Selena tak henti menangis mendengar kabar Joice ditangkap polisi. Terlebih kondisi Nicole semakin memburuk. Sampai detik ini, Oliver tak kunjung muncul. Itu menandakan bahwa Oliver belum berhasil membujuk Shania.Keadaan semakin rumit dan kacau. Seolah setiap detik yang berlalu, membawa mereka semua ke dalam jurang penderitaan. Isak tangis Selena membuat keadaan hening itu menjadi semakin genting. Shawn tetap bergeming di tempatnya. Menatap Samuel yang tampak jelas menunjukkan kemarahannya. Ya, dalam hal ini Shawn tak bisa bertindak banyak, karena sudah menyangkut dalam urusan hukum. Tentu yang harus bertindak adalah Samuel yang memang sesuai dengan bidangnya, sedangkan Oliver saat ini hanya fokus pada pemulihan Nicole.“Samuel, bagaimana sekarang?” isak Selena sesenggukan dan pilu.“Aku akan mengurus semuanya. Kau tenanglah.” Samuel memang dilingkupi kemarahan, akan tetapi pria paruh baya itu berusaha sekeras mungkin untuk mengendalikan kemarahannya. Yang dia lakukan saat ini adalah
“Marcel De Luca!” gelegar suara Mateo keras menghampiri putranya. Pria paruh baya yang masih sangat tampan itu datang tak hanya sendiri, tapi juga bersama dengan sang istri tercinta. Mereka sama-sama menghampiri Marcel, karena harus menyelesaikan apa yang harus diselesaikan.Marcel mengembuskan napas kasar di kala melihat kedatangan kedua orang tuanya Pria tampan itu sudah tahu yakin kedua orang tuanya akan datang menemuinya, karena masalahnya dengan Joice tempo hari.“Kalian datang ingin membahas tentang aku melaporkan Joice ke polisi?” seru Marcel seraya menatap dingin kedua orang tuanya.“Marcel, apa yang sudah kau lakukan! Kenapa kau bertindak sesukamu! Sudah aku bilang, jika kita memiliki masalah keluarga jangan pernah menggunakan jalur hukum! Kita bisa selesaikan semuanya dengan baik!” bentak Mateo dengan nada kencang.“Marcel, cabut laporanmu. Jangan melawan Pamanmu, Nak. Paman Samuel itu adalah suami dari Bibi kandungmu sendiri. Kenapa kau malah mencari masalah?” seru Miracle
“Paman…” Joice memeluk Samuel yang menjenguknya di penjara. Tampak raut wajah wanita itu menunjukkan jelas kemuraman. Paras cantiknya yang selalu biasa berseri-seri, sekarang berubah menjadi kesedihan.Samuel menangkup kedua pipi Joice. “Maaf, Paman datang terlambat.” Joice tersenyum dan menggeleng pelan. “Paman, jangan minta maaf. Kau datang tepat waktu. Aku tahu kau pasti datang menyelamatkanku. Tadi Dad dan pengacaranya juga sudah datang, tapi aku bilang pada Dad, aku ingin kau yang mengurusku saja. Aku tahu kau tidak mungkin diam saat aku berada di penjara.”Samuel terdiam sebentar. “Ayahmu sudah datang?”Joice mengangguk. “Iya, Paman. Dad sudah datang bersama dengan pengacaranya, tapi Mom tidak bisa ikut, karena dia pingsan saat mendengar kabar aku di penjara.”Raut wajah Joice semakin muram menceritakan ibunya yang jatuh pingsan. Tadi dia kedatangan ayahnya dan juga pengacara ayahnya. Akan tetapi, Joice meminta pada ayahnya untuk menyerahkan masalah yang terjadi pada pamannya.
