Tiga hari telah berlalu, Ye Xuanqing masih tetap berada di Kota Shinjing bersama dengan para rombongan pemburu siluman. Saat ini dia tengah duduk di halaman kediaman, Xuanqing tampak sangat santai dan nyaman berada di kota kecil tersebut.
"Adipati!" Satu panggilan dari Fen Rou membuat Xuanqing menolehkan kepalanya. "Ada apa?" Tanyanya dengan nada yang datar. Fen Rou mendekat, dia memberi salam terlebih dahulu dengan menangkupkan kedua tangan lalu membungkukkan badannya. Itu sudah menjadi tradisi yang dilakukan secara turun-temurun, lebih-lebih lagi Fen Rou adalah bawahan Keluarga Ye. "Saya sudah mendengar dari para pelayan di kediaman ini. Kabarnya anda memanggil perempuan itu dengan sebutan istri. Apa itu benar Adipati?" Tanya Fen Rou yang terkesan menyelidik. Xuanqing menatapnya datar, dia tidak merasa bersalah atas tindakannya. "Itu benar," jawabnya. "Tapi kenapa Adipati? Bukankah anda sudah melakukan kebohongan besar di sini. Bagaimana anda akan menjelaskan ini pada Tuan Besar, dan apa yang akan anda katakan dihadapan Kaisar?" cecar Fen Rou yang sebenarnya sangat khawatir pada sang Adipati Muda. "Singkat saja Fen Rou, semua yang aku lakukan disini untuk kepentingan pribadi. Perihal bagaimana aku menjelaskan pada ayah dan juga Kaisar itu akan menjadi tanggungjawab ku. Tugas mu dan yang lain hanya mengikuti apa yang aku katakan," jelas Xuanqing dengan tegas. "Tapi Adipati —" "Cukup Fen Rou! Tutup saja mulutmu, dan jaga agar tidak ada yang curiga atas perbuatan ku. Juga jangan sampai Jinsi tahu kalau aku adalah pemburu siluman," imbuh Xuanqing lagi. Kening Fen Rou berkerut dalam, untuk apalagi kebohongan yang disiapkan sang Adipati itu sebenarnya. "Adipati, apa perempuan yang anda bawa itu adalah orang yang berbahaya bagi pemburu siluman. Jadi anda menyembunyikan identitas itu?" Tanya Fen Rou lagi. "Entahlah, ku rasa tidak. Tapi perempuan mana yang akan tenang jika tinggal bersama dengan pemburu siluman seperti ku?" Xuanqing malah balik bertanya. Fen Rou paham akan hal itu, setiap perempuan pasti akan merasa cemas jika anggota keluarga mereka merupakan seorang pemburu siluman. Di seluruh daratan timur, keselamatan pemburu siluman memang tidak bisa dipastikan. Setiap kali ada serangan siluman atau iblis, para pemburu siluman itu pasti akan dipanggil untuk menangani krisis. Hanya saja siapa yang akan bertanggungjawab atas nyawa mereka? Kekaisaran Sheng memang memberikan gaji yang cukup besar bagi para pemburu siluman. Jika pun mereka mati, keluarga pasti akan mendapatkan kompensasi yang cukup besar. Tapi tetap saja nyawa seseorang jauh lebih penting dari uang. "Aku membutuhkan Jung Jinsi agar bisa tinggal lebih lama di sini. Lagi pula selama berada di Ibu Kota, aku merasa sesak. Ibu Suri selalu menempatkan para mata-mata di sekitarku," ucap Xuanqing dengan jujur. Fen Rou bisa sedikit memahami apa yang sebenarnya direncanakan oleh Adipati Muda. Dia hanya mengangguk patuh sebagai bentuk dukungan penuh. "Saya mengerti Adipati," balasnya. Di saat yang sama Jinsi dibantu dengan pelayan tengah berjalan-jalan. Setiap pagi perempuan itu memang dianjurkan untuk berjalan-jalan agar dia bisa bergerak sendiri. Itu akan membantu membuatnya pulih dengan cepat. "Adipati, perempuan itu?" Fen Rou berujar ketika melihat Jinsi berjalan mendekat ke arah mereka. Xuanqing memberikan tatapan tajam pada Fen Rou. "Panggil dia Nyonya Muda. Ingat Fen Rou, Jinsi adalah