“Marcel De Luca!” gelegar suara Mateo keras menghampiri putranya. Pria paruh baya yang masih sangat tampan itu datang tak hanya sendiri, tapi juga bersama dengan sang istri tercinta. Mereka sama-sama menghampiri Marcel, karena harus menyelesaikan apa yang harus diselesaikan.Marcel mengembuskan napas kasar di kala melihat kedatangan kedua orang tuanya Pria tampan itu sudah tahu yakin kedua orang tuanya akan datang menemuinya, karena masalahnya dengan Joice tempo hari.“Kalian datang ingin membahas tentang aku melaporkan Joice ke polisi?” seru Marcel seraya menatap dingin kedua orang tuanya.“Marcel, apa yang sudah kau lakukan! Kenapa kau bertindak sesukamu! Sudah aku bilang, jika kita memiliki masalah keluarga jangan pernah menggunakan jalur hukum! Kita bisa selesaikan semuanya dengan baik!” bentak Mateo dengan nada kencang.“Marcel, cabut laporanmu. Jangan melawan Pamanmu, Nak. Paman Samuel itu adalah suami dari Bibi kandungmu sendiri. Kenapa kau malah mencari masalah?” seru Miracle
“Paman…” Joice memeluk Samuel yang menjenguknya di penjara. Tampak raut wajah wanita itu menunjukkan jelas kemuraman. Paras cantiknya yang selalu biasa berseri-seri, sekarang berubah menjadi kesedihan.Samuel menangkup kedua pipi Joice. “Maaf, Paman datang terlambat.” Joice tersenyum dan menggeleng pelan. “Paman, jangan minta maaf. Kau datang tepat waktu. Aku tahu kau pasti datang menyelamatkanku. Tadi Dad dan pengacaranya juga sudah datang, tapi aku bilang pada Dad, aku ingin kau yang mengurusku saja. Aku tahu kau tidak mungkin diam saat aku berada di penjara.”Samuel terdiam sebentar. “Ayahmu sudah datang?”Joice mengangguk. “Iya, Paman. Dad sudah datang bersama dengan pengacaranya, tapi Mom tidak bisa ikut, karena dia pingsan saat mendengar kabar aku di penjara.”Raut wajah Joice semakin muram menceritakan ibunya yang jatuh pingsan. Tadi dia kedatangan ayahnya dan juga pengacara ayahnya. Akan tetapi, Joice meminta pada ayahnya untuk menyerahkan masalah yang terjadi pada pamannya.
Oliver membelai pipi Nicole lembut. Pria itu sekarang hanya seorang diri menjaga sang istri tercinta. Ibunya berserta Shania dan Esther sudah pulang. Shania tak bisa berlama-lama berada di luar, karena kondisi mentalnya belum sepenuhnya pulih. Ditambah Shania tak banyak mengenali orang.Mayir kemungkinan baru bisa datang esok hari. Cuaca buruk, membuat pesawat pribadi yang dinaiki oleh sang ayah mertua harus mendarat darurat ke kota terdekat. Sebenarnya, Mayir ingin tetap menerjang meski kondisi cuaca buruk, tetapi sang pilot melarang, karena memang kondisi cuaca sedang kuang baik, dan sang pilot tak ingin mengambil sebuah resiko besar.Oliver mengerti, karena Mayir baru tahu kondisi Nicole ketika sang ayah mertua dalam posisi sudah tiba di luar kota. Mungkin jika ayah mertuanya ada, pasti Nicole akan mendapatkan donor darah dari ayah mertuanya, tapi takdir berkata lain. Shania yang mendonorkan darah untuk sang istri tercinta.Jujur, jika bukan karena bantuan Esther, maka pasti Oliver
