"Saya segera pulang." Mengganti pakaiannya yang terkena cipratan darah lalu membakarnya bersama dengan mayat yang telah ia siksa.
Dalam perjalanan ke Kediaman Bima Aryadikta.
"Bagaimana mungkin setelah sebulan lebih gue cari tahu siapa dalang dari peristiwa naas itu gue tidak temukan satu petunjuk mengarah ke si Pelaku?" gumamnya dengan mengkerutkan kening.
Imelda membuka kembali ingatannya, menghubungkan satu peristiwa dengan peristiwa yang lain.
Ia seakan mencari benang merah dalam kumbangan lumpur yang menjijikan.
"Sial!" hardiknya. "Hm! Kayaknya gue harus .... " ucapnya terpotong. Dia kemudian mengintip di jendela mengamati sekitar gedung.
Dia pun telah melakukan intisipasi agar rencananya tidak terbongkar dan di endus oleh pihak ketiga.
Kemudian ia masuk ke dalam mobil berwarna biru, mengendarai mobil drngan kecepatan standar.
"Sepertinya ada yang terlewat. Tapi apa?" Menyetir sambil memperhatikan sekitarnya.
Nampak pohon-pohon nan rimbun menghiasi dan berjejer rapi di samping jalan beraspal itu.
"Ada satu keping pazzel yang belum ku temukan," gumamnya.
Lengah dan tenang dirasakan tapi bagi Imelda kelengaan ini adalah sebuah ancaman bagi dirinya.
"Sepertinya gue harus konsultasi dengan seseorang,"
Di saat bersamaan ia tidak menyadari ada seseorang yang mengintainya dari kejauhan.
"Hum." Tersenyum melihat Imelda masuk dalam perangkapnya.
"Oh, ternyata kamu menggunakan gedung lama itu untuk mencari tahu dalang yang sebenarnya. Tetapi sayang sekali, kamu tidak akan berhasil." Melihat laptop yang menampilkan gambar sebuah gedung tua tempat Imelda menyekap orang-orang yang ia culik.
Setelah beberapa menit ia berhenti di sebuah gerai yang pemilik gerai itu adalah sahabatnya sejak duduk di bangku Sekolah Menengah Atas.
Dan di sana pula makanan yang dinginkan Lilac tersedia.
Ketika memasuki gerai seorang pria bertubuh besar tinggi semampai dengan wajah oriental sambil tersenyum menghampirnya.
"Hai, Imelda gimana?"
"Hei, gue mau beli somai buatan chef loe Rasyid, Lilac udah terlanjur jatuh cinta sama somai buatan dia." Menunjuk seorang chef.
"Hahahaha. Gitu. Ok. Mau berapa tusuk?"
"Kasih aja tiga puluh tusuk deh. Supaya dia puas!"
"Hahaha banyak banget!" Berjalan bersama-sama menuju chef yang di maksud.
"Gimana dengan rencana loe?" tanya Rasyid tenang, berjalan pelan menyelaraskan langkah kakinya dengan Imelda.
"Gue dapat jalan buntu. Bagusnya apa ya? Terobos atau cari jalan lain?" Meminta saran Rasyid.
"Kasar banget! Kalau kamu cari jalan lain di khawatirkan jalan lain itu buat loe game over lebih baik loe cari tangga untuk melewati tembok itu." Tersenyum.
"Iya sih. Loe udah punya tangga?"
"Iya." Jawab Rasyid.
"Cepat banget?!" Imelda tersenyum bahagia mendengar jawaban Rasyid.
"Iya dong. Kan loe pernah cerita di klinik gue dulu. Jadi gue udah perkirakan akan ada sesuatu. Dan ternyata betul kan?"
Kemudian mereka berdiskusi mencari cela agar dapat menemukan dalang dari peristiwa itu.
"Gua nggak tahu harus ngomong apa lagi sama loe karena loe udah bantuin gue."
"Loe sendirian sekarang. Pak Samuel belum balik ke Indonesia. Jadi wajar aja gue bantuin loe. Nanti pembersihan Pak Samuel yang beresin heheheh,"
"Hehehehe. Iya ( membayangkan wajah Samuel sambil tersenyum ) beliau kalau masalah pembersihan udah ahlinya,"
"Ah! Satu hal lagi loe harus hati-hati karena bisa jadi orang itu sedang mengawasi kita," kata Rasyid.
