"Fen Rou, siapkan kereta kuda. Kita akan kembali ke Kota Shinjing besok pagi!" Perintah Ye Xuanqing ketika hampir tengah malam. Fen Rou mengerjapkan matanya, berusaha tetap tenang meski terkejut dengan perintah Ye Xuanqing yang terkesan terburu-buru. "Besok pagi? Bukankah kita baru saja tiba di Kota Fanlan hari ini Adipati. Apa tidak terburu-buru?" Ye Xuanqing yang tengah berjalan langsung berhenti, dia menoleh ke arah Fen Rou yang berdiri dibelakangnya. "Oh rupanya kau masih ingin berada di Ibu Kota rupanya. Tidak masalah, aku akan pergi sendiri.""Bu-bukan begitu Adipati! Saya hanya merasa anda terlalu memaksakan diri, anda baru saja melakukan perburuan siluman besar-besaran. Jadi saya pikir anda perlu beristirahat lebih dulu di sini," jelas Fen Rou yang tidak mau Xuanqing salah paham. "Aku tidak perlu berlama-lama berada di Kota Fanlan. Lagi pula, di sini masih ada ayahku yang bisa mengurus tugas seorang Adipati. Aku akan pergi ke Kota Shinjing untuk melakukan penyelidikan," u
"Tapi Tuan Adipati, semua ini tidak penting. Kita hanya perlu membuat Nyonya Muda sadar terlebih dahulu. Baru setelah itu anda bisa menghukum saya atas kelalaian ini." Tuan Hao memohon. Ye Xuanqing hanya bisa mengangguk, dia kemudian memberi waktu pada Tuan Hao untuk memberikan pengobatan. Adipati Muda itu juga secara khusus meminta para anak buahnya membantu Tuan Hao mencari penawar untuk obat tersebut. "Jadi Nona Jinsi mengalami efek samping dari Mochus?" Fen Rou yang memang tengah menemani Ye Xuanqing pun terheran-heran. Saat ini keduanya memang tengah menunggu kabar keselamatan Jung Jinsi. Mereka berdua ada di depan kamar utama kediaman. Ye Xuanqing mengangguk singkat, sebab memang begitulah adanya. Beberapa pemeriksaan sudah dilakukan, dan hasilnya tetap sama. Jung Jinsi tidak sadarkan diri karena penggunaan kantung sekresi kijang atau mochus. "Ya, aku juga heran kenapa ada manusia yang bisa mengalami efek samping dari mochus." "Biasanya mochus digunakan untuk bahan baku pe
"Adipati!" Satu panggilan membuat Ye Xuanqing yang baru saja keluar dari kamar utama kediaman menoleh ke sumber suara. Rupanya Ming Tian lah yang datang padanya malam ini. "Ada apa Ming Tian?" tanya Ye Xuanqing dengan nada yang tenang. "Maaf Adipati, tapi saya hendak menemui Fen Rou. Hanya saja sejak tadi saya tidak menemukannya di mana pun," jelas Ming Tian dengan sopan. "Coba kau cari dia di kamarnya, jika tidak ada tandanya kau harus pergi ke rumah Tuan Hao. Ku rasa Fen Rou ada di sana malam ini," jelas Ye Xuanqing. "Baik Adipati, kalau begitu saya pamit." Setelah mengatakan itu Ming Tian undur diri dan benar-benar pergi menuju rumah Tuan Hao. Perlu berjalan kaki cukup jauh dari kediaman Ye Xuanqing ke rumah Tuan Hao, karena itu Mung Tian berjalan dengan langkah yang lebar-lebar. Disepanjang jalan, Ming Tian menyadari ada kejanggalan di Kota Shinjing. Pria itu berjalan kaki belum pada jam malam, tetapi suasana kota sudah sangat sepi. Hanya ada beberapa penduduk yang masih te
