Malam begitu larut. Suasana sunyi dan senyap. Sayup-sayup, Nicole terbangun dalam tidurnya. Ketika mata Nicole sudah terbuka—tatapannya menatap kamar Oliver yang gelap. Dia segera menghidupkan lampu yang ada di atas nakas—lalu melihat ke samping ranjang—Oliver sudah tidak ada di sana.“Oliver di mana?” Nicole menyeka matanya menggunakan punggung tangannya. Seketika, matanya menangkap Oliver berdiri di balkon kamar. Wanita itu segera turun dari ranjang seraya mengambil kemeja Oliver yang tergeletak di lantai, dan memakaikan ke tubuhnya.Kemeja Oliver begitu besar di tubuh mungil Nicole. Tetapi, meski kemeja Oliver kebesaran di tubuh mungil Nicole—tetap saja meninggalkan kesan seksi di tubuh mungil wanita itu itu. Apalagi dia tak mengancingi semua kemeja Oliver. Belahan dada begitu indah. Pun rambut wanita itu sedikit berantakan—semakin menampilkan kesan panas.Nicole melangkah menghampiri Oliver, dan sedikit menahan perih di titik sensitive-nya. Ketika Nicole tiba di depan Oliver—wanit
“Oliver, berikan ponselmu. Aku ingin melihat gambarku dan Shawn yang dikirimkan oleh orang asing.” Nicole menatap Oliver, meminta kekasihnya itu menyerahkan ponsel pria itu padanya. Hati Nicole merasa tak tenang. Dia ingin tahu foto yang dimaksud oleh Oliver.Oliver mengambil ponselnya yang ada di atas meja, dan menyerahkan pada Nicole. Pun Nicole menerima ponsel Oliver, menatap ke layar ponsel Oliver, melihat seksama dan gambarnya dan Shawn. Gambar di mana yang seperti dirinya dan Shawen berciuman. Padahal aslinya adalah Nicole dipeluk Shawn. Tidak lebih dari itu. “Aku tidak berciuman dengan Shawn.” Nicole kembali menjelaskan. Meskipun Oliver mengatakan telah percaya padanya, tapi Nicole tak mau sampai Oliver salah paham. Kondisi mental Oliver yang kurang sehat, membuatnya berusaha untuk bersikap hati-hati dalam menjaga perasaan Oliver.Oliver mengambil ponselnya yang ada di tangan Nicole, dan meletakannya ke atas meja. “Aku percaya padamu, Nicole. Aku akan meminta Vincent memeriks
Flashback On# “Oliver, tunggu aku. Tunggu aku, Oliver!” seorang gadis kecil berusia 8 tahun, berlari mengejar Oliver yang tengah mengayuhkan sepeda. Tampak gadis kecil itu tak menyerah mengejar Oliver. Dia tetap berlari walaupun napasnya sudah terengah-engah. Gadis kecil itu tak rela karena Oliver mengayuhkan sepeda bersama dengan gadis kecil lain.“Oliver tunggu aku! Jangan tinggalkan aku, Oliver!” Gadis kecil itu sempat berhenti sebentar, guna mengambil napasnya pelan-pelan. Wajah putihnya sudah memerah serta bercampur dengan keringat. Akan tetapi, rupanya kelelahan tak membuat gadis kecil itu menyerah. Gadis kecil itu berlari mengejar Oliver. Gadis kecil itu tak rela laki-laki yang disukainya bersama dengan gadis kecil lain.Namun, tiba-tiba di kala gadis kecil itu sudah benar-benar merasa kelelahan, dia terjatuh, hingga membuatnya menjerit akibat lututnya terkena batu-batu kecil. Isak tangis gadis itu terdengar—dan sukses membuat Oliver yang tengah bersepeda menghentikan laju sep
