Home / Romansa / Ranjang pelunas hutang / Pria tua itu suamiku

Share

Ranjang pelunas hutang
Ranjang pelunas hutang
Author: Mom Aish

Pria tua itu suamiku

Author: Mom Aish
last update Last Updated: 2024-12-15 23:51:33

"Mau atau tidak, kau harus mau menikah dengan Pak Anjasmoro!" suara monoton itu masih terngiang di telinga Melati.

Melati duduk di ranjangnya. Buliran bening terus mengalir di pelupuk matanya. Dia tidak percaya hidupnya akan hancur secepat ini.

Setelah penikahan kedua Papanya, dia pikir wanita yang selama ini dia anggap baik ternyata malah menjadi mimpi buruknya, Tante Mira.

Wanita yang baru saja satu tahun masuk kedalam kehidupannya dan berhasil merusak semua mimpinya.

"Sudah terima saja saran dari Papa, Pak Anjasmoro itu orang kaya. Kamu akan hidup bahagia di sana," ucap Mira mengelus pucuk kepala Melati.

Mulut Melati hanya mengatup rapat mendengar ucapan Wanita dengan muka dua di depannya. Terima, bagaimana bisa dia menerima pria yang akan menjadi suaminya dengan jarak umur cukup jauh? 20 tahun lebih tua.

Pria yang lebih pantas dia panggil Papa, malah akan menjadi suaminya. Bisakah dia menjalani sebuah pernikahan seperti ini?

"Maa, aku pegen sendiri." Melati memalingkan wajahnya. Hatinya terlalu pedih saat melihat Mira.

Mira bangkit dari ranjang dan melangkah keluar. Wanita itu duduk di sofa ruang tamu. Pak Joko, Papa Melati sedang asik membaca koran di temani oleh secangkir kopi hitam yang di hiasi asap tipis.

Wajahnya begitu tenang. Tidak sedikitpun kesedihan saat melihat putrinya hancur. malah semua beban di pundaknya ringan seketika.

Hutang yang menumpuk membuatnya kelabakan satu tahun belakangan ini. Namun orang kaya datang dan merubah semuanya. Hutangnya udah lunas dengan mengorbankan satu putrinya.

"Papa tega banget, Pak Anjasmoro itu lebih pantas jadi Papaku. Bukan suami Kak Melati." perotes Mawar yang baru saja tiba.

Mawar, Adik yang sangat menyayangi Melati. Sangat jauh di banding saudara tiri lainnya. Walaupun Mawar hadir dari rahim Mira, dia tidak pernah setuju dengan sikap Mamanya yang selalu menyiksa Melati.

"Mama juga, pasti Mama kan yang punya ide gila ini!?" Jari telunjuk Mawar mengarah ke Mira yang asik memainkan ponselnya.

Mira menaruh benda pipih di meja dan menatap tajam putri yang amat dia bangakan. Kulitnya yang putih bersih, otak cerdas dan paras cantik menawan. Penampilannya jauh lebih gemerlap dari Melati.

"Kamu taukan bagaimana kondisi keuangan keluarga kita. Kalau nggak karena Pak Anjasmoro kamu nggak akan bisa lanjut kuliah," ucap Mira enteng.

"Melati sudah waktunya menikah. Mana ada pria yang mau menikahinya selain Pak Anjasmoro. Lagian dia juga kaya, masa depan Melati pasti terjamin," timpal Pak Joko.

"Dengan pria umur lima puluh tahun!? Papa sama Mama sudah gila!" Mawar menghentak kakinya dan melangkah menuju kamar Melati.

Mawar membuka pintu dan memeluk Kakaknya yang masih terisak. Dulu mereka saling di banding-bandingkan. Tapi Melai tidak pernah ada rasa iri sedikitpun. Terutama saat Mawar kuliah di universitas terbaik, sedangkn Melati hanya berhenti setelah lulus bangku SMA.

