"Adipati!" Satu panggilan membuat Ye Xuanqing yang baru saja keluar dari kamar utama kediaman menoleh ke sumber suara. Rupanya Ming Tian lah yang datang padanya malam ini. "Ada apa Ming Tian?" tanya Ye Xuanqing dengan nada yang tenang. "Maaf Adipati, tapi saya hendak menemui Fen Rou. Hanya saja sejak tadi saya tidak menemukannya di mana pun," jelas Ming Tian dengan sopan. "Coba kau cari dia di kamarnya, jika tidak ada tandanya kau harus pergi ke rumah Tuan Hao. Ku rasa Fen Rou ada di sana malam ini," jelas Ye Xuanqing. "Baik Adipati, kalau begitu saya pamit." Setelah mengatakan itu Ming Tian undur diri dan benar-benar pergi menuju rumah Tuan Hao. Perlu berjalan kaki cukup jauh dari kediaman Ye Xuanqing ke rumah Tuan Hao, karena itu Mung Tian berjalan dengan langkah yang lebar-lebar. Disepanjang jalan, Ming Tian menyadari ada kejanggalan di Kota Shinjing. Pria itu berjalan kaki belum pada jam malam, tetapi suasana kota sudah sangat sepi. Hanya ada beberapa penduduk yang masih te
"Lancang sekali bicara mu Fen Rou!" tegas Ming Tian yang sudah benar-benar tidak tahan. Dia juga sudah menarik pedang dari sarungnya, bersiap untuk menyerang rekannya sendiri malam ini. Fen Rou yang melihat itu pun tersentak, sejak dulu Ming Tian tidak pernah mengarahkan pedang ke arahnya. "Ming Tian apa kau akan menyerang ku karena masalah ini?" tanya Fen Rou hati-hati. "Jika kau membuat masalah untuk Adipati, tentu aku akan menyerang mu tanpa ragu!" Ming Tian bertekad, dia sudah mengeluarkan pedangnya dan melakukan kuda-kuda. Dia sudah siap menyerang Fen Rou yang ada dihadapannya. "Ming Tian, kita sama-sama memiliki kesetiaan kepada Adipati Muda. Apa yang aku lakukan juga bagian dari kesetiaan ku," ucap Fen Rou dengan tenang. Pria dengan janggut tipis itu tetap tenang dan tidak terprovokasi meski Ming Tian sudah mengeluarkan pedang dari tempatnya. "Kesetiaan apa yang kau bicarakan Fen Rou? Perbuatan mu tadi bisa saja membawa masalah bagi Adipati Muda. Jika terjadi hal buruk pa
Hujan deras dan angin kencang terjadi selama semalam suntuk. Ye Xuanqing yang memang menunggu kedatangan mayat pun sudah memiliki firasat yang buruk. "Adipati, mayat tadi sudah dipindahkan ke ruang pemeriksaan. Beberapa koroner juga sudah siap membantu anda melakukan penyelidikan." Salah satu anggota Departemen Kehakiman setempat memberitahu Ye Xuanqing. Sang Adipati pun mengangguk tanda mengerti, dia menghela nafas panjang terlebih dahulu sebelum melanjutkan kegiatannya. "Kalau begitu, tolong tunjukkan jalannya." Ye Xuanqing bersiap berjalan. "Baik."Ye Xuanqing kemudian diarahkan ke ruang 'Yinwu Shi' yaitu ruangan yang digunakan khusus untuk menyelidiki kematian, melakukan otopsi dan pemeriksaan forensik. Disampingnya ada ruangan untuk menyimpan mayat yang sudah selesai diidentifikasi. "Silahkan, Adipati."Sang Adipati masuk, di sana rupanya sudah ada seorang koroner yang cukup akrab dengannya. Ye Xuanqing tersenyum menyapa pria tersebut. "Anda benar-benar langsung datang ma