Hari persidangan telah tiba. Hari yang telah ditunggu-tunggu oleh banyak pihak. Masalah yang terjadi memang membuat antar keluarga sempat mengalami ketegangan. Posisi Miracle, ibu kandung Marcel berada di rasa bersalah. Begitu juga Mateo yang merasa bersalah pada sisi keluarga Joice.Sebelum persidangan, Sean, ayah Shawn, sempat mengajak Marcel dari hati ke hati. Namun hasilnya nihil. Marcel tetap bersikukuh pada pendiriannya bahwa Joice yang bersalah atas apa yang telah terjadi. Bukan hanya Sean yang berbicara pada Marcel, tapi Dominic, adik bungsu ibu kandung Marcel sudah berusaha mengajak bicara Marcel, tetap tak menuaikan hasil apa pun.Kenyataannya, Marcel tidak mau mendengar ucapan siapa pun. Marcel terlalu keras kepala pada sudut pandangnya. Pria itu tak ingin mendengarkan ucapan siapa pun kecuali sudut pandangnya. Mateo dan Miracle sudah berbagai cara menghentikan Marcel.Bahkan Moses, saudara kembar Marcel—yang kerap sibuk dan selalu berpergian ke luar negeri juga sudah berus
#Flashback On. Oliver berdiri di depan kamar Nicole, dan mencoba menjawab panggilan telepon, tapi sayangnya signal ponselnya tidak bagus. Raut wajah Oliver berubah menjadi kesal karena ponselnya tak ada signal. Sejak Joice berada di penjara, pikirannya menjadi tak bisa fokus. Itu kenapa di kala ada telepon masuk meski dari nomor asing, dia takut kalau itu adalah informasi penting. “Oliver?” Shawn memanggil Oliver yang baru saja keluar dari lift.“Kau di sini?” Oliver membalas tatapan Shawn.Shawn mendekat. “Ya, aku ingin melihat Nicole. Kenapa kau turun? Siapa yang menjaga Nicole?”“Ponselku tidak ada signal.” Oliver mengulurkan ponselnya, ke hadapan Shawn.Shawn mengangguk paham.“Jika kau ingin melihat Nicole, duluan saja. Dokter sedang memeriksa keadaan Nicole,” jawab Oliver datar.“Ya sudah, aku ke atas dulu,” balas Shawn.Oliver mengangguk merespon ucapan Shawn. Detik selanjutnya, Oliver menuju ke luar rumah sakit demi mencari signal ponselnya, sedangkan Shawn naik ke dalam lif
“Tunggu …”Suara keras memasuki ruang persidangan yang sudah memanas. Semua yang ada di sana mengalihkan pandangannya ke arah pintu—menatap terkejut Oliver yang datang bersama dengan Nicole yang terduduk di kursi roda.Keluarga Geovan, De Luca, Maxton, dan Osbert terkejut melihat kehadiran Oliver dan Nicole. Mereka sama sekali tak ada yang tahu kalau Nicole sudah siuman. Joice yang duduk di kursi tersangka tersenyum melihat kehadiran Oliver dan Nicole. Pun Samuel yang dalam posisi berdiri, ikut tersenyum lega melihat kehadiran Oliver dan Nicole. Tak sama sekali ada yang menyangka Oliver dan Nicole akan tiba di persidangan Joice.Jika banyak yang senang melihat kehadiran Oliver dan Nicole, lain halnya dengan Marcel yang kini melayangkan tatapan dingin dan tajam ke arah Oliver dan Nicole. Amarah dan emosi mulai menyelimutinya. Otaknya sudah menduga kehadiran Oliver dan Nicole hanya akan berusaha membela Joice.Sang hakim menatap Oliver dengan tatapan serius. “Anda siapa, Tuan?”Oliver m
Samuel meminta seluruh keluarganya untuk lebih dulu pulang. Tepat di kala sang hakim menyatakan Joice tak bersalah, dan terbebas dari tuntutan, keluarga besar Joice memeluk Joice begitu bahagia. Bahkan keluarga Marcel pun berada di pihak Joice.Semua keluarga besar Marcel tak ada yang berada di pihak Marcel. Termasuk kedua orang tua Marcel. Saat sang hakim ketua memutuskan Joice terbebas dari segala tuntutan hukum, seluruh keluarga amat bahagia. Semuanya tak henti bersyukur karena Joice terbebas. Terutama kedua orang tua Joice—yang paling sangat amat bersyukur.Samuel meminta seluruh keluarganya untuk lebih dulu pulang, karena menghindari kerumunan wartawan. Pria paruh baya itu yakin bahwa di depan sana sudah ada puluhan wartawan sudah menunggu berita tentang Joice.Oliver juga sudah membawa Nicole pergi dari sana. Pasalnya, dia tak bisa berlama-lama membawa Nicole keluar. Kondisi Nicole yang belum sehat, membuat Oliver harus segera membawa kembali Nicole ke rumah sakit.“Terima kasih