"Lancang sekali bicara mu Fen Rou!" tegas Ming Tian yang sudah benar-benar tidak tahan. Dia juga sudah menarik pedang dari sarungnya, bersiap untuk menyerang rekannya sendiri malam ini. Fen Rou yang melihat itu pun tersentak, sejak dulu Ming Tian tidak pernah mengarahkan pedang ke arahnya. "Ming Tian apa kau akan menyerang ku karena masalah ini?" tanya Fen Rou hati-hati. "Jika kau membuat masalah untuk Adipati, tentu aku akan menyerang mu tanpa ragu!" Ming Tian bertekad, dia sudah mengeluarkan pedangnya dan melakukan kuda-kuda. Dia sudah siap menyerang Fen Rou yang ada dihadapannya. "Ming Tian, kita sama-sama memiliki kesetiaan kepada Adipati Muda. Apa yang aku lakukan juga bagian dari kesetiaan ku," ucap Fen Rou dengan tenang. Pria dengan janggut tipis itu tetap tenang dan tidak terprovokasi meski Ming Tian sudah mengeluarkan pedang dari tempatnya. "Kesetiaan apa yang kau bicarakan Fen Rou? Perbuatan mu tadi bisa saja membawa masalah bagi Adipati Muda. Jika terjadi hal buruk pa
Hujan deras dan angin kencang terjadi selama semalam suntuk. Ye Xuanqing yang memang menunggu kedatangan mayat pun sudah memiliki firasat yang buruk. "Adipati, mayat tadi sudah dipindahkan ke ruang pemeriksaan. Beberapa koroner juga sudah siap membantu anda melakukan penyelidikan." Salah satu anggota Departemen Kehakiman setempat memberitahu Ye Xuanqing. Sang Adipati pun mengangguk tanda mengerti, dia menghela nafas panjang terlebih dahulu sebelum melanjutkan kegiatannya. "Kalau begitu, tolong tunjukkan jalannya." Ye Xuanqing bersiap berjalan. "Baik."Ye Xuanqing kemudian diarahkan ke ruang 'Yinwu Shi' yaitu ruangan yang digunakan khusus untuk menyelidiki kematian, melakukan otopsi dan pemeriksaan forensik. Disampingnya ada ruangan untuk menyimpan mayat yang sudah selesai diidentifikasi. "Silahkan, Adipati."Sang Adipati masuk, di sana rupanya sudah ada seorang koroner yang cukup akrab dengannya. Ye Xuanqing tersenyum menyapa pria tersebut. "Anda benar-benar langsung datang ma
Jung Jinsi pagi ini masih harus mendapatkan perawatan dari Tabib Hao. Perempuan dengan warna mata coklat terang itu tengah duduk menunggu Tuan Hao menyelesaikan pekerjaan untuk menumbuk beberapa obat. “Silahkan Nyonya Muda.”Tuan Hao memberikan obat herbal untuk Jung Jinsi minum. Lalu dia berdiri didekat perempuan itu. Sementara di sisi kanan ranjang, tempat Jinsi duduk masih ada Zenni yang setia menemaninya. “Terimakasih Tuan Hao,” jawab Jinsi sembari tersenyum ramah. “Nyonya Muda, saya mohon izin untuk memberi saran pada anda.” Tuan Hao tampak hati-hati dalam berbicara. Jung Jinsi sadar akan hal itu, dia menoleh pada Zenni. “Zenni, aku ingin bicara empat mata saja dengan Tuan Hao. Bisakah kau menunggu didepan pintu saja?”Zenni sempat bersitatap dengan Tuan Hao, dia menelisik sekilas. Lalu pandangannya segera beralih pada Jung Jinsi yang masih duduk diatas ranjang. “Baik Nyonya Muda, panggil saya jika anda memerlukan sesuatu.”“Tentu saja,” balas Jinsi. Setelah itu Ze
Jung Jinsi terkejut, ini adalah pertama kalinya dia mendengar soal Kui sejak pertama kali dia bisa mengingat semuanya. Perempuan itu hanya tahu kalau Kui merupakan sebuah ancaman jika melihat ekspresi dari penjaga kediaman. “Kui, makhluk apa itu?” tanya Jung Jinsi pada Zenni yang memang berdiri disampingnya. “Izin menjawab Nyonya Muda, menurut legenda Kui adalah adalah makhluk kuat sebagai simbol kekuatan dan kekuasaan. Saat Kui muncul memang ada tanda alam berupa angin kencang, serta hujan deras yang mengarah pada datangnya badai.” Zenni menjawab dengan hati-hati. “Maaf menyela Nyonya Muda, tapi biasanya Kui tidak muncul tanpa ada alasan. Kui datang karena beberapa alasan seperti sebagai sebuah pertanda, penghukuman langit, atau bahkan peringatan.” Penjaga tadi ikut memberikan informasi. “Kalau begitu kita harus mencari tahu alasannya, jangan sampai ada penduduk kota yang terluka atas kejadian ini,” ucap Jung Jinsi dengan tegas dan tenang. “Sebaiknya anda tidak melakukan ap