Jung Jinsi pagi ini masih harus mendapatkan perawatan dari Tabib Hao. Perempuan dengan warna mata coklat terang itu tengah duduk menunggu Tuan Hao menyelesaikan pekerjaan untuk menumbuk beberapa obat. “Silahkan Nyonya Muda.”Tuan Hao memberikan obat herbal untuk Jung Jinsi minum. Lalu dia berdiri didekat perempuan itu. Sementara di sisi kanan ranjang, tempat Jinsi duduk masih ada Zenni yang setia menemaninya. “Terimakasih Tuan Hao,” jawab Jinsi sembari tersenyum ramah. “Nyonya Muda, saya mohon izin untuk memberi saran pada anda.” Tuan Hao tampak hati-hati dalam berbicara. Jung Jinsi sadar akan hal itu, dia menoleh pada Zenni. “Zenni, aku ingin bicara empat mata saja dengan Tuan Hao. Bisakah kau menunggu didepan pintu saja?”Zenni sempat bersitatap dengan Tuan Hao, dia menelisik sekilas. Lalu pandangannya segera beralih pada Jung Jinsi yang masih duduk diatas ranjang. “Baik Nyonya Muda, panggil saya jika anda memerlukan sesuatu.”“Tentu saja,” balas Jinsi. Setelah itu Ze
Jung Jinsi terkejut, ini adalah pertama kalinya dia mendengar soal Kui sejak pertama kali dia bisa mengingat semuanya. Perempuan itu hanya tahu kalau Kui merupakan sebuah ancaman jika melihat ekspresi dari penjaga kediaman. “Kui, makhluk apa itu?” tanya Jung Jinsi pada Zenni yang memang berdiri disampingnya. “Izin menjawab Nyonya Muda, menurut legenda Kui adalah adalah makhluk kuat sebagai simbol kekuatan dan kekuasaan. Saat Kui muncul memang ada tanda alam berupa angin kencang, serta hujan deras yang mengarah pada datangnya badai.” Zenni menjawab dengan hati-hati. “Maaf menyela Nyonya Muda, tapi biasanya Kui tidak muncul tanpa ada alasan. Kui datang karena beberapa alasan seperti sebagai sebuah pertanda, penghukuman langit, atau bahkan peringatan.” Penjaga tadi ikut memberikan informasi. “Kalau begitu kita harus mencari tahu alasannya, jangan sampai ada penduduk kota yang terluka atas kejadian ini,” ucap Jung Jinsi dengan tegas dan tenang. “Sebaiknya anda tidak melakukan ap
“Apa!”Semua orang terkejut bukan main saat mendengar penuturan anggota Departemen Kehakiman. Sebab mereka semua tahu kalau praktek sihir hitam atau ‘Heishi’ merupakan penggunaan sihir untuk membahayakan orang lain. Praktek ini juga dapat menimbulkan kesialan serta kerusakan keseimbangan alam.“Jadi putra Tuan Besar Qi juga termasuk dalam orang-orang yang melakukan praktek sihir hitam,” balas Ye Xuanqing.“Benar, Adipati! Setidaknya ada lima orang yang melakukan praktek ini. Tiga diantarnya sudah tewas termasuk putra Tuan Besar Qi, sisa dua orang lainnya.” Anggota departemen kehakiman itu menjelaskan apa yang dia tahu.“Dimana dua orang lain itu tinggal?” tannya Ye Xuanqing cemas.“Di pusat Kota Shinjing, dekat kediaman anda.”Seketika itu pula Ye Xuanqing menolehkan kepalanya pada Ming Tian dan segera memberi perintah. “Ming Tian, urus dan selesaikan penyelidikan di sini bersama yang lain. Kau bertanggungjawab atas peneyelidikan di sini, aku akan Kembali ke Kota Shinjing untuk menyele
Jung Jinsi memantapkan diri, dia mengangguk dengan cepat dan penuh keyakinan. “Tentu saja,” jawabnnya.Tentu jawaban yang seperti itu membuat Ye Xuanqing terkejut bukan main sekaligus cemas. Jawaban dari Jung Jinsi kali ini akan menentukan nasibnya kedepannya.“Jinsi, apa yang kau katakan? Cepat tarik kembali ucapanmu itu!” teriak Ye Xuanqing geram.“Nona Muda, kau yakin apa yang kau katakana barusan?” tanya Kui sedikit terkejut, tapi ekspresinya sangat tenang.Sementara sang pelaku praktek sihir hitam merasa sedikit lega sebab mendapatkan pembelaan, setidaknya ada satu orang yang berada dipihaknya. Dia menatap Jung Jinsi dengan nanar, matanya sudah berkaca-kaca.“Terima kasih Nona Muda,” lirihnya.“Tidak! Abaikan saja jawaban istri ku itu. Tuan Kui, ku mohon lepaskan istri ku dan hukum saja pria ini sesuai dengan aturan mu.” Ye Xuanqing menggelengkan kepalanya, dia juga mengigit bibir menahan amarah diakhir kalimatnya. Sang Adipati benar-benar tidak terima dengan perbuatan Jung Jinsi
