Hai para pembaca setia Redemtion: Karma dan Rasa Sang Pemburu Siluman! senang kalian bisa terus mengikuri kisah Ye Xuanqing dan Jung Jinsi. semoga kalian suka!
Jung Jinsi memantapkan diri, dia mengangguk dengan cepat dan penuh keyakinan. “Tentu saja,” jawabnnya.Tentu jawaban yang seperti itu membuat Ye Xuanqing terkejut bukan main sekaligus cemas. Jawaban dari Jung Jinsi kali ini akan menentukan nasibnya kedepannya.“Jinsi, apa yang kau katakan? Cepat tarik kembali ucapanmu itu!” teriak Ye Xuanqing geram.“Nona Muda, kau yakin apa yang kau katakana barusan?” tanya Kui sedikit terkejut, tapi ekspresinya sangat tenang.Sementara sang pelaku praktek sihir hitam merasa sedikit lega sebab mendapatkan pembelaan, setidaknya ada satu orang yang berada dipihaknya. Dia menatap Jung Jinsi dengan nanar, matanya sudah berkaca-kaca.“Terima kasih Nona Muda,” lirihnya.“Tidak! Abaikan saja jawaban istri ku itu. Tuan Kui, ku mohon lepaskan istri ku dan hukum saja pria ini sesuai dengan aturan mu.” Ye Xuanqing menggelengkan kepalanya, dia juga mengigit bibir menahan amarah diakhir kalimatnya. Sang Adipati benar-benar tidak terima dengan perbuatan Jung Jinsi
Ye Xuanqing mengerjapkan matanya beberapa kali, dia lalu mengalihkan pandangannya ke arah lain. Adipati Muda itu menghindari kontak mata dengan Jung Jinsi yang masih menumpukan dagu diatas lututnya."Suami ku?" Jung Jinsi berujar lembut, dia juga bersikap sangat manja saat ini. Tentu saja itu sukses membuat telinga Ye Xuanqing memerah, tanda dia sangat gugup."Kenapa kau malah menghindari ku, apa aku melakukan kesalahan lagi?" tanya perempuan muda itu sambil menggembungkan pipinya.Ye Xuanqing menelan ludahnya kasar, lalu beralih pada Jung Jinsi dan menatapnya dengan tatapan yang tenang. Sangat berbanding terbalik dengan dirinya yang sudah sangat gusar saat ini."Istri ku, kau tahu kalau aku sedang marah bukan? Kenapa kau tidak merenungkan kesalahan mu dan malah menggoda ku begini?" Ye Xuanqing berujar tegas, dia berusaha keras menutupi rasa gugupnya."Menggoda, apanya yang menggoda suami ku? Aku hanya bersikap normal seperti biasanya." Jung Jinsi tidak mau kalah, dia justru menarik l
Ye Xuanqing menaiki kuda untuk pergi ke kediaman Tuan Mu Wangyan, begitu juga dengan Fen Rou dan Ming Tian yang mengikuti dibelakangnya. Rumah sang Ketua Departemen Kehakiman memang tidak terlalu jauh dari kediaman Adipati Muda di Kota Shinjing.Ketika tiba di kediaman Mu Wangyan, Ye Xuanqing bisa melihat kalau kediaman sang Ketua Departemen Kehakiman memang cukup ramai. Mereka bertiga lalu turun dari kuda masing-masing dan segera masuk ke kediaman. Sudah ada dua orang pelayan yang menyambut kedatangan mereka bertiga, ketiganya diarahkan untuk masuk ke ‘Tangwu’ atau ruang tamu.“Silahkan tuan-tuan, anda bertiga sudah ditunggu oleh Tuan Mu.” Pelayan tadi menunjuk ke dalam ruang tamu.Benar saja, ruang tamu itu sudah cukup ramai dengan beberapa orang undangan yang merupakan tim penyidik yang mengurus kasus kematian kemarin. Seorang pria berusia empat puluhan langsung melambaikan tangannya ketika melihat kedatangan Ye Xuanqing bersama dengan rekan dan penasehatnya.“Tuan Adipati! Silahka
