Hujan lebat menemani Lilac dan keluarganya dalam perjalanan pulang ke Kota Taipi. Jalan yang berkelok-kelok, licin dan setiap hari kecelakaan terjadi di tempat itu membuat Lilac khawatir.
Mencairkan suasana yang mulai mengkhawatirkan Ayah Lilac Bima Aryadikta berkata:
"ayo kita nyanyi!" ucap Bima Aryadikta sambil mengendarai mobil menuju Taipi.
"Lihat kebunku penuh dengan bunga, ada yang merah .... " Lilac bernyanyi bersama Ibu dan Ayahnya selama perjalanan.
Tiba-tiba kegembiraan yang mereka rasakan itu tidak bertahan lama.
"BRAK" suara mobil di tabrak dari arah berlawanan.
Kondisi berubah menjadi ketakutan dan kesedihan.
Orang-orang di dalam mobil terguncang, berteriak histeris dan Bima berusaha untuk mengendalikan keadaan. Berusaha untuk menyelamatkan istri dan anaknya.
Mobil yang menabrak mereka melarikan diri menuju kota Pure. "clear Tuanku!" kata Pelaku.
"bagus!" Tersenyum bahagia karena tujuannya berhasil.
Mobil yang membawa Lilac beserta keluarganya terguling-guling lebih dari delapan meter, hancur dan menabrak sebuah pohon besar pembatas jalan. Ayahnya berusaha mengendalikan mobil yang membawa mereka bertiga.
Di dalam mobil "I--Ibu..! Ayah! Ahh!" Histeris ketakutan.
"lilac! Lilac! Bertahan Nak! Pegangan!" kata Ibunya yang duduk di depan.
Gumpalan asap menutupi mobil itu. Nyaris saja mobil itu masuk ke dalam jurang.
Walaupun tidak masuk ke dalam jurang, kondisi Bima dan istrinya sangat mengenaskan.
Sebuah kayu entah dari mana langsung menembus dada istrinya, mengoyak tulang rusuk yang menjadi pelindung organ yang ada di dadanya dan darah tumpah membasahi pakaiannya.
Sedangkan Bima terbentur sangat keras hingga kepalanya pecah.
"Umm, aku akan selalu bersamamu," tersenyum menahan sakit.
Tengkorak kepala terbelah sehingga otaknya keluar bersama darah segar. Layaknya seperti bunga yang kelopaknya mulai bermekaran di pagi hari.
"huh! Sudah waktunya ya?" Gumam Bima berusaha melirik istrinya di samping kirinya.
"Istriku! Terima kasih selalu ada bersamaku!" Mata yang berkaca-kaca memegangi tangan istrinya sampai akhirnya mereka bersama menutup mata.
Saat masih tersadar banyak orang yang berusaha menyelamatkan mereka bertiga.
"tol-long! Anakku!" kata Ibunya Lilac yang berusaha berbicara sebelum denyut jantungnya berhenti.
Kondisi kedua orang tua Lilac sangat mengenaskan.
"to-tolong selamatkan anakku!" kata Ibunya terbata-bata kepada polisi. Ia tidak bisa bergerak
"Selamatkan saja anakku! Ugukh!" Darah keluar dari mulut dan hidungnya. Tak lama Ibunya Liĺac meninggal menyusul suaminya.
"Kita tidak punya waktu yang banyak. Anak ini akan mati kalau kita tidak segera bertindak! Cepat keluarkan anak korban dari mobil ini." Berusaha membuka paksa pintu mobil.
Mereka berusaha untuk menyelamatkan Lilac karena mobil itu akan meledak.
Saat Lilac membuka matanya ia sudah digendong oleh seorang polisi, ia tersadar dan kaget melihat Ibu dan Ayahnya dengan kondisi yang mengenaskan.
"Ibu! Ayah!" Lilac teriak sekencang-kencangnya. Air matanya membasahi pipinya.
"BOOM!"
