"tapi sepertinya mereka tidak akan datang karena cara mereka menjawab dan memandangiku sangat berbeda. Mereka sepertinya tidak ingin datang dan tidak ingin mengakui Nona Lilac sebagai Pimpinan Perusahaan kita," ucap Samuel lesuh.
"Oh begitu, hmm! Tapi tandatangan mereka sudah kamu dapatkan?" Memeriksa berkas yang lainnya.
"Iya," kata Samuel.
"Nggak apa-apa. Kembali saja dulu ke sini. Itu urusan nanti," jawab Imelda.
Pukul 9 pagi.
Suara burung di pagi hari seperti biasa memberikan harapan baru kepada Lilac. Dari jendela kamarnya ia memandangi burung-burung menari. Nampak burung-burung itu ada yang sedang mandi di satu wadah yang di dalamnya terdapat air.
Biasanya wadah itu digunakan oleh para pelayannya untuk menyiram bunga. "kenapa pelayan yang biasanya menyiram bunga nggak aku lihat ya?" tanyanya dalam hati.
"eh! Baru aku sebut. Panjang umur," gumamnya lagi sambil tersenyum.
Lilac memerhatikan pelayan itu yang berjalan menuju tempat wadah si burung yang sedang mandi. "syukur burung itu udah terbang. Kasihan banget lagi enak-enakan mandi malah diganggu."
Ila yang sedari tadi memerhatikannya pun bertanya "nona ada apa?" tanyanya.
"nggak kok." Tersenyum ke arah sumber suara.
"nona sarapan dulu!" kata Ila Pembantu yang bertugas hari ini.
"terima kasih. Oh iya sepertinya saya baru melihat kamu?!" Lilac memperhatikan pembantu baru itu sambil melahap bubur ayam yang disuguhkan untuk dirinya.
"iya, Nona. Saya pekerja baru yang di rekrut oleh Bu Imelda," jawab Ila sambil tersenyum percaya diri.
"oh begitu ya. Semoga betah ya kerja sama saya," kata Lilac dengan tatapan sayu.
Lilac telah bersiap untuk menemui dokter yang di panggil oleh Imelda.
"Kenapa aku malas banget ya? Rasanya pengen tiduran aja." Memandangi kasurnya yang empuk.
"Nona, Dokternya udah ada di ruang tengah, ayo Nona!" ajak Imelda sembari membuka pintu kamar Lilac.
Dengan malasnya Lilac menuju ke ruang tengah. Ketika memasuki ruang tengah, Ia kaget dengan sosok yang akan memeriksa tubuhnya.
"mas Rasyid? Betulkan Mas Rasyid?" ucap Lilac memastikan apa yang ada di depan matanya.
Rasyid adalah kakak senior satu organisasinya saat masih kuliah di Semarang. Lilac sangat bersyukur bisa mengenalnya. Saat masa-masa kuliah dulu beliau sering membantu Lilac.
"ya Tuhan! Hei! Udah lama banget nggak ketemu ya Lilac. Terakhir kita ketemuan itu tahun 2013," kata Rasyid sambil senyum manis.
Beberapa sepersekian detik Rasyid melihat lekat-lakat gadis cantik anan imut yang ada di depannya.
"iya, gimana kabarnya?" tanya Lilac penasaran sambil tersenyum.
Ia memperhatikan pria bertubuh tegap itu dengan seksama.
"gue baik kok. Ayo! aku periksa kamu!" Rasyid menyuruh Lilac untuk duduk di depannya.
"Degh..degh..degh." detak jantung Lilac berdegup kencang. "aduh! Tolong dong jantung dikondisikan!" pintanya dalam hati. Lilac terlihat gugup bila berhadapan dengan Rasyid.
"kok aku kayak gini sih? Nggak boleh gugup, nggak boleh takut!"
Wajahnya mulai memucat, bibirnya pucat pasih dan keringatnya mulai mengalir keluar dari pori-porinya.
"jangan takut! Aku nggak suntik kok Lilac," ucap dr Rasyid sambil tersenyum.