Melati tetap baik hati pada Mawar. bahkan sering kali mereka belajar bersama saat Mawar libur kuliah dan pulang ke rumah.

"Ayo kita kabur Kak, kita harus pergi dari sini," ucap Mawar melepas pelukannya dan mengambil koper dari atas lemari.

Melati hanya diam. Dia masih duduk bersandar di ranjang. Sedangkan Mawar mengeluarkan baju dari lemari dan menaruhnya ke dalam koper.

"Aku nggak rela Kakak nikah sama kakek-kakek itu. Masa depan Kakak masih panjang, bukankah Kakak mau jadi dokter kan? Ingat cita-cita Kakak," ucap Mawar sambil sibuk membereskan baju.

Melati mengerti bagaimana perasaan Mawar saat ini. Dia juga memikirkan hal yang sama saat pertama kali dirinya mendengarkabar perjodohan. Namun apa boleh buat, tidak ada jalan lain selain pernikahan ini.

"Sudah Dek, Kakak ikhlas kok. Kan udah ada kamu yang ngelanjutin cita-cita Kakak," ucap Melati meraih tangan Mawar. Menghentikan aktifitasnya mengemasi barang.

"Sampai kapan Kakak terus seperti ini? Kakak juga berhak bahagia dan menentukan pilihan. Tidak pasrah seperti ini," bentak Mawar.

"Aku masuk fakultas kedokteran cuma gara-gara Kakak, aku bisa masuk jurusan lain kalau nggak mikirin Kakak. Sekarang Kakak mau pengorbananku sia-sia?" lanjut mawar menagkup wajah Melati.

Jauh dari lubuk hati terdalam. Mawar sangat ingin mendalami hobinya dan masuk ruang desain. Tapi dia tdak tega melihat Melati yang selalu mengubur mimpi karena ulah kedua orangtuanya.

Mereka selalu mengutamakan Mawar. padahal Melati lebih kopenten dalam pendidikan. Hal ini membuat Mawar sering tak enak hati.

"Kau bisa keluar dan ganti jurusan. Asal jangan putus sekolah. Kau harus menajadi orang sukses agar keluarga kita tidak selamaya terpuruk seperti ini." Melati melepaskan tangan Mawar di wajahnya.

"Nggak, ngak boleh seperti ini! KIta harus pergi. Aku bisa cari jalan keluarnya. Aku juga nggak masalah harus putus kuliah. Aku bisa daftar lagi setelah tabunganku cukup. Ayo Kak, kita harus kabur!"

"Melati siap-siap ya, supir Tuan Anjasmoro akan datang untuk menjemputmu," ucap Mira yang berdiri di depan pintu.

"Apa!?" Mawar membeku saat medengar ucapan Mamanya. Air mata gadis itu mengalir semakin deras.

Melati hanya mengangguk pelan. Dia memasukkan beberapa pakaian di koper dan menutup koper tersebut. wanita itu tersenyum teduh menatap Mawar yang masih membatu.

"Kakak berangkat dulu, jaga dirimu dan jangan manja-manjaan lagi, oke." Melati memeluk Mawar sesaat.

Mawar berdiri di ambang pintu dan membentangkan tangannya. Dia masih tidak rela melihat Kakaknya menghancurkan masa depannya sendiri.

Mira menarik tangan Mawar. Mencoba menghentikan tingkah perotes putrinya. Dia tidak mengira setelah apa yang dia berikan, Mawar malah lebih membela Melati.

Suara Klakson mobil terdengar. Mobil yang menjemput Melati sudah datang. Mawar semakin mempererat cengkramannya di daun pintu. Dia menutup pintu dan menguncinya.

Mira mengetuk keras pintu dan sesekali mendobraknya. Wanita itu memanggil sang suami, meminta tolong agar segera membuka pintu.

Uang sudah di depan mata. Dia tidak mau ulah Mawar menghancurkan semua rencana yang sudah di atur rapi.

