidup di sekelilingnya layu. Mati hanya dalam hitungan detik. Hutan yang sudah hampir mati tak bernyawa, kini semakin menjadi hitam pekat. Pepohonan seketika membengkok karena ranting-rantingnya tidak bernyawa. Akar-akarnya seakan kaku, makhluk-makhluk melolong kesakitan sebab jiwa mereka dicabut paksa. Tanda-tanda seperti ini… keenam penyihir sudah bisa mengetahui siapa yang datang. "Sang Bayang Hitam," lirih Narvi, memandang khawatir sosok siluet yang disembunyikan kabut pekat. Aslyn menggeram kesal. Dia menjulurkan Agyss merah miliknya ke arah sosok siluet itu. "Mavesto Ila—ah!" Aslyn langsung terlempar ke samping, menghantam batang pohon besar yang sudah mati. "Aslyn!" Narvi dan Maggni berseru serempak. Aslyn mengerang memegang dadanya. Serangan sihir kabut yang tiba-tiba melesat cepat seakan menusuk dadanya. Sekuat mungkin Aslyn mencengkeram bola kekuatan Agys

  • Reinkarnasi Kejayaan Sang Penyihir   [BAB 3] Lahir Kembali

    (Tiga abad kemudian.)Dingin, gelap, sunyi, nyeri bagai penyiksaan menjalar ke sekujur tubuh, dan otot-otot seakan terkunci kaku. Zevana tidak mengerti apa yang dirasakannya sekarang. Telinganya berdengung kuat mendapatkan tekanan dari kedua sisi. Tak ada bagian dari tubuhnya yang bisa digerakkan. Hanya sakit. Sakit sekali—dan tak bisa dilawan meski otak Zevana sudah mengirim sinyal ke tubuhnya agar bergerak.Tubuh Zevana bergerak melayang perlahan semakin ke atas. Tidak, bukan melayang, lebih tepatnya mengapung. Rasa nyeri dari tekanan pada sekujur tubuh membuatnya kebas, dingin menusuk kulit—bahkan rasanya berkali lipat menusuk ketimbang rasa panas luka bakar melepuhkan kulit. Kedua matanya tidak bisa dibuka. Entah apa yang menggerakkan tubuhnya sekarang. Semakin mengapung naik, semakin dirinya merasakan tekanan. Dalam hening Zevana ingin menangis, tetapi otot wajahnya pun tidak bereaksi untuk membentuk ekspresi. Tak ada suara yang didengar olehnya kecuali dengung menyakitkan.

  • Reinkarnasi Kejayaan Sang Penyihir   [BAB 4] Pesan Tersirat: Siapa Sebenarnya Aku?

    Kegelapan yang mencekam menyambut kedua mata Zevana begitu kelopak mata itu terbuka. Entah bagaimana bisa Zevana secara tiba-tiba terbangun di tengah hutan. Udara dingin jatuh menusuk pori-pori seiring Zevana bangkit posisi menjadi duduk. Butuh waktu beberapa detik bagi Zevana untuk memperhatikan sekeliling. Siluet pepohonan menjulang tinggi, siluet dedaunan yang tumbuh lebat menutup akses cahaya bulan, dan suara-suara hewan hutan sahut-bersahutan. Tunggu, ini pasti masih mimpi, elaknya dalam hati ketika agak kesulitan berdiri dari duduk. Tubuhnya bergerak sempoyongan sambil menjulurkan tangan, meraba-raba sekitar. Ini mengerikan. Tidak ada cahaya membuat pergerakan Zevana sungguh kesulitan. Zevana merasakan seluruu bulu kuduknya seketika meremang mendengar nada-nada siul burung hantu. Masalahnya, Zevana tidak bisa melihat wujud burung hantu itu. Netra Zevana hanya menangkap siluet-siluet sekitar."Cahaya, di mana ca—" kalimat Zevana seketika terhenti setelah sepasang matanya mene