Jung Jinsi terkejut ketika melihat beberapa orang datang ke kediaman, perempuan muda itu masih menunggu Tuan Hao untuk pemeriksaan rutin pagi ini. Perempuan dengan hanfu merah dan hiasan giok hitam di kepala itu berjalan tergesa-gesa, saat melihat orang-orang datang. "Siapa kalian?" tanya Jung Jinsi ketika berhadapan dengan orang-orang yang datang dengan membawa beberapa kotak kayu berukuran besar. Salah seorang dari mereka berdiri tegap dan memberi hormat lebih dulu sebelum menjawab. Jung Jinsi pun hanya mengangguk samar menerimanya. "Maaf Nyonya Muda, ini adalah hadiah yang dikirimkan oleh Komisaris Perfektur. Kami diminta mengirimkan beberapa tahil emas dan perak untuk Tuan Adipati," jawabnya. Jung Jinsi melirik kotak-kotak kayu itu, setidaknya ada empat kotak kayu besar yang datang pagi ini. "Apa ini tidak berlebihan? Suami ku hanya melakukan tugasnya sebagai seorang Adipati, Komisaris Perfektur tidak perlu melakukan semua ini.""Kami tidak berhak membantah perintah Komisaris
Jung Jinsi menelan ludahnya kasar, lalu terburu-buru menarik diri dan menjauh dari Ye Xuanqing. Dia juga melepaskan beberapa helai rambutnya yang tadi dipegang oleh sang Adipati.“Ini sudah lama suami ku, kau saja yang baru menyadarinya. Rambutku memang memiliki semburat merah diujungnya.” Jawab Jung Jinsi dengan senyum yang dipaksakan.Ye Xuanqing memilih untuk percaya, meskipun dia ingat betul kalau Jung Jinsi memiliki rambut hitam panjang yang lurus. Setidaknya itulah yang dia ingat ketika menyelamatkan Jung Jinsi ditepi Sungai Qilin.“Hmm sepertinya aku memang telah banyak melupakan beberapa hal penting,” balasnya.Balasan yang diucapkan Ye Xuanqing membuat Jung Jinsi sedikit merasa lega. Disaat itu lah Zenni menetuk pintu kamar utama tempat mereka berada saat ini.“Nyonya Muda, Tabib Hao sudah datang dan menunggu anda di ruang tamu.” Zenni memberitahu dari luar.Jung Jinsi dan Ye Xuanqing sontak menolehkan kepala ke sumber suara, kemudian Jung Jinsi bangkit dari duduknya. “Ya, ak
Ming Tian mengerjapkan matanya beberapa kali, masih tidak menyangka kalau sang adipati akan membawa Jung Jinsi ke Ibu Kota. “Apa anda berencanaa untuk membawa Nyonya Muda ke kediaman Keluarga Ye, Adipati?” tanyanya hati-hati.“Tenu saja, memangnya aku akan tinggal dimana lagi jika bukan di kediaman Keluarga Ye?” Ye Xuanqing malah balik bertanya dengan anda yang santai, dia sama sekali tidak merasa kalau keputusannya membawa Jung Jinsi ke Ibu Kota bukanlah sebuah masalah.“Tapi Adipati, apakah anda yakin kalau Tuan Besar Ye bisa diajak kerja sama?” Ming Tian justru merasa sangat cemas.“Seharusnya bisa, jika pria tua itu menginginkan keselamatan ku yang merupakan putra kandungnya.” Ye Xuanqing berkata tenang.“Jadi anda benar-benar berencana membawa Nyonya Muda bersama anda,” ucap Ming Tian lagi.“Tentu saja, sebab aku tidak mungkin membkarkan Jung Jinsi berada di Kota Shinjing tanpa pengawasan dari ku. Lagi pula akan lebih baik kalau aku menunjukkan pada beberapa orang di Ibu Kota ba
“Akan lebih baik jika kau ikut dengan ku besok ke istana kekaisaran,” imbuh Ye Xuanqing dengan nada yang cukup serius.Jung Jinsi mengangguk patuh, lagi pula dia memang tidak memiliki rencana lain selama berada di kota tersebut. “Tapi apa tidak masalah jika aku ikut? Bukankah kau akan pergi untuk pekerjaan?”“Seharusnya tidak apa-apa, karena kita tidak akan sepenuhnya masuk ke dalam istana dan menemui anggota keluarga kekaisaran. Kita akan pergi ke Biro Astronomi untuk menemui kenalan lama ku,” balas Ye Xuanqing.“Baiklah,” jawab Jung Jinsi patuh.Pagi itu keduanya beristirahat di kediaman Keluarga Ye, Jung Jinsi sendiri menempati bangunan utama kediaman sama seperti Ye Xuanqing. Perempuan itu berusaha menata rambutnya agar tidak ada yang melihat kalau dirinya memiliki rambut hitam Panjang dengan semburat merah.“Bagaiman jika ayah Ye Xuanqing tahu kalau aku memiliki rambut seperti ini? Apa dia bisa berpikiran positif?” Jung Jinsi membatin, dia tengah berada di depan cermin saat ini.