"Lewat jendela, ayo Kak aku bantu. Kakak harus pergi sekarang." Mawar menarik tangan Melat mendekati jendela.

"Tidak perlu Dek. Kakak akan bahagia di sana. Bukankah kau juga bilang, kita harus punya suami kaya raya. Kalau nggak cocok tinggal diracun sianida bukan?" Terukir tawa yang dihiasi air mata.

"Di saat seperti ini Kakak masih bisa bercanda?"

"Semua yang terlihat buruk, tidak selamanya buruk Sayang. Kakak yakin akan mendapatkan kebahaiaan disana. Bukankah semuanya tergantung apa yang kita pikirkan? Kau harus menghargai keputusan terakhir Kakak." Melati memeluk adiknya sesaat dan mula menarik koper keluar kamar.

Melati menghapus air mata dan merapikan penampilannya. Di ruang tamu sudah ada dua orang yang menantikanya.

Matanya membulat, seketka hatinya hancur ketika melihat dua orang tersebut.

"Apakah dia benar calon suamiku?"

Related chapters

  • Ranjang pelunas hutang   Tegar

    "Melati, duduk sini Nak," ucap Joko lembut dan tersenyum bangga. Melati duduk di samping Joko dan Mira. Gadis itu menegakan hatinya saat melihat calon suaminya. Penampilannya jauh dari bayangannya. Bukankah Pak Anjasmoro orang kaya. Tapi kenapa penampialnnya seperti ini. "Maaf, tidak bisa lama-lama. Saya izin membawa Mbak Melati sekarang," ucap seorang pria dengan seragam hitam. Dilihat dari penampilannya, dia seorang supir pribadi. Dari arah lain Mawar datang membawa nampan yang berisi kopi dan sengaja menjatuhkan diri agar kopi panas itu tumpah ke dua pria itu. "Mawar!" Joko dan Mira segera bangkit dan membersihkan baju dua orang tamu. "Maaf Pak," ucap Mawar melenggang pergi begitu saja. "Maafkan putri saya ya Pak," ucap Mira erasa bersalah. "Tidak apa-apa Bu, saya permisi sekarang," ucap sang supir. "Kita tidak punya banyak waktu, bawa barangmu ke mobil," ucap satu pria lain melempar pandangan ke arah Melati. "Inggih Pak," jawab Melati patuh. Gadis itu menyeret koper kelu

    Last Updated : 2024-12-15
  • Ranjang pelunas hutang   Menuju hidup baru

    Pesawat mendarat. Satu persatu penumpang turun. Raya membantu Melati membawa kopernya."Nanti Mbak di jemput sama orangnya Pak Anjas di luar." Raya menyeret koper dan berhenti di pintu kaca."Mbak sudah kenal sama Pak Anjas?" Melati memberanikan diri bertanya."Inggih Mbak. Papa saya bekerja lama sama beliau. Dia orang yang sangat baik, beliau membiayai sekolah saya sampai lulus dan mencarikan saya pekerjaan. Pekerjaan ini contohnya." Raya menjelaskan dengan wajah riang.Melihat ekpresi Raya, seharusnya Pak Anjas adalah sosok pria yang baik dan bijaksana. Tapi, kenpa dia memilih wanita untuk menjadi istrinya dengan umur yang terpaut jauh."Kalau istrinya Pak Anjas?" lanjut Melati bertanya sambil memainkan ujung bajunya.Mata Raya membulat, dia dengar Ndoro Sri sedang sakit keras dan membutuhkan perawatan khusus. Terdengar kabar juga kalau Ndoro Sri mencari wanita untuk mengganti posisinya."Jangan-jangan njenengan!?" Raya menutup mulutnya."Matur Suwun Nggih Nduk Raya," ucap Andi, utu