istri Ye Xuanqing!" Tegasnya. Fen Rou langsung mengangguk patuh, dia tidak berani menatap ke arah Xuanqing atau Jinsi. Penasehat itu hanya bisa menundukkan kepalanya. "Pelan-pelan Jinsi," ucap Xuanqing dengan lembut. Pria itu juga menyambut baik kedatangan Jinsi yang masih berjalan dengan tertatih-tatih. Tangannya dengan sigap mengambil alih untuk membantu Jinsi berjalan. "Xuanqing maaf mengganggu mu," ucap Jinsi pelan. Dia juga ragu-ragu melihat ke arah pelayan dan juga Fen Rou yang ada didekatnya. Merasa kalau Jinsi tidak terlalu nyaman, Xuanqing pun paham. Dia segera memberi kode pada pelayan dan juga Fen Rou agar mereka sedikit menyingkir untuk memberi ruang padanya dan Jinsi. "Ada apa istriku, kau membutuhkan sesuatu?" Tanya Xuanqing sembari menggandeng tangan Jinsi agar duduk di sebuah kursi yang tadi sempat dia duduki. Jinsi menggeleng pelan, matanya begitu berbinar ketika melihat Xuanqing. "Tidak ada, hanya saja aku tidak banyak mengenal orang disini. Jujur, aku merasa kurang nyaman jadi aku datang padamu untuk bertanya beberapa hal." "Katakan saja apa yang ingin kau tanyakan, kau bisa langsung bertanya padaku." Xuanqing berusaha tenang, padahal dia sudah cukup was-was ketika Jinsi berniat mengajukan pertanyaan. "Aku tidak mengingat apapun tentang diriku kecuali nama. Jadi karena kau bilang kita suami-istri, ku pikir kau adalah orang yang paling mengenalku dengan baik di kediaman ini. Xuanqing, bisakah kau menceritakan tentang diriku?" tanya Jinsi dengan penuh harap. Xuanqing menegang sejenak, ini adalah hal yang paling dia takutkan sejak kemarin. Meski begitu dia segera memasang wajah yang penuh kasih dan juga tenang. "Ah rupanya itu yang ingin kau tahu, dengar istriku. Kau adalah perempuan paling cantik yang aku nikahi dari keluarga bangsawan di Kota Heyan. Kedua orang tuamu adalah pedagang rempah-rempah, dan kau mengikuti ku ke tempat ini sebagai pendamping hidup serta menantu perempuan Keluarga Ye." Jinsi diam dia berusaha mencerna kata-kata Xuanqing dengan baik. Perempuan sebaik itu harus menelan mentah-mentah segala ucapan yang keluar dari mulut Xuanqing, meski itu ucapan yang diragukan kebenarannya. "Apa kau ingin tahu hal lain lagi istriku?" tanya Xuanqing hati-hati. "Untuk sementara ini tidak ada," balas Jinsi dengan senyuman manis. Xuanqing mengangguk paham, disaat yang sama dari arah pintu masuk kediaman datang seorang pria yang Xuanqing cukup percaya datang dengan tergesa-gesa. "Salam, Adipati Muda!" pria berhanfu hitam itu segera membungkukkan badannya memberi salam. Xuanqing menerimanya dengan anggukan kepala. "Ya, ada apa Ming Tian?" tanyanya. "Adipati, ada perintah dari kekaisaran. Saat ini anda diminta segera menghadap Ibu Suri," ucap pria bernama Ming Tian yang merupakan tangan kanan Xuanqing itu. Sang Adipati mengeraskan rahangnya menahan diri untuk tidak meluapkan emosinya hari ini. Terutama didepan Jinsi yang tidak tahu apa-apa. Xuanqing kira, mengirimkan utusan untuk menyampaikan bahwa perburuan siluman di Gunung Jiaguan telah selesai akan menuntaskan pekerjaan. Nyatanya Xuanqing masih saja dikejar-kejar untuk menjelaskan sendiri apa yang terjadi di gunung yang merupakan pemukiman siluman terluas itu. "Ini masalah tempo hari?" tanya Xuanqing merujuk pada pemburuan siluman. Dia tidak bisa bicara terbuka dihadapan Jinsi saat ini. Ming Tian yang sudah tahu situasinya pun mengangguk membenarkan. Sang tangan kanan tentu