“Apa!”Semua orang terkejut bukan main saat mendengar penuturan anggota Departemen Kehakiman. Sebab mereka semua tahu kalau praktek sihir hitam atau ‘Heishi’ merupakan penggunaan sihir untuk membahayakan orang lain. Praktek ini juga dapat menimbulkan kesialan serta kerusakan keseimbangan alam.“Jadi putra Tuan Besar Qi juga termasuk dalam orang-orang yang melakukan praktek sihir hitam,” balas Ye Xuanqing.“Benar, Adipati! Setidaknya ada lima orang yang melakukan praktek ini. Tiga diantarnya sudah tewas termasuk putra Tuan Besar Qi, sisa dua orang lainnya.” Anggota departemen kehakiman itu menjelaskan apa yang dia tahu.“Dimana dua orang lain itu tinggal?” tannya Ye Xuanqing cemas.“Di pusat Kota Shinjing, dekat kediaman anda.”Seketika itu pula Ye Xuanqing menolehkan kepalanya pada Ming Tian dan segera memberi perintah. “Ming Tian, urus dan selesaikan penyelidikan di sini bersama yang lain. Kau bertanggungjawab atas peneyelidikan di sini, aku akan Kembali ke Kota Shinjing untuk menyele
“Kau sungguh tidak mengingatnya? Dia saudari mu, Jing Qian mengatakan kalau kalian keluarga siluman rubah yang menetap di Gunung Jiaguan.”Ye Xuanqing mengulang kembali penjelasan yang diberikan oleh Jing Qian padanya. Hawa dingin merambat di sepanjang tulang punggungnya, bukan karena suhu udara, melainkan karena sesuatu yang mengganggu pikirannya sejak pertemuan dengan Jing Qian. Saat ini mereka jugab Sudha masuk ke dalam ruang tamu bangunan kediaman.“Apa yang sebenarnya kau ketahui tentang perempuan itu?” Jung Jinsi bertanya dengan nada terkontrol, tetapi ada ketegangan yang kentara di matanya.Ye Xuanqing menghela napas pelan, seolah menyusun kata-kata yang tepat sebelum berbicara. “Jing Qian... dia bukan sembarang siluman rubah. Dia memiliki tujuh ekor, menandakan usianya yang panjang dan kekuatan yang luar biasa. Tapi yang lebih mencurigakan bukanlah kekuatannya, melainkan klaimnya sebagai saudarimu.”Jung Jinsi mengepalkan tangannya. “Aku memang memiliki seorang saudari, tapi a
MEMULAI DARI AWAL?Fajar di gunung belakang kediaman keluarga Ye terasa sunyi, hanya ditemani cahaya matahari yang bersinar samar dan lembut menyinari pepohonan yang menjulang tinggi. Di antara kabut tipis yang menyelimuti hutan, Ye Xuanqing melangkah perlahan dengan hati penuh keraguan. Hembusan angin membawa aroma bunga liar yang bercampur dengan hembusan napasnya yang berat. Ia menggenggam erat kantong kecil berisi makanan hangat yang baru saja ia buat sendiri.Di sebuah batu besar di tengah hutan, seorang perempuan cantik duduk dengan anggun. Jung Jinsi, perempuan siluman rubah berekor sembilan, mengenakan jubah merah yang berkibar lembut tertiup angin. Mata emasnya yang tajam menatap lurus ke arah Ye Xuanqing, seakan mampu menembus isi hatinya."Apa yang kau lakukan di sini, Xuanqing?" suara Jung Jinsi terdengar datar, tanpa emosi.Ye Xuanqing menarik napas dalam sebelum menjawab, "Aku datang untuk menemuimu, Jinsi. Aku ingin bicara... ingin memperbaiki kesalahanku."Jung Jinsi