“Oliver, aku ingin pergi menemui client-ku.” Nicole berpamitan pada Oliver, seraya menyisir rambut panjang dan indahnya. Pagi menyapa, Nicole sudah bergegas ingin pergi ke suatu tempat. Hanya saja untuk kali ini, dia memilih untuk tak memberi tahu Oliver ke mana akan pergi. Dia hanya mencari alasan bahwa dirinya akan pergi bertemu dengan client-nya. Bukan bermaksud menyembunyikan, tapi Nicole ingin mencari jawaban dari pertanyaan yang kerap muncul di hati dan pikirannya.Oliver membenarkan dasi yang melingkar di lehernya. “Kau akan bertemu dengan client-mu di mana?” tanyanya ingin tahu.“Di restoran di The Clove Club. Hanya sebentar saja. Tidak akan lama.” Nicole membantu Oliver membenarkan dasi, serta memberikan kecupan di bibir sang kekasih.Sebenarnya, Nicole tak suka berbohong, tapi dia takut Oliver melarangnya jika dirinya jujur. Jadi lebih baik, dia berbohong sebentar, nanti dia akan jujur jika sudah mendapatkan jawaban dari pertanyaan yang muncul di hati dan pikirannya.“Apa ka
Oliver duduk di kursi kebesarannya seraya menyesap wine di tangannya. Sorot pandang pria itu menatap lurus ke depan, dengan kilat mata yang tampak tajam. Setelah bertemu dengan Mayir, membuat amarah dalam dirinya mulai terpancing.Suara ketukan pintu terdengar. Refleks, Oliver mengalihkan pandangannya, menatap ke pintu dan segera meminta orang yang mengetuk pintu untuk masuk ke dalam. “Tuan.” Vincent melangkah mendekat ke arah Oliver.“Kau sudah tahu siapa yang menguntit Nicole waktu itu?” tanya Oliver langsung. Ingatannya mengingat tempo hari ada orang yang menguntit Nicole.“Tuan, di rekaman CCTV area taman, saya berhasil menemukan mobil hitam yang terparkir di sekitar Nona Nicole dan Tuan Shawn. Setelah saya periksa, plat mobil itu palsu. Saya sudah berusaha melihat rekaman CCTV area jalan, tapi hasilnya nihil, Tuan. Sepertinya orang ini telah mempersiapkan semuanya. Saya mohon berikan saya waktu. Saya akan segera menemukan siapa penguntit itu,” ujar Vincent berusaha untuk menjela
Jam dinding menunjukkan pukul delapan malam. Oliver dan Nicole baru saja selesai makan malam. Hari ini, Nicole seharian berada di kantor Oliver. Wanita itu menemani Oliver bekerja. Wanita itu enggan untuk pulang ke rumah sendirian. Lagi pula, kebetulan Oliver tak terlalu sibuk.“Nicole, apa yang dikatakan Dokter Tammin Holt padamu?” tanya Oliver seraya menatap Nicole yang tengah duduk di sampingnya—sambil menonton televisi. “Dokter Holt bilang, kau sudah lama tidak bertemu dengannya. Terakhir dia berhubungan hanya lewat panggilan telepon. Dokter Holt juga bilang dari suaramu yang dia dengar, kondisimu jauh lebih baik, tapi tetap dia meminta kau untuk datang agar dia bisa memeriksa lebih lanjut untuk memastikan,” jawab Nicole memberi tahu.Oliver menganggukkan kepalanya. “Nanti aku akan bertemu dengannya. Tidak sekarang. Aku memang sudah lama tidak bertemu dengan Dokter Holt. Terakhir dia menghubungiku, dan aku meminta padanya mengirimkan obat lagi. Obatku yang ada di kantor tidak tah
“Nicole, hari ini aku harus berangkat lebih awal. Perusahaan milik kakekku membutuhkan bantuanku. Nanti aku juga akan bertemu dengan Shawn,” ucap Oliver memberi tahu dengan tatapan yang tengah fokus pada ponsel di tangannya.“Maksudmu Grandpa William?” tanya Nicole seraya menatap Oliver yang tampak sangat sibuk. Sejak Oliver membuka mata di pagi hari—pria itu sudah fokus pada ponselnya. Bahkan selama sarapan, Oliver juga tetap memeriksa pekerjaan. Dia ingin menegur, tapi sepertinya Oliver memiliki banyak pekerjaan. Jadi, Nicole berusaha untuk mengerti.“Bukan, Grandpa William, tapi Grandpa Kelton, kakekku dari sisi ayahku.” Oliver mengalihkan pandangannya, menatap Nicole. “Maxton Group milik kakekku bukanlah firma hukum. Jadi aku jarang sekali ikut campur. Perusahaan kakekku itu sering ditangani oleh ayahku dan Javier, adik laki-lakiku yang sekarang ada di luar negeri. Perusahaan Grandpa Kelton sedang bekerja sama dengan perusahaan Grandpa William. Hari ini, ayahku memintaku untuk men