    Last Updated : 2024-12-15
  • Ranjang pelunas hutang   Salah paham

    Melati turun dari tangga. Sampai di bawah Andi sudah menunggunya dan mengantarnya ke meja makan di belakang. Di sana ada empat orang yang berdiri menatap Melati dengan tatapan aneh."Kamu Susternya Bu Sri?" tanya seorang wania paruh baya dengan kebaya dan rambut yang di sanggul ala kadarnya.Melati hanya mengangguk lirih. Dia tidak berani mengucapkan yang sebenarnya pada barisan orang di hadapannya.Andi menuntun Melati untuk duduk di kursi. Di hadapannya sudah ada berbagai kudapan makan malam. Teman-temannya juga duduk. Mereka memperkenalkan diri masing-masing dan menceritakan kesan selama bekerja disini.Tidak ada pengalaman buruk sedikitpun mereka rasakan disini. Bahkan keluarga mereka juga ikut merasakan kebaikan Bu Sri dan Pak Anjas.Ingatan Melati kembali sepuluh menit yang lalu. Dia menebak kalau pernikahan ini juga bukan Pak Anjas yang mau. Dilihat dari betapa Pak Anjas mencintai istrinya tadi."Bu Sri sudah sehat belom?" tanya Mbok Darmi wanita berusia sekitar lima puluh tah

    Last Updated : 2024-12-15
  • Ranjang pelunas hutang   Menjaga jarak

    Melati mengayunkan langkah menaiki tangga. Kakinya berhenti di sebuah pintu yang masih tertutup rapat. Dengan ragu Melati mengetuk pintu tersebut.Seorang pria membuka pintu. Mata Melati membulat saat melihat tubuh gagah yang masih di balut handuk di depannya, rambut ikalnya yang basah membuat pria itu terlihat lebih menawan.Meskipun usianya sudah kepala empat, tubuh Pak Anjas masih terjaga. Tidak kalah seperti ketiga putranya, jika semua pria dewasa seperti ini. Pasti para perjaka tidak akan laku."Masuk!" Pak Anjas membuka pintu. Punggung lebar itu menjauh dan menghilang di balik pintu. Melati segera duduk di lantai dan membantu Bu Sri untuk bangun dan bersandar pada tumpukan bantal."Sarapan dulu Bu." Melati mulai menyendok bubur.Bi Sri membuka mulut dan melahap bubur itu. Wajah wanita tersebut masih cantik meskipun sedikit pucat. Melati bisa membayangkan bagaimana pasangan suami istri dulu. Pasti mereka adalah orang paling bahagia di dunia."Sudah punya pandangan kampus?" tanya

    Last Updated : 2024-12-15
  • Ranjang pelunas hutang   tawaran menggiurkan

    Dina dan Dimas melangkah menuruni tangga dan mendekati Bagus yang masih berdiri di samping Melati. Dina dan Dimas menatap lekat Melati, keduanya seperti tidak dapat menerima kehadiran wanita kampung itu."Mau joging juga?" tanya Bagus melempar pandangan ke arah Dina dan Dimas."Nggak Mas, kita mau ke kampus ada urusan mendadak." Dina menatap sinis Melati."Sekalian bawa Melati sama kalian dong, siapa tau dia minat sekampus sama kita." Bagus menepuk pundak Dimas."Mas, yang bener aja. Kampus kita kan!?" ucapan Dia terhenti saat Dimas menginjak kaki Dina."Oke Mas, tapi nggak sekarang. Kita masih ada urusan. Lain waktu kita akan bawa Melati ke kampus," ucap Dimas mengedipkan matanya ke arah Dina. Memberikan kode agar gadis itu tetap menjaga emosinya.Dimas dan Dina pamitan, mereka mencium tangan Bagus sebelum berangkat. Diikuti Bagus melangkah di belakangnya kedua adiknya menuju pintu keluar.Dari arah belakang, Andi menepuk pundak Melati yang membuat wanita tersebut terkejut dan tidak