Kabut tebal menyelimuti pinggiran kota Fanlan. Bulan pucat menggantung lesu di langit, menerangi rumah-rumah reyot yang tampak lebih muram dari biasanya. Di kejauhan, suara lolongan anjing liar menggema, seakan memberi peringatan bahwa sesuatu yang berbahaya mengintai dalam gelap.Di dalam sebuah bangunan tua yang tersembunyi di balik pepohonan rimbun, Ye Xuanqing berdiri dengan ekspresi tajam. Matanya yang dingin menatap peta yang terbentang di atas meja kayu. Di sekelilingnya, beberapa pengawal berjaga dalam diam.Kali ini mereka berdua sudah berada dipinggiran kota Fanlan, tepat setelah Ye Xuanqing mengobati lukanya sendiri akibat pertarungan denan Jing Qian.Ye Xuanqing dengan suaranya tenang, tapi mengandung ketegasan. "Fen Rou, kau tahu apa yang terjadi di pinggiran Fanlan, bukan?"Fen Rou: mengangguk mengiyakan, ekspresinya serius. "Ya, Adipati. Serangkaian perampokan terjadi dalam satu malam. Semua korban adalah saudagar kaya atau pemilik benda-benda berharga. Tidak ada jejak
Debu beterbangan di udara, bercampur dengan aroma darah dan bunga teratai hitam yang mulai memudar. Jung Jinsi berdiri tegak, napasnya memburu, pedang di tangannya berlumuran darah hitam pekat milik Hei Lian Hua. Siluman teratai hitam itu terhuyung, luka di tubuhnya terus mengeluarkan asap gelap.Jung Jinsi menyipitkan mata, melihat bagaimana Hei Lian Hua berusaha berdiri meski jelas tubuhnya tak mampu lagi menahan pertarungan lebih lama."Hei Lian Hua, permainanmu sudah selesai." Jung Jinsi menatap datar ke arah perempuan siluman itu.Hei Lian Hua justru tersenyum miring, darah hitam mengalir dari sudut bibirnya. Dia kemudian mengusap kasar darah hitam itu dengan punggung tangannya. "Hah! kau pikir kau sudah menang, Jung Jinsi? Heh… Aku bukan seseorang yang bisa dikalahkan dengan mudah."Tiba-tiba, angin kencang berhembus. Langit yang tadinya berwarna merah saga berubah gelap seketika. Aura mencekam menyelimuti tempat itu, membuat Jung Jinsi spontan bersiap dalam posisi b
Di bawah cahaya bulan yang pucat, angin berembus dingin di lembah gunung belakang kediaman Keluarga Ye. Aroma tanah basah bercampur dengan jejak darah yang telah mengering, menjadi saksi bisu atas pertarungan yang baru saja berakhir. Jing Qian berdiri, matanya berkilat-kilat menatap sosok di hadapannya—Ye Xuanqing.Mata rubah ekor tujuh itu memerah, bukan hanya karena kemarahan, tetapi juga kesedihan yang membuncah di dadanya. Napasnya terengah, dadanya naik turun menahan dendam yang berkecamuk.Di hadapan Jing Qian, Ye Xuanqing berdiri tegak dengan jubah berbulunya masih bernoda darah akibat pertarungan tadi.Jing Qian berteriak, suaranya penuh kemarahan dan kesedihan. "Ye Xuanqing! Kau berdiri di sini dengan wajah tak berdosa, seolah-olah kau bukan penyebab kehancuran Gunung Jiaguan! Kau... kau telah membunuh ayahku!""Jing Qian... aku tidak—"Suara Ye Xuanqing melemah, dia ingin segera menjelaskan tapi mendengar korban dari perburuan siluman tiga bulan lalu adalah ayah Jing Qian, y
Malam itu sepeninggal Ye Xuanqing, kabut tebal menyelimuti gunung belakang kediaman Keluarga Ye. Udara dingin berhembus, membawa aroma bunga yang samar, namun ada sesuatu yang janggal—bau teratai hitam yang menusuk, seperti racun yang merayap di udara.Jung Jinsi berdiri masih berdiri di bagian belakang kediaman, matanya tajam menyapu kegelapan di sekelilingnya. Meski dia ditahan di kediaman ini, tapi Jung Jinsi masih bisa bergerak bebas di gunung belakang, hanya saja tidak ada yang bisa melihat keberadaannya.Namun telinganya menangkap suara langkah ringan, terlalu halus untuk manusia biasa, namun cukup jelas bagi pendengaran siluman sekuat dirinya. Pandangannya kemudain tertuju pada hamparan kelopak bunga teratai yang mekar.“Dari mana kelopak-kelopak teratai ini muncul?” gumam Jung Jinsi menyadari keanehan."Akhirnya aku menemukan mu, Jung Jinsi."Dari balik pepohonan, seorang wanita muncul. Rambut hitam panjangnya berkilau di bawah cahaya bulan, dan di sekelilingnya, kelopak terat
