Bibir Oliver mengisap bibir Nicole penuh damba yang menggelora. Lidahnya mendesak masuk menyapu rongga mulut—dan mengabsen gigi Nicole yang rapi serta tertata. Manisnya bibir Nicole, membuat Oliver merasakan ketenangan di dalam pikirannya. Pria tampan melingkarkan tangannya di pinggang Nicole, memberikan remasan pelan seolah menyalurkan api garah yang membakar.“Akh—” Nicole mengerang di kala Oliver menciumnya dengan begitu hebat. Mata silver Nicole begitu sayu, menatap penuh hasrat manik mata cokelat gelap Oliver.Oliver melepaskan pagutan itu, membelai bibir ranum Nicole dengan jemarinya. “Nicole, aku takut menyakitimu. We need to stop.”Nicole tersenyum seraya membelai pipi Oliver. “No, kau tidak akan menyakitiku. Aku percaya padamu, Oliver.”“Nicole—” Perkataan Oliver terpotong di kala Nicole melumat bibir Oliver. Dengan berani, Nicole meraih tangan Oliver, dan meletakan ke payudaranya.Oliver mengumpat dalam hati saat Nicole menggodanya. Pria itu langsung memberikan remasan pelan
Malam begitu larut. Suasana sunyi dan senyap. Sayup-sayup, Nicole terbangun dalam tidurnya. Ketika mata Nicole sudah terbuka—tatapannya menatap kamar Oliver yang gelap. Dia segera menghidupkan lampu yang ada di atas nakas—lalu melihat ke samping ranjang—Oliver sudah tidak ada di sana.“Oliver di mana?” Nicole menyeka matanya menggunakan punggung tangannya. Seketika, matanya menangkap Oliver berdiri di balkon kamar. Wanita itu segera turun dari ranjang seraya mengambil kemeja Oliver yang tergeletak di lantai, dan memakaikan ke tubuhnya.Kemeja Oliver begitu besar di tubuh mungil Nicole. Tetapi, meski kemeja Oliver kebesaran di tubuh mungil Nicole—tetap saja meninggalkan kesan seksi di tubuh mungil wanita itu itu. Apalagi dia tak mengancingi semua kemeja Oliver. Belahan dada begitu indah. Pun rambut wanita itu sedikit berantakan—semakin menampilkan kesan panas.Nicole melangkah menghampiri Oliver, dan sedikit menahan perih di titik sensitive-nya. Ketika Nicole tiba di depan Oliver—wanit
“Oliver, berikan ponselmu. Aku ingin melihat gambarku dan Shawn yang dikirimkan oleh orang asing.” Nicole menatap Oliver, meminta kekasihnya itu menyerahkan ponsel pria itu padanya. Hati Nicole merasa tak tenang. Dia ingin tahu foto yang dimaksud oleh Oliver.Oliver mengambil ponselnya yang ada di atas meja, dan menyerahkan pada Nicole. Pun Nicole menerima ponsel Oliver, menatap ke layar ponsel Oliver, melihat seksama dan gambarnya dan Shawn. Gambar di mana yang seperti dirinya dan Shawen berciuman. Padahal aslinya adalah Nicole dipeluk Shawn. Tidak lebih dari itu. “Aku tidak berciuman dengan Shawn.” Nicole kembali menjelaskan. Meskipun Oliver mengatakan telah percaya padanya, tapi Nicole tak mau sampai Oliver salah paham. Kondisi mental Oliver yang kurang sehat, membuatnya berusaha untuk bersikap hati-hati dalam menjaga perasaan Oliver.Oliver mengambil ponselnya yang ada di tangan Nicole, dan meletakannya ke atas meja. “Aku percaya padamu, Nicole. Aku akan meminta Vincent memeriks
Flashback On# “Oliver, tunggu aku. Tunggu aku, Oliver!” seorang gadis kecil berusia 8 tahun, berlari mengejar Oliver yang tengah mengayuhkan sepeda. Tampak gadis kecil itu tak menyerah mengejar Oliver. Dia tetap berlari walaupun napasnya sudah terengah-engah. Gadis kecil itu tak rela karena Oliver mengayuhkan sepeda bersama dengan gadis kecil lain.“Oliver tunggu aku! Jangan tinggalkan aku, Oliver!” Gadis kecil itu sempat berhenti sebentar, guna mengambil napasnya pelan-pelan. Wajah putihnya sudah memerah serta bercampur dengan keringat. Akan tetapi, rupanya kelelahan tak membuat gadis kecil itu menyerah. Gadis kecil itu berlari mengejar Oliver. Gadis kecil itu tak rela laki-laki yang disukainya bersama dengan gadis kecil lain.Namun, tiba-tiba di kala gadis kecil itu sudah benar-benar merasa kelelahan, dia terjatuh, hingga membuatnya menjerit akibat lututnya terkena batu-batu kecil. Isak tangis gadis itu terdengar—dan sukses membuat Oliver yang tengah bersepeda menghentikan laju sep