"Iya, gue akan berhati-hati,"
"Pak Samuel kapan balik ke Indonesia?"
"Bulan depan. Ia lagi mengurus persiapan untuk Nona Lilac. Karena tahun depan Nona akan menjabat sebagai Direktur Utama perusahaan,"
"Lilac. Semoga mentalnya kembali kuat," Harap Rasyid.
"Gue kasihan sama anak itu di usia yang begitu belia dia harus menghadapi ujian dan beban yang berat,"
"Tenang aja dia punya kami sebagai support system dan tamengnya,"
"Emang nggak salah alm. merekrut kalian menjadi tangan kanan Lilac,"
Setelah itu Imelda pamit pulang, sesampainya ia memberikan pesanan Lilac.
"Yeii! Terima kasih Imelda," kata Lilac sambil memeluk erat Imelda. "Oh iya sebentar ba'da isya temanin saya jalan-jalan sama dr Rasyid yah?"
"Iya," jawabnya singkat.
***
Sepuluh tahun lalu Imelda dan Samuel di rekrut oleh kedua orang tua Lilac, banyak tes yang mereka jalani untuk sampai menjadi tangan kanan Lilac.
Kedua orang tuanya itu telah mempersiapkan segalanya untuk Lilac, mereka seakan-akan mengetahui bahwa ajal mereka akan segera tiba.
Dan semua bawahan tidak menyadari sikap aneh Tuan dan Nyonya besar mereka.
Setelah kejadian naas itu, pemakaman kedua orang tua Lilac diadakan secara tertutup, sikap dan perilaku Lilac berubah seribu derajat.
Dia menjadi pendiam, dingin dan sorotan mata yang kosong dan tajam. Air matanya telah habis yang tersisa darinya adalah keinginan untuk menemukan pelaku dan memasukkannya ke dalam penjara.
Lilac yang biasanya adalah anak yang ceria, cerewet dan semangat berubah menjadi anak yang pendiam.
Hal itu sudah di prediksi oleh semua bawahan orang tuanya. Setelah beberapa bulan banyak anak buahnya yang ingin memberontak dan tidak ingin di pimpin oleh anak kecil.
Bagi mereka Lilac hanya anak gadis manja yang taunya cuman menghabiskan uang orang tuanya.
Sebagian lagi masih memegang sumpah setia mereka kepada alm. Tuan dan Nyonya besar mereka yaitu orang tua Lilac termasuk Imelda dan Samuel.
"Kenapa kita harus dipimpin sama anak kecil? Lihat saja tingkahnya," kata seseorang yang memprovokasi yang lain.
Mendengar ucapan itu sebagian dari bawahan Bima menelan mentah-mentah tanpa memikirkan sumpah jabatan yang mereka gigit dengan gigi mereka.
Mereka semua bersuara. Kemudian terdiam ketika Lilac muncul dari pintu masuk.
"Wah! Ternyata ada kecoak kecil yang masuk ke sarangku." Mata yang tajam dan dingin seperti es melihat bawahannya yang jadi pemicu keributan.
Semua terdiam dan menunduk, tiba-tiba suasana menjadi mencekam, kemudian Lilac berkata "Sebaiknya kita apakan laki-laki berbaju hitam bergaris itu?" Menunjuknya dan memerintahkan Ibrahim untuk menyeretnya ke depan Lilac.
Dengan tatapan intimidasi pria itu ketakutan setengah mati, keringatnya bercucuran membasahi tubuhnya.
"Imelda, buang kecoak ini dari sini!"
Kemudian Imelda memerintahkan pelayan untuk menendang keluar pria provikator itu.
Ketika ia sudah berada di luar, Lilac mengambil senapan yang terpajang di ruangan itu lalu menembak pria itu.
"DOOR"
Nyaris saja kepalanya pecah seperti balon yang di tusuk oleh jarum.
"Shit!" hardik Lilac.
Pria itu terkejut hampir saja kepalanya hilang dari tubuhnya, ia kaget dan duduk di tanah karena ketakutan lalu berlari sekuat tenaga dari halaman rumah Lilac.
Lilac berbalik dan menatap semua bawahannya yang hampir memberontak.