“Nona Joice Osbert, bisa ceritakan tentang persidangan di dalam?”“Nona, jadi Anda benar-benar sudah dinyatakan bebas dan tidak bersalah?”“Nona, menurut kabar Anda menaruh hati pada Tuan Marcel De Luca, sampai tega mencelakai Nona Penelope Yale. Apa berita itu benar?”“Tuan Samuel Maxton, mohon berikan sedikit saja jawaban.”Rentetan pertanyaan dari wartawan bertubi-tubi pada Joice dan Samuel yang berjalan menuju ke halaman parkir. Ada Shawn di samping mereka. Pun selain itu banyak pengawal yang berkeliling menghadang para wartawan agar tak bisa mendekat pada Joice. Tentu Samuel sudah mempersiapkan banyak penjaga. Samuel menghentikan langkahnya sebentar, dan menatap para wartawan itu. “Joice sudah bebas dan terbukti tidak bersalah. Penelope Yale menggunakan cara liciknya untuk membuat seakan Joice bersalah. Aku harap tidak ada lagi pemberitaan yang menyudutkan Joice.” Samuel membawa Joice masuk ke dalam mobil, dan segera melajukan mobilnya meninggalkan tempat itu—bersamaan dengan mo
Beberapa bulan berlalu … Wengen, Switzerland. Tiga pengasuh dibuat pusing luar biasa oleh Olivia yang begitu aktif. Balita kecil itu terus berlari-lari sambil bermain bola kecil yang sejak tadi dia lempar-lempar. Tiga pengawal sudah siap siaga melihat setiap gerak Olivia yang sangat cepat. Entah dulu Nicole mengidam apa sampai membuat Olivia selincah ini. Baik pengasuh dan pengawal tidak bisa santai dalam menjaga balita kecil itu. Sedikit saja terabaikan, pasti Olivia sudah berulah.Tindakan Olivia memang kerap membuat Nicole sakit kepala. Apalagi waktu ketika Nicole masih hamil besar. Dia dibuat pusing luar biasa dengan tindakan putri kecilnya yang sangat aktif. Olivia sering susah diberi tahu Nicole. Balita kecil itu paling tunduk pada ayahnya. Hal tersebut yang membuat Nicole terkadang jengkel.“Olivia, pelan-pelan, Nak. Jangan berlari seperti itu,” ucap Nicole berseru dengan nada sedikit keras, tapi sayangnya tak menghentikan balita kecil yang sangat aktif itu. Nicole sampai men
Oliver berlari menelusuri koridor rumah sakit. Raut wajah pria itu tampak sangat panik dan penuh khawatir. Sepanjang perjalanan menuju rumah sakit, dia tak henti mengumpati kebodohannya. Harusnya hari ini dia tak pergi ke mana-mana. Jika sampai ada hal buruk yang menimpa istri dan anaknya, maka dia tidak akan pernah memaafkan dirinya sendiri. Saat Oliver sudah dekat dengan ruang persalinan, langkah kakinya terhenti melihat Joice mondar-mandir di depan ruangan persalinan. Raut wajah Oliver berubah, menatap lekat dan tegas sepupunya itu.“Joice?” tegur Oliver.Joice yang sejak tadi mondar-mandir tak jelas, terkejut melihat Oliver ada di hadapannya. “Oliver? Astaga, akhirnya kau muncul,” serunya bahagia melihat Oliver sudah datang. Sejak tadi dia sudah panik karena Oliver tak kunjung datang.“Di mana Nicole?” tanya Oliver cepat.Joice menyentuh lengan Oliver sambil berkata cemas, “Nicole ada di dalam. Segera kau masuk. Dari tadi dia terus menjerit kesakitan.” Oliver mengangguk, dan