mengikuti alur sandiwara Xuanqing dengan baik. "Benar Adipati," jawabnya. Xuanqing menghela nafas berat, "Hah! Aku memang tidak bisa menghindar dari masalah selamanya.""Xuanqing apa kau akan pergi cukup lama?" Tanya Jinsi yang ada dibelakang Xuanqing. Kini mereka berdua ada didalam kamar utama kediaman. Xuanqing tengah menulis surat dan juga mempersiapkan barang yang akan dia bawa ke Ibu Kota. Pemimpin Keluarga Ye itu tidak bisa terus menghindar dari perintah Ibu Suri, karena itu hari ini juga dia putuskan untuk kembali. "Tidak akan lama, ku harap Ibu Suri tidak banyak mencecar hasil pekerjaan ku." Xuanqing membalikkan badannya dan tersenyum ke arah Jinsi. Xuanqing menggandeng tangan Jinsi dan membawanya duduk. Kondisi perempuan itu masih belum stabil, jadi Xuanqing benar-benar memperlakukannya layaknya barang pecah belah. Dia begitu hati-hati terhadap perempuan yang dia bawa dari Sungai Qilin itu. "Jinsi, selama aku pergi kau tetaplah berada dikediaman. Dengarkan apa kata tabib, dan—"Ucapan Xuanqing langsung terpotong, hal itu terjadi karena Jinsi yang menaruh jari telunjuk dibibir Xuanqing. "Kau terlalu banyak bicara suami ku, tentu saja ak
Mata Xuanqing mengedip sebentar, seiring dengan senyuman penuh arti yang muncul di wajahnya. "Kalau begitu tunjukkan, tapi jika kau gagal memenuhi apa yang aku inginkan. Kau harus tetap menikahi Tuan Putri Daiyan!" Ibu Suri Zhao Weini berkata tegas. Wanita dengan sanggul rambut yang tinggi berhiaskan berbagai perhiasan dan giok mahal itu menatap remeh ke arah sang Adipati Muda. Fen Rou dan Ming Tian sudah keringat dingin, mereka yang berdiri dibelakang Xuanqing pun saling tatap. Seolah-olah tengah berdiskusi tentang nasib Tuan mereka saat ini. Sebab keduanya tahu, apa yang diinginkan Ibu Suri Zhao Weini tidak dapat dipenuhi oleh Ye Xuanqing. "Baiklah, tapi jika aku bisa menunjukkan hasil pekerjaan ku. Kau harus membiarkan ku hidup tenang," balas Xuanqing penuh teka-teki. Ibu Suri Zhao Weini diam sebagai bentuk persetujuan. Kemudian Xuanqing mengeluarkan Pagoda Penahan Sembilan Siluman dari balik hanfu hitam yang kini tengah dia kenakan. Pria itu menunjukkan benda pusaka milik Kelu
"Ada baiknya ayah tetap tenang sampai tujuan ku tercapai. Ini semua demi kepentingan ku dan juga rakyat Kekaisaran Sheng," ucap Ye Xuanqing dengan tenang. Saat ini sang Adipati Muda dan Tuan Besar Ye tengah berbincang di salah satu paviliun kediaman besar keluarga Ye. "Xuanqing, seharusnya kau ingat pesan mendiang ibu mu. Jangan pernah mengorbankan orang lain demi kepentingan pribadi." Ye Qingyu bicara dengan nada yang lebih tenang meski masih tetap saja tegas. Ye Xuanqing memalingkan wajahnya ke arah taman bunga, wajah mendiang ibunya kembali terlintas diingatan berkat ayahnya yang menyebut kembali perihal sang ibu. "Aku tidak pernah lupa nasihat Ibu, tapi untuk kali ini aku terpaksa melanggarnya.""Termasuk dengan mengorbankan hidup seseorang?" tanya Ye Qingyu dengan wajah yang serius. Hal itu tentu membuat Xuanqing terdiam, dia segera menyangkal hal tersebut. "Tentu saja tidak ayah!" Xuanqing dengan tegas mengelak. Ye Qingyu lalu tersenyum tipis, dia sempat minum teh yang ter