Ye Xuanqing mengerjapkan matanya beberapa kali, dia lalu mengalihkan pandangannya ke arah lain. Adipati Muda itu menghindari kontak mata dengan Jung Jinsi yang masih menumpukan dagu diatas lututnya."Suami ku?" Jung Jinsi berujar lembut, dia juga bersikap sangat manja saat ini. Tentu saja itu sukses membuat telinga Ye Xuanqing memerah, tanda dia sangat gugup."Kenapa kau malah menghindari ku, apa aku melakukan kesalahan lagi?" tanya perempuan muda itu sambil menggembungkan pipinya.Ye Xuanqing menelan ludahnya kasar, lalu beralih pada Jung Jinsi dan menatapnya dengan tatapan yang tenang. Sangat berbanding terbalik dengan dirinya yang sudah sangat gusar saat ini."Istri ku, kau tahu kalau aku sedang marah bukan? Kenapa kau tidak merenungkan kesalahan mu dan malah menggoda ku begini?" Ye Xuanqing berujar tegas, dia berusaha keras menutupi rasa gugupnya."Menggoda, apanya yang menggoda suami ku? Aku hanya bersikap normal seperti biasanya." Jung Jinsi tidak mau kalah, dia justru menarik l
Ye Xuanqing dan Ming Tian semakin berjalan cepat setelah pertarungan melawan siluman mimpi buruk, Lu Sangyun. Mereka kembali ke kediaman Keluarga Ye melalui gerbang belakang. Tepat dihalaman belakang itu pula Jung Jinsi, Jing Qian dan Fen Rou berada. Mereka bertiga juga baru saja tiba di kediaman. Terbukti dengan nafas mereka yang masih satu-satu. "Kalian sudah kembali," ucap Ye Xuanqing merasa lega begitu dia melangkahkan kaki masuk ke kediaman. semua orang menoleh ke arahnya, termasuk Jung Jinsi. Dia langsung tersenyum manis dan berlari kecil menuju sang Adipati. "Xuanqing, kau kembali dengan selamat juga." Jung Jinsi begitu lega. Meskipun dia sendiri hampir menjadi mayat jika kalah dengan Hei Lian Hua tadi. "Tentu saja, apapun yang terjadi aku pasti akan kembali." Ye Xuanqing menjawabnya dengan senyum tipis. Kemudian Fen Rou maju terlebih dahulu, dia hendak melaporkan apa yang mereka lihat saat menyusup ke istana Kekaisaran Sheng. "Adipati, kami melihat—" "Fen Rou cu
Di tengah hutan yang diterangi cahaya bulan pucat, Ye Xuanqing dan Ming Tian bergegas melintasi pepohonan. Langkah mereka cepat, menembus dedaunan dan bayangan yang bergoyang. Mereka harus segera menyusul Jung Jinsi, Jing Qian, dan Fen Rou sebelum semuanya terlambat. Namun, sesampainya di tepi jurang berbatu, mereka terhenti. Kabut hitam pekat bergulung-gulung di depan mereka. Di tengah kabut yang berputar, sosok perempuan melangkah maju. Mata keemasan yang menyala penuh kebencian menatap mereka. Rambut panjangnya tergerai seperti bayangan kelam, berkilauan di bawah sinar bulan. Gaun ungu tuanya berayun lembut, sementara aura mengerikan menguar dari tubuhnya. "Lu Sangyun," bisik Ming Tian dengan suara rendah. "Tangan kanan Hei Lian Hua," sambung Ye Xuanqing dengan ekspresi dingin. Lu Sangyun menyeringai, bibirnya melengkung dengan keangkuhan. "Kalian benar-benar mengira bisa melawan Ibu Suri? Kalian tak lebih dari bidak kecil dalam permainan ini." "Meski begitu, kami tida