Ledakan besar menggema. Gumpalan asap hitam bersamaan keluar dengan ledakan keras itu. Ayah dan Ibunya di lahap si jago merah. Hangus dan hanya menyisakan kerangka mobil yang mereka gunakan.
"Jangan biarkan ada saksi mata yang hidup!" Perintah seorang pria dengan suara berat.
Si Pelaku memperhatikan Lilac dari kejauhan. "kau akan jadi bonekaku yang sangat berguna nantinya," gumam pelaku itu.
Ia pergi meninggalkan tempat kejadian perkara. Menghilang dan tetap memantau kehidupan Lilac dari kejauhan.
"Kau akan menjadi kartu Asku yang sangat berguna nanti." Tersenyum dengan tatapan penuh dendam kepada seorang pria yang menjadi dalang terbunuhnya Bima dan istrinya.
***
Lilac setiap malam bermimpi tentang kejadian naas yang menimpa dirinya dan kedua orang tuanya.
"Ahh! Tidak!" Suaranya memecah kesunyian malam sehingga pelayan setia yang bertugas menjaganya sigap menolong.
Mengambil segelas air putih yang telah ia siapkan untuk Lilac. "Ayo minum Nona agar anda kembali baik." Membantunya bangun dari tempat tidur.
"Terima ka-kasih." Terbata-bata.
Keringatnya seperti butiran jagung yang keluar dari pori-porinya. Jiwa Lilac masih terguncang.
"nona, saya akam mendatangkan dokter ke sini jam 10 pagi agar Nona bisa tidur nyenyak," kata Imelda sang asisten. Ia khawatir dengan kondisi kesehatan atasannya.
Lilac hanya menganggukkan kepala setelah itu merebahkan badannya ke tempat tidur.
Ia merasa masih sangat lelah. Kepalanya pusing dan badannya pun terasa panas.
"imelda, sepertinya aku akan sakit deh!" Memegangi kepalanya. "coba cek deh Imelda!?" ucap Lilac manja kepada asistennya.
"Iya, panas, Nona. Bagaimana kalau Nona makan malam dulu." Menyodorkan semangkuk bubur ayam kesukaannya.
"ok tapi suapin ya?" pintanya.
Imelda lalu menyuapi Lilac, "nona merasa enggak enak badan karena dari tadi pagi Nona enggak makan,"
"Umm!" Air mata Lilac mengalir tanpa henti.
"Nona harus kuat. Imelda akan selalu ada di sisi Nona." Membelai rambut hitam nan lurus Lilac.
Lilac tersenyum, ''terima kasih,"
Memeluk dengan erat wanita yang ia anggap seperti keluarganya sendiri.
"hallo! Bagaimana kabar Nona Lilac?" tanya Samuel.
"kondisinya kembali menurut tetapi sudah agak mendingan," jawab Imelda.
Samuel merasa risih dan tidak bersemangat untuk melanjutkan pekerjaannya.
"kenapa kamu diam? Apa yang terjadi?" Bagaimana dengan tugas terakhir yang Tuan dan Nyonya besar pesan ke kamu?" tanya Imelda.
Samauel merasa takut dan khawatir bila Imelda tidak menerima hasil pertemuannya dengan petinggi perusahaan di sana.
"Hei! Hallo! Jaringankah?" Imelda lalu mematikan sambungan teleponnya dengan Samuel.
Kemudian Imelda menelpon kembali Samuel.
"Jadi gini, Imelda, saya sudah mendapatkan tandatangan mereka semua dan katanya mereka akan berusaha datang ke sini,"
"terus?"
"tapi ...
Bersambung.