"Fen Rou, siapkan kereta kuda. Kita akan kembali ke Kota Shinjing besok pagi!" Perintah Ye Xuanqing ketika hampir tengah malam. Fen Rou mengerjapkan matanya, berusaha tetap tenang meski terkejut dengan perintah Ye Xuanqing yang terkesan terburu-buru. "Besok pagi? Bukankah kita baru saja tiba di Kota Fanlan hari ini Adipati. Apa tidak terburu-buru?" Ye Xuanqing yang tengah berjalan langsung berhenti, dia menoleh ke arah Fen Rou yang berdiri dibelakangnya. "Oh rupanya kau masih ingin berada di Ibu Kota rupanya. Tidak masalah, aku akan pergi sendiri.""Bu-bukan begitu Adipati! Saya hanya merasa anda terlalu memaksakan diri, anda baru saja melakukan perburuan siluman besar-besaran. Jadi saya pikir anda perlu beristirahat lebih dulu di sini," jelas Fen Rou yang tidak mau Xuanqing salah paham. "Aku tidak perlu berlama-lama berada di Kota Fanlan. Lagi pula, di sini masih ada ayahku yang bisa mengurus tugas seorang Adipati. Aku akan pergi ke Kota Shinjing untuk melakukan penyelidikan," u
"Tapi Tuan Adipati, semua ini tidak penting. Kita hanya perlu membuat Nyonya Muda sadar terlebih dahulu. Baru setelah itu anda bisa menghukum saya atas kelalaian ini." Tuan Hao memohon. Ye Xuanqing hanya bisa mengangguk, dia kemudian memberi waktu pada Tuan Hao untuk memberikan pengobatan. Adipati Muda itu juga secara khusus meminta para anak buahnya membantu Tuan Hao mencari penawar untuk obat tersebut. "Jadi Nona Jinsi mengalami efek samping dari Mochus?" Fen Rou yang memang tengah menemani Ye Xuanqing pun terheran-heran. Saat ini keduanya memang tengah menunggu kabar keselamatan Jung Jinsi. Mereka berdua ada di depan kamar utama kediaman. Ye Xuanqing mengangguk singkat, sebab memang begitulah adanya. Beberapa pemeriksaan sudah dilakukan, dan hasilnya tetap sama. Jung Jinsi tidak sadarkan diri karena penggunaan kantung sekresi kijang atau mochus. "Ya, aku juga heran kenapa ada manusia yang bisa mengalami efek samping dari mochus." "Biasanya mochus digunakan untuk bahan baku pe
"Adipati!" Satu panggilan membuat Ye Xuanqing yang baru saja keluar dari kamar utama kediaman menoleh ke sumber suara. Rupanya Ming Tian lah yang datang padanya malam ini. "Ada apa Ming Tian?" tanya Ye Xuanqing dengan nada yang tenang. "Maaf Adipati, tapi saya hendak menemui Fen Rou. Hanya saja sejak tadi saya tidak menemukannya di mana pun," jelas Ming Tian dengan sopan. "Coba kau cari dia di kamarnya, jika tidak ada tandanya kau harus pergi ke rumah Tuan Hao. Ku rasa Fen Rou ada di sana malam ini," jelas Ye Xuanqing. "Baik Adipati, kalau begitu saya pamit." Setelah mengatakan itu Ming Tian undur diri dan benar-benar pergi menuju rumah Tuan Hao. Perlu berjalan kaki cukup jauh dari kediaman Ye Xuanqing ke rumah Tuan Hao, karena itu Mung Tian berjalan dengan langkah yang lebar-lebar. Disepanjang jalan, Ming Tian menyadari ada kejanggalan di Kota Shinjing. Pria itu berjalan kaki belum pada jam malam, tetapi suasana kota sudah sangat sepi. Hanya ada beberapa penduduk yang masih te
"Lancang sekali bicara mu Fen Rou!" tegas Ming Tian yang sudah benar-benar tidak tahan. Dia juga sudah menarik pedang dari sarungnya, bersiap untuk menyerang rekannya sendiri malam ini. Fen Rou yang melihat itu pun tersentak, sejak dulu Ming Tian tidak pernah mengarahkan pedang ke arahnya. "Ming Tian apa kau akan menyerang ku karena masalah ini?" tanya Fen Rou hati-hati. "Jika kau membuat masalah untuk Adipati, tentu aku akan menyerang mu tanpa ragu!" Ming Tian bertekad, dia sudah mengeluarkan pedangnya dan melakukan kuda-kuda. Dia sudah siap menyerang Fen Rou yang ada dihadapannya. "Ming Tian, kita sama-sama memiliki kesetiaan kepada Adipati Muda. Apa yang aku lakukan juga bagian dari kesetiaan ku," ucap Fen Rou dengan tenang. Pria dengan janggut tipis itu tetap tenang dan tidak terprovokasi meski Ming Tian sudah mengeluarkan pedang dari tempatnya. "Kesetiaan apa yang kau bicarakan Fen Rou? Perbuatan mu tadi bisa saja membawa masalah bagi Adipati Muda. Jika terjadi hal buruk pa