Langit berwarna kelam, dihiasi awan gelap yang berputar perlahan, seakan menjadi saksi bisu pertarungan antara dua pendekar hebat. Di tengah lembah yang porak-poranda akibat benturan energi, Jing Qian terhuyung mundur, darah segar mengalir dari sudut bibirnya. Matanya yang tajam menyipit, menatap lurus ke arah lawannya, Ye Xuanqing yang berdiri tegak dengan pedang Huoguang yang masih berkilau dengan cahaya merah membara.Jing Qian menggertakkan giginya. Tidak mungkin! Ia telah mengerahkan semua tekniknya, namun tetap saja kalah. Tubuhnya terasa berat, aliran energi dalam meridiannya berantakan. Namun yang paling mengejutkannya bukanlah kekalahannya, melainkan sesuatu yang baru saja ia sadari."Itu…" Jing Qian berusaha menarik napas, tangannya bergetar saat menunjuk pedang Huoguang. "Pedang itu… memiliki energi spiritual klan siluman rubah?!"Ye Xuanqing tertegun, sorot matanya menunjukkan rasa tidak percaya. "Tidak mungkin! Pedang Huoguang ini adalah pusaka turun-temurun Keluarga Ye.
Ye Xuanqing kembali memeluk Jung Jinsi sebentar, lalu dia mendorong tubuh Jung Jinsi. Belum sempat mencerna apa yang terjadi Jung Jinsi dibuat terbelalak kaget saat seluruh ruanagn diselimuti energi spirtitual milik Ye Xuanqing yang membentuk sebuah dinding pembatas.“Xuanqing apa yang kau lakukan?” geram Jung Jinsi, dia juga segera menyibak dinding itu dengan kekuatan silumannya. Tapi saying semuanya sia-sia, energi spiritual dari pemburu siluman tingkat lima tdiak bisa diremehkan.“Maaf Jinsi, tapia kau harus menahan mu di sini. Dinding pembatas ini akan membatasi mu dengan dunia luar, orang-orang di luar dinding ini tidak akan pernah bisa melihatmu. Aku tahu ini egosi, tapi aku sangat khawatir, siapa yang bisa menjamin kalau kau akan baik-baik saja selama aku pergi?” Ye Xuanqing berkata penuh penyesalan. Tapi dia tetap menyelesaikan usahanya membentuk dinding perisai untuk melindungi sekaligus menahan Jung Jinsi didalam sana.“Xuanqing lepaskan aku, Xuanqing!” teriak Jung Jinsi yan
Jung Jinsi memandang Ye Xuanqing dengan mata yang penuh dengan luka. Hatinya terasa seperti dihujam oleh ribuan duri. Angin malam berhembus lembut, tapi rasanya seperti badai di dalam dirinya. Perasaan yang dulu ia anggap cinta, kini terasa seperti sebuah tipuan besar. "Jadi... semua ini hanya kebohongan?" tanya perempuan siluman itu dengan suaranya terdengar bergetar, penuh penyesalan yang tak terucapkan. "Kau—kau bukan suamiku? Semua kata-katamu, semua tindakanmu yang begitu penuh perhatian, itu semua hanya... sandiwara?" Ye Xuanqing menundukkan kepala, tak mampu menatapnya. Tak ada kata yang bisa melegakan kebisingan hati mereka berdua. Jung Jinsi menahan air mata yang hampir tumpah, tapi rasa sakit itu terlalu dalam untuk disembunyikan. "Selama ini, aku mengira kita—" Ia terhenti, kata-katanya tersendat. "Aku mengira kita saling mencintai, bahwa kita adalah pasangan suami istri yang bahagia. Kau selalu membuatku merasa aman, membuatku percaya bahwa aku punya tempat di dunia i