Setelah beberapa menit, dr Rasyid memberitahukan kepada Imelda bahwa Lilac mengalami depresi karena shock atas peristiwa yang Lilac alami.
"terus apa obatnya?" Tanya Imelda.
"nanti saya resepkan ya, Imelda, Kamu datang besok pagi!"
Kemudian dr Rasyid memandangi Lilac dengan tatapan sedih. Lilac tersenyum kemudian berkata:
"kenapa Dok melihat saya seperti itu?" tanya Lilac.
"nggak kok, oh iya besok aku mau ajakin kamu makan, kamu mau nggak?"
"Boleh. Jam berapa?"
"Ba'da Isya ya,"
"Ok,"
Kemudian dr Rasyid pamit pulang. Tidak lupa ia membelai kepala Lilac dan berkata. "Lilac, kamu yang kuat! Tetap semangat dan banyak kok yang sayang sama kamu,"
Lilac hanya tersenyum mendengar ucapan sahabatnya itu.
Lilac dan dr Rasyid telah bersahabat sejak duduk di bangku kuliah. Namun pertengahan tahun 2013 penyakitnya kambuh sehingga aktifitasnya terganggu.
Di tempat lain.
Gedung itu tidak terurus nampak banyak tanaman merambat menguasai bangunan tua itu. Sudah lima belas tahun tidak ada aktivitas di sana semenjak sepeninggalan pemilik gedung itu.
Bangunan itu berdiri di atas bukit dan dikelilingi oleh pepohonan yang rimbun, saat pagi hari nampak asri dan sejuk tetapi ketika malam menjelang suasana menjadi sunyi senyap hanya ada suara jangkrik dan tangisan anjing liar.
Pemilik gedung tua meninggal dunia karena sakit sehingga diwariskan kepada anaknya.
Namun, tidak difungsikan secara maksimal. Sekarang gedung itu terkenal angker, banyak penampakan makhluk astral lalu-lalang di sekitar gedung itu.
Tetapi bagi Imelda gedung itu adalah tempat yang tepat untuk menghabisi seonggok daging beserta jiwa yang bersemayam dalam raga yang telah ia siapkan.
Semenjak kehadiran Imelda gedung itu menjadi tambah mencekam. Ia menggunakan gedung itu untuk menyiksa orang-orang yang diculik.
"Aagrh!" Suara jeritan bersahut-sahutan.
"Jawab! Kenapa kamu bisa berada...!" Bentak seorang pria yang menjadi algojo di salah satu ruang penyiksaan yang telah Imelda siapkan.
"Aagrhh! Ampun! Ampun Pak!" suara jeritannya memenuhi ruangan itu.
Bau darah, nanah dan bau busuk dari mayat para korban menyatu dan menyengat masuk ke rongga hidung.
Imelda dengan tatapan intimidasi melewati tumpukan mayat-mayat bercampur manusia yang hidup itu dengan santai.
Selain itu bagi orang-orang yang ia culik. Mereka merasakan kengerian yang sangat mengerikan bila Imelda berada di gedung itu.
"kau sudah mendapatkan bukti?" tanya Imelda kepada anak buahnya.
"belum Bu,"
"Berikan pelayanan ekstra untuk dia!" perintah Imelda sambil menunjuk pria bersimba darah yang bergelantungan di dinding.
"Siap, Bu!"
Kemudian algojo itu mulai memukuli pria yang di duga adalah dalang pembunuh Tuan dan Nyonya besar yang tak lain dan tak bukan adalah orang tua Lilac.
***
Ila sedang membersihkan perabot di ruangan tamu, lalu Lilac berkata:
"Ila, dimana Imelda? kok dari tadi saya tidak melihat dia?"
"Ia sedang mengambil obat Nona,"
"Oh gitu. Tolong kasih tahu dia beliin saya somay ya?!" Menaiki tangga menuju lantai dua.
Ila memerhatikan Lilac menaiki tangga ke lantai dua dengan tatapan kosong. Ia lalu berkata "Bu, anda tadi di cari sama Nona Lilac.
"Saya ...
Bersambung.