    Last Updated : 2025-01-09
  • Ranjang pelunas hutang   Permintaan terakhir

    Suara ketukan pintu dari luar menyita perhatian dia orang yang masih duduk berhadapan di ruang kerja. Suara Andi terlihat begitu cemas."Pak Anjas, Bu Sri, Pak!" Andi terus mengetuk pintu.Pak Anjas diikuti oleh Melati melangkah menuju pintu. Wajah Andi terlihat ketakutan dan pucat. Jarinya menuju ke arah kamar Bu Sri. Menyadari ada yang tidak beres, Anjas segera berlari menuju ruangan sang istri.Pria dengan balutan kemeja warna putih itu segera membuka pintu. Di sana dia melihat sang istri memejamkan mata di sampingnya, Mbok Darmi dan Sarah menangis pilu."Siapkan mobil!" ucap Anjas segera meraih tubuh lemas sang istri.Andi segera turun dan berlari menuju garasi dan menyiapkan mobil. Dari dalam rumah, Anjas segera berlari sambil menggendong sang istri. Dia segera duduk di kursi belakang.Tidak membuang waktu, Andi menginjak gas dan meninggalkan rumah mewah itu. Membawa dua bos besarnya menuju rumah sakit. Kejadian berlangsung begitu cepat. Melati masih membatu melihat kepergian cal

    Last Updated : 2025-01-13
  • Ranjang pelunas hutang   Pilihan sulit

    Mobil berhenti di depan rumah. Bagus dan Agung turun dari mobil. Sementara Dina dan Dimas kembali ke kampus. Di ambang pintu sudah ada Mbok Darmi dan Sarah yang menanti kabar baik dari dua orang tersebut."Den, bagaimana keadaan Bu Sri?" tanya Mbok Darmi sambil meneteskan air mata.Agung memeluk wanita tua yang di penuhi rasa khawatir itu dan menepuk punggungnya. Dia tau bagaimana perasaan wanita tua yang dia anggap seperti neneknya ini."Ibu baik-baik aja, hanya butuh vitamin. Apa jangan-jangan Mbok Darmi lupa yang buatin jamu buat Ibu?" ucap Agung menggoda Mbok Darmi."Nggak kok Den, Mbok selalu rutin ngasih jamu ke Ibu. Maafin Mbok," pecah sudah tangis Mbok Darmi."Jangan nagis Mbok, Agung bercanda kok. Ibu baik-baik aja, besok udah boleh pulang. Sekarang buatin Agung rujak yuk, nggak boleh nangis-nangis lagi," ucap Agung mengusap air mata Mbok Darmi dan menggandeng wanita tua itu menuju dapur.Sarah masih berdiri di ambang pintu. Menatap Bagas, seolah mencari fakta yang di sembuny

    Last Updated : 2025-01-13
  • Ranjang pelunas hutang   Maafkan aku ...

    Melati mengayunkan kakinya menuruni tangga. Jemari lentiknya berulang kali mengusap air mata yang melaju di pipi lembutnya. Dia tidak menyangka Bagus akan mengatakan hal yang tidak pernah dia bayangkan.Dari arah berlawanan seorang pria datang dengan membawa satu set jas, tanpa sengaja Melati menabrak pria tersebut."Maaf Den," ucap Melati segera membungkuk. Menyembunyikan wajahnya yang masih di penuhi bekas air mata."Hobi banget bikin onar sih!?" celetuk Agung yang melewati Melati begitu saja.Melati segera melanjutkan langkahnya menuruni tangga. Wanita itu segera menuju dapur. Sama seperti rutinitas biasanya, di dapur ada Mbak Sarah dan Mbok Darmi yang sibuk mengupas rimpang untuk jamu Bu Sri.Melati duduk di samping Mbok Darmi. Wanita itu hendak meraih pisau dan membantu wanita tida itu. Namun Sarah menghalanginya. "Tadi Pak Anjas telfon, kamu di suruh pergi ke kampus sama Den Bagus. Kamu siap-siap gih," ucap Sarah."Ke kampus?" Melati masih membeku.Entah mengapa alam selalu tid

