"Silahkan dibuka saja, Pak," jawab sang dokter yang masih berdiri di depan kedua putra keluarga Mayer.Dengan perlahan Dave membuka amplop yang sudah berada di tangannya. Ada perasaan berdebar dan rasa takut saat membukanya. Dia takut kecewa apabila bayi mungil yang baru lahir dari rahim Celine, ternyata bukan anaknya. Akan tetapi, dia sangat ingin mengetahui kebenarannya.Bohong jika Sean tidak penasaran dengan hasil tes DNA yang dilakukan oleh Dave dengan bayi yang dilahirkan oleh Celine, istrinya. Dia akan sangat marah dan kecewa jika memang benar bayi putra yang dibanggakan oleh keluarga Mayer dan Federick bukanlah anaknya, melainkan anak Dave.Pandangan mata dari kedua putra keluarga Mayer tersebut, fokus pada amplop yang sedang di pegang oleh putra tertua. Keduanya bersiap untuk melihat hasil dari tes DNA bayi Celine.Jantung mereka berdua berdebar dengan kencang, layaknya genderang perang yang sedang ditabuh. Mata kedua kakak beradik tersebut, membelalak melihat hasil yang tert
"Apa yang sedang kamu lakukan, Sean!" bentak Dave sembari memegang lengan adiknya.Seketika Sean menghempaskan tangan sang kakak, dan menatap tajam padanya, seolah sedang memperingatkannya agar tidak ikut campur dengan urusannya.Celine mengabaikan pertengkaran kakak beradik tersebut. Sudah menjadi hal yang wajar baginya melihat perdebatan dan pertengkaran mereka. Dengan ragu-ragu dia mengambil kertas yang dilemparkan Sean padanya. Matanya membelalak ketika melihat bagian atas dari kertas yang dipegangnya. Beberapa saat kemudian, matanya berkaca-kaca melihat hasil dari tes DNA tersebut. 'Apa semua ini benar? Apa bayi yang aku lahirkan benar-benar anak Dave, bukan anak Sean?' batin Celine bertanya-tanya.Semua pertanyaan itu mengganggu pikirannya, sehingga pandangan matanya tetap fokus pada lembaran kertas yang sedang dipegangnya."Permisi, Pak. Hasil tes DNA bayi dari Ibu Raisa sudah selesai."Tiba-tiba suara seorang wanita membuat perhatian kedua putra dari keluarga Mayer dan seora
Sean beranjak dari duduknya, tanpa mengatakan sepatah kata pun, dia keluar dari kamar perawatan istrinya. Hati dan pikirannya dipenuhi dengan kemarahan yang teramat besar. Bagaimana tidak, hasil tes DNA dua bayi yang lahir dari rahim dua wanita miliknya, menyatakan bukan anak kandungnya. Beberapa bulan ketika mendengar kehamilan dari dua wanita yang ada dalam hidupnya, dia merasa sangat bangga pada dirinya. Tidak hanya itu saja, dia juga merasa bahagia, karena jalannya menuju impiannya sudah terbuka lebar untuknya.Namun, kini kenyataan telah menamparnya. Tentu saja dia tidak bisa menerimanya begitu saja. Hati dan pikirannya berkecamuk untuk mencari tahu kebenarannya.'Tidak! Tidak mungkin! Bagaimana bisa mereka bukan anakku?!' teriak Sean dalam hatinya.Dengan kemarahannya yang membuncah, Sean membawa hasil tes DNA tersebut, untuk mendatangi kamar perawatan Raisa yang berbeda lantai dengan kamar istrinya. "Sean!" seru Raisa, ketika mendengar pintu terbuka, dan melihat putra kedua k