Hujan deras dan angin kencang terjadi selama semalam suntuk. Ye Xuanqing yang memang menunggu kedatangan mayat pun sudah memiliki firasat yang buruk. "Adipati, mayat tadi sudah dipindahkan ke ruang pemeriksaan. Beberapa koroner juga sudah siap membantu anda melakukan penyelidikan." Salah satu anggota Departemen Kehakiman setempat memberitahu Ye Xuanqing. Sang Adipati pun mengangguk tanda mengerti, dia menghela nafas panjang terlebih dahulu sebelum melanjutkan kegiatannya. "Kalau begitu, tolong tunjukkan jalannya." Ye Xuanqing bersiap berjalan. "Baik."Ye Xuanqing kemudian diarahkan ke ruang 'Yinwu Shi' yaitu ruangan yang digunakan khusus untuk menyelidiki kematian, melakukan otopsi dan pemeriksaan forensik. Disampingnya ada ruangan untuk menyimpan mayat yang sudah selesai diidentifikasi. "Silahkan, Adipati."Sang Adipati masuk, di sana rupanya sudah ada seorang koroner yang cukup akrab dengannya. Ye Xuanqing tersenyum menyapa pria tersebut. "Anda benar-benar langsung datang ma
Gerbang istana dibuka perlahan, Ye Xuanqing bersama dengan Ming Tian dan Fen Rou masuk ke dalam istana sembari menunggang kuda. Barulah saat berada di halam istana, mereka turun dari kuda masing-masing dan menyerahkannya pada penjaga yang ada.Tugas utama sang adipati muda hari ini adalah melihat dan mengintrogasi sendiri Ibu Suri, Zhao Weini. Wanita tua itu sudah terlalu lama diam, dan kekaisaran perlu jawabannya untuk memeberikan hukuman dan menyelesaikan masalah dengan tuntas.“Kita langsung pergi ke paviliun angin timur, Ibu Suri diasingkan di sana saat ini adipati.” Ming Tian berujar pelan, dia memang tahu kondisi terkini dari sang pelaku utama kerusuhan di kekaisaran itu.Ye Xuanqing melirik sekilas ke arah Ming Tian yang memang berjalan dibelakangnya lalu mengangguk. “Ya, kita langsung pergi ke sana sekarang.”Namun baru saja hendak berbelok di koridor, sosok Putri Daiyan sudah muncul. Perempuan itu masih ditemani oleh dua pelayan muda dibelakangnya.“Adipati Ye!” panggil Zhao
Cahaya mentari menyelinap lewat celah kisi-kisi jendela, memantul lembut di atas lantai batu giok yang mengilap. Di paviliun utama, aroma teh qianye baru saja dituangkan oleh pelayan.Di kursi kehormatan duduk Ye Qingyu, pemilik wajah tenang namun berwibawa. Pakaiannya sederhana, namun dari cara duduk dan tatapan matanya, jelas bahwa ia adalah seorang yang terbiasa memimpin medan tempur.Di hadapannya duduk Mu Wangyan, Komisaris Perfektur Shinjing. Lelaki itu tampak santun, mengenakan jubah hitam bersulam perak khas pejabat tinggi. Matanya sempit, senyumnya tipis dan tidak pernah benar-benar sampai ke mata.“Sejak kapan komisaris perfektur, Kota Shinjing memiliki hubungan dengan Tuan Besar Ye?” Jung Jinsi yang duduk di sudur paviliun bertanya pada dirinya sambil menyuap buah kering pelan-pelan, seolah tak ikut dalam pembicaraan. Namun dari matanya yang terfokus dan telinganya yang tajam, ia sudah waspada sejak pria itu masuk. Ada semacam tirai tipis yang menghalangi dirinya, sehingga