    Last Updated : 2025-01-14

Latest chapter

  • Ranjang pelunas hutang   Hati yang retak

    Mobil warna merah sudah terparkir di halaman. Bagus sudah siap dengan penampilan barunya. Sebisa mungkin dia menghapus wajah malunya. Kejadian itu membuatnya tidak enak hati pada Melati.Melati melangkah dengan ragu mendekati mobil. Sedetik Bagus terpaku melihat penampilan Melati. Dia terlihat cantik dengan wajah polosnya. Dress selutut dengan hiasan bunga terkesan jadul, namun begitu cocok wanita itu kenakan.Bagus segera turun dari mobil dan membuka pintu untuk Melati. Wanita itu melempar senyum kecil dan segera duduk di kursi depan. Bagus segera duduk di belakang kemudi dan melaju meninggalkan rumah megah tersebut.Suasana di mobil begitu canggung, bibir Bagus terbuka mengatup. Otaknya sibuk menyusun kata permintaan maaf. Sedangkan Melati masih menikmati pemandangan perkotaan yang sangat sibuk saat pagi hari."Kau yakin dengan jurusanmu?" tanya Bagus memecah keheningan.Melati tidak langsung menjawab. Dia melempar pandangan ragu ke Bag

  • Ranjang pelunas hutang   Maafkan aku ...

    Melati mengayunkan kakinya menuruni tangga. Jemari lentiknya berulang kali mengusap air mata yang melaju di pipi lembutnya. Dia tidak menyangka Bagus akan mengatakan hal yang tidak pernah dia bayangkan.Dari arah berlawanan seorang pria datang dengan membawa satu set jas, tanpa sengaja Melati menabrak pria tersebut."Maaf Den," ucap Melati segera membungkuk. Menyembunyikan wajahnya yang masih di penuhi bekas air mata."Hobi banget bikin onar sih!?" celetuk Agung yang melewati Melati begitu saja.Melati segera melanjutkan langkahnya menuruni tangga. Wanita itu segera menuju dapur. Sama seperti rutinitas biasanya, di dapur ada Mbak Sarah dan Mbok Darmi yang sibuk mengupas rimpang untuk jamu Bu Sri.Melati duduk di samping Mbok Darmi. Wanita itu hendak meraih pisau dan membantu wanita tida itu. Namun Sarah menghalanginya. "Tadi Pak Anjas telfon, kamu di suruh pergi ke kampus sama Den Bagus. Kamu siap-siap gih," ucap Sarah."Ke kampus?" Melati masih membeku.Entah mengapa alam selalu tid

  • Ranjang pelunas hutang   Pilihan sulit

    Mobil berhenti di depan rumah. Bagus dan Agung turun dari mobil. Sementara Dina dan Dimas kembali ke kampus. Di ambang pintu sudah ada Mbok Darmi dan Sarah yang menanti kabar baik dari dua orang tersebut."Den, bagaimana keadaan Bu Sri?" tanya Mbok Darmi sambil meneteskan air mata.Agung memeluk wanita tua yang di penuhi rasa khawatir itu dan menepuk punggungnya. Dia tau bagaimana perasaan wanita tua yang dia anggap seperti neneknya ini."Ibu baik-baik aja, hanya butuh vitamin. Apa jangan-jangan Mbok Darmi lupa yang buatin jamu buat Ibu?" ucap Agung menggoda Mbok Darmi."Nggak kok Den, Mbok selalu rutin ngasih jamu ke Ibu. Maafin Mbok," pecah sudah tangis Mbok Darmi."Jangan nagis Mbok, Agung bercanda kok. Ibu baik-baik aja, besok udah boleh pulang. Sekarang buatin Agung rujak yuk, nggak boleh nangis-nangis lagi," ucap Agung mengusap air mata Mbok Darmi dan menggandeng wanita tua itu menuju dapur.Sarah masih berdiri di ambang pintu. Menatap Bagas, seolah mencari fakta yang di sembuny