Raisa masih saja bersikukuh dengan ucapannya. Dia merasa difitnah oleh orang yang menginginkan perpisahannya dengan Sean. "Mana buktinya?" tanya Sean dengan tatapan tajamnya, seolah menghunus kepercayaan diri seorang Raisa."Aku akan mencari buktinya, asalkan kamu tetap ada di samping kami berdua. Lindungi kami, agar kami bisa membuktikannya," jawab Raisa dengan mengerahkan semua keberaniannya.Tiba-tiba saja masuklah seorang perawat yang berlari tergesa-gesa ke dalam kamar perawatan Raisa. Dengan nafas yang terengah-engah, dia berkata,"Maaf, Bu. Bayi Ibu benar-benar membutuhkan darahnya. Kami sudah menghubungi bank darah, tapi mereka masih dalam perjalanan untuk mengantarkan beberapa darah ke beberapa rumah sakit. Apa saudara atau keluarga Ibu sudah datang untuk melakukan transfusi darah?" Sean kembali menatap Raisa yang telah berdiri di sampingnya. Dengan tegasnya dia berkata,"Hubungi ayahnya untuk memberikan darahnya pada bayimu."Sontak saja Raisa terkesiap. Dia kembali disudu
Raisa menyeringai, setelah memberikan rambut bayi dari Celine yang diakui sebagai rambut dari bayinya. Dengan harapan yang sangat besar, dia menunggu hasil tes DNA tersebut, sembari menunggu bayinya yang sedang dalam perawatan sang dokter."Semuanya akan kembali seperti sebelumnya. Aku dan bayiku akan mendapatkan tempat kami kembali. Lihat saja, kalian semua akan menerima akibatnya," gumam Raisa seraya membayangkan keberhasilan dari rencananya.Setelah beberapa saat, dokter memberitahukan padanya tentang kondisi sang bayi. "Untuk saat ini, kondisi bayi anda sudah stabil. Semoga keadaannya semakin membaik."Seketika mata Raisa berbinar. Sungguh keberuntungan masih berpihak padanya. Bayi yang dijadikannya sebagai senjata untuk menjalankan rencananya, kini bisa tertolong tanpa harus mendatangkan ayah kandung dari bayinya."Terima kasih, dok. Apa boleh saya menemuinya?" "Silahkan, Bu. Akan ada perawat yang menemani anda," jawab sang dokter sebelum meninggalkannya.Di tempat lain, putra k
Sean menatap tajam pada wanita yang telah melukai perasaannya. Tanpa memperlihatkan belas kasihan, dia menyingkirkan Raisa dari hadapannya, seraya berkata,"Minggir! Aku tidak tertarik pada apa pun tentang dirimu!""Ini tentang Sera, bayi kita!" sahutnya dengan cepat, berharap Sean mau mendengarkannya.Seketika putra kedua keluarga Mayer tersebut menyeringai, dan berkata,"Sera?!""Iya, bayi kita, Sera namanya. Bagus, bukan? Namanya berasal dari nama kita berdua. Sean dan Raisa," tutur Raisa dengan bangganya."Lelucon macam apa ini?" tanya Sean sambil menyeringai dan menatap tajam pada wanita selingkuhannya.Raisa bergelayut manja pada lengan Sean, dan berkata,"Kenapa? Wajar saja jika aku memberinya nama yang aku ambil dari nama kita berdua. Sera Mayer. Bagus, bukan?""Hentikan omong kosong mu, dan berhentilah bermimpi," ujar Sean dengan tegas, seraya melepas paksa tangan Raisa dari lengannya.Namun, Raisa masih saja tidak menyerah. Dia kembali meraih tangan Sean, dan menahannya, ser
Kemarahan Sean semakin besar pada mantan tunangannya yang kini menjadi wanita selingkuhannya. Kekecewaannya pada Raisa masih sangat besar, dan kini wanita tersebut semakin membuatnya kecewa. "Beraninya dia menipuku," gumam Sean dengan kesal, seiring langkah kakinya menuju kamar inap sang istri.Sepertinya kesabaran Sean sudah habis untuk Raisa. Bagaimana tidak, dua kali dia melihat hasil yang sama dari tes DNA bayi milik Raisa yang bukan anak kandungnya. Dia merasa ditipu, dan dikhianati oleh wanita yang selama ini masih menempati ruang tersendiri di hatinya. Kini, dia kembali pada rencana awalnya. Tetap mengakui putra yang dilahirkan oleh istrinya sebagai putra kandungnya. "Apa pun yang terjadi, dia adalah putraku. Putra kebanggaan dari keluarga Mayer. Pewaris satu-satunya semua aset kekayaan dan bisnis milik keluarga Mayer," ucap lirih Sean sebelum masuk ke dalam kamar inap istrinya.Di dalam kamar inap Celine, Dave dan si pemilik kamar sedang membicarakan tentang hasil tes DNA y