Langit di atas Ibukota tampak lebih gelap dari biasanya, meski tak ada badai. Angin yang bertiup terasa membawa aroma darah dan dupa. Di kediaman Ye, suasana terasa tegang. Para pengawal berjaga dua kali lipat, dan paviliun belakang tempat Xuanqing dan Jinsi tinggal dijaga ketat oleh barrier spiritual. Hari ini adalah hari ke-7 pasca serangan yang dilakukan oleh Ye Xuanqing dan Jung Jinsi ke istana. Setelah hari itu, tidak ada tanda-tanda pergerakan apapun. Selain itu Ibu Suri juga bungkam, meski sudah diinterogasi. Di ruang utama, Ye Xuanqing menatap peta yang terbentang di hadapannya. Di sampingnya berdiri Jinsi, masih pucat tapi tekad di matanya tak pernah surut. Di seberang meja berdiri Ming Tian, Fen Rou, dan Jing Qian, masing-masing dengan ekspresi murung. “Ada yang janggal,” gumam Jing Qian, melipat lengannya. “Formasi pemecah jiwa itu terlalu rumit untuk dibuat hanya oleh Ibu Suri dan dua siluman." “Benar,” sahut Ye Xuanqing. “Menurut dokumen yang ditemukan di balik d
Kabut kelabu menyelimuti tembok tinggi istana barat. Di bawah cahaya bulan yang tertutup awan, dua sosok melintas cepat di antara bayangan tembok. Ye Xuanqing mengenakan jubah pemburu berlapis perak, pedang Huoguang miliknya tergantung di pinggangnya. Sementara di sisinya, Jung Jinsi menyatu sempurna dalam gelap, rambut hitam panjangnya disembunyikan di balik penutup kepala hitam. Suara gemerisik langkah mereka nyaris tak terdengar. Mereka menyusup dari gerbang air bawah, melewati lorong rahasia yang hanya diketahui oleh mereka yang pernah hidup di dalam istana. “Sudah lama sejak aku masuk dari jalur ini,” bisik Jung Jinsi pelan, matanya menyipit menatap lengkung lorong batu. "Terakhir kali aku masuk, untuk mencari informasi tentang Ibu Suri. Ye Xuanqing menoleh sekilas. “Dan sekarang kita masuk lagi lewat sini untuk menggagalkan semua rencana wanita tua itu!" "Karena itu, kita harus melakukan yang terbaik. Jangan sampai usaha kita gagal," balas Jung Jinsi dengan wajah y
Ye Xuanqing duduk dengan tenang, mengenakan jubah panjang warna arang dengan bordiran awan perak di tepinya. Wajahnya teduh, namun ada gurat berat yang tak tersembunyi di matanya. Di hadapannya, Jung Jinsi duduk dengan tubuh sedikit condong ke depan, menyandarkan dagu di tangannya.“Kau diam sejak bertemu dengan Putri Daiyan," ucap Jinsi pelan, matanya menatap pria itu dengan lembut. “Apa sang Putri Daiyan berkata sesuatu yang tak kau suka?” tanyanya pelan. Ye Xuanqing tak langsung menjawab. Ia menatap cangkir teh yang belum disentuh, lalu menghela napas. “Bukan dia yang jadi masalah. Tapi kabar yang dia bawa.”Jinsi mengangkat satu alis. “Pasti ini sesuatu dari Ibu Suri?” tebaknya dengan wajah yang serius. Ye Xuanqing menoleh padanya, lalu mengangguk samar. "Ibu Suri sudah bertindak terlalu jauh, bahkan sebelum kita bisa menerka apa saja yang dia perbuat.""Apa yang dia lakukan sebenarnya?" Jung Jinsi mendekat, semakin dekat dengan Ye Xuanqing dan menggenggam tangannya erat. "Form
"Apa?" Ye Xuanqing masih tidak percaya dengan apa yang dia dengar barusan. Namun sorot mata Zhao Yun Mei tidak menunjukkan kebohongan, hanya ada keteguhan yang coba dia tunjukkan saat ini. "Seharusnya Zhao Weini, ibu ku hanya selir agung. Tapi karena kematian permaisuri sebelumnya dia menduduki posisi permaisuri itu dengan berat. Kaisar ke-7 mendesak ibu untuk memberi penerus tahta, tapi dia tak kunjung dikaruniai keturunan." Ada jeda yang cukup lama saat Zhao Yun Mei menjelaskan masa lalu keluarga Kekaisaran Sheng. Fakta masa lalu yang dilupakan oleh rakyat, atau justru kabarnya tidak dibiarkan keluar dari dinding istana. "Ibu ku frustasi, dia tertekan dari berbagai sisi. Bahkan pria yang seharusnya menjadi tempatnya bersandar malah memberikan luka dan tekanan yang luar biasa hebat. Karena dibutakan oleh luka dan keserakahan, Ibu akhirnya pergi ke pegunungan barat bertahun-tahun lalu sebelum kakak ku lahir." Mata Ye Xuanqing membulat sempurna mendengar itu semua, Zha