Malam yang awalnya hanya diwarnai riuh rendah pasar kini berubah menjadi penuh ketegangan. Dari kejauhan, Ye Xuanqing dan Ming Tian melihat tiga sosok yang berlari dengan cepat, diikuti oleh sekelompok penjaga bersenjata yang mengejar mereka dengan teriakan tajam. "Berhenti disana!" "Jangan lari!" "Berhenti, dasar penyusup!" Teriakan-teriakan para penjaga bergema ditengah malam, mengejar Jung Jinsi, Jing Qian, dan Fen Rou yang terus berlari menghindari istana Kekaisaran Sheng. "Mereka berhasil keluar, tapi dalam keadaan dikejar," ujar Ming Tian dengan nada datar, namun tubuhnya sudah bergerak. Ye Xuanqing meraih lengan bajunya, menahan. "Jangan bertindak gegabah. Kita harus mengalihkan perhatian para penjaga, bukan menarik perhatian lebih banyak." Ming Tian menyeringai. "Bukankah itu hal yang sama?" Tanpa menunggu jawaban, ia melangkah ke tengah jalan, berjalan dengan sikap santai seolah tak terjadi apa-apa. Saat para penjaga semakin dekat, ia pura-pura tersandung seb
Di luar gerbang istana, suasana malam tetap hidup dengan aktivitas warga. Lampion-lampion berayun pelan diterpa angin, menerangi pedagang yang masih berjualan dan pengunjung yang menikmati makanan di kedai pinggir jalan. Di antara keramaian, dua sosok duduk di sudut kedai teh yang cukup gelap, memperhatikan gerbang istana dengan waspada. Ye Xuanqing, dengan pakaian sederhana layaknya rakyat biasa, mengaduk tehnya perlahan. Di sebelahnya, Ming Tian tampak lebih santai, menikmati makanan yang ia pesan, tetapi matanya tetap tajam mengawasi situasi sekitar. “Nyonya Muda dan yang lain sudah masuk,” bisik Ming Tian sambil menyandarkan tubuhnya di kursi. Xuanqing tidak segera menjawab. Ia justru mengalihkan pandangannya ke sekelompok warga yang duduk tak jauh dari mereka, terlibat dalam percakapan yang cukup serius. “Aku dengar pajak kembali dinaikkan bulan ini. Bagaimana mungkin kita bisa bertahan?” keluh seorang pria paruh baya, mengusap wajahnya yang penuh keringat. Seorang wanita tu
Malam merayap di atas Istana Kekaisaran Sheng, menebarkan bayang-bayang gelap yang menari di antara paviliun dan lorong berornamen keemasan. Di atap sebuah gedung yang menghadap ke pelataran dalam, tiga sosok melayang di antara kegelapan.Jung Jinsi, si siluman rubah ekor sembilan itu berdiri tegak dengan tatapan tajam, telinganya bergerak pelan menangkap setiap suara samar di sekelilingnya. Di sebelahnya, Jing Qian yang lebih ramping dan gesit, memejamkan mata sejenak, mengatur napas agar lebih halus dari hembusan angin malam. Fen Rou, satu-satunya manusia di antara mereka, merapat ke bayangan dinding, tangannya siap mencabut pedang dari sarungnya.“Menurut informasi yang kudapat,” bisik Fen Rou hampir tanpa suara, “Ibu Suri Zhao Weini memiliki janji temu rahasia di aula belakang Istana Liuyang.”"Baiklah, kita hanya perlu menyusup ke sana dan mencari tahu siapa yang ditemui wanita tua itu." Jing Qian mengangguk dan mulai bergerak lebih dulu. Dibelakangnya, Jung Jinsi dan Fen Rou be
Ye Xuanqing dan Jung Jinsi duduk bersandar di depan pintu kamar Ye Qingyu. Malam semakin larut, namun mereka tetap berjaga. Udara dingin merayap, tapi kehangatan di antara mereka tak bisa disangkal. Jung Jinsi menyandarkan kepalanya ke bahu Ye Xuanqing. "Aku tak menyangka ini akan seberat ini… Aku takut kita tak bisa menyelamatkan Tuan Besar Ye." Ye Xuanqing melingkarkan tangannya di bahunya, memberi kehangatan. "Tapi kita berhasil, Jinsi. Ayah selamat, dan roh terikat itu sudah dihancurkan. Kau juga sudah melakukan banyak hal. Aku tak bisa melakukannya tanpamu." Jung Jinsi mendongak, menatap wajah pria itu yang tampak lelah namun tetap penuh keteguhan. "Aku hanya tak ingin melihatmu terluka. Aku… aku khawatir padamu, Xuanqing." Ye Xuanqing tersenyum tipis, lalu tanpa ragu, dia mengusap pipi Jung Jinsi dengan lembut. "Aku juga khawatir padamu. Saat kita bertarung tadi… Aku takut sesuatu akan terjadi padamu. Aku tak ingin kehilanganmu." Jung Jinsi merasakan jantungnya berdeta