“Oliver, aku ingin pergi menemui client-ku.” Nicole berpamitan pada Oliver, seraya menyisir rambut panjang dan indahnya. Pagi menyapa, Nicole sudah bergegas ingin pergi ke suatu tempat. Hanya saja untuk kali ini, dia memilih untuk tak memberi tahu Oliver ke mana akan pergi. Dia hanya mencari alasan bahwa dirinya akan pergi bertemu dengan client-nya. Bukan bermaksud menyembunyikan, tapi Nicole ingin mencari jawaban dari pertanyaan yang kerap muncul di hati dan pikirannya.Oliver membenarkan dasi yang melingkar di lehernya. “Kau akan bertemu dengan client-mu di mana?” tanyanya ingin tahu.“Di restoran di The Clove Club. Hanya sebentar saja. Tidak akan lama.” Nicole membantu Oliver membenarkan dasi, serta memberikan kecupan di bibir sang kekasih.Sebenarnya, Nicole tak suka berbohong, tapi dia takut Oliver melarangnya jika dirinya jujur. Jadi lebih baik, dia berbohong sebentar, nanti dia akan jujur jika sudah mendapatkan jawaban dari pertanyaan yang muncul di hati dan pikirannya.“Apa ka
Oliver duduk di kursi kebesarannya seraya menyesap wine di tangannya. Sorot pandang pria itu menatap lurus ke depan, dengan kilat mata yang tampak tajam. Setelah bertemu dengan Mayir, membuat amarah dalam dirinya mulai terpancing.Suara ketukan pintu terdengar. Refleks, Oliver mengalihkan pandangannya, menatap ke pintu dan segera meminta orang yang mengetuk pintu untuk masuk ke dalam. “Tuan.” Vincent melangkah mendekat ke arah Oliver.“Kau sudah tahu siapa yang menguntit Nicole waktu itu?” tanya Oliver langsung. Ingatannya mengingat tempo hari ada orang yang menguntit Nicole.“Tuan, di rekaman CCTV area taman, saya berhasil menemukan mobil hitam yang terparkir di sekitar Nona Nicole dan Tuan Shawn. Setelah saya periksa, plat mobil itu palsu. Saya sudah berusaha melihat rekaman CCTV area jalan, tapi hasilnya nihil, Tuan. Sepertinya orang ini telah mempersiapkan semuanya. Saya mohon berikan saya waktu. Saya akan segera menemukan siapa penguntit itu,” ujar Vincent berusaha untuk menjela
Jam dinding menunjukkan pukul delapan malam. Oliver dan Nicole baru saja selesai makan malam. Hari ini, Nicole seharian berada di kantor Oliver. Wanita itu menemani Oliver bekerja. Wanita itu enggan untuk pulang ke rumah sendirian. Lagi pula, kebetulan Oliver tak terlalu sibuk.“Nicole, apa yang dikatakan Dokter Tammin Holt padamu?” tanya Oliver seraya menatap Nicole yang tengah duduk di sampingnya—sambil menonton televisi. “Dokter Holt bilang, kau sudah lama tidak bertemu dengannya. Terakhir dia berhubungan hanya lewat panggilan telepon. Dokter Holt juga bilang dari suaramu yang dia dengar, kondisimu jauh lebih baik, tapi tetap dia meminta kau untuk datang agar dia bisa memeriksa lebih lanjut untuk memastikan,” jawab Nicole memberi tahu.Oliver menganggukkan kepalanya. “Nanti aku akan bertemu dengannya. Tidak sekarang. Aku memang sudah lama tidak bertemu dengan Dokter Holt. Terakhir dia menghubungiku, dan aku meminta padanya mengirimkan obat lagi. Obatku yang ada di kantor tidak tah
“Nicole, hari ini aku harus berangkat lebih awal. Perusahaan milik kakekku membutuhkan bantuanku. Nanti aku juga akan bertemu dengan Shawn,” ucap Oliver memberi tahu dengan tatapan yang tengah fokus pada ponsel di tangannya.“Maksudmu Grandpa William?” tanya Nicole seraya menatap Oliver yang tampak sangat sibuk. Sejak Oliver membuka mata di pagi hari—pria itu sudah fokus pada ponselnya. Bahkan selama sarapan, Oliver juga tetap memeriksa pekerjaan. Dia ingin menegur, tapi sepertinya Oliver memiliki banyak pekerjaan. Jadi, Nicole berusaha untuk mengerti.“Bukan, Grandpa William, tapi Grandpa Kelton, kakekku dari sisi ayahku.” Oliver mengalihkan pandangannya, menatap Nicole. “Maxton Group milik kakekku bukanlah firma hukum. Jadi aku jarang sekali ikut campur. Perusahaan kakekku itu sering ditangani oleh ayahku dan Javier, adik laki-lakiku yang sekarang ada di luar negeri. Perusahaan Grandpa Kelton sedang bekerja sama dengan perusahaan Grandpa William. Hari ini, ayahku memintaku untuk men