Jung Jinsi tidak tahan, semakin lama tubuhnya terasa sangat panas seperti terbakar. Nafasnya juga sudah naik-turun, dengan keringat keringat sebesar biji jagung terus keluar dari tubuhnya. Karena merasa semakin tidak nyaman berada di paviliun, Jung Jinsi memilih untuk masuk ke kamarnya.“Nyonya muda, anda mau ke mana?”Perempuan itu tidak menjawab, dia malah berlari meninggalkan paviliun dan mengabaikan panggilan dari Zenni yang terus saja mengejar dirinya. Jung Jinsi lebih memilih untuk mengurung dirinya sendiri di dalam kamar dan menguncinya dari dalam.“Argh! Kenapa bisa sepanas ini,” keluh Jung Jinsi ketika melihat warna kulitnya juga sedikit berubah kemerahan.Perempuan itu memang duduk di depan cermin, dia berusaha mencari kain untuk mengompres tubuhnya yang terasa seperti terbakar. Namun matanya terbelalak sempurna ketika melihat rambutnya sudah sepenuhnya berubah menjadi merah, di dahinya juga muncul sebuah tanda atau pola api dengan warna merah dengan sedikit campuran warna k
Gerbang istana dibuka perlahan, Ye Xuanqing bersama dengan Ming Tian dan Fen Rou masuk ke dalam istana sembari menunggang kuda. Barulah saat berada di halam istana, mereka turun dari kuda masing-masing dan menyerahkannya pada penjaga yang ada.Tugas utama sang adipati muda hari ini adalah melihat dan mengintrogasi sendiri Ibu Suri, Zhao Weini. Wanita tua itu sudah terlalu lama diam, dan kekaisaran perlu jawabannya untuk memeberikan hukuman dan menyelesaikan masalah dengan tuntas.“Kita langsung pergi ke paviliun angin timur, Ibu Suri diasingkan di sana saat ini adipati.” Ming Tian berujar pelan, dia memang tahu kondisi terkini dari sang pelaku utama kerusuhan di kekaisaran itu.Ye Xuanqing melirik sekilas ke arah Ming Tian yang memang berjalan dibelakangnya lalu mengangguk. “Ya, kita langsung pergi ke sana sekarang.”Namun baru saja hendak berbelok di koridor, sosok Putri Daiyan sudah muncul. Perempuan itu masih ditemani oleh dua pelayan muda dibelakangnya.“Adipati Ye!” panggil Zhao
Cahaya mentari menyelinap lewat celah kisi-kisi jendela, memantul lembut di atas lantai batu giok yang mengilap. Di paviliun utama, aroma teh qianye baru saja dituangkan oleh pelayan.Di kursi kehormatan duduk Ye Qingyu, pemilik wajah tenang namun berwibawa. Pakaiannya sederhana, namun dari cara duduk dan tatapan matanya, jelas bahwa ia adalah seorang yang terbiasa memimpin medan tempur.Di hadapannya duduk Mu Wangyan, Komisaris Perfektur Shinjing. Lelaki itu tampak santun, mengenakan jubah hitam bersulam perak khas pejabat tinggi. Matanya sempit, senyumnya tipis dan tidak pernah benar-benar sampai ke mata.“Sejak kapan komisaris perfektur, Kota Shinjing memiliki hubungan dengan Tuan Besar Ye?” Jung Jinsi yang duduk di sudur paviliun bertanya pada dirinya sambil menyuap buah kering pelan-pelan, seolah tak ikut dalam pembicaraan. Namun dari matanya yang terfokus dan telinganya yang tajam, ia sudah waspada sejak pria itu masuk. Ada semacam tirai tipis yang menghalangi dirinya, sehingga