  • Reinkarnasi Kejayaan Sang Penyihir   [BAB 5] Identitas Misterius

    Sial. Zevana sama sekali tidak bisa memejamkan mata dengan tenang. Mimpi buruk yang mendatanginya saat beberapa waktu lalu masih terngiang-ngiang. Katakanlah Zevana terlalu berlebihan karena, alih-alih menganggap angin lalu mimpi itu, justru memikirkannya amat keras. Persetan. Bayang-bayang wanita di antara kabut yang menyelimuti sekujur tubuh membuat Zevana tidak nyaman. Entah kenapa Zevana merasa seperti familiar dengan wanita itu. Ini semacam perasaan ketika dirinya bertemu seseorang, lalu bertemu lagi kesekian kalinya. Namun Zevana tidak bisa mengingat. Sejak kapan dirinya mengenal atau bertemu wanita menyeramkan itu?"Argggh!" Zevana mengusap kepala bagian kanannya, frustasi. "Kenapa aku tidak bisa mengingat apa pun? Dan ... siapa nama yang disebut wanita itu?"Benar. Ada nama yang disebut sosok wanita berkabut dalam mimpinya: Zevana. Apakah itu nama dirinya? Sebenarnya Zevana sendiri tidak yakin. Meskipun di sisi lain, jika diingat-ingat ulang, Zevana tidak menemukan siapa

  • Reinkarnasi Kejayaan Sang Penyihir   [Bab 6] Antara Peduli & Sinis

    "AISH…."Langit semakin pekat. Hanya ada suara burung hantu yang tidak ada wujudnya bercampur deru napas tersengal-sengal. Tidak ada lagi kejaran para pasukan sialan yang entah dari mana datangnya. Di sinilah Zevanna dan Arres terjebak. Karena hanya fokus melarikan diri dari para pasukan sialan, keduanya tidak sadar telah memasuki bagian hutan lebih dalam. Mereka memang berhasil melarikan diri. Sayang sekali, mereka tidak tahu di mana keberadaan mereka sekarang. "Kau mengajakku berlari tanpa berpikir kita akan terjebak!" Arres menghardik Zevanna. Tentu saja Zevanna tidak terima. Tubuh Zevanna langsung menegak—setelah sedari tadi membungkuk memegang kedua lutut. Zevanna memandang Arres dengan rasa tidak terima. "Hei. Aku menyelamatkanmu dari kejaran mereka," ujar Zevanna yang membela dirinya. "Kenapa sikapmu menyebalkan begitu?" Siapa yang sudi disalahkan? Lagipula Arres ini menyebalkan. Sudah beruntung tadi Zevanna sempat menarik tangannya supaya mereka bisa melarikan diri bers

  • Reinkarnasi Kejayaan Sang Penyihir   [Bab 7] Penyerangan Werewolf

    "Jadi, kau pikir aku tidak mungkin menjadi penyihir kerajaan yang pandai karena menurutmu aku bodoh?"Zevana bertanya, membalas perkataan Arres beberapa saat lalu. Sebenarnya bisa saja Zevana langsung membalas pada saat Arres mengatakan dirinya bodoh, tidak bisa apa-apa, dan ceroboh. Namun Zevana lebih memilih mencoba menenangkan diri, mengikuti Arres sampai mereka sudah memasuki hutan lebih dalam.Kejengkelan Zevana akan berisiko membuatnya ingin meninju Arres. Kalau saja bukan karena Arres yang mengobatinya tadi, Zevana tidak akan segan melayangkan tinju. Masalahnya, selain karena Arres sudah mengobatinya tadi, tenaganya tidak sekuat itu untuk meninju. "Memang," jawab Arres yang berada dua langkah di depan Zevana. "Apa kau tidak sadar?" Zevana mendecak. Lantas tertawa miring bernada sinis. "Bisa-bisanya kau mengatakan aku seperti itu. Padahal aku yang menyelamatkanmu dari kejaran para pasukan sialan.""Itu hanya keberuntungan. Kalau tidak beruntung, kita tidak akan selamat.""Ke