  • Ranjang pelunas hutang   Permintaan terakhir

    Suara ketukan pintu dari luar menyita perhatian dia orang yang masih duduk berhadapan di ruang kerja. Suara Andi terlihat begitu cemas."Pak Anjas, Bu Sri, Pak!" Andi terus mengetuk pintu.Pak Anjas diikuti oleh Melati melangkah menuju pintu. Wajah Andi terlihat ketakutan dan pucat. Jarinya menuju ke arah kamar Bu Sri. Menyadari ada yang tidak beres, Anjas segera berlari menuju ruangan sang istri.Pria dengan balutan kemeja warna putih itu segera membuka pintu. Di sana dia melihat sang istri memejamkan mata di sampingnya, Mbok Darmi dan Sarah menangis pilu."Siapkan mobil!" ucap Anjas segera meraih tubuh lemas sang istri.Andi segera turun dan berlari menuju garasi dan menyiapkan mobil. Dari dalam rumah, Anjas segera berlari sambil menggendong sang istri. Dia segera duduk di kursi belakang.Tidak membuang waktu, Andi menginjak gas dan meninggalkan rumah mewah itu. Membawa dua bos besarnya menuju rumah sakit. Kejadian berlangsung begitu cepat. Melati masih membatu melihat kepergian cal

  • Ranjang pelunas hutang   tawaran menggiurkan

    Dina dan Dimas melangkah menuruni tangga dan mendekati Bagus yang masih berdiri di samping Melati. Dina dan Dimas menatap lekat Melati, keduanya seperti tidak dapat menerima kehadiran wanita kampung itu."Mau joging juga?" tanya Bagus melempar pandangan ke arah Dina dan Dimas."Nggak Mas, kita mau ke kampus ada urusan mendadak." Dina menatap sinis Melati."Sekalian bawa Melati sama kalian dong, siapa tau dia minat sekampus sama kita." Bagus menepuk pundak Dimas."Mas, yang bener aja. Kampus kita kan!?" ucapan Dia terhenti saat Dimas menginjak kaki Dina."Oke Mas, tapi nggak sekarang. Kita masih ada urusan. Lain waktu kita akan bawa Melati ke kampus," ucap Dimas mengedipkan matanya ke arah Dina. Memberikan kode agar gadis itu tetap menjaga emosinya.Dimas dan Dina pamitan, mereka mencium tangan Bagus sebelum berangkat. Diikuti Bagus melangkah di belakangnya kedua adiknya menuju pintu keluar.Dari arah belakang, Andi menepuk pundak Melati yang membuat wanita tersebut terkejut dan tidak

  • Ranjang pelunas hutang   Menjaga jarak

    Melati mengayunkan langkah menaiki tangga. Kakinya berhenti di sebuah pintu yang masih tertutup rapat. Dengan ragu Melati mengetuk pintu tersebut.Seorang pria membuka pintu. Mata Melati membulat saat melihat tubuh gagah yang masih di balut handuk di depannya, rambut ikalnya yang basah membuat pria itu terlihat lebih menawan.Meskipun usianya sudah kepala empat, tubuh Pak Anjas masih terjaga. Tidak kalah seperti ketiga putranya, jika semua pria dewasa seperti ini. Pasti para perjaka tidak akan laku."Masuk!" Pak Anjas membuka pintu. Punggung lebar itu menjauh dan menghilang di balik pintu. Melati segera duduk di lantai dan membantu Bu Sri untuk bangun dan bersandar pada tumpukan bantal."Sarapan dulu Bu." Melati mulai menyendok bubur.Bi Sri membuka mulut dan melahap bubur itu. Wajah wanita tersebut masih cantik meskipun sedikit pucat. Melati bisa membayangkan bagaimana pasangan suami istri dulu. Pasti mereka adalah orang paling bahagia di dunia."Sudah punya pandangan kampus?" tanya