Seketika Sean beranjak dari duduknya. Dia merasa harga dirinya telah diinjak-injak oleh pertanyaan sang istri. "Hentikan omong kosong mu itu!" ujar Sean penuh kemarahan."Dan aku tidak setuju jika anakku menjadi anakmu!" sahut Dave dengan tegas."Apa kalian berdua akan mengumumkan pada dunia jika kalian berselingkuh di belakangku, dan membuat malu keluarga besar kalian?" tanya Sean seraya menatap Celine dan Dave secara bergantian.Dave meraih kerah baju adiknya. Tatapan matanya menghunus pada sang adik, seraya berkata,"Kamu mengancam ku?!""Hentikan pertengkaran kalian! Kita bicarakan nanti, setelah aku dan bayiku keluar dari rumah sakit!" sahut Celine dengan tatapan kesalnya pada kedua kakak beradik tersebut.Sean menyeringai. Dia menghempaskan kedua tangan kakaknya, dan menatapnya dengan penuh permusuhan. Putra kedua dari keluarga Mayer tersebut, merasa bahwa sang istri berada di pihaknya. Dengan sangat percaya diri, dia mendekati istrinya, dan merangkul pundaknya, dan berkata,"
Suara detak jantung dari seorang pasien pria yang terbaring di atas tempat tidur pasien, terdengar menggema dalam ruang ICU setelah mendapatkan operasi selama beberapa jam. Deraian air mata dari beberapa orang yang berada di luar ruang tesebut, tidak dapat didengarnya, seolah dunia mereka kini berbeda. Wanita tua yang berpenampilan modis dan terlihat lebih muda dari usianya, sedang berdiri di depan jendela kaca ruang ICU. Pandangan matanya tidak lepas dari pasien yang ada di dalam ruangan tersebut. Mata sembabnya masih saja mengeluarkan air mata, seolah tidak bisa merelakan apa yang dilihatnya saat ini. "Kenapa nasib Sean bisa begini, Pa?!" tanyanya dengan suara serak pada sang suami yang ada di sebelahnya. "Sabar, Ma. Papa yakin, Sean akan baik-baik saja. Sean adalah seorang Mayer. Dia pasti kuat dan berusaha untuk bertahan, agar bisa kembali pulang bersama dengan kita," tutur Antonio yang berusaha menenangkan hati istrinya. Deraian air mata yang membasahi pipi Anna, membuat
"Mama?!" ujar Sera dengan suara yang bergetar.Perempuan muda itu berlari menghampiri seorang wanita paruh baya yang berpenampilan seksi, dan memakai makeup, lengkap dengan lipstik berwarna merah menyala. Dipeluknya wanita yang dipanggilnya dengan sebutan mama tersebut, dan berkata,"Sera takut, Ma."Air matanya menetes di pipi, dan mengenai baju wanita paruh baya yang dipeluknya. Hal yang paling dibenci oleh Raisa, kini dilakukan oleh putrinya. Raisa sangat marah jika bajunya terkena makeup orang lain pada saat berpelukan dengannya. Terlebih lagi jika air mata orang tersebut menempel di bajunya.Sang mama menjauhkan tubuh putrinya, dan memperhatikan penampilan perempuan muda tersebut yang masih sesenggukan mengeluarkan air mata. "Ada apa denganmu, Sera? Kenapa kamu seperti ini? Dan juga kenapa kamu berada di tempat ini?" tanya Raisa sembari menatap putrinya dengan heran.Sera menundukkan kepalanya, sembari mengusap kasar air mata yang menetes di kedua pipinya. Akan tetapi, dia tidak