  • Reinkarnasi Kejayaan Sang Penyihir   [Bab 8]: Kalung Arres Pada Tubuh Werewolf

    Bagaimana bisa Zevana meninggalkan Arres dalam keadaan tenang? Zevana melambankan laju larinya ketika tiba di tanjakan menuju bukit tebing Zelf. Nafasnya terengah-engah setelah sejak tadi berlari dengan rasa ketakutan kalau akan ada serigala yang mengikutinya dari belakang menghantui. Sepanjang berlari menuju tebing Zelf, Zevana tidak bisa menyingkirkan pikiran tentang bagaimana kondisi Arres. Ia mengingat bentuk dua serigala yang menyerang mereka berdua tadi: bertubuh besar, gagah, tinggi hampir mencapai dua meter, berbulu lebat sampai menutupi seluruh tubuh. Zevana merinding mengingat bentuk tubuh dua serigala yang sempat memblokade jarak dirinya dan Arres. Kenapa Arres sangat bodoh untuk menyerahkan diri mengalihkan perhatian dua serigala besar itu? Memangnya ada jaminan Arres akan menang dan selamat? 'Sial! Sekarang aku justru tidak tenang karena memikirkan keadaan Arres!'Zevana meletakkan kedua tangannya pada pinggang. Dalam keheningan, ia mengatur napas sembari memperhatik

Bab terbaru

  • Reinkarnasi Kejayaan Sang Penyihir   [Bab 8]: Kalung Arres Pada Tubuh Werewolf

    Bagaimana bisa Zevana meninggalkan Arres dalam keadaan tenang? Zevana melambankan laju larinya ketika tiba di tanjakan menuju bukit tebing Zelf. Nafasnya terengah-engah setelah sejak tadi berlari dengan rasa ketakutan kalau akan ada serigala yang mengikutinya dari belakang menghantui. Sepanjang berlari menuju tebing Zelf, Zevana tidak bisa menyingkirkan pikiran tentang bagaimana kondisi Arres. Ia mengingat bentuk dua serigala yang menyerang mereka berdua tadi: bertubuh besar, gagah, tinggi hampir mencapai dua meter, berbulu lebat sampai menutupi seluruh tubuh. Zevana merinding mengingat bentuk tubuh dua serigala yang sempat memblokade jarak dirinya dan Arres. Kenapa Arres sangat bodoh untuk menyerahkan diri mengalihkan perhatian dua serigala besar itu? Memangnya ada jaminan Arres akan menang dan selamat? 'Sial! Sekarang aku justru tidak tenang karena memikirkan keadaan Arres!'Zevana meletakkan kedua tangannya pada pinggang. Dalam keheningan, ia mengatur napas sembari memperhatik

  • Reinkarnasi Kejayaan Sang Penyihir   [Bab 7] Penyerangan Werewolf

    "Jadi, kau pikir aku tidak mungkin menjadi penyihir kerajaan yang pandai karena menurutmu aku bodoh?"Zevana bertanya, membalas perkataan Arres beberapa saat lalu. Sebenarnya bisa saja Zevana langsung membalas pada saat Arres mengatakan dirinya bodoh, tidak bisa apa-apa, dan ceroboh. Namun Zevana lebih memilih mencoba menenangkan diri, mengikuti Arres sampai mereka sudah memasuki hutan lebih dalam.Kejengkelan Zevana akan berisiko membuatnya ingin meninju Arres. Kalau saja bukan karena Arres yang mengobatinya tadi, Zevana tidak akan segan melayangkan tinju. Masalahnya, selain karena Arres sudah mengobatinya tadi, tenaganya tidak sekuat itu untuk meninju. "Memang," jawab Arres yang berada dua langkah di depan Zevana. "Apa kau tidak sadar?" Zevana mendecak. Lantas tertawa miring bernada sinis. "Bisa-bisanya kau mengatakan aku seperti itu. Padahal aku yang menyelamatkanmu dari kejaran para pasukan sialan.""Itu hanya keberuntungan. Kalau tidak beruntung, kita tidak akan selamat.""Ke