"tapi sepertinya mereka tidak akan datang karena cara mereka menjawab dan memandangiku sangat berbeda. Mereka sepertinya tidak ingin datang dan tidak ingin mengakui Nona Lilac sebagai Pimpinan Perusahaan kita," ucap Samuel lesuh. "Oh begitu, hmm! Tapi tandatangan mereka sudah kamu dapatkan?" Memeriksa berkas yang lainnya. "Iya," kata Samuel. "Nggak apa-apa. Kembali saja dulu ke sini. Itu urusan nanti," jawab Imelda. Pukul 9 pagi. Suara burung di pagi hari seperti biasa memberikan harapan baru kepada Lilac. Dari jendela kamarnya ia memandangi burung-burung menari. Nampak burung-burung itu ada yang sedang mandi di satu wadah yang di dalamnya terdapat air. Biasanya wadah itu digunakan oleh para pelayannya untuk menyiram bunga. "kenapa pelayan yang biasanya menyiram bunga nggak aku lihat ya?" tanyanya dalam hati. "eh
"Saya segera pulang." Mengganti pakaiannya yang terkena cipratan darah lalu membakarnya bersama dengan mayat yang telah ia siksa.Dalam perjalanan ke Kediaman Bima Aryadikta."Bagaimana mungkin setelah sebulan lebih gue cari tahu siapa dalang dari peristiwa naas itu gue tidak temukan satu petunjuk mengarah ke si Pelaku?" gumamnya dengan mengkerutkan kening.Imelda membuka kembali ingatannya, menghubungkan satu peristiwa dengan peristiwa yang lain.Ia seakan mencari benang merah dalam kumbangan lumpur yang menjijikan."Sial!" hardiknya. "Hm! Kayaknya gue harus .... " ucapnya terpotong. Dia kemudian mengintip di jendela mengamati sekitar gedung.Dia pun telah melakukan intisipasi agar rencananya tidak terbongkar dan di endus oleh pihak ketiga.Kemudian ia masuk ke dalam mobil berwarna biru, mengendarai mobil drngan kecepatan standar.
"Jangan pernah ulangi kesalahan lagi. Kalian telah bersumpah dengan darah kalian untuk mengabdi kepadaku! Camkan itu!" Suara lantang.Semua pegawainya tertunduk dan setelah itu mereka memberikan hormat kepada atasan mereka.Semenjak saat itu tidak ada satu pun yang meragukan kemampuan Lilac dalam memimpin.Dia telah berubah menjadi sosok yang sangat ditakuti dan sekaligus dihormati oleh bawahan-bawahannya.Di kamar Lilac."Aduh! Kenapa aku bisa bersikap kejam pada mereka?!" kata Lilac sambil menutupi wajah dengan tangannya."Nggak apa-apa kok Nona. Biar mereka tidak bersikap kurang ajar kepada Nona karena Nona sekarang yang menjadi pimpinan di perusahaan ini," kata Imelda menenangkan Lilac."Iya,""Aku akan mencari dan menghukum orang-orang yang telah membunuh kedua orang tuaku," gumamnya.P
"Tunggulah kita akan segera bertemu!" kata pria itu sambil mengawasi Lilac menggunakan teropong jarak jauh.***Di Kediaman Lilac Ardyantara.Mahmud semakin gelisah karena admin perusahaan itu mendesaknya setiap hari."Jadi gimana Pak?" Bunyi pesan dari admin itu yang masuk di whatsppnya.Lalu Mahmud berkata, "Bagaimana mungkin saya bisa bayar fee sedangkan saya berharap profit itu untuk bayar fee, bayar utang dan bagi hasil dua puluh persen." Mahmud lalu memencet tanda enter yang berarti kirim chat ke kontak yang dia tujuh.Namun ucapannya tidak diperdulikan oleh admin itu.Dia menekuk wajahnya ketika membaca isi chat dari perusahaan itu. Ia semakin kecewa saat keluarganya mengatainya tidak berguna dan beban keluarga karena tidak bisa membantu mereka menyelesaikan masalah.Mahmud memandangi ponsel yang ada digenggama