Oliver menatap Shawn yang duduk di hadapannya. Ini pertama kali Oliver duduk tenang dengan Shawn. Tanpa ada tatapan tajam. Sebelumnya, kedua pria itu kerap melempar tatapan tajam permusuhan satu sama lain. Baik Oliver dan Shawn memang memutuskan untuk mengakhiri permusuhan mereka. Keputusan final Nicole menjadi jawaban. Tentu Shawn menghargai apa yang telah Nicole putuskan.“Bagaimana kabar Nicole?” tanya Shawn seraya mengambil wine di hadapannya, dan menyesap perlahan.“Baik. Dia baik. Kemarin, Nicole sudah menceritakan percakapanmu dengannya,” jawab Oliver datar.Shawn tersenyum samar. “Kau tahu? Sampai detik ini, aku masih belum bisa memaafkanmu sepenuhnya. Nicole terlalu baik untukmu, Oliver.”Oliver mengangguk tanpa sama sekali mengelak. “You’re right. She’s perfect, and I love her. Aku tidak akan pernah melepaskannya sampai kapan pun.”Shawn meletakan gelas berkaki tinggi di tangannya, ke atas meja, lalu menatap Oliver dengan tatapan serius. “Semua orang pernah melakukan kesalah
Beberapa bulan berlalu … Wengen, Switzerland. Tiga pengasuh dibuat pusing luar biasa oleh Olivia yang begitu aktif. Balita kecil itu terus berlari-lari sambil bermain bola kecil yang sejak tadi dia lempar-lempar. Tiga pengawal sudah siap siaga melihat setiap gerak Olivia yang sangat cepat. Entah dulu Nicole mengidam apa sampai membuat Olivia selincah ini. Baik pengasuh dan pengawal tidak bisa santai dalam menjaga balita kecil itu. Sedikit saja terabaikan, pasti Olivia sudah berulah.Tindakan Olivia memang kerap membuat Nicole sakit kepala. Apalagi waktu ketika Nicole masih hamil besar. Dia dibuat pusing luar biasa dengan tindakan putri kecilnya yang sangat aktif. Olivia sering susah diberi tahu Nicole. Balita kecil itu paling tunduk pada ayahnya. Hal tersebut yang membuat Nicole terkadang jengkel.“Olivia, pelan-pelan, Nak. Jangan berlari seperti itu,” ucap Nicole berseru dengan nada sedikit keras, tapi sayangnya tak menghentikan balita kecil yang sangat aktif itu. Nicole sampai men
Oliver berlari menelusuri koridor rumah sakit. Raut wajah pria itu tampak sangat panik dan penuh khawatir. Sepanjang perjalanan menuju rumah sakit, dia tak henti mengumpati kebodohannya. Harusnya hari ini dia tak pergi ke mana-mana. Jika sampai ada hal buruk yang menimpa istri dan anaknya, maka dia tidak akan pernah memaafkan dirinya sendiri. Saat Oliver sudah dekat dengan ruang persalinan, langkah kakinya terhenti melihat Joice mondar-mandir di depan ruangan persalinan. Raut wajah Oliver berubah, menatap lekat dan tegas sepupunya itu.“Joice?” tegur Oliver.Joice yang sejak tadi mondar-mandir tak jelas, terkejut melihat Oliver ada di hadapannya. “Oliver? Astaga, akhirnya kau muncul,” serunya bahagia melihat Oliver sudah datang. Sejak tadi dia sudah panik karena Oliver tak kunjung datang.“Di mana Nicole?” tanya Oliver cepat.Joice menyentuh lengan Oliver sambil berkata cemas, “Nicole ada di dalam. Segera kau masuk. Dari tadi dia terus menjerit kesakitan.” Oliver mengangguk, dan