*Nicole, aku pergi sebentar ingin bertemu ayahku. Ada kasus rumit yang sedang aku tangani dan aku membutuhkan pendapat ayahku. Aku tidak akan lama. Aku akan segera pulang. Kau jangan ke mana-mana. Your husband—Oliver.* Nicole mengembuskan napas panjang membaca note dari suaminya itu. Raut wajahnya nampak kesal. Pagi ini, Nicole bangun terlambat sedangkan Oliver bangun lebih awal. Dia yakin Oliver tak membangunkannya, karena tidak mau mengganggunya. Sungguh, itu sangat menyebalkan. Nicole mengikat rambut asal, dan meminum susu hangat yang baru saja diantarkan. Hari ini, Nicole terbebas dari menjaga Olivia, karena putri kecilnya itu sedang diculik keluarganya. Well, Olivia memang kerap menjadi rebutan. Wajar saja, karena Olivia adalah cucu pertama di keluarga Nicole dan juga cucu pertama di keluarga Oliver. Hal tersebut yang menjadikan Olivia kerap sekali diculik sana sini.“Lebih baik aku mandi,” gumam Nicole yang memutuskan ingin mandi. Meskipun kesal masih ada, tapi dia tidak mau k
“Nicole, pakailah gaun ini.” Oliver menunjuk sebuah kotak yang berisikan sebuah gaun indah yang ada di hadapannya. Pria itu sengaja menyiapkan gaun cantik untuk sang istri tercinta.Nicole mengalihkan pandangannya, menatap gaun yang ditunjuk Oliver. “Sayang, kau ingin mengajakku ke mana sampai aku harus memakai gaun seindah itu?” tanyanya lembut. Jika hanya pergi ke tempat-tempat terdekat saja, mana mungkin Oliver memintanya memakai gaun secantik yang ada di hadapannya itu.Oliver mendekat dan memberikan kecupan di kening sang istri. “Aku akan mengajakmu dan Olivia makan malam di luar. Gantilah segera pakaianmu.” “Kau akan mengajakku dan Olivia makan malam di luar?” ulang Nicole begitu antusias bahagia.“Ya, kita akan makan malam di luar. Bersiaplah.” Oliver membelai lembut pipi Nicole.Nicole tersenyum bahagia. Detik selanjutnya, Nicole menggenggam tangan Olivia—mengajak putrinya untuk mengganti pakaian. Gaun yang dibelikan Oliver sangatlah cantik. Bahkan gaun Nicole itu kembaran d
Oliver meminta Nicole untuk tak lagi mengingat tentang masalah Joice dan Marcel. Pria itu tak ingin istrinya sampai terlalu kepikiran dan berdampak pada tumbuh kembang anak mereka. Usia kandungan Nicole sudah besar. Sebentar lagi anak kedua mereka akan lahir ke dunia. Yang Oliver inginkan adalah Nicole hanya fokus pada anak-anak mereka saja. Pun berita tentang Marcel sudah Oliver bungkam. Media dilarang lagi untuk memberitakan tentang salah satu anggota keluarganya.Pagi menyapa Nicole sudah bersiap-siap. Hari ini dia dan Oliver akan periksa kandungan. Wanita itu tampil sangat cantik dengan balutan dress khusus ibu hamil berwarna navy. Rambut panjang Nicole tergerai sempurna. Riasan tipis membuatnya semakin cantik. Meski hanya memakai lip balm tapi bibir penuh Nicole tampak sangat seksi.Nicole dianugerahi paras yang luar biasa cantik. Dia tak perlu memakai riasan tebal, karena wanita itu sudah sangat cantik. Hamil membuatnya bahkan bertambah cantik meskipun bentuk tubuhnya sudah mela
Nicole merasakan kebebasan di kala Selena dan Samuel menculik Olivia. Well, Olivia menjadi cucu pertama di keluarga Maxton—membuat Olivia benar-benar seperti anak emas. Selena dan Samuel kerap sekali membawa Olivia ke rumah mereka untuk menginap. Mengingat tiga adik kandung Oliver yang lain berada di luar negeri—membuat kehadiran Olivia menjadi warna yang baru di keluarga Maxton.“Ah, perutku kenyang sekali.” Nicole mengusap-usap perut buncitnya di kala baru saja selesai menikmati tiramisu cake yang diantarkan oleh sang pelayan.Waktu menunjukkan pukul sepuluh pagi. Tak banyak aktivitas Nicole selain bersantai. Pekerjaannya sudah ditangani oleh asistennya. Sejak di mana dia hamil lagi, Oliver meminta Nicole menyerahkan pekerjaannya pada sang asisten.Jarak kehamilan pertama dan kehamilan kedua tidak jauh. Bisa dikatakan kehamilan kedua ini memang tak Nicole sangka. Nicole pikir dia tidak akan langsung hamil, karena baru saja melahirkan. Jadi setiap berhubungan badan dengan sang suami—
