Share

Tegar

Penulis: Mom Aish
last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-15 23:52:03

"Melati, duduk sini Nak," ucap Joko lembut dan tersenyum bangga.

Melati duduk di samping Joko dan Mira. Gadis itu menegakan hatinya saat melihat calon suaminya. Penampilannya jauh dari bayangannya. Bukankah Pak Anjasmoro orang kaya. Tapi kenapa penampialnnya seperti ini.

"Maaf, tidak bisa lama-lama. Saya izin membawa Mbak Melati sekarang," ucap seorang pria dengan seragam hitam. Dilihat dari penampilannya, dia seorang supir pribadi.

Dari arah lain Mawar datang membawa nampan yang berisi kopi dan sengaja menjatuhkan diri agar kopi panas itu tumpah ke dua pria itu.

"Mawar!" Joko dan Mira segera bangkit dan membersihkan baju doa orang tamu.

"Maaf Pak," ucap Mawar melenggang pergi begitu saja.

"Maafkan putri saya ya Pak," ucap Mira erasa bersalah.

"Tidak apa-apa Bu, saya permisi sekarang," ucap sang supir.

"Kita tidak punya banyak waktu, bawa barangmu ke mobil," ucap satu pria lain melempar pandangan ke arah Melati.

"Inggih Pak," jawab Melati patuh.

Gadis itu menyeret koper keluar rumah setelah mencium tangan Joko dan Mira. atinya semakin pedih saat melihat kedua orang tuanya bersandiwara.

Melati menguatkan hatinya. Setelah sekian banyak pengorbanannya, bahkan dia harus merelakan cita-citanya. Kini dirinya juga harus mengorbankan masa depannya. Tidak ada sedikitpun rasa cinta untuknya.

Mobil di buka, Melati masuk ke dalam mobil di ikuti oleh dua orang pria paruh baya. Sesekali gadis itu menoleh kebelakang, berharap kedua orang tuanya berubah pikiran.

"Hati-hati ya Nduk," ucap Mira sambil melambaikan tangannya.

Joko melambaikan tangannya dan sesekali mengusap air mata yang tidak benar-benar keluar. Melati tidak habis pikir dengan kedua orang tuanya itu.

Mesin mobil muai menyala. Melati masih menatap pedih rumah yang sudah mengukir kisah hidupnya. Meskipn lima tahun belakanhan ini dia tersiksa. Tapi rumah itu merupakan tempat ternyamannya dulu.

'Ibu, Melati pergi duu. melati janji akan sering kesini,' batin Melati.

Pak supir menginjak pedal gas, perlahan mobil melaju. Di saat bersamaan Mawar keluar dari pintu. Gadis itu masih terisak. Melati menunjukan senyuman terbaiknya dan melambaikan tangannya ke Mawar.

Mobil yang membawa Melatii sudah menghilang di balik persimpangan jalan. Mawar bangkit dan masuk ke dalam rumah.

Terdengar sorak riuh di ruang tamu. Nominal yang fantastis baru saja masuk ke rekening kedua orang tuanya. Kedua orang tua Mawar seolah merayakan kemenangan mereka.

Menjual anak yang paling berbakti. Mereka pikir hidup mereka akan sangat bahagia setelah keperian Melati. Apakah ini yang dimaksud anak adalah infestasi?

Mawar bangkit dari lantai dan melangkah menuju ruang tamu. gadis itu meraih ponsel Mira dan membantingnya sampai hancur berkeping-keping.

"Mawar! Kamu gila," bentak Mira.

"Ya, aku sudah gila. Gila karena melihat kalian berdua," suara Mawar menggelegar.

"Apa kalian nggak kasihan sama Mbak Melati? sedikit aja," lanjut Mawar menahan isak.

"Melati sudah setuju, kenapa kamu yang ribut?" Mia meraih ponselnya yang hancur.

"Besok kita beli hp lagi ya Pak. Hp yang lagi hits itu loh. yang ada logonya apel kroak," ucap Mira dengan mata berbinar.

Mawar benar-benar tidak menyangka memiliki kedua orang tua tidak waras seperti mereka. Dengan amarah yang meletup, Mawar membantik meja hingga pecah.

Serpihan kaca dari meja itu menyebar kemana-mana. Kaca itu juga menggores kaki Mira dan Joko dan membuat mereka segera menyingkir.

"Aku nggak sudi punya orang tua seperti kalian!" Mawar masuk ke dalam kamar dan membereskan semua barangnya.

Tanpa Melati, dia tidak bisa hidup dan berdampingan dengan kedua orang tuanya. Dirinya sangat malu dengan perbuatan mereka.