  • Reinkarnasi Kejayaan Sang Penyihir   [Bab 6] Antara Peduli & Sinis

    "AISH…."Langit semakin pekat. Hanya ada suara burung hantu yang tidak ada wujudnya bercampur deru napas tersengal-sengal. Tidak ada lagi kejaran para pasukan sialan yang entah dari mana datangnya. Di sinilah Zevanna dan Arres terjebak. Karena hanya fokus melarikan diri dari para pasukan sialan, keduanya tidak sadar telah memasuki bagian hutan lebih dalam. Mereka memang berhasil melarikan diri. Sayang sekali, mereka tidak tahu di mana keberadaan mereka sekarang. "Kau mengajakku berlari tanpa berpikir kita akan terjebak!" Arres menghardik Zevanna. Tentu saja Zevanna tidak terima. Tubuh Zevanna langsung menegak—setelah sedari tadi membungkuk memegang kedua lutut. Zevanna memandang Arres dengan rasa tidak terima. "Hei. Aku menyelamatkanmu dari kejaran mereka," ujar Zevanna yang membela dirinya. "Kenapa sikapmu menyebalkan begitu?" Siapa yang sudi disalahkan? Lagipula Arres ini menyebalkan. Sudah beruntung tadi Zevanna sempat menarik tangannya supaya mereka bisa melarikan diri bers

  • Reinkarnasi Kejayaan Sang Penyihir   [BAB 5] Identitas Misterius

    Sial. Zevana sama sekali tidak bisa memejamkan mata dengan tenang. Mimpi buruk yang mendatanginya saat beberapa waktu lalu masih terngiang-ngiang. Katakanlah Zevana terlalu berlebihan karena, alih-alih menganggap angin lalu mimpi itu, justru memikirkannya amat keras. Persetan. Bayang-bayang wanita di antara kabut yang menyelimuti sekujur tubuh membuat Zevana tidak nyaman. Entah kenapa Zevana merasa seperti familiar dengan wanita itu. Ini semacam perasaan ketika dirinya bertemu seseorang, lalu bertemu lagi kesekian kalinya. Namun Zevana tidak bisa mengingat. Sejak kapan dirinya mengenal atau bertemu wanita menyeramkan itu?"Argggh!" Zevana mengusap kepala bagian kanannya, frustasi. "Kenapa aku tidak bisa mengingat apa pun? Dan ... siapa nama yang disebut wanita itu?"Benar. Ada nama yang disebut sosok wanita berkabut dalam mimpinya: Zevana. Apakah itu nama dirinya? Sebenarnya Zevana sendiri tidak yakin. Meskipun di sisi lain, jika diingat-ingat ulang, Zevana tidak menemukan siapa

  • Reinkarnasi Kejayaan Sang Penyihir   [BAB 4] Pesan Tersirat: Siapa Sebenarnya Aku?

    Kegelapan yang mencekam menyambut kedua mata Zevana begitu kelopak mata itu terbuka. Entah bagaimana bisa Zevana secara tiba-tiba terbangun di tengah hutan. Udara dingin jatuh menusuk pori-pori seiring Zevana bangkit posisi menjadi duduk. Butuh waktu beberapa detik bagi Zevana untuk memperhatikan sekeliling. Siluet pepohonan menjulang tinggi, siluet dedaunan yang tumbuh lebat menutup akses cahaya bulan, dan suara-suara hewan hutan sahut-bersahutan. Tunggu, ini pasti masih mimpi, elaknya dalam hati ketika agak kesulitan berdiri dari duduk. Tubuhnya bergerak sempoyongan sambil menjulurkan tangan, meraba-raba sekitar. Ini mengerikan. Tidak ada cahaya membuat pergerakan Zevana sungguh kesulitan. Zevana merasakan seluruu bulu kuduknya seketika meremang mendengar nada-nada siul burung hantu. Masalahnya, Zevana tidak bisa melihat wujud burung hantu itu. Netra Zevana hanya menangkap siluet-siluet sekitar."Cahaya, di mana ca—" kalimat Zevana seketika terhenti setelah sepasang matanya mene