Satu tahun berlalu … “Olivia, jangan naik-naik ke atas meja, Nak.”Nicole mendesah panjang dengan raut wajah yang begitu kelelahan. Olivia—putri pertamanya yang baru bisa berjalan itu amat sangat aktif. Baru saja Oliva berusia satu tahun—dan harapan Nicole adalah Olivia menjadi anak yang tenang dan lembut seperti anak-anak perempuan lain.Sayangnya harapan Nicole tinggal harapan. Semakin hari Olivia semakin aktif. Dua pengasuh saja harus menjaga Olivia dengan baik. Pasalnya, jika tak diawasi, Olivia selalu saja berusaha memanjat posisi tempat yang tinggi. Hal itu yang membuat Nicole khawatir luar biasa. Ucapan Nicole tak didengar oleh Olivia. Balita kecil itu terus memanjat meja. Dengan penuh waspada, dua pengasuh sudah siaga merentangkan tangan—berjaga jika sampai Olivia terjatuh, maka dua pengasuh itu berhasil menangkap tubuh Olivia.Nicole memijat keningnya di kala rasa pusing menyerangnya. Menjaga Olivia harus extra hati-hati. Beberapa minggu lalu saja, Olivia hampir tercebur ke
Oliver mondar-mandir panik di dalam ruang bersalin. Suara jeritan menggema membuat Oliver tidak bisa tenang. Dua jam lalu, dokter mengatakan masih belum waktunya, karena kepala bayi belum terlihat. Teriakan sakit Nicole disebabkan oleh kontraksi. Masih butuh beberapa waktu sampai waktunya siap untuk Nicole melahirkan.Oliver nyaris gila akibat kepanikan dan ketakutannya. Berkali-kali dia meminta dokter untuk memberikan obat agar istrinya tidak kesakitan, tapi sang dokter mengatakan bahwa kontraksi adalah hal normal dirasakan ibu hamil.Otak Oliver seakan blank tidak mampu berpikir jernih. Pria itu tidak tahu harus melakukan apa selain mondar-mandir tidak jelas. Setiap kali sang istri menjerit kesakitan, membuat seluruh tubuh Oliver seakan mati rasa.Dulu, di kala ibunya melahirkan adiknya, dia tidak ikut di dalam ruang bersalin. Hal itu menyebabkan Oliver tak tahu perjuangan seorang wanita hamil. Yang Oliver lihat sekarang—sang istri seperti berada di ambang kematian.“Ahg!” jerit Nic
“Iya, Mom. Aku sudah meminta pelayan menyiapkan makan malam untuk kita. Kau tidak usah membawa makanan apa pun. Makanan yang sudah disiapkan sangat banyak.”“Hm, tadinya Mommy ingin membuat cake.” “Tidak usah, Mom. Dessert juga sudah disiapkan. Kau tidak usah repot-repot. Kau dan Dad cukup datang saja. Semua menu makanan sudah disiapkan.”“Baiklah, Sayang. Sampai nanti malam.” “Iya, Mom. Sampai nanti malam.”Panggilan tertutup. Nicole meletakan ponselnya ke tempat semula. Tampak senyuman di wajah wanita itu terlukis begitu hangat. Hari ini adalah hari di mana Nicole akan makan malam bersama dengan keluarganya. Pun tentu ibu tiri dan saudara tirinya juga akan datang.Nicole sekarang sudah tidak lagi memanggil Esther dengan sebutan ‘Bibi’. Sekarang, dia sudah memanggil Esther dengan sebutan ‘Mommy’. Jika dulu, Nicole tidak pernah dekat dengan ibu tirinya, kali ini dia sangat dekat dengan ibu tirinya yang baru.Sosok Esther bukanlah sosok ibu tiri yang kejam. Malah yang ada Esther sela