"Tapi jangan sampai Raisa tahu tentang kita. Kamu pasti sangat mengerti apa yang dilakukan oleh Raisa jika dia mengetahui tentang kita," tutur Sean, sembari menatap lembut pada sang gadis.Perlahan kepala Sera mengangguk. Akan tetapi, dalam hati dia tidak mau mengakhiri segalanya. Dia merasakan kenyamanan