Tidak peduli dengan kaki yang mengeluarkan cairan merah kental, Mawar tetap berkemas dan keluar dari rumah.

"Berani kamu pergi! Kamu tidak akan mendapatkan warisa sedikitpun!" bentak MIra.

Mawar menghentikan langkahnya, dia memutar tubuh dan menatap Mira dengan mata melebar. Seketika Mawar terbahak.

"Ibu pikir aku mau? Aku tuh malu punya ibu seperti kamu! Udah ngerusak rumah tangga orang, masih saja sombong. Kapan Ibu sadar kalau Ibu itu salah, yang berhak atas rumah ini itu Mbak Melati, bukan Ibu!" Mawar tertawa pedih.

Mendengar ucapan anaknya, amarah Mira meledak. Dia melangkah mendekati Mawar dan melayangkan tamparanhingga Mawar terjatuh. Sepanjang hidupnya, baru kali ini dia kasar pada putri semata wayangnya.

Joka meraih tangan Mira dan mencoba meredam amarah Mira. Pria itu membawa Mira menjauh dan menolong Mawar untuk bangun.

"Minggir, aku jijik sama Bapak." Mawar mendorong Joko.

"Kalian dengar baik-baik! Aku nggak akan pernah anggap kalian orang tuaku lagi. Aku udah anggap kalian udah mati. Satu lagi ... Jangan perna anggapaku anak, aku bisa ngurus hidupku sendiri.

"Pergi! Aku juga ngak akan pernah cari kamu," ucap Mira lantang.

Mawar mengagguk, dia melangkah keluar dari rumah. Suara Joko yang memanggil namanya tidak membuat Mawar kembali. Gadis itu terus melangkah tanpa ragu.

Di tempat lain, di dalam mobil Melati tangannya saling meremas menahan degupan jantung yang terus berdebar.

Ini adalah kali pertamanya keluar dari rumah. Meninggalkan rumah cukup jauh. Dia tidak pernah membayangkan akan meninggalkan kampung halamannya engan cara seperti ini.

Mobil itu berhenti di bandara. Sebelum turun, pria yang duduk di sampingnya meraih ponsel dan menghubungi seseorang.

"Kami sudah membawa Melati Ndoro, sudah sampai bandara ... Inggih Ndoro," sambugan terputus, pria itu memaskkan benda pipih itu lagi ke dalam saku kemejanya.

Dia turun dari mobil dan membantu Melati membawa barang bawaan. Pria paruh baya yang berpenampilan rapi itu memesan tiket dan melangkah menuju sebuah ruangan yang terpisah dengan kaca.

"Perkenalkan saya Adi, sekertaris Pak Anjasmoro. Beliau tidak bisa datang menjemput karena satu hal. Saya akan mengantarkan Mbak Melati sampai disini. Mbak Raya akan membantu Mbak masuk ke dalam pesawat," ucap Pak Adi sopan.

"Sinten Pak?" tanya wanita yang emakai seragam pramugari itu dan mencium tangan Pak Adi.

"Tamunya Pak Anjas, bantu dia sampai pesawat turun nggih," ucap Andi lembut.

"Inggih pak,"

"Yowes, ati-ati lek megawe," ucap Pak Adi berlalu pergi dan mengelus kepala Raya.

Raya meraih koper Melati dan membantunya untuk mencari tempat duduk. Raya sangat baik, sesekali dia mengajak Melati ngobrol sebelum meninggalkannya dan membantu penumpang yang lain.

'Ya Allah, lindungilah hamba dimanapun hamba berada'

Melati menatap langit biru dengan awan putih bersih lewat jendela. Matanya menatap dalam awan bersih itu. Bayangan Mawat terlihat jelas di sana. Hatinya merasa kepedihan yang sama.

Selama ini hanya Mawar orang yang dekat dengannya. Saat ini dia harus pergi jauh. Dia tidak bisa membayangkan bagaimana hidupnya nanti.