"Saya segera pulang." Mengganti pakaiannya yang terkena cipratan darah lalu membakarnya bersama dengan mayat yang telah ia siksa.Dalam perjalanan ke Kediaman Bima Aryadikta."Bagaimana mungkin setelah sebulan lebih gue cari tahu siapa dalang dari peristiwa naas itu gue tidak temukan satu petunjuk mengarah ke si Pelaku?" gumamnya dengan mengkerutkan kening.Imelda membuka kembali ingatannya, menghubungkan satu peristiwa dengan peristiwa yang lain.Ia seakan mencari benang merah dalam kumbangan lumpur yang menjijikan."Sial!" hardiknya. "Hm! Kayaknya gue harus .... " ucapnya terpotong. Dia kemudian mengintip di jendela mengamati sekitar gedung.Dia pun telah melakukan intisipasi agar rencananya tidak terbongkar dan di endus oleh pihak ketiga.Kemudian ia masuk ke dalam mobil berwarna biru, mengendarai mobil drngan kecepatan standar.
"Jangan pernah ulangi kesalahan lagi. Kalian telah bersumpah dengan darah kalian untuk mengabdi kepadaku! Camkan itu!" Suara lantang.Semua pegawainya tertunduk dan setelah itu mereka memberikan hormat kepada atasan mereka.Semenjak saat itu tidak ada satu pun yang meragukan kemampuan Lilac dalam memimpin.Dia telah berubah menjadi sosok yang sangat ditakuti dan sekaligus dihormati oleh bawahan-bawahannya.Di kamar Lilac."Aduh! Kenapa aku bisa bersikap kejam pada mereka?!" kata Lilac sambil menutupi wajah dengan tangannya."Nggak apa-apa kok Nona. Biar mereka tidak bersikap kurang ajar kepada Nona karena Nona sekarang yang menjadi pimpinan di perusahaan ini," kata Imelda menenangkan Lilac."Iya,""Aku akan mencari dan menghukum orang-orang yang telah membunuh kedua orang tuaku," gumamnya.P
"Tunggulah kita akan segera bertemu!" kata pria itu sambil mengawasi Lilac menggunakan teropong jarak jauh.***Di Kediaman Lilac Ardyantara.Mahmud semakin gelisah karena admin perusahaan itu mendesaknya setiap hari."Jadi gimana Pak?" Bunyi pesan dari admin itu yang masuk di whatsppnya.Lalu Mahmud berkata, "Bagaimana mungkin saya bisa bayar fee sedangkan saya berharap profit itu untuk bayar fee, bayar utang dan bagi hasil dua puluh persen." Mahmud lalu memencet tanda enter yang berarti kirim chat ke kontak yang dia tujuh.Namun ucapannya tidak diperdulikan oleh admin itu.Dia menekuk wajahnya ketika membaca isi chat dari perusahaan itu. Ia semakin kecewa saat keluarganya mengatainya tidak berguna dan beban keluarga karena tidak bisa membantu mereka menyelesaikan masalah.Mahmud memandangi ponsel yang ada digenggama
Akhirnya masalah mereka terselesaikan. Imelda masih melacak keberadaan gerombolan penjahat itu di seluruh negeri namun sayangnya Imelda tidak menemukan mereka.Keberadaan mereka hilang seperti di telan bumi. Lilac merasa ada keanehan dari peristiwa itu lalu berkata kepada Imelda, "Berhati-hatilah!"***Di pusat kota metropolitan.Pria itu menjadi pusat perhatian, wajah tampan nan rupawannya membius siapa saja yang memandanginya.Ia bagaikan gambar pangeran yang keluar dari lukisan."Masya Allah! Tampan banget!" ucap Susi saat seorang pria melewatinya."Kak! Kak! Mau jadi jodoh aku?" kata seorang wanita yang terkesima akan ketampanan Harsyat.Dakam hati pria itu "OMG! Aku di lamar!" Lalu ia berkata "Terima kasih. Tapi nggak bisa, maaf ya," kata Harsyat berusaha keluar dari kerumunan wanita-wanita yang mengh