"Semuanya sudah lengkap. Sepertinya masalah ini sudah bisa kita proses sekarang," ucap polisi yang sebelumnya telah bersitegang dengan Sean."Silahkan, Pak. Kami menyerahkan mereka pada pihak kepolisian," ujar seorang pria yang berasal dari arah belakangnya.Seketika putra kedua dari keluarga Mayer tersebut, menoleh ke arah sumber suara. Sontak saja matanya terbelalak melihat sosok yang sangat familiar sedang berdiri bersama dengan dua orang pria yang diapit oleh beberapa polisi dan beberapa pria berpakaian serba hitam. "Om Sean," lirih perempuan yang saat ini sedang membuat Sean tercengang dengan penampilannya.Betapa tidak tercengang ketika Sean melihat keadaan putri dari wanita yang menjadi partner ranjangnya. Rambutnya berantakan dan terkesan acak-acakan. Wajahnya terlihat begitu lelah, dengan makeup yang luntur karena peluhnya. Dan satu hal membuat Sean tidak bisa berkata-kata yaitu penampilan Sera saat ini yang persis seperti ibunya.Ingatan Sean tertuju pada saat dirinya menja
Seketika dua orang pria dan seorang wanita terhenyak kaget, tatkala pintu kamar yang mereka tempati dibuka dengan kerasnya dari luar. Beberapa pria berpakaian serba hitam masuk ke dalam kamar tersebut, dan menangkap basah mereka bertiga dalam keadaan polos sedang bersenang-senang bersama. Kedua pria tersebut merupakan karyawan hotel yang bekerja pada bagian parkir, sehingga mereka berdua terlihat ketakutan saat ini.Berbeda dengan kedua pria itu. Sera yang usianya jauh lebih muda dari mereka berdua, terlihat sangat menikmati permainannya. Dia berada di atas tubuh seorang pria, dan pria yang satunya lagi memanjakannya dari belakang tubuhnya. Bahkan dia tidak mau menghentikan gerakannya. "Cepat lakukan! Aku sudah tidak tahan lagi! Jangan berhenti! Aku mohon!" ujar Sera dengan suara yang tertahan, diiringi dengan lenguhannya dan lebih mempercepat gerakannya.Hal itu membuat pria yang berada di bawah tubuhnya merasa tersiksa. Dia ingin menghentikannya, tapi hasratnya mengatakan tidak mau
Dave mengepalkan kedua tangannya ketika mendengar cerita dari sang putra tentang apa yang dilakukan oleh Sean padanya. Kilatan amarah terlihat dari mata pria paruh baya yang selalu membuat sang adik iri padanya. "Tidak pernah ku sangka dia akan berbuat senekat itu padamu," ujar Dave dengan penuh amarah. Hatinya kini dikuasai oleh amarahnya pada sang adik. Bahkan Dave telah berjanji dalam hatinya, dia akan memberi Sean pelajaran yang setimpal, jika berani menyentuh istri dan putranya, meskipun nyawanya menjadi taruhan. "Apa mungkin dia ingin menghancurkan kita, Dad?" tanya sang putra dengan ragu-ragu. Dave menoleh ke arah putranya. Dia memaksakan senyumnya, berusaha agar putra kesayangannya tidak mengkhawatirkan hal itu. "Jangan pikirkan hal itu, Hero. Daddy akan mengatasi semuanya. Kamu hanya perlu fokus pada kehidupan dan masa depanmu. Tetaplah waspada dan hati-hati pada siapa pun, meski orang tersebut kenal dan sangat dekat denganmu," tutur Dave, sembari menepuk-nepuk lirih
Hero menyeringai melihat si pengintai telah mendapatkan pelajaran dari sang asisten. Bahkan saat ini, gadis itu telah dibawa oleh dua orang pria yang sama sekali tidak dikenalnya. Mereka berdua diperintahkan oleh asisten Hero untuk memuaskan hasrat sang gadis di dalam kamar salah satu hotel tersebut.Sera pun tidak menolaknya. Dia sangat membutuhkan sentuhan dari pria untuk memuaskan hasratnya. Apalagi saat ini dia dalam pengaruh obat, sehingga bertindak aktif dan agresif ketika bersenang-senang dengan dua pria dewasa yang sangat berpengalaman.Pikirannya kosong. Hanya hasrat yang memburu sedang menguasai hati serta pikirannya. Senyuman dan lenguhannya menandakan kepuasan Sera akan perlakuan dan sentuhan dari kedua pria yang bermain dengannya. "Siapa sebenarnya dia?" tanya Hero pada sang asisten ketika si pengintai sudah keluar dari ruangan tersebut bersama dengan kedua pria suruhan mereka. "Dia suruhan dari pria yang menemui anda di ruang pesta," jawab sang asisten seraya memberika