"Siapa lagi yang ingin menjadi kecoak disini? Semua terdiam. "Kalian pikir saya akan mengadu kepada Imelda dan Samuel? Hm! Saya bukan anak manja yang akan merengek di ketiak orang. Saya hanya terperangkap dalam tubuh anak kecil." Melihat tangannya dan mengepalkannya.
"Jangan pernah ulangi kesalahan lagi. Kalian telah ...
Bersambung.
"Jangan pernah ulangi kesalahan lagi. Kalian telah bersumpah dengan darah kalian untuk mengabdi kepadaku! Camkan itu!" Suara lantang.Semua pegawainya tertunduk dan setelah itu mereka memberikan hormat kepada atasan mereka.Semenjak saat itu tidak ada satu pun yang meragukan kemampuan Lilac dalam memimpin.Dia telah berubah menjadi sosok yang sangat ditakuti dan sekaligus dihormati oleh bawahan-bawahannya.Di kamar Lilac."Aduh! Kenapa aku bisa bersikap kejam pada mereka?!" kata Lilac sambil menutupi wajah dengan tangannya."Nggak apa-apa kok Nona. Biar mereka tidak bersikap kurang ajar kepada Nona karena Nona sekarang yang menjadi pimpinan di perusahaan ini," kata Imelda menenangkan Lilac."Iya,""Aku akan mencari dan menghukum orang-orang yang telah membunuh kedua orang tuaku," gumamnya.P
"Tunggulah kita akan segera bertemu!" kata pria itu sambil mengawasi Lilac menggunakan teropong jarak jauh.***Di Kediaman Lilac Ardyantara.Mahmud semakin gelisah karena admin perusahaan itu mendesaknya setiap hari."Jadi gimana Pak?" Bunyi pesan dari admin itu yang masuk di whatsppnya.Lalu Mahmud berkata, "Bagaimana mungkin saya bisa bayar fee sedangkan saya berharap profit itu untuk bayar fee, bayar utang dan bagi hasil dua puluh persen." Mahmud lalu memencet tanda enter yang berarti kirim chat ke kontak yang dia tujuh.Namun ucapannya tidak diperdulikan oleh admin itu.Dia menekuk wajahnya ketika membaca isi chat dari perusahaan itu. Ia semakin kecewa saat keluarganya mengatainya tidak berguna dan beban keluarga karena tidak bisa membantu mereka menyelesaikan masalah.Mahmud memandangi ponsel yang ada digenggama
Akhirnya masalah mereka terselesaikan. Imelda masih melacak keberadaan gerombolan penjahat itu di seluruh negeri namun sayangnya Imelda tidak menemukan mereka.Keberadaan mereka hilang seperti di telan bumi. Lilac merasa ada keanehan dari peristiwa itu lalu berkata kepada Imelda, "Berhati-hatilah!"***Di pusat kota metropolitan.Pria itu menjadi pusat perhatian, wajah tampan nan rupawannya membius siapa saja yang memandanginya.Ia bagaikan gambar pangeran yang keluar dari lukisan."Masya Allah! Tampan banget!" ucap Susi saat seorang pria melewatinya."Kak! Kak! Mau jadi jodoh aku?" kata seorang wanita yang terkesima akan ketampanan Harsyat.Dakam hati pria itu "OMG! Aku di lamar!" Lalu ia berkata "Terima kasih. Tapi nggak bisa, maaf ya," kata Harsyat berusaha keluar dari kerumunan wanita-wanita yang mengh
Ia tidak melihat orang yang ada diluar namun melihat ke langit. Dan seperti ada kesedihan dari raut wajahnya saat memandangi bulan purnama.Saat Lilac menempati istana Elizhavat ketika di tanya dia tidak melihat apapun."Nona, pernah lihat ada penampakan di ruangan Nona nggak?" tanya Allexa."Nggak, kenapa? Kamu takut dan nggak mau kerja sama saya karena takut sama hantu?" tanya Lilac."Nggak kok! Hanya ada issue aneh tentang istana yang nona tinggali"Lilac hanya tersenyum "Nggak, selama lebih 20 tahun saya nggak melihat yang aneh-aneh." Mengambil cemilan lalu makan diikuti Allexa.'Wah! Enak!' Imbuh Allexa.Untuk menghilangkan rasa penasarannya yang sudah memuncak di ubun-ubunnya, setiap tengah malam ia memperhatikan istana di timur dengan menggunakan teropong. Tetapi Evhan hanya melihat
Mendengar kabar kalau Lilac yang mewarisi perusahaan ayahnya, Adrian marah besar, ia melampiaskan kemarahannya dengan membunuh beberapa pelayan yang bekerja dengannya. "Kenapa anak ingusan itu? Kenapa?" Teriak Adrian sambil memukuli seorang pelayan menggunakan talang. Sungguh kejam Adrian, melampiaskan kemarahannya kepada orang lemah. Pelayan itu bersimbah darah karena Tuannya memukuli kepalanya dengan talang saat ia menyuguhkan teh di ruang kerjanya. Pelayan itu hampir mati karena perbuatan Adrian, Asistennya kemudian datang untuk menghentikan kelakuan kejam tuannya. Setelah puas bermain-main Adrian membasuh wajahnya yang terkena percikan darah dari pelayan itu. Pelayan itu mati lemas karena darahnya banyak yang keluar untuk menutupi luka menganga yang ada di tengkorak kepalanya. "Buang pelayan itu!" Perintah Adrian.