Oliver membelai pipi Nicole lembut. Pria itu sekarang hanya seorang diri menjaga sang istri tercinta. Ibunya berserta Shania dan Esther sudah pulang. Shania tak bisa berlama-lama berada di luar, karena kondisi mentalnya belum sepenuhnya pulih. Ditambah Shania tak banyak mengenali orang.Mayir kemungkinan baru bisa datang esok hari. Cuaca buruk, membuat pesawat pribadi yang dinaiki oleh sang ayah mertua harus mendarat darurat ke kota terdekat. Sebenarnya, Mayir ingin tetap menerjang meski kondisi cuaca buruk, tetapi sang pilot melarang, karena memang kondisi cuaca sedang kuang baik, dan sang pilot tak ingin mengambil sebuah resiko besar.Oliver mengerti, karena Mayir baru tahu kondisi Nicole ketika sang ayah mertua dalam posisi sudah tiba di luar kota. Mungkin jika ayah mertuanya ada, pasti Nicole akan mendapatkan donor darah dari ayah mertuanya, tapi takdir berkata lain. Shania yang mendonorkan darah untuk sang istri tercinta.Jujur, jika bukan karena bantuan Esther, maka pasti Oliver
Hari persidangan telah tiba. Hari yang telah ditunggu-tunggu oleh banyak pihak. Masalah yang terjadi memang membuat antar keluarga sempat mengalami ketegangan. Posisi Miracle, ibu kandung Marcel berada di rasa bersalah. Begitu juga Mateo yang merasa bersalah pada sisi keluarga Joice.Sebelum persidangan, Sean, ayah Shawn, sempat mengajak Marcel dari hati ke hati. Namun hasilnya nihil. Marcel tetap bersikukuh pada pendiriannya bahwa Joice yang bersalah atas apa yang telah terjadi. Bukan hanya Sean yang berbicara pada Marcel, tapi Dominic, adik bungsu ibu kandung Marcel sudah berusaha mengajak bicara Marcel, tetap tak menuaikan hasil apa pun.Kenyataannya, Marcel tidak mau mendengar ucapan siapa pun. Marcel terlalu keras kepala pada sudut pandangnya. Pria itu tak ingin mendengarkan ucapan siapa pun kecuali sudut pandangnya. Mateo dan Miracle sudah berbagai cara menghentikan Marcel.Bahkan Moses, saudara kembar Marcel—yang kerap sibuk dan selalu berpergian ke luar negeri juga sudah berus
#Flashback On. Oliver berdiri di depan kamar Nicole, dan mencoba menjawab panggilan telepon, tapi sayangnya signal ponselnya tidak bagus. Raut wajah Oliver berubah menjadi kesal karena ponselnya tak ada signal. Sejak Joice berada di penjara, pikirannya menjadi tak bisa fokus. Itu kenapa di kala ada telepon masuk meski dari nomor asing, dia takut kalau itu adalah informasi penting. “Oliver?” Shawn memanggil Oliver yang baru saja keluar dari lift.“Kau di sini?” Oliver membalas tatapan Shawn.Shawn mendekat. “Ya, aku ingin melihat Nicole. Kenapa kau turun? Siapa yang menjaga Nicole?”“Ponselku tidak ada signal.” Oliver mengulurkan ponselnya, ke hadapan Shawn.Shawn mengangguk paham.“Jika kau ingin melihat Nicole, duluan saja. Dokter sedang memeriksa keadaan Nicole,” jawab Oliver datar.“Ya sudah, aku ke atas dulu,” balas Shawn.Oliver mengangguk merespon ucapan Shawn. Detik selanjutnya, Oliver menuju ke luar rumah sakit demi mencari signal ponselnya, sedangkan Shawn naik ke dalam lif
“Tunggu …”Suara keras memasuki ruang persidangan yang sudah memanas. Semua yang ada di sana mengalihkan pandangannya ke arah pintu—menatap terkejut Oliver yang datang bersama dengan Nicole yang terduduk di kursi roda.Keluarga Geovan, De Luca, Maxton, dan Osbert terkejut melihat kehadiran Oliver dan Nicole. Mereka sama sekali tak ada yang tahu kalau Nicole sudah siuman. Joice yang duduk di kursi tersangka tersenyum melihat kehadiran Oliver dan Nicole. Pun Samuel yang dalam posisi berdiri, ikut tersenyum lega melihat kehadiran Oliver dan Nicole. Tak sama sekali ada yang menyangka Oliver dan Nicole akan tiba di persidangan Joice.Jika banyak yang senang melihat kehadiran Oliver dan Nicole, lain halnya dengan Marcel yang kini melayangkan tatapan dingin dan tajam ke arah Oliver dan Nicole. Amarah dan emosi mulai menyelimutinya. Otaknya sudah menduga kehadiran Oliver dan Nicole hanya akan berusaha membela Joice.Sang hakim menatap Oliver dengan tatapan serius. “Anda siapa, Tuan?”Oliver m
Samuel meminta seluruh keluarganya untuk lebih dulu pulang. Tepat di kala sang hakim menyatakan Joice tak bersalah, dan terbebas dari tuntutan, keluarga besar Joice memeluk Joice begitu bahagia. Bahkan keluarga Marcel pun berada di pihak Joice.Semua keluarga besar Marcel tak ada yang berada di pihak Marcel. Termasuk kedua orang tua Marcel. Saat sang hakim ketua memutuskan Joice terbebas dari segala tuntutan hukum, seluruh keluarga amat bahagia. Semuanya tak henti bersyukur karena Joice terbebas. Terutama kedua orang tua Joice—yang paling sangat amat bersyukur.Samuel meminta seluruh keluarganya untuk lebih dulu pulang, karena menghindari kerumunan wartawan. Pria paruh baya itu yakin bahwa di depan sana sudah ada puluhan wartawan sudah menunggu berita tentang Joice.Oliver juga sudah membawa Nicole pergi dari sana. Pasalnya, dia tak bisa berlama-lama membawa Nicole keluar. Kondisi Nicole yang belum sehat, membuat Oliver harus segera membawa kembali Nicole ke rumah sakit.“Terima kasih