[If it is so, I’ll have you picked up] lanjutnya. (Jika demikian, aku akan mengatur seseorang menjemputmu)Aliya menahan gejolak dalam hatinya yang mulai terasa mengganggu.[Kenapa, Elang? Kenapa??] tanyanya.[Mereka hanya… anak-anak muda!] kata Aliya. [Mereka punya orangtua, punya keluarga!]Seolah tak menggubris kalimat Aliya, Elang justru menjawab, [Come see me.] (Datang temui aku)[Aku bertanya padamu! Apa kau tidak bisa jawab pertanyaanku? Apa kau sadar yang kau lakukan itu adalah menjadi pembunuh?! Dan kau malah membahas tentang aku menemuimu! Apa kau sadar?!][Aku masih sadar] Elang menjawab. [Dan aku lebih memilih haus dirimu.][Rather than being blood thirst] (dibanding menjadi haus darah) tambahnya lagi.[Pilihan ada padamu…]Dada Aliya berdentum kencang saat membaca kata demi kata yang tercetak di layar ponselnya.[Kau lebih memilih aku menjadi yang mana?] Elang bertanya dalam kalimat itu.Meskipun bukan mendengar secara langsung, namun Aliya merasakan nada dingin dalam kal
“Bu!” Oki yang mengawal Aliya dari jarak beberapa meter, segera bergerak mendekat dan turun dari motornya.“Kenapa Bu?” tanya Oki khawatir. Namun bagaimana, ia bahkan tidak berani menyentuh sembarangan Aliya.Semua orang spesial berkekuatan tinggi yang ia ketahui, sangat menghormati Aliya. Bagaimana mungkin dirinya bisa sembarangan menyentuh wanita muda yang dihormati atasannya ini?“Bu…?!”Suara gerungan yang berasal dari motor sport terdengar dari kejauhan. Dean setengah melompat dari motor dan langsung berlari mendekati Aliya.“Al!” Ia meraih bahu Aliya, lalu menggendongnya ke dalam setelah Oki dengan cekatan membuka pagar rumah.“Al!” Dean menurunkan Aliya di atas sofa di ruang tengah, lalu menoleh pada Oki yang mengikuti Dean namun tetap menjaga jarak sekitar tiga meter di belakang Dean.“Ke Nawidi, code red. Pergilah!” perintah Dean pada Oki.Raut wajah pemuda itu langsung berubah tegang dengan sikap siaga yang spontan. Ia tahu kode yang disebutkan oleh Dean tadi, bukanlah main-
Telah sekian hari, Aliya tidak mendapatkan kabar dari DeanBegitu pula dengan kawan-kawan elemen, yang ia peroleh dari Diani maupun Oki.Meski sama merasa khawatir, namun kali ini Aliya merasa lebih tenang atau tertata. Nawidi pun hanya memberikan kalimat ajaib andalan pria berekspresi datar itu, yakni ‘percayalah intuisi Anda’.Jadi, ketika telah dua hari berlalu tanpa kabar dari Dean, Aliya langsung mempersiapkan dirinya lagi.Ia akan melakukan ‘perjalanan’ itu kembali.Wanita muda istri sukma Dean itu kemudian duduk di ruang tengah. Di atas karpet tebal yang menghalangi rasa dingin lantai.Ia memusatkan fokus dan mengatur pernapasannya berulang kali. Entah ia nanti akan memasuki dunia sukma, atau satu ‘perjalanan’ kembali terulang seperti terakhir kalinya, Aliya tidak tahu.Ia hanya memusatkan pikiran untuk menuju di manapun Dean berada. Di manapun itu.Beberapa menit kemudian, Aliya merasakan tubuhnya bergetar --ia tidak terganggu. Dengan teratur ia terus mengembus juga menarik na
“Coba deh kalian berdua kompaknya jangan cuma tadi pas panggil namaku aja,” ketus Aliya lagi. “Sekarang mikir sana kalian berdua, aku pengen pulang! Aku lapar! Habis marah seperti ini tuh, perut melilit! Terkuras semua energiku cuma untuk khawatirkan kalian!”Masih tetap hening.“Oya, Elang. Ini untukmu lagi. Aku tidak mau tahu, pokoknya uang yang kau kirim itu harus kau tarik lagi. Itu salah satu penyebab aku jadi tidak bisa makan dan tidur nyenyak. Tarik lagi semua uang belasan miliar itu. Aku tidak mau. Aku tidak butuh!”Tak lama kemudian Elang membuka suara.“You are willing to take the money from him, but not from me?” (Kau bersedia mengambil uang darinya, tapi tidak dariku?) tanyanya sambil melirik malas ke Dean.“I am her husband now, Einhard. The obligation is on me now,” (Aku adalah suaminya sekarang, Einhard. Tanggung jawab itu ada padaku sekarang) Dean menjawab.“Suami, huh?” Elang tersenyum getir.Pria tampan itu lalu meng
“Kenapa?” tanya Aliya acuh.“Kau bisa keluar dari sini, Liebling?” kali ini Elang bertanya lebih dulu.“Ya bisa lah!” jawab Aliya ketus. “Kaget?” “Kaget karena cewek seperti aku ini, yang biasanya kalian lindungi mati-matian, terus tahu-tahu bisa datang dan pergi dari dome ini sesukanya. Sementara kalian, The Mighty Water dan The Magnificent Earth, sama sekali tidak bisa?” sindir Aliya tajam.Keduanya terkesima dan bergeming dari posisi berdiri mereka saat mendengar kalimat Aliya.“Kenapa? Tidak terima aku bisa melakukan sesuatu yang kalian tidak bisa?” Aliya meledek lagi.Ia lalu menghela napas kasar. “Terserah. Sana pikirkan sendiri oleh kalian bagaimana caranya keluar dari sini!”Aliya memundurkan langkahnya. “Sudah ya, aku duluan.”Tepat setelah itu, Aliya mengatur napas dan memejamkan matanya.Tubuhnya tak lama per
Dean yang masih belum pulih, bisa terluka oleh Elang. Atau, Dean yang masih belum bisa mengontrol penuh kekuatannya, bisa saja melukai Elang.Yang lebih menakutkan dari itu, adalah dampak dari benturan energi kedua pria kuat tersebut. Entah akan memakan korban jiwa sebanyak apa.Jika sampai sesosok ‘Lazuardi’ muncul dan menciptakan kubah pelindung tersebut, artinya, dampak yang dihasilkan dari pertarungan Dean dan Elang, mungkin bisa menghancurkan seluruh kota tempat mereka berada!Sesungguhnya Aliya telah merasakan bahwa ada campur tangan dari pihak yang kuat, ketika Aliya pertama kali masuk kubah yang muncul dan mengurung Dean serta teman-teman lain paska duel antara Dean dan Elang sebelum ini.“Apakah Anda juga Tuan, yang menciptakan medan energi di sekelilingku? Dan… Elang?”Sosok itu tidak menjawab, Aliya kemudian paham, bahwa hal tersebut mungkin belum waktunya untuk dibuka pada dirinya.Entah dari mana p
Aliya membuka matanya dan melihat Dean telah berdiri beberapa langkah darinya. Aliya berlari menghambur ke arahnya.Dean merentangkan tangannya dan segera memeluk Aliya begitu Aliya sampai padanya.Bukannya balas memeluk suaminya, tangan Aliya meraih kedua sisi kerah hem Dean, menariknya hingga membungkuk.“Aliy--”Belum sempat Dean menyebut nama Aliya, Aliya telah menempelkan bibirnya pada bibir Dean dan menciumnya penuh gairah.Matanya terpejam dan kedua pipinya merona merah.Ia tak melepaskan dirinya dari mencium Dean beberapa saat.Meskipun Dean sempat terkejut dengan gerakan tiba-tiba Aliya, ia pun tak urung memejamkan mata dan menikmati bibir Aliya yang hangat dan manis itu.Aliya melepaskan ciumannya. Matanya terbuka perlahan lalu menatap bola mata hazel di hadapannya yang kini juga terbuka.“Ajari aku french kiss, my French hubbie…” kedua mata Aliya mengerjap. Bulu matanya bergerak-
Tak lagi terasa keraguan dalam udara yang terhirup oleh keduanya.Tak lagi ada rasa tak aman untuk memiliki sepenuhnya.Aliya tahu sekarang kebutuhannya terhadap seorang Dean. Bukan sekadar pelindung yang pernah membuatnya galau waktu dulu.Namun kebutuhan akan seseorang yang akan menjadi imam dan di makmumi oleh dirinya, seterusnya.Dean pun kini tahu, bahwa ia bisa terlepas dari rasa tak yakin pada dirinya sendiri.Dia bisa mulai meletakkan harapan dan kepercayaannya pada wanita yang bertahun-tahun ia impikan dan kini menjadi isterinya secara sukma itu.Hati kedua insan tersebut menghangat dan saling menaruh harapan pada masa depan. Meskipun mungkin akan ada kesulitan yang datang menerpa, mereka yakin akan dapat saling menguatkan.* * *“Ah, Dean…” rintih Aliya diantara desah panjang yang beruntun terlontar dari bibirnya.Kedua tangannya mencengkeram headboardranjang besar yang sedari