Hari-hari pun berlalu. Sera masih saja terbayang akan apa yang dilihatnya waktu itu. Semua yang dilakukan oleh Raisa bersama dengan Sean, masih saja terbayang jelas di pikirannya. Gadis polos nan lugu itu, kini semakin penasaran. Terlebih lagi, sang ibu mengatakan jika yang mereka lakukan adalah untuk bersenang-senang. "Apa aku harus melakukannya jika ingin merasakan suatu kesenangan?" guma gadis tersebut, sembari memegang dada yang merasakan debaran jantungnya semakin cepat. Sera tumbuh tanpa peran serta orang tua pada umumnya. Raisa hanya memberinya makan, memberinya tempat tinggal dan menyekolahkannya saja, tanpa melakukan perannya sebagai seorang ibu dengan baik. Bukan hanya itu saja, selama ini dia tidak pernah merasakan peran seorang ayah. Sean hanya orang asing yang tinggal bersama mereka. Bahkan Sean mengatakan bahwa rumah dan sebagainya adalah miliknya, sedangkan Raisa dan putrinya hanya menumpang, sehingga mereka berdua harus mau bekerja sesuai perintah sang tuan ruma
"Apa ada Sera di dalam? Aku mencarinya di mana-mana, tapi tidak ada. Padahal baru saja dia masuk ke dalam toko," tanya seorang pemuda pada seorang wanita dewasa yang sedang berdiri di depan pintu ruangan si pemilik toko.Wanita tersebut menghentikan tangannya yang sedang mengetuk pintu, dan menoleh ke arah sumber suara. RT"Sera? Hari ini aku belum melihatnya sama sekali. Apa dia sudah datang?" tanyanya sembari mengernyitkan dahi."Aneh. Kami tadi sudah bertemu. Apa aku salah lihat?" gumam sang pemuda, sembari menggaruk rambutnya.Wanita yang berusia sekitar dua puluh lima tahun tersebut menggelengkan kepalanya, dan tersenyum melihat ekspresi wajah bingung dari pemuda itu. Kemudian dia teringat kembali tujuannya mencari si pemilik toko. Dia kembali mengetuk pintu, dan berseru,"Bos, tolong buka pintunya. Saya ada perlu sebentar. Ada yang ingin saya bicarakan pada Bos."Mendengar seruan dari salah satu pekerja yang berada di luar pintu ruangan tersebut, membuat Sean mencoba menghentika
"Tapi jangan sampai Raisa tahu tentang kita. Kamu pasti sangat mengerti apa yang dilakukan oleh Raisa jika dia mengetahui tentang kita," tutur Sean, sembari menatap lembut pada sang gadis.Perlahan kepala Sera mengangguk. Akan tetapi, dalam hati dia tidak mau mengakhiri segalanya. Dia merasakan kenyamanan bersama dengan pria yang merupakan partner ranjang sang mama. Kini dia mengerti arti bersenang-senang yang selalu dilakukan oleh mamanya bersama pria tersebut. Dia menyukai perasaannya saat ini, perasaan yang tidak pernah dirasakannya selama ini.Tiba-tiba mereka dikagetkan oleh suara pintu yang diketuk dari luar. Dengan segera Sean menarik tubuh sang gadis, agar turun dari atas tubuhnya, seraya berkata lirih,"Cepat pakailah pakaianmu, dan jangan bersuara."Dengan berat hati Sera pun menurut. Dalam keadaan tubuhnya yang polos, gadis tersebut tanpa ragu berjalan mengambil lingerie dan pakaiannya yang tercecer di lantai. Pandangan mata Sean masih saja tidak bisa lepas dari tubuh molek
Celine terbangun dengan keringat dingin yang membasahi wajah serta lehernya. Mimpinya terasa begitu nyata, hingga dia benar-benar merasa sedang berada dalam mimpinya.Dave membawa sang istri dalam pelukannya, seraya berkata,"Tenanglah. Itu hanya mimpi. Semuanya akan baik-baik saja."Namun, sang istri masih tetap merasa ketakutan. Bagaimana tidak, dia didatangi oleh Sean, mantan suaminya yang sekarang menjadi adik iparnya. Pria itu terlihat sangat marah dan ingin membalas dendam padanya. Entah mengapa dari ekspresi wajah sang mantan suami terlihat begitu mengerikan baginya. Dave mendekap erat tubuh wanita yang menjadi kekasih hatinya, berusaha untuk menenangkannya. Tentu saja dia tidak bisa tenang mendengar nama sang adik yang pernah menjadi suami dari istrinya, kini hadir di dalam mimpi sang istri. Ingin rasanya dia menanyakan mimpi itu pada wanitanya. Hanya saja dia merasa saat ini bukan waktu yg tepat, sehingga dia mengurungkannya."Dave, aku mimpi buruk," ucap sang istri, sembari