Ia tidak melihat orang yang ada diluar namun melihat ke langit. Dan seperti ada kesedihan dari raut wajahnya saat memandangi bulan purnama.Saat Lilac menempati istana Elizhavat ketika di tanya dia tidak melihat apapun."Nona, pernah lihat ada penampakan di ruangan Nona nggak?" tanya Allexa."Nggak, kenapa? Kamu takut dan nggak mau kerja sama saya karena takut sama hantu?" tanya Lilac."Nggak kok! Hanya ada issue aneh tentang istana yang nona tinggali"Lilac hanya tersenyum "Nggak, selama lebih 20 tahun saya nggak melihat yang aneh-aneh." Mengambil cemilan lalu makan diikuti Allexa.'Wah! Enak!' Imbuh Allexa.Untuk menghilangkan rasa penasarannya yang sudah memuncak di ubun-ubunnya, setiap tengah malam ia memperhatikan istana di timur dengan menggunakan teropong. Tetapi Evhan hanya melihat
Mendengar kabar kalau Lilac yang mewarisi perusahaan ayahnya, Adrian marah besar, ia melampiaskan kemarahannya dengan membunuh beberapa pelayan yang bekerja dengannya. "Kenapa anak ingusan itu? Kenapa?" Teriak Adrian sambil memukuli seorang pelayan menggunakan talang. Sungguh kejam Adrian, melampiaskan kemarahannya kepada orang lemah. Pelayan itu bersimbah darah karena Tuannya memukuli kepalanya dengan talang saat ia menyuguhkan teh di ruang kerjanya. Pelayan itu hampir mati karena perbuatan Adrian, Asistennya kemudian datang untuk menghentikan kelakuan kejam tuannya. Setelah puas bermain-main Adrian membasuh wajahnya yang terkena percikan darah dari pelayan itu. Pelayan itu mati lemas karena darahnya banyak yang keluar untuk menutupi luka menganga yang ada di tengkorak kepalanya. "Buang pelayan itu!" Perintah Adrian.
Si mata-mata menuju ke ruangan Evhan ia membawa teh dan makanan ringan untuk Evhan."Tuk..! Tuk! Tuk!" Bunyi pintu ruangan Evhan."Silahkan masuk!" menulis laporan bulan ini. Evhan tengah sibuk merekap laporan yang akan dia berikan kepada wakil Direkturnya.Si mata-mata yang menyamar sebagai pelayan memberikan Evhan segelas teh dan biskuit."Pak, saya letakkan dimana minuman Bapak?" tanya si pelayan itu."Di meja depan kamu saja. Terima kasih ya." Melanjutkan pekerjaannya."Iya Pak saya permisi." Menutup pintu 'Pasti kamu akan tertarik sama biskuit yang saya berikan sebagai pelengkap minum tehmu Evhan,' tersenyum sinis kemudian pergi menuju gedung dapur."Oh iya bantuin saya cuci seprei Nona ya?" kata Pelayan B."Baik, kakak. Kalau Nona nggak pernah saya lihat. Dia dimana ya?" tanya Si pelayan."D
Dia tidak segan-segan membunuh targetnya ataupun orang yang disekeliling targetnya yang akan menghalanginya menyelesaikan tugasnya. *** Evhan dan Jefri menunggu korban penganiayaan siuman, sambil bercerita tentang pengalaman pribadi masing-masing, ia tiba-tiba teringat dengan wanita yang melakukan aksi tidak senonoh di ruang kerjanya tempo hari. Saat bercerita Jefri dan Evhan asik bercerita, wanita yang terbaring itu bermimpi, di dalam mimpinya dia sedang duduk menikmati keindahan padang rumput bersama keluarganya. Lalu tiba-tiba Ibu Lilac memperhatikan dan mendekati mereka. Si wanita pelayan yang menjadi korban itu memanggilnya untuk gabung dan menikmati pemandangan. Tak lama Ibu Lilac berkata, "Tolong bantu anak saya, dia sangat membutuhkan bantuan anda sekarang. Tolong bangunlah!" Tiba-tiba segalanya menjadi gelap dan teringang-ngia