  • Reinkarnasi Kejayaan Sang Penyihir   [BAB 3] Lahir Kembali

    (Tiga abad kemudian.)Dingin, gelap, sunyi, nyeri bagai penyiksaan menjalar ke sekujur tubuh, dan otot-otot seakan terkunci kaku. Zevana tidak mengerti apa yang dirasakannya sekarang. Telinganya berdengung kuat mendapatkan tekanan dari kedua sisi. Tak ada bagian dari tubuhnya yang bisa digerakkan. Hanya sakit. Sakit sekali—dan tak bisa dilawan meski otak Zevana sudah mengirim sinyal ke tubuhnya agar bergerak.Tubuh Zevana bergerak melayang perlahan semakin ke atas. Tidak, bukan melayang, lebih tepatnya mengapung. Rasa nyeri dari tekanan pada sekujur tubuh membuatnya kebas, dingin menusuk kulit—bahkan rasanya berkali lipat menusuk ketimbang rasa panas luka bakar melepuhkan kulit. Kedua matanya tidak bisa dibuka. Entah apa yang menggerakkan tubuhnya sekarang. Semakin mengapung naik, semakin dirinya merasakan tekanan. Dalam hening Zevana ingin menangis, tetapi otot wajahnya pun tidak bereaksi untuk membentuk ekspresi. Tak ada suara yang didengar olehnya kecuali dengung menyakitkan.

  • Reinkarnasi Kejayaan Sang Penyihir   [BAB 2] Pengkhianatan Besar

    Seiring langkah sosok siluet itu menuju titik keberadaan enam penyihir, kabut-kabut ungu kehitaman membuat makhluk hidup di sekelilingnya layu. Mati hanya dalam hitungan detik. Hutan yang sudah hampir mati tak bernyawa, kini semakin menjadi hitam pekat. Pepohonan seketika membengkok karena ranting-rantingnya tidak bernyawa. Akar-akarnya seakan kaku, makhluk-makhluk melolong kesakitan sebab jiwa mereka dicabut paksa. Tanda-tanda seperti ini… keenam penyihir sudah bisa mengetahui siapa yang datang. "Sang Bayang Hitam," lirih Narvi, memandang khawatir sosok siluet yang disembunyikan kabut pekat. Aslyn menggeram kesal. Dia menjulurkan Agyss merah miliknya ke arah sosok siluet itu. "Mavesto Ila—ah!" Aslyn langsung terlempar ke samping, menghantam batang pohon besar yang sudah mati. "Aslyn!" Narvi dan Maggni berseru serempak. Aslyn mengerang memegang dadanya. Serangan sihir kabut yang tiba-tiba melesat cepat seakan menusuk dadanya. Sekuat mungkin Aslyn mencengkeram bola kekuatan Agys

  • Reinkarnasi Kejayaan Sang Penyihir   [BAB 1] Seorang Werewolf yang Menyelamatkan

    Kegelapan paling terkutuk datang. Kegelapan terkutuk yang akan mengendalikan jiwa, mengundang kehancuran, mengancam negeri dan tanah suci.Empat ratus tahun lalu, ramalan itu ditemukan tercatat dalam kitab penyihir Negeri Amaphera—sebuah kitab yang mencatat kesaktian, kekuatan, penyiksaan, dan segala hal yang terjadi pada penyihir setiap zaman. Namun kitab kuno itu telah ditinggalkan dan tidak dipercaya siapa pun. Kerajaan-kerajaan seluruh klan di Negeri Amaphera mengalami perkembangan zaman. Mereka meninggalkan kepercayaan kepada kitab kuno itu, menganggap kekuatan gelap tidak mungkin kembali, berganti menaruh kepercayaan kepada naluri tujuh penyihir terkuat Negeri Amaphera dan bola kekuatan Agyss. Tujuh penyihir yang dipilih langsung oleh para dewa-dewi, dan bola kekuatan Agyss tingkat tertinggi mereka yang diturunkan secara turun-temurun telah menghancurkan kekuatan gelap lima ratus tahun lalu. Sayangnya, ramalan itu terjadi. "Maviolus peviatto!" Lolongan kesakitan terdengar d

DMCA.com Protection Status