"Mawar, doakan aku biar bisa kuat dan hebat sepertimu. Aku takut,"

Bab terkait

  • Ranjang pelunas hutang   Menuju hidup baru

    Pesawat mendarat. Satu persatu penumpang turun. Raya membantu Melati membawa kopernya."Nanti Mbak di jemput sama orangnya Pak Anjas di luar." Raya menyeret koper dan berhenti di pintu kaca."Mbak sudah kenal sama Pak Anjas?" Melati memberanikan diri bertanya."Inggih Mbak. Papa saya bekerja lama sama beliau. Dia orang yang sangat baik, beliau membiayai sekolah saya sampai lulus dan mencarikan saya pekerjaan. Pekerjaan ini contohnya." Raya menjelaskan dengan wajah riang.Melihat ekpresi Raya, seharusnya Pak Anjas adalah sosok pria yang baik dan bijaksana. Tapi, kenpa dia memilih wanita untuk menjadi istrinya dengan umur yang terpaut jauh."Kalau istrinya Pak Anjas?" lanjut Melati bertanya sambil memainkan ujung bajunya.Mata Raya membulat, dia dengar Ndoro Sri sedang sakit keras dan membutuhkan perawatan khusus. Terdengar kabar juga kalau Ndoro Sri mencari wanita untuk mengganti posisinya."Jangan-jangan njenengan!?" Raya menutup mulutnya."Matur Suwun Nggih Nduk Raya," ucap Andi, utu

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-15
  • Ranjang pelunas hutang   Salah paham

    Melati turun dari tangga. Sampai di bawah Andi sudah menunggunya dan mengantarnya ke meja makan di belakang. Di sana ada empat orang yang berdiri menatap Melati dengan tatapan aneh."Kamu Susternya Bu Sri?" tanya seorang wania paruh baya dengan kebaya dan rambut yang di sanggul ala kadarnya.Melati hanya mengangguk lirih. Dia tidak berani mengucapkan yang sebenarnya pada barisan orang di hadapannya.Andi menuntun Melati untuk duduk di kursi. Di hadapannya sudah ada berbagai kudapan makan malam. Teman-temannya juga duduk. Mereka memperkenalkan diri masing-masing dan menceritakan kesan selama bekerja disini.Tidak ada pengalaman buruk sedikitpun mereka rasakan disini. Bahkan keluarga mereka juga ikut merasakan kebaikan Bu Sri dan Pak Anjas.Ingatan Melati kembali sepuluh menit yang lalu. Dia menebak kalau pernikahan ini juga bukan Pak Anjas yang mau. Dilihat dari betapa Pak Anjas mencintai istrinya tadi."Bu Sri sudah sehat belom?" tanya Mbok Darmi wanita berusia sekitar lima puluh tah

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-15
  • Ranjang pelunas hutang   Menjaga jarak

    Melati mengayunkan langkah menaiki tangga. Kakinya berhenti di sebuah pintu yang masih tertutup rapat. Dengan ragu Melati mengetuk pintu tersebut.Seorang pria membuka pintu. Mata Melati membulat saat melihat tubuh gagah yang masih di balut handuk di depannya, rambut ikalnya yang basah membuat pria itu terlihat lebih menawan.Meskipun usianya sudah kepala empat, tubuh Pak Anjas masih terjaga. Tidak kalah seperti ketiga putranya, jika semua pria dewasa seperti ini. Pasti para perjaka tidak akan laku."Masuk!" Pak Anjas membuka pintu. Punggung lebar itu menjauh dan menghilang di balik pintu. Melati segera duduk di lantai dan membantu Bu Sri untuk bangun dan bersandar pada tumpukan bantal."Sarapan dulu Bu." Melati mulai menyendok bubur.Bi Sri membuka mulut dan melahap bubur itu. Wajah wanita tersebut masih cantik meskipun sedikit pucat. Melati bisa membayangkan bagaimana pasangan suami istri dulu. Pasti mereka adalah orang paling bahagia di dunia."Sudah punya pandangan kampus?" tanya

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-15
  • Ranjang pelunas hutang   tawaran menggiurkan

    Dina dan Dimas melangkah menuruni tangga dan mendekati Bagus yang masih berdiri di samping Melati. Dina dan Dimas menatap lekat Melati, keduanya seperti tidak dapat menerima kehadiran wanita kampung itu."Mau joging juga?" tanya Bagus melempar pandangan ke arah Dina dan Dimas."Nggak Mas, kita mau ke kampus ada urusan mendadak." Dina menatap sinis Melati."Sekalian bawa Melati sama kalian dong, siapa tau dia minat sekampus sama kita." Bagus menepuk pundak Dimas."Mas, yang bener aja. Kampus kita kan!?" ucapan Dia terhenti saat Dimas menginjak kaki Dina."Oke Mas, tapi nggak sekarang. Kita masih ada urusan. Lain waktu kita akan bawa Melati ke kampus," ucap Dimas mengedipkan matanya ke arah Dina. Memberikan kode agar gadis itu tetap menjaga emosinya.Dimas dan Dina pamitan, mereka mencium tangan Bagus sebelum berangkat. Diikuti Bagus melangkah di belakangnya kedua adiknya menuju pintu keluar.Dari arah belakang, Andi menepuk pundak Melati yang membuat wanita tersebut terkejut dan tidak