"Jadi itu bukan roh terikat yang sebenarnya," ujar Ye Xuanqing akhirnya, suaranya berat. "Apa yang kita hadapi tadi hanyalah proyeksi." Jung Jinsi menatapnya tajam. "Aku sempat merasakan auranya. Itu nyata, Xuanqing. Kalau itu hanya proyeksi, bagaimana bisa serangannya melukai kita?" "Mantra pengganda," sela Jing Qian, nada suaranya datar. "Beberapa siluman tingkat tinggi bahkan roh terikat sekalipun bisa menggunakan sihir semacam itu. Mereka menciptakan bayangan diri mereka yang mampu menyerang dan bertahan, seolah-olah itu tubuh asli mereka." Ye Xuanqing mengangguk. "Saat aku menebasnya, seharusnya roh terikat itu melemah atau mati. Tapi luka-luka yang kita berikan padanya seakan tak berpengaruh. Lalu, saat aku merasakan auranya lagi… Aku sadar, ada dua sumber yang berbeda dalam radius yang sama. Itu bukan satu roh, tapi duplikat." Jung Jinsi menggigit bibirnya, matanya meredup. "Jadi, yang kita hadapi tadi bukanlah yang asli?" "Benar," jawab Jing Qian. "Yang asli pasti te
Angin malam berhembus kencang ketika Jung Jinsi dan Ye Xuanqing bergegas keluar dari ruang kerja. Aroma aneh yang tersisa dari sosok bayangan tadi masih menggantung di udara—bau logam yang samar dan hawa siluman yang dingin."Dia tidak pergi jauh," ujar Jung Jinsi dengan tatapan tajam. "Aku bisa merasakan jejak energinya.""Arah mana?" tanya Ye Xuanqing sudah menggenggam gagang pedangnya, siap bertindak kapan saja.Jung Jinsi memejamkan mata, ujung jarinya menyentuh udara seolah membaca aliran energi di sekitarnya. Lalu, secara perlahan matanya terbuka, bersinar keemasan. "Ke atap paviliun belakang!"Tanpa berpikir panjang, keduanya melesat dengan kecepatan luar biasa. Ye Xuanqing melompat dari satu pilar ke pilar lain dengan lincah, sementara Jung Jinsi menggunakan kekuatan silumannya untuk melesat lebih cepat, tubuhnya seperti bayangan yang hampir tidak terlihat di tengah gelapnya malam.Di atap paviliun, sosok misterius itu sudah berdiri menunggu. Matanya merah menyala, tubuhnya d
Malam di kediaman Keluarga Ye semakin larut, dan sebagian besar penghuni rumah telah terlelap dalam tidur mereka. Namun, di taman belakang yang diterangi sinar rembulan, Jung Jinsi dan Ye Xuanqing masih terjaga.Angin malam bertiup lembut, membawa aroma bunga melati yang bermekaran di sekitar paviliun tempat mereka duduk. Xuanqing duduk bersandar pada salah satu tiang kayu, sementara Jinsi berdiri tak jauh darinya, menatap kolam yang permukaannya berkilauan tertimpa cahaya bulan.“Kenapa kau masih di sini?” suara Xuanqing memecah keheningan.Jinsi menoleh sekilas sebelum kembali menatap air. “Aku tidak bisa tidur.”Xuanqing tersenyum tipis. “Kalau begitu, kau harusnya tidur di kamarku. Aku bisa menyanyikan lagu pengantar tidur untukmu.”Jinsi menoleh cepat, menatapnya dengan ekspresi tidak percaya. “Kau pikir aku anak kecil?”Xuanqing terkekeh. “Bukan. Tapi kalau itu bisa membuatmu tidur lebih nyenyak, aku tidak keberatan.”Jinsi mendengus pelan sebelum berjalan mendekatinya. Ia bersa