*Nicole, aku pergi sebentar ingin bertemu ayahku. Ada kasus rumit yang sedang aku tangani dan aku membutuhkan pendapat ayahku. Aku tidak akan lama. Aku akan segera pulang. Kau jangan ke mana-mana. Your husband—Oliver.* Nicole mengembuskan napas panjang membaca note dari suaminya itu. Raut wajahnya nampak kesal. Pagi ini, Nicole bangun terlambat sedangkan Oliver bangun lebih awal. Dia yakin Oliver tak membangunkannya, karena tidak mau mengganggunya. Sungguh, itu sangat menyebalkan. Nicole mengikat rambut asal, dan meminum susu hangat yang baru saja diantarkan. Hari ini, Nicole terbebas dari menjaga Olivia, karena putri kecilnya itu sedang diculik keluarganya. Well, Olivia memang kerap menjadi rebutan. Wajar saja, karena Olivia adalah cucu pertama di keluarga Nicole dan juga cucu pertama di keluarga Oliver. Hal tersebut yang menjadikan Olivia kerap sekali diculik sana sini.“Lebih baik aku mandi,” gumam Nicole yang memutuskan ingin mandi. Meskipun kesal masih ada, tapi dia tidak mau k
“Nicole, pakailah gaun ini.” Oliver menunjuk sebuah kotak yang berisikan sebuah gaun indah yang ada di hadapannya. Pria itu sengaja menyiapkan gaun cantik untuk sang istri tercinta.Nicole mengalihkan pandangannya, menatap gaun yang ditunjuk Oliver. “Sayang, kau ingin mengajakku ke mana sampai aku harus memakai gaun seindah itu?” tanyanya lembut. Jika hanya pergi ke tempat-tempat terdekat saja, mana mungkin Oliver memintanya memakai gaun secantik yang ada di hadapannya itu.Oliver mendekat dan memberikan kecupan di kening sang istri. “Aku akan mengajakmu dan Olivia makan malam di luar. Gantilah segera pakaianmu.” “Kau akan mengajakku dan Olivia makan malam di luar?” ulang Nicole begitu antusias bahagia.“Ya, kita akan makan malam di luar. Bersiaplah.” Oliver membelai lembut pipi Nicole.Nicole tersenyum bahagia. Detik selanjutnya, Nicole menggenggam tangan Olivia—mengajak putrinya untuk mengganti pakaian. Gaun yang dibelikan Oliver sangatlah cantik. Bahkan gaun Nicole itu kembaran d
Oliver meminta Nicole untuk tak lagi mengingat tentang masalah Joice dan Marcel. Pria itu tak ingin istrinya sampai terlalu kepikiran dan berdampak pada tumbuh kembang anak mereka. Usia kandungan Nicole sudah besar. Sebentar lagi anak kedua mereka akan lahir ke dunia. Yang Oliver inginkan adalah Nicole hanya fokus pada anak-anak mereka saja. Pun berita tentang Marcel sudah Oliver bungkam. Media dilarang lagi untuk memberitakan tentang salah satu anggota keluarganya.Pagi menyapa Nicole sudah bersiap-siap. Hari ini dia dan Oliver akan periksa kandungan. Wanita itu tampil sangat cantik dengan balutan dress khusus ibu hamil berwarna navy. Rambut panjang Nicole tergerai sempurna. Riasan tipis membuatnya semakin cantik. Meski hanya memakai lip balm tapi bibir penuh Nicole tampak sangat seksi.Nicole dianugerahi paras yang luar biasa cantik. Dia tak perlu memakai riasan tebal, karena wanita itu sudah sangat cantik. Hamil membuatnya bahkan bertambah cantik meskipun bentuk tubuhnya sudah mela
Nicole merasakan kebebasan di kala Selena dan Samuel menculik Olivia. Well, Olivia menjadi cucu pertama di keluarga Maxton—membuat Olivia benar-benar seperti anak emas. Selena dan Samuel kerap sekali membawa Olivia ke rumah mereka untuk menginap. Mengingat tiga adik kandung Oliver yang lain berada di luar negeri—membuat kehadiran Olivia menjadi warna yang baru di keluarga Maxton.“Ah, perutku kenyang sekali.” Nicole mengusap-usap perut buncitnya di kala baru saja selesai menikmati tiramisu cake yang diantarkan oleh sang pelayan.Waktu menunjukkan pukul sepuluh pagi. Tak banyak aktivitas Nicole selain bersantai. Pekerjaannya sudah ditangani oleh asistennya. Sejak di mana dia hamil lagi, Oliver meminta Nicole menyerahkan pekerjaannya pada sang asisten.Jarak kehamilan pertama dan kehamilan kedua tidak jauh. Bisa dikatakan kehamilan kedua ini memang tak Nicole sangka. Nicole pikir dia tidak akan langsung hamil, karena baru saja melahirkan. Jadi setiap berhubungan badan dengan sang suami—