Si mata-mata menuju ke ruangan Evhan ia membawa teh dan makanan ringan untuk Evhan."Tuk..! Tuk! Tuk!" Bunyi pintu ruangan Evhan."Silahkan masuk!" menulis laporan bulan ini. Evhan tengah sibuk merekap laporan yang akan dia berikan kepada wakil Direkturnya.Si mata-mata yang menyamar sebagai pelayan memberikan Evhan segelas teh dan biskuit."Pak, saya letakkan dimana minuman Bapak?" tanya si pelayan itu."Di meja depan kamu saja. Terima kasih ya." Melanjutkan pekerjaannya."Iya Pak saya permisi." Menutup pintu 'Pasti kamu akan tertarik sama biskuit yang saya berikan sebagai pelengkap minum tehmu Evhan,' tersenyum sinis kemudian pergi menuju gedung dapur."Oh iya bantuin saya cuci seprei Nona ya?" kata Pelayan B."Baik, kakak. Kalau Nona nggak pernah saya lihat. Dia dimana ya?" tanya Si pelayan."D
Dia tidak segan-segan membunuh targetnya ataupun orang yang disekeliling targetnya yang akan menghalanginya menyelesaikan tugasnya. *** Evhan dan Jefri menunggu korban penganiayaan siuman, sambil bercerita tentang pengalaman pribadi masing-masing, ia tiba-tiba teringat dengan wanita yang melakukan aksi tidak senonoh di ruang kerjanya tempo hari. Saat bercerita Jefri dan Evhan asik bercerita, wanita yang terbaring itu bermimpi, di dalam mimpinya dia sedang duduk menikmati keindahan padang rumput bersama keluarganya. Lalu tiba-tiba Ibu Lilac memperhatikan dan mendekati mereka. Si wanita pelayan yang menjadi korban itu memanggilnya untuk gabung dan menikmati pemandangan. Tak lama Ibu Lilac berkata, "Tolong bantu anak saya, dia sangat membutuhkan bantuan anda sekarang. Tolong bangunlah!" Tiba-tiba segalanya menjadi gelap dan teringang-ngia
Sebastin memperhatikan secara seksama maksud bunyi itu kemudian ia tersenyum. "Hm! Aku terlalu tegang," sambil mengelus rambut hitam nan lurusnya. Lilac mengenakan gaun serba hitam, dan sebuah kalung peninggalan Ibunya yang merupakan putri dari keturunan raja. Semua mata tertuju pada Lilac, bermata perak bersinar laksana rembulan dan kulitnya seperti mutiara bersinar bagaikan permata yang terlindung dari tangan bedebah. Para eksekutif dan warga yang menonton kaget bukan main karena melihat Lilac muncul di publik mengenakan kalung permata peninggalan kerajaan De Abigel Cecila. 'Ternyata permata biru peninggalan kerajaan kita telah ditemukan dan dikenakan oleh seorang wanita yang merupakan pewaris dari kerajaan bisnis tuan Bima Aryadikta', kata pengisi suara di berita itu. "Ini berarti wanita itu adalah cucu dari raja terakhir dan mendiang Ibunya ad