Pagi hari menyapa dengan sinar matahari hangat yang menembus celah pepohonan. Di sebuah tempat perlindungan sederhana dekat mata air yang ada di gunung belakang kediaman keluarga Ye. Ye Xuanqing duduk bersandar di pohon, sementara Jung Jinsi menyeduh teh. Jing Qian tengah memeriksa formasi pelindung di sekitar tempat itu, dan Fen Rou membersihkan bilah belatinya. Ming Tian duduk di atas batu besar, menatap langit dengan ekspresi tenang. "Apa yang kita berlima hadapi semalam pasti sebuah konspirasi besar," ucap Ye Xuanqing membuka percakapan dengan topik yang berat. Namun semuanya langsung mengangguk, tanggap atas apa yang dibicarakan sang Adipati Muda. Ming Tian yang semula menatap langit, perlahan beralih pada rekan kultivasinya. "Dia adalah tangan kanan Hei Lian Hua, dan mereka berada di pihak Ibu Suri. itu semua sudah jelas!" "Tapi aku tidak bisa percaya kalau Lu Sangyun dan Hei Lian Hua sepenuhnya berpihak pada wanita tua itu. Siluman seperti mereka sangat sulit untuk diajak
Ye Xuanqing dan Ming Tian semakin berjalan cepat setelah pertarungan melawan siluman mimpi buruk, Lu Sangyun. Mereka kembali ke kediaman Keluarga Ye melalui gerbang belakang. Tepat dihalaman belakang itu pula Jung Jinsi, Jing Qian dan Fen Rou berada. Mereka bertiga juga baru saja tiba di kediaman. Terbukti dengan nafas mereka yang masih satu-satu. "Kalian sudah kembali," ucap Ye Xuanqing merasa lega begitu dia melangkahkan kaki masuk ke kediaman. semua orang menoleh ke arahnya, termasuk Jung Jinsi. Dia langsung tersenyum manis dan berlari kecil menuju sang Adipati. "Xuanqing, kau kembali dengan selamat juga." Jung Jinsi begitu lega. Meskipun dia sendiri hampir menjadi mayat jika kalah dengan Hei Lian Hua tadi. "Tentu saja, apapun yang terjadi aku pasti akan kembali." Ye Xuanqing menjawabnya dengan senyum tipis. Kemudian Fen Rou maju terlebih dahulu, dia hendak melaporkan apa yang mereka lihat saat menyusup ke istana Kekaisaran Sheng. "Adipati, kami melihat—" "Fen Rou cu
Di tengah hutan yang diterangi cahaya bulan pucat, Ye Xuanqing dan Ming Tian bergegas melintasi pepohonan. Langkah mereka cepat, menembus dedaunan dan bayangan yang bergoyang. Mereka harus segera menyusul Jung Jinsi, Jing Qian, dan Fen Rou sebelum semuanya terlambat. Namun, sesampainya di tepi jurang berbatu, mereka terhenti. Kabut hitam pekat bergulung-gulung di depan mereka. Di tengah kabut yang berputar, sosok perempuan melangkah maju. Mata keemasan yang menyala penuh kebencian menatap mereka. Rambut panjangnya tergerai seperti bayangan kelam, berkilauan di bawah sinar bulan. Gaun ungu tuanya berayun lembut, sementara aura mengerikan menguar dari tubuhnya. "Lu Sangyun," bisik Ming Tian dengan suara rendah. "Tangan kanan Hei Lian Hua," sambung Ye Xuanqing dengan ekspresi dingin. Lu Sangyun menyeringai, bibirnya melengkung dengan keangkuhan. "Kalian benar-benar mengira bisa melawan Ibu Suri? Kalian tak lebih dari bidak kecil dalam permainan ini." "Meski begitu, kami tida