Satu tahun berlalu … “Olivia, jangan naik-naik ke atas meja, Nak.”Nicole mendesah panjang dengan raut wajah yang begitu kelelahan. Olivia—putri pertamanya yang baru bisa berjalan itu amat sangat aktif. Baru saja Oliva berusia satu tahun—dan harapan Nicole adalah Olivia menjadi anak yang tenang dan lembut seperti anak-anak perempuan lain.Sayangnya harapan Nicole tinggal harapan. Semakin hari Olivia semakin aktif. Dua pengasuh saja harus menjaga Olivia dengan baik. Pasalnya, jika tak diawasi, Olivia selalu saja berusaha memanjat posisi tempat yang tinggi. Hal itu yang membuat Nicole khawatir luar biasa. Ucapan Nicole tak didengar oleh Olivia. Balita kecil itu terus memanjat meja. Dengan penuh waspada, dua pengasuh sudah siaga merentangkan tangan—berjaga jika sampai Olivia terjatuh, maka dua pengasuh itu berhasil menangkap tubuh Olivia.Nicole memijat keningnya di kala rasa pusing menyerangnya. Menjaga Olivia harus extra hati-hati. Beberapa minggu lalu saja, Olivia hampir tercebur ke
Oliver mondar-mandir panik di dalam ruang bersalin. Suara jeritan menggema membuat Oliver tidak bisa tenang. Dua jam lalu, dokter mengatakan masih belum waktunya, karena kepala bayi belum terlihat. Teriakan sakit Nicole disebabkan oleh kontraksi. Masih butuh beberapa waktu sampai waktunya siap untuk Nicole melahirkan.Oliver nyaris gila akibat kepanikan dan ketakutannya. Berkali-kali dia meminta dokter untuk memberikan obat agar istrinya tidak kesakitan, tapi sang dokter mengatakan bahwa kontraksi adalah hal normal dirasakan ibu hamil.Otak Oliver seakan blank tidak mampu berpikir jernih. Pria itu tidak tahu harus melakukan apa selain mondar-mandir tidak jelas. Setiap kali sang istri menjerit kesakitan, membuat seluruh tubuh Oliver seakan mati rasa.Dulu, di kala ibunya melahirkan adiknya, dia tidak ikut di dalam ruang bersalin. Hal itu menyebabkan Oliver tak tahu perjuangan seorang wanita hamil. Yang Oliver lihat sekarang—sang istri seperti berada di ambang kematian.“Ahg!” jerit Nic
“Iya, Mom. Aku sudah meminta pelayan menyiapkan makan malam untuk kita. Kau tidak usah membawa makanan apa pun. Makanan yang sudah disiapkan sangat banyak.”“Hm, tadinya Mommy ingin membuat cake.” “Tidak usah, Mom. Dessert juga sudah disiapkan. Kau tidak usah repot-repot. Kau dan Dad cukup datang saja. Semua menu makanan sudah disiapkan.”“Baiklah, Sayang. Sampai nanti malam.” “Iya, Mom. Sampai nanti malam.”Panggilan tertutup. Nicole meletakan ponselnya ke tempat semula. Tampak senyuman di wajah wanita itu terlukis begitu hangat. Hari ini adalah hari di mana Nicole akan makan malam bersama dengan keluarganya. Pun tentu ibu tiri dan saudara tirinya juga akan datang.Nicole sekarang sudah tidak lagi memanggil Esther dengan sebutan ‘Bibi’. Sekarang, dia sudah memanggil Esther dengan sebutan ‘Mommy’. Jika dulu, Nicole tidak pernah dekat dengan ibu tirinya, kali ini dia sangat dekat dengan ibu tirinya yang baru.Sosok Esther bukanlah sosok ibu tiri yang kejam. Malah yang ada Esther sela