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-09
  • Ranjang pelunas hutang   Pria tua itu suamiku

    "Mau atau tidak, kau harus mau menikah dengan Pak Anjasmoro!" suara monoton itu masih terngiang di telinga Melati.Melati duduk di ranjangnya. Buliran bening terus mengalir di pelupuk matanya. Dia tidak percaya hidupnya akan hancur secepat ini.Setelah penikahan kedua Papanya, dia pikir wanita yang selama ini dia anggap baik ternyata malah menjadi mimpi buruknya, Tante Mira. Wanita yang baru saja satu tahun masuk kedalam kehidupannya dan berhasil merusak semua mimpinya. "Sudah terima saja saran dari Papa, Pak Anjasmoro itu orang kaya. Kamu akan hidup bahagia di sana," ucap Mira mengelus pucuk kepala Melati.Mulut Melati hanya mengatup rapat mendengar ucapan Wanita dengan muka dua di depannya. Terima, bagaimana bisa dia menerima pria yang akan menjadi suaminya dengan jarak umur cukup jauh? 20 tahun lebih tua.Pria yang lebih pantas dia panggil Papa, malah akan menjadi suaminya. Bisakah dia menjalani sebuah pernikahan seperti ini?"Maa, aku pegen sendiri." Melati memalingkan wajahnya.

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-15

Bab terbaru

  • Ranjang pelunas hutang   tawaran menggiurkan

    Dina dan Dimas melangkah menuruni tangga dan mendekati Bagus yang masih berdiri di samping Melati. Dina dan Dimas menatap lekat Melati, keduanya seperti tidak dapat menerima kehadiran wanita kampung itu."Mau joging juga?" tanya Bagus melempar pandangan ke arah Dina dan Dimas."Nggak Mas, kita mau ke kampus ada urusan mendadak." Dina menatap sinis Melati."Sekalian bawa Melati sama kalian dong, siapa tau dia minat sekampus sama kita." Bagus menepuk pundak Dimas."Mas, yang bener aja. Kampus kita kan!?" ucapan Dia terhenti saat Dimas menginjak kaki Dina."Oke Mas, tapi nggak sekarang. Kita masih ada urusan. Lain waktu kita akan bawa Melati ke kampus," ucap Dimas mengedipkan matanya ke arah Dina. Memberikan kode agar gadis itu tetap menjaga emosinya.Dimas dan Dina pamitan, mereka mencium tangan Bagus sebelum berangkat. Diikuti Bagus melangkah di belakangnya kedua adiknya menuju pintu keluar.Dari arah belakang, Andi menepuk pundak Melati yang membuat wanita tersebut terkejut dan tidak

  • Ranjang pelunas hutang   Menjaga jarak

    Melati mengayunkan langkah menaiki tangga. Kakinya berhenti di sebuah pintu yang masih tertutup rapat. Dengan ragu Melati mengetuk pintu tersebut.Seorang pria membuka pintu. Mata Melati membulat saat melihat tubuh gagah yang masih di balut handuk di depannya, rambut ikalnya yang basah membuat pria itu terlihat lebih menawan.Meskipun usianya sudah kepala empat, tubuh Pak Anjas masih terjaga. Tidak kalah seperti ketiga putranya, jika semua pria dewasa seperti ini. Pasti para perjaka tidak akan laku."Masuk!" Pak Anjas membuka pintu. Punggung lebar itu menjauh dan menghilang di balik pintu. Melati segera duduk di lantai dan membantu Bu Sri untuk bangun dan bersandar pada tumpukan bantal."Sarapan dulu Bu." Melati mulai menyendok bubur.Bi Sri membuka mulut dan melahap bubur itu. Wajah wanita tersebut masih cantik meskipun sedikit pucat. Melati bisa membayangkan bagaimana pasangan suami istri dulu. Pasti mereka adalah orang paling bahagia di dunia."Sudah punya pandangan kampus?" tanya