Tepuk tangan meriah mengiringi pemasangan cincin di kedua jari pasangan yang sedang bertunangan. Hero dan Serena merupakan pasangan yang berbahagia pada hari ini. Semua keluarga besar, kolega, dan rekan kerja telah datang untuk menjadi saksi peristiwa penting tersebut, dan tentu saja mereka berbondong-bondong memberikan ucapan selamat pada pasangan yang sedang berbahagia.Setelah semua rangkaian acara selesai dilakukan, dan mengantarkan sang kekasih hati pulang bersama keluarganya, Hero meminta ijin pada kedua orang tuanya untuk beristirahat sejenak, meninggalkan pesta tersebut yang masih dipenuhi oleh tamu undangan."Tolong bawakan saya obat sakit kepala," perintah Hero pada asistennya, sembari berjalan keluar dari area pesta.Tanpa menunggu lama, sang asisten pun bergegas mengambilkan obat untuk sang bos, dan membawakan sebotol air mineral untuk dibawa ke ruang peristirahatan yang hanya digunakan pada saat pesta berlangsung.Di dalam ruangan itu, seorang pemuda berpenampilan rapi de
Perkataan Sean terngiang-ngiang di telinga Hero, hingga menyita pikirannya. Pemuda tersebut memikirkan panggilan Sean padanya. 'Putra? Kenapa pria tadi memanggilku sebagai putranya? Apa aku mirip dengan putranya?' batin Hero sembari membayangkan percakapannya bersama dengan Sean.Dirinya mengatakan bahwa tidak akan terpengaruh dengan perkataan pria asing tersebut. Akan tetapi, hatinya menolak untuk melupakannya. Kata "putra" masih saja membekas pada ingatannya. "Ada apa, Hero? Apa kamu gugup?" tanya seorang pria baya sembari terkekeh duduk di sampingnya.Sontak saja pemuda tampan yang menjadi sorotan dalam acara tersebut, menoleh ke arah sumber suara. Seketika dia terkejut tatkala melihat sosok pria yang menjadi panutannya selama ini."Papa?! Sejak kapan Papa berada di sini?"Dave tersenyum, dan menepuk-nepuk lirih pundak putranya, seraya berkata,"Apa yang sedang kamu khawatirkan? Bukankah seorang Hero tidak pernah sekali pun merasa khawatir?" Hero menghela nafasnya. Dia tersenyum
"Sean?!" celetuk Celine yang terkejut melihat sang mantan suami berdiri di hadapannya sambil tersenyum."Kamu bertambah cantik. Aku senang bisa melihatmu lagi, Sayang," tutur Sean sembari tersenyum, dan tatapan matanya seolah sedang menginginkan sang wanita.Celine menguatkan dirinya, agar terlihat tidak terpengaruh oleh kehadiran sang mantan. Sayangnya, ekspresi tubuhnya tidak mengatakan demikian. Dadanya bergerak naik turun seiring dengan nafasnya yang memburu menahan ketakutannya. 'Mimpi itu menjadi kenyataan. Tidak. Aku tidak boleh terlihat lemah dan takut padanya. Aku harus bersikap berani dan tidak terpengaruh dengan kehadirannya,' batin sang wanita dengan mencengkeram erat dress yang dipakainya."Kenapa kamu berada di sini?" tanya Celine yang berusaha terlihat berani di hadapan mantan suaminya.Sean menyeringai. Dia menatap lapar pada wanita cantik yang ada di hadapannya. Memang benar jika Sean semakin tertarik ketika melihat mantan istrinya. Dia tidak menampiknya, dan rasa in