Langit di atas Ibukota tampak lebih gelap dari biasanya, meski tak ada badai. Angin yang bertiup terasa membawa aroma darah dan dupa. Di kediaman Ye, suasana terasa tegang. Para pengawal berjaga dua kali lipat, dan paviliun belakang tempat Xuanqing dan Jinsi tinggal dijaga ketat oleh barrier spiritual. Hari ini adalah hari ke-7 pasca serangan yang dilakukan oleh Ye Xuanqing dan Jung Jinsi ke istana. Setelah hari itu, tidak ada tanda-tanda pergerakan apapun. Selain itu Ibu Suri juga bungkam, meski sudah diinterogasi. Di ruang utama, Ye Xuanqing menatap peta yang terbentang di hadapannya. Di sampingnya berdiri Jinsi, masih pucat tapi tekad di matanya tak pernah surut. Di seberang meja berdiri Ming Tian, Fen Rou, dan Jing Qian, masing-masing dengan ekspresi murung. “Ada yang janggal,” gumam Jing Qian, melipat lengannya. “Formasi pemecah jiwa itu terlalu rumit untuk dibuat hanya oleh Ibu Suri dan dua siluman." “Benar,” sahut Ye Xuanqing. “Menurut dokumen yang ditemukan di balik d
Kabut kelabu menyelimuti tembok tinggi istana barat. Di bawah cahaya bulan yang tertutup awan, dua sosok melintas cepat di antara bayangan tembok. Ye Xuanqing mengenakan jubah pemburu berlapis perak, pedang Huoguang miliknya tergantung di pinggangnya. Sementara di sisinya, Jung Jinsi menyatu sempurna dalam gelap, rambut hitam panjangnya disembunyikan di balik penutup kepala hitam. Suara gemerisik langkah mereka nyaris tak terdengar. Mereka menyusup dari gerbang air bawah, melewati lorong rahasia yang hanya diketahui oleh mereka yang pernah hidup di dalam istana. “Sudah lama sejak aku masuk dari jalur ini,” bisik Jung Jinsi pelan, matanya menyipit menatap lengkung lorong batu. "Terakhir kali aku masuk, untuk mencari informasi tentang Ibu Suri. Ye Xuanqing menoleh sekilas. “Dan sekarang kita masuk lagi lewat sini untuk menggagalkan semua rencana wanita tua itu!" "Karena itu, kita harus melakukan yang terbaik. Jangan sampai usaha kita gagal," balas Jung Jinsi dengan wajah y
Ye Xuanqing duduk dengan tenang, mengenakan jubah panjang warna arang dengan bordiran awan perak di tepinya. Wajahnya teduh, namun ada gurat berat yang tak tersembunyi di matanya. Di hadapannya, Jung Jinsi duduk dengan tubuh sedikit condong ke depan, menyandarkan dagu di tangannya.“Kau diam sejak bertemu dengan Putri Daiyan," ucap Jinsi pelan, matanya menatap pria itu dengan lembut. “Apa sang Putri Daiyan berkata sesuatu yang tak kau suka?” tanyanya pelan. Ye Xuanqing tak langsung menjawab. Ia menatap cangkir teh yang belum disentuh, lalu menghela napas. “Bukan dia yang jadi masalah. Tapi kabar yang dia bawa.”Jinsi mengangkat satu alis. “Pasti ini sesuatu dari Ibu Suri?” tebaknya dengan wajah yang serius. Ye Xuanqing menoleh padanya, lalu mengangguk samar. "Ibu Suri sudah bertindak terlalu jauh, bahkan sebelum kita bisa menerka apa saja yang dia perbuat.""Apa yang dia lakukan sebenarnya?" Jung Jinsi mendekat, semakin dekat dengan Ye Xuanqing dan menggenggam tangannya erat. "Form
"Apa?" Ye Xuanqing masih tidak percaya dengan apa yang dia dengar barusan. Namun sorot mata Zhao Yun Mei tidak menunjukkan kebohongan, hanya ada keteguhan yang coba dia tunjukkan saat ini. "Seharusnya Zhao Weini, ibu ku hanya selir agung. Tapi karena kematian permaisuri sebelumnya dia menduduki posisi permaisuri itu dengan berat. Kaisar ke-7 mendesak ibu untuk memberi penerus tahta, tapi dia tak kunjung dikaruniai keturunan." Ada jeda yang cukup lama saat Zhao Yun Mei menjelaskan masa lalu keluarga Kekaisaran Sheng. Fakta masa lalu yang dilupakan oleh rakyat, atau justru kabarnya tidak dibiarkan keluar dari dinding istana. "Ibu ku frustasi, dia tertekan dari berbagai sisi. Bahkan pria yang seharusnya menjadi tempatnya bersandar malah memberikan luka dan tekanan yang luar biasa hebat. Karena dibutakan oleh luka dan keserakahan, Ibu akhirnya pergi ke pegunungan barat bertahun-tahun lalu sebelum kakak ku lahir." Mata Ye Xuanqing membulat sempurna mendengar itu semua, Zha