  • Ranjang pelunas hutang   Salah paham

    Melati turun dari tangga. Sampai di bawah Andi sudah menunggunya dan mengantarnya ke meja makan di belakang. Di sana ada empat orang yang berdiri menatap Melati dengan tatapan aneh."Kamu Susternya Bu Sri?" tanya seorang wania paruh baya dengan kebaya dan rambut yang di sanggul ala kadarnya.Melati hanya mengangguk lirih. Dia tidak berani mengucapkan yang sebenarnya pada barisan orang di hadapannya.Andi menuntun Melati untuk duduk di kursi. Di hadapannya sudah ada berbagai kudapan makan malam. Teman-temannya juga duduk. Mereka memperkenalkan diri masing-masing dan menceritakan kesan selama bekerja disini.Tidak ada pengalaman buruk sedikitpun mereka rasakan disini. Bahkan keluarga mereka juga ikut merasakan kebaikan Bu Sri dan Pak Anjas.Ingatan Melati kembali sepuluh menit yang lalu. Dia menebak kalau pernikahan ini juga bukan Pak Anjas yang mau. Dilihat dari betapa Pak Anjas mencintai istrinya tadi."Bu Sri sudah sehat belom?" tanya Mbok Darmi wanita berusia sekitar lima puluh tah

  • Ranjang pelunas hutang   Menuju hidup baru

    Pesawat mendarat. Satu persatu penumpang turun. Raya membantu Melati membawa kopernya."Nanti Mbak di jemput sama orangnya Pak Anjas di luar." Raya menyeret koper dan berhenti di pintu kaca."Mbak sudah kenal sama Pak Anjas?" Melati memberanikan diri bertanya."Inggih Mbak. Papa saya bekerja lama sama beliau. Dia orang yang sangat baik, beliau membiayai sekolah saya sampai lulus dan mencarikan saya pekerjaan. Pekerjaan ini contohnya." Raya menjelaskan dengan wajah riang.Melihat ekpresi Raya, seharusnya Pak Anjas adalah sosok pria yang baik dan bijaksana. Tapi, kenpa dia memilih wanita untuk menjadi istrinya dengan umur yang terpaut jauh."Kalau istrinya Pak Anjas?" lanjut Melati bertanya sambil memainkan ujung bajunya.Mata Raya membulat, dia dengar Ndoro Sri sedang sakit keras dan membutuhkan perawatan khusus. Terdengar kabar juga kalau Ndoro Sri mencari wanita untuk mengganti posisinya."Jangan-jangan njenengan!?" Raya menutup mulutnya."Matur Suwun Nggih Nduk Raya," ucap Andi, utu

  • Ranjang pelunas hutang   Tegar

    "Melati, duduk sini Nak," ucap Joko lembut dan tersenyum bangga. Melati duduk di samping Joko dan Mira. Gadis itu menegakan hatinya saat melihat calon suaminya. Penampilannya jauh dari bayangannya. Bukankah Pak Anjasmoro orang kaya. Tapi kenapa penampialnnya seperti ini. "Maaf, tidak bisa lama-lama. Saya izin membawa Mbak Melati sekarang," ucap seorang pria dengan seragam hitam. Dilihat dari penampilannya, dia seorang supir pribadi. Dari arah lain Mawar datang membawa nampan yang berisi kopi dan sengaja menjatuhkan diri agar kopi panas itu tumpah ke dua pria itu. "Mawar!" Joko dan Mira segera bangkit dan membersihkan baju dua orang tamu. "Maaf Pak," ucap Mawar melenggang pergi begitu saja. "Maafkan putri saya ya Pak," ucap Mira erasa bersalah. "Tidak apa-apa Bu, saya permisi sekarang," ucap sang supir. "Kita tidak punya banyak waktu, bawa barangmu ke mobil," ucap satu pria lain melempar pandangan ke arah Melati. "Inggih Pak," jawab Melati patuh. Gadis itu menyeret koper kelu

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status