  • Ranjang pelunas hutang   Salah paham

    Melati turun dari tangga. Sampai di bawah Andi sudah menunggunya dan mengantarnya ke meja makan di belakang. Di sana ada empat orang yang berdiri menatap Melati dengan tatapan aneh."Kamu Susternya Bu Sri?" tanya seorang wania paruh baya dengan kebaya dan rambut yang di sanggul ala kadarnya.Melati hanya mengangguk lirih. Dia tidak berani mengucapkan yang sebenarnya pada barisan orang di hadapannya.Andi menuntun Melati untuk duduk di kursi. Di hadapannya sudah ada berbagai kudapan makan malam. Teman-temannya juga duduk. Mereka memperkenalkan diri masing-masing dan menceritakan kesan selama bekerja disini.Tidak ada pengalaman buruk sedikitpun mereka rasakan disini. Bahkan keluarga mereka juga ikut merasakan kebaikan Bu Sri dan Pak Anjas.Ingatan Melati kembali sepuluh menit yang lalu. Dia menebak kalau pernikahan ini juga bukan Pak Anjas yang mau. Dilihat dari betapa Pak Anjas mencintai istrinya tadi."Bu Sri sudah sehat belom?" tanya Mbok Darmi wanita berusia sekitar lima puluh tah

  • Ranjang pelunas hutang   Menuju hidup baru

    Pesawat mendarat. Satu persatu penumpang turun. Raya membantu Melati membawa kopernya."Nanti Mbak di jemput sama orangnya Pak Anjas di luar." Raya menyeret koper dan berhenti di pintu kaca."Mbak sudah kenal sama Pak Anjas?" Melati memberanikan diri bertanya."Inggih Mbak. Papa saya bekerja lama sama beliau. Dia orang yang sangat baik, beliau membiayai sekolah saya sampai lulus dan mencarikan saya pekerjaan. Pekerjaan ini contohnya." Raya menjelaskan dengan wajah riang.Melihat ekpresi Raya, seharusnya Pak Anjas adalah sosok pria yang baik dan bijaksana. Tapi, kenpa dia memilih wanita untuk menjadi istrinya dengan umur yang terpaut jauh."Kalau istrinya Pak Anjas?" lanjut Melati bertanya sambil memainkan ujung bajunya.Mata Raya membulat, dia dengar Ndoro Sri sedang sakit keras dan membutuhkan perawatan khusus. Terdengar kabar juga kalau Ndoro Sri mencari wanita untuk mengganti posisinya."Jangan-jangan njenengan!?" Raya menutup mulutnya."Matur Suwun Nggih Nduk Raya," ucap Andi, utu

  • Ranjang pelunas hutang   Tegar

    "Melati, duduk sini Nak," ucap Joko lembut dan tersenyum bangga.Melati duduk di samping Joko dan Mira. Gadis itu menegakan hatinya saat melihat calon suaminya. Penampilannya jauh dari bayangannya. Bukankah Pak Anjasmoro orang kaya. Tapi kenapa penampialnnya seperti ini."Maaf, tidak bisa lama-lama. Saya izin membawa Mbak Melati sekarang," ucap seorang pria dengan seragam hitam. Dilihat dari penampilannya, dia seorang supir pribadi.Dari arah lain Mawar datang membawa nampan yang berisi kopi dan sengaja menjatuhkan diri agar kopi panas itu tumpah ke dua pria itu. "Mawar!" Joko dan Mira segera bangkit dan membersihkan baju doa orang tamu."Maaf Pak," ucap Mawar melenggang pergi begitu saja."Maafkan putri saya ya Pak," ucap Mira erasa bersalah."Tidak apa-apa Bu, saya permisi sekarang," ucap sang supir."Kita tidak punya banyak waktu, bawa barangmu ke mobil," ucap satu pria lain melempar pandangan ke arah Melati."Inggih Pak," jawab Melati patuh.Gadis itu menyeret koper keluar rumah

  • Ranjang pelunas hutang   Pria tua itu suamiku

    "Mau atau tidak, kau harus mau menikah dengan Pak Anjasmoro!" suara monoton itu masih terngiang di telinga Melati.Melati duduk di ranjangnya. Buliran bening terus mengalir di pelupuk matanya. Dia tidak percaya hidupnya akan hancur secepat ini.Setelah penikahan kedua Papanya, dia pikir wanita yang selama ini dia anggap baik ternyata malah menjadi mimpi buruknya, Tante Mira. Wanita yang baru saja satu tahun masuk kedalam kehidupannya dan berhasil merusak semua mimpinya. "Sudah terima saja saran dari Papa, Pak Anjasmoro itu orang kaya. Kamu akan hidup bahagia di sana," ucap Mira mengelus pucuk kepala Melati.Mulut Melati hanya mengatup rapat mendengar ucapan Wanita dengan muka dua di depannya. Terima, bagaimana bisa dia menerima pria yang akan menjadi suaminya dengan jarak umur cukup jauh? 20 tahun lebih tua.Pria yang lebih pantas dia panggil Papa, malah akan menjadi suaminya. Bisakah dia menjalani sebuah pernikahan seperti ini?"Maa, aku pegen sendiri." Melati memalingkan wajahnya.

DMCA.com Protection Status