"nggak, nanti gue telpon lagi, karena ada yang urgent banget ini," kata pria itu.
***
Kediaman Lilac.
Pukul lima pagi Lilac sudah sibuk memasukkan buku-bukunya kedalam koper. Dan para pelayannya sibuk memasukkan pakaian yang akan di kenakan Lilac di negara itu.
"hiks!" Air mata dari seorang pelayan jatuh ke pipinya ia tidak kuasa menahan tangis.
Melihat pelayannya sedih karena ditinggal Lilac , ia lalu memberikan pelukan kasih kepadanya "aku juga Nona!" yang lainnya pun ikut memeluk mereka berdua.
Imelda tersenyum melihat mereka, saat itu para pelayan baru pertama kali melihat Imelda tersenyum.
Senyumnya mengingatkan mereka pada satu sosok yang sangat mereka hormati dan sayangi yaitu mendiang Ibunda Lilac.
Senyumnya sama persis dengan mendiang Ibunda Lilac karena Imelda adalah saudaranya dari hasil kloning.
Saat itu kakek
Jefri adalah salah satu penjaga yang akan siap turun ke medan pertempuran bila Lilac memerintahkan mereka untuk berperang layaknya seperti zaman kerajaan. *** "hallo, Tuanku! Target telah meninggalkan New Zeland," kata Sebastin. Hirsyam tersenyum mendengar laporan dari anak buahnya yaitu Sebastin sambil menikmati pemandangan lampu-lampu dan gedung-gedung pencakar langit. "Tuan, sudah saatnya?" kata seorang asisten Hirsyam. Hirsyam mengenakan setelan jas formal berwarna hitam dan mengenakan jam tangan roxi bertabur berlian. Ia sangat tampan dengan pakaian itu dan semua tamu undangan menjadikannya sebagai pusat perhatian mereka. "Tuan dan Nyonya sekalian silahkan silahkan menikmati makan malamnya," kata Hirsyam. Kemudian ia berbisik ke telinga Sebastin "dimana anak itu?" "dia sedang di rumah Rumah Sakit Tuan," jawabnya.
"Siapa?" gumamnya. Kemudian pintu gedung utama tempat pesta terbuka lebar. Cahaya terang dan musik berhamburan ke telinga harsyat kemudian ia masuk dan di sambut tepuk tangan dari para undangan yang hadir.Semua mata memandangi Harsyat yang mulai turun dari tangga menuju aula. Kemudian Ayahnya bergabung lalu sebagian orang ikut berkerumun mereka. Seperti madu yang jatuh di lantai semut-semut mulai memakan madu itu, atau seperti bunga yang dihinggapi oleh kumbang dan lebah. Seperti itulah ayah dan anak itu mereka sama tampan dan memiliki segudang prestasi yang membanggakan tetapi tidak untuk Ibu Harsyat yang tidak ikut serta dalam acara yang di adakan oleh mantan suaminya. Setelah banyaknya cobaan dan derita yang di alami hingga menimbulkan korban Ibunya Harsyat akhirnya bisa keluar dalam belenggu permainan kotor Hirsyam. Namun Hirsyam tidak ingin melepaskan putranya begitu saja, ia melakukan berbagai cara agar putranya mau bersamanya.
"Sepertinya aku harus mengatakan yang sebenarnya pada dia,'lirihnya saat melihat sahabatku itu yang tak lain adalah Elmira Nur Fatimah.'Aku tidak ingin kehilangan sahabat sebaik dirinya. Yang menerimaku dengan tulus dan menganggapku sebagai saudaranya. Pada diriku yang orang asing ini," gumamku saat lekat-lekat kupandangi wajahnya. Lalu ia menuju ke arahku mubgkin dia bertanya-tanya mengapa dari tadi ku melihatnya tanpa henti dan tidak tersenyum"Ada apa denganmu? Kau baik-baik saja" tanyanya. Sudah kuduga kan dia tahu kalau aku tak baik-baik saja sekarang. Aku pun menggelengkan kepala sambil tersenyum manis semanis madu. Agar dia tidak curiga dan membuatnya khawatir akan dirikuElmira adalah gadis cerdas yang dan gadis ceria yang selalu berada disampibgku di saat tersulit apalagi aku sendirian di negara orang dan tak memiliki sanak saudara.***Di tempat lain.