Pagi hari menyapa dengan sinar matahari hangat yang menembus celah pepohonan. Di sebuah tempat perlindungan sederhana dekat mata air yang ada di gunung belakang kediaman keluarga Ye. Ye Xuanqing duduk bersandar di pohon, sementara Jung Jinsi menyeduh teh. Jing Qian tengah memeriksa formasi pelindung di sekitar tempat itu, dan Fen Rou membersihkan bilah belatinya. Ming Tian duduk di atas batu besar, menatap langit dengan ekspresi tenang. "Apa yang kita berlima hadapi semalam pasti sebuah konspirasi besar," ucap Ye Xuanqing membuka percakapan dengan topik yang berat. Namun semuanya langsung mengangguk, tanggap atas apa yang dibicarakan sang Adipati Muda. Ming Tian yang semula menatap langit, perlahan beralih pada rekan kultivasinya. "Dia adalah tangan kanan Hei Lian Hua, dan mereka berada di pihak Ibu Suri. itu semua sudah jelas!" "Tapi aku tidak bisa percaya kalau Lu Sangyun dan Hei Lian Hua sepenuhnya berpihak pada wanita tua itu. Siluman seperti mereka sangat sulit untuk diajak
Ye Xuanqing dan Ming Tian semakin berjalan cepat setelah pertarungan melawan siluman mimpi buruk, Lu Sangyun. Mereka kembali ke kediaman Keluarga Ye melalui gerbang belakang. Tepat dihalaman belakang itu pula Jung Jinsi, Jing Qian dan Fen Rou berada. Mereka bertiga juga baru saja tiba di kediaman. Terbukti dengan nafas mereka yang masih satu-satu. "Kalian sudah kembali," ucap Ye Xuanqing merasa lega begitu dia melangkahkan kaki masuk ke kediaman. semua orang menoleh ke arahnya, termasuk Jung Jinsi. Dia langsung tersenyum manis dan berlari kecil menuju sang Adipati. "Xuanqing, kau kembali dengan selamat juga." Jung Jinsi begitu lega. Meskipun dia sendiri hampir menjadi mayat jika kalah dengan Hei Lian Hua tadi. "Tentu saja, apapun yang terjadi aku pasti akan kembali." Ye Xuanqing menjawabnya dengan senyum tipis. Kemudian Fen Rou maju terlebih dahulu, dia hendak melaporkan apa yang mereka lihat saat menyusup ke istana Kekaisaran Sheng. "Adipati, kami melihat—" "Fen Rou cu
Di tengah hutan yang diterangi cahaya bulan pucat, Ye Xuanqing dan Ming Tian bergegas melintasi pepohonan. Langkah mereka cepat, menembus dedaunan dan bayangan yang bergoyang. Mereka harus segera menyusul Jung Jinsi, Jing Qian, dan Fen Rou sebelum semuanya terlambat. Namun, sesampainya di tepi jurang berbatu, mereka terhenti. Kabut hitam pekat bergulung-gulung di depan mereka. Di tengah kabut yang berputar, sosok perempuan melangkah maju. Mata keemasan yang menyala penuh kebencian menatap mereka. Rambut panjangnya tergerai seperti bayangan kelam, berkilauan di bawah sinar bulan. Gaun ungu tuanya berayun lembut, sementara aura mengerikan menguar dari tubuhnya. "Lu Sangyun," bisik Ming Tian dengan suara rendah. "Tangan kanan Hei Lian Hua," sambung Ye Xuanqing dengan ekspresi dingin. Lu Sangyun menyeringai, bibirnya melengkung dengan keangkuhan. "Kalian benar-benar mengira bisa melawan Ibu Suri? Kalian tak lebih dari bidak kecil dalam permainan ini." "Meski begitu, kami tida