Setelah kejadian di dalam ruang kerja Sean, hubungan Sera dan pria yang tinggal dengannya itu semakin dekat. Bahkan karena nyeri pada daerah intinya, terpaksa Sean menggendongnya hingga mereka pulang bersama dengan menggunakan taksi. Kebetulan sekali Raisa masih disibukkan dengan pekerjaannya di dapur, sehingga Sean bisa menggendong Sera untuk mengantarkannya masuk ke dalam kamar. Ketika makan malam, Sera tidak keluar untuk makan bersama dengan Raisa dan juga Sean. Sesuai dengan perintah Sean, dia harus berada di dalam kamar agar sang ibu tidak curiga ketika melihat cara berjalannya yang sedikit berbeda. Raisa tidak memperdulikan putrinya. Menurutnya, Sera akan keluar dengan sendirinya jika dia merasa lapar, karena dia bukan lagi seorang bayi yang harus disuapi tepat waktu. Sedangkan Sean, dia tetap bersikap seperti biasanya. Sejak awal memang dia tidak pernah menganggap Sera sebagai anaknya. Dan sekarang, dialah yang memetik madu mahkotanya. Keesokan harinya, Sean berencana untu
"Mendapatkan hatinya?" celetuk Sera sambil mengernyitkan dahinya."Iya, benar. Kamu harus berusaha untuk mendapatkan hati pemuda tadi. Apa kamu bisa melakukannya?" tanya Sean sembari tersenyum pada sang gadis.Sera menatap serius pada pria yang sedang berbicara padanya. Dari dalam matanya tersirat kebingungannya. "Kenapa kamu diam? Apa kamu tidak merasa tertarik pada pemuda tadi? Dia sangat tampan, kaya dan asal kamu tahu saja, hotel ini adalah miliknya. Apa kamu tidak ingin memiliki pemuda seperti dia?" tanya Sean yang mencoba menjawab kebingungan sang gadis.Seketika mata Seta terbelalak. Dia merasa kaget mendengar betapa hebatnya pemuda yang disebut Sean sebagai putranya. "Bukankah tadi Om memanggilnya dengan sebutan putra? Apa dia benar-benar anak Om Sean?" tanya sang gadis menyelidik.Sean tersenyum getir. Dia mengingat kembali akan peristiwa di masa lalunya. Mengingat akan pernikahan sempurnanya dengan Celine, mengingat hasil tes yang menyatakan bahwa Hero bukanlah anak biolog
Sera duduk berhadapan dengan pria yang berada di dalam ruangan HRD. Dengan gaya menggodanya, dia mengatakan keinginannya untuk melamar pekerjaan di hotel tersebut. Pria paruh baya yang sedang duduk di kursi kebesarannya menatap Sera tanpa berkedip sedikit pun. Dia berusaha untuk terlihat tegas dan berwibawa. "Bisa saya lihat CV kamu?" tanya pria tersebut dengan sedikit gugup melihat bagian dada sang gadis yang sebagian menyembul dan terpampang jelas di hadapannya. "Maaf, Pak. Saya tadi terburu-buru datang ke sini, sehingga tidak membawa apa pun sekarang," jawab Sera dengan wajah memelas.Melihat wajah sang gadis yang terlihat sangat membutuhkan pekerjaan, membuat pria tersebut sedikit goyah. Akan tetapi, dia tidak bisa begitu saja menerimanya."Lebih baik kamu segera ambil di rumah, dan kembalilah ke sini untuk melamar pekerjaan," ucap pria paruh baya tersebut dengan sedikit tegas.Ketegasan sang HRD sangat terkenal di hotel itu. Akan tetapi, pria tersebut sedikit goyah pada gadis
Sera tidak peduli pada cuitan beberapa waiter dan waitress yang sedang membicarakannya. Mereka semua mengadu pada SPV mengenai penampilan Sera saat ini."Suruh saja dia ganti dengan seragam yang seharusnya. Jika memang pekerjaannya tidak layak, maka ada alasan yang tepat untuk kita menolaknya," tutur seorang pria yang menjadi SPV mereka.Beberapa waitress mencebik kesal mendengar keputusan tersebut. Bagi mereka penampilan Sera sangat mengganggu, karena dapat menyita perhatian para kaum lelaki. Tidak hanya itu saja, penampilan Sera dapat memperburuk citra kaum waitress hotel tersebut. Mereka tidak ingin mendengar bahwa waitress di hotel itu menggoda para tamu dengan penampilannya yang seperti wanita penggoda."Di mana dia?" tanya salah seorang waitress yang akan memberi Sera seragam untuk dipakainya.Pandangan matanya menyusuri sekelilingnya untuk mencari keberadaan pekerja baru yang akan turut serta membantu mereka pada pesta kali ini. Akan tetapi, dia tidak menemukan sosok Sera yang