Lalu ia memesan taxi menuju bandara.Supir itu tersenyum lalu bertanya "mau kemana Pak?" Mengarahkan ke dua matanya di kaca spion agar melihat Rasyid yang duduk di belakang.Alangkah kagetnya Rasyid mendapati ternyata yang menjadi sjpir adalah pria yang ia buntuti semalam. Ia berusaha menelan salivanay, rasanya tenggorokannya seperti tercekik bersamaan detak jantungnya yang semakin kencang.Dalam benak Rasyid "situasi macam apa ini? Eh gue lupa dia bukan manusia. Gue harus tenang. Ingat kata Imelda," "Hmmm, harus tenang." katanya dalam hati lalu Rasyid berkata "ke bandara ya Pak," Sebastian tersenyum lalu menancap gas menuju bandara. Selama beberapa menit ia memperhatikan Rasyid yang sibuk dengan handphonenya.Sambil melihat pantulan bayangan Rasyid yang duduk di bangku belakang Sebastian berkata "bagaimana harinya Tuan?" "Hari saya seperti biasa cukup baik," jawabnya singkat. "Aku harus sesingkat mungkin menjawab pertanyaan dia," ucapnya dalam hati sambil melihat pemandnagan dari
Hujan lebat menemani Lilac dan keluarganya dalam perjalanan pulang ke Kota Taipi. Jalan yang berkelok-kelok, licin dan setiap hari kecelakaan terjadi di tempat itu membuat Lilac khawatir. Mencairkan suasana yang mulai mengkhawatirkan Ayah Lilac Bima Aryadikta berkata: "ayo kita nyanyi!" ucap Bima Aryadikta sambil mengendarai mobil menuju Taipi. "Lihat kebunku penuh dengan bunga, ada yang merah .... " Lilac bernyanyi bersama Ibu dan Ayahnya selama perjalanan. Tiba-tiba kegembiraan yang mereka rasakan itu tidak bertahan lama. "BRAK" suara mobil di tabrak dari arah berlawanan. Kondisi berubah menjadi ketakutan dan kesedihan. Orang-orang di dalam mobil terguncang, berteriak histeris dan Bima berusaha untuk mengendalikan keadaan. Berusaha untuk menyelamatkan istri dan anaknya. Mobil yan
"tapi sepertinya mereka tidak akan datang karena cara mereka menjawab dan memandangiku sangat berbeda. Mereka sepertinya tidak ingin datang dan tidak ingin mengakui Nona Lilac sebagai Pimpinan Perusahaan kita," ucap Samuel lesuh. "Oh begitu, hmm! Tapi tandatangan mereka sudah kamu dapatkan?" Memeriksa berkas yang lainnya. "Iya," kata Samuel. "Nggak apa-apa. Kembali saja dulu ke sini. Itu urusan nanti," jawab Imelda. Pukul 9 pagi. Suara burung di pagi hari seperti biasa memberikan harapan baru kepada Lilac. Dari jendela kamarnya ia memandangi burung-burung menari. Nampak burung-burung itu ada yang sedang mandi di satu wadah yang di dalamnya terdapat air. Biasanya wadah itu digunakan oleh para pelayannya untuk menyiram bunga. "kenapa pelayan yang biasanya menyiram bunga nggak aku lihat ya?" tanyanya dalam hati. "eh
"Saya segera pulang." Mengganti pakaiannya yang terkena cipratan darah lalu membakarnya bersama dengan mayat yang telah ia siksa.Dalam perjalanan ke Kediaman Bima Aryadikta."Bagaimana mungkin setelah sebulan lebih gue cari tahu siapa dalang dari peristiwa naas itu gue tidak temukan satu petunjuk mengarah ke si Pelaku?" gumamnya dengan mengkerutkan kening.Imelda membuka kembali ingatannya, menghubungkan satu peristiwa dengan peristiwa yang lain.Ia seakan mencari benang merah dalam kumbangan lumpur yang menjijikan."Sial!" hardiknya. "Hm! Kayaknya gue harus .... " ucapnya terpotong. Dia kemudian mengintip di jendela mengamati sekitar gedung.Dia pun telah melakukan intisipasi agar rencananya tidak terbongkar dan di endus oleh pihak ketiga.Kemudian ia masuk ke dalam mobil berwarna biru, mengendarai mobil drngan kecepatan standar.
"Jangan pernah ulangi kesalahan lagi. Kalian telah bersumpah dengan darah kalian untuk mengabdi kepadaku! Camkan itu!" Suara lantang.Semua pegawainya tertunduk dan setelah itu mereka memberikan hormat kepada atasan mereka.Semenjak saat itu tidak ada satu pun yang meragukan kemampuan Lilac dalam memimpin.Dia telah berubah menjadi sosok yang sangat ditakuti dan sekaligus dihormati oleh bawahan-bawahannya.Di kamar Lilac."Aduh! Kenapa aku bisa bersikap kejam pada mereka?!" kata Lilac sambil menutupi wajah dengan tangannya."Nggak apa-apa kok Nona. Biar mereka tidak bersikap kurang ajar kepada Nona karena Nona sekarang yang menjadi pimpinan di perusahaan ini," kata Imelda menenangkan Lilac."Iya,""Aku akan mencari dan menghukum orang-orang yang telah membunuh kedua orang tuaku," gumamnya.P