Akhirnya masalah mereka terselesaikan. Imelda masih melacak keberadaan gerombolan penjahat itu di seluruh negeri namun sayangnya Imelda tidak menemukan mereka.Keberadaan mereka hilang seperti di telan bumi. Lilac merasa ada keanehan dari peristiwa itu lalu berkata kepada Imelda, "Berhati-hatilah!"***Di pusat kota metropolitan.Pria itu menjadi pusat perhatian, wajah tampan nan rupawannya membius siapa saja yang memandanginya.Ia bagaikan gambar pangeran yang keluar dari lukisan."Masya Allah! Tampan banget!" ucap Susi saat seorang pria melewatinya."Kak! Kak! Mau jadi jodoh aku?" kata seorang wanita yang terkesima akan ketampanan Harsyat.Dakam hati pria itu "OMG! Aku di lamar!" Lalu ia berkata "Terima kasih. Tapi nggak bisa, maaf ya," kata Harsyat berusaha keluar dari kerumunan wanita-wanita yang mengh
Ia tidak melihat orang yang ada diluar namun melihat ke langit. Dan seperti ada kesedihan dari raut wajahnya saat memandangi bulan purnama.Saat Lilac menempati istana Elizhavat ketika di tanya dia tidak melihat apapun."Nona, pernah lihat ada penampakan di ruangan Nona nggak?" tanya Allexa."Nggak, kenapa? Kamu takut dan nggak mau kerja sama saya karena takut sama hantu?" tanya Lilac."Nggak kok! Hanya ada issue aneh tentang istana yang nona tinggali"Lilac hanya tersenyum "Nggak, selama lebih 20 tahun saya nggak melihat yang aneh-aneh." Mengambil cemilan lalu makan diikuti Allexa.'Wah! Enak!' Imbuh Allexa.Untuk menghilangkan rasa penasarannya yang sudah memuncak di ubun-ubunnya, setiap tengah malam ia memperhatikan istana di timur dengan menggunakan teropong. Tetapi Evhan hanya melihat
Mendengar kabar kalau Lilac yang mewarisi perusahaan ayahnya, Adrian marah besar, ia melampiaskan kemarahannya dengan membunuh beberapa pelayan yang bekerja dengannya. "Kenapa anak ingusan itu? Kenapa?" Teriak Adrian sambil memukuli seorang pelayan menggunakan talang. Sungguh kejam Adrian, melampiaskan kemarahannya kepada orang lemah. Pelayan itu bersimbah darah karena Tuannya memukuli kepalanya dengan talang saat ia menyuguhkan teh di ruang kerjanya. Pelayan itu hampir mati karena perbuatan Adrian, Asistennya kemudian datang untuk menghentikan kelakuan kejam tuannya. Setelah puas bermain-main Adrian membasuh wajahnya yang terkena percikan darah dari pelayan itu. Pelayan itu mati lemas karena darahnya banyak yang keluar untuk menutupi luka menganga yang ada di tengkorak kepalanya. "Buang pelayan itu!" Perintah Adrian.
Si mata-mata menuju ke ruangan Evhan ia membawa teh dan makanan ringan untuk Evhan."Tuk..! Tuk! Tuk!" Bunyi pintu ruangan Evhan."Silahkan masuk!" menulis laporan bulan ini. Evhan tengah sibuk merekap laporan yang akan dia berikan kepada wakil Direkturnya.Si mata-mata yang menyamar sebagai pelayan memberikan Evhan segelas teh dan biskuit."Pak, saya letakkan dimana minuman Bapak?" tanya si pelayan itu."Di meja depan kamu saja. Terima kasih ya." Melanjutkan pekerjaannya."Iya Pak saya permisi." Menutup pintu 'Pasti kamu akan tertarik sama biskuit yang saya berikan sebagai pelengkap minum tehmu Evhan,' tersenyum sinis kemudian pergi menuju gedung dapur."Oh iya bantuin saya cuci seprei Nona ya?" kata Pelayan B."Baik, kakak. Kalau Nona nggak pernah saya lihat. Dia dimana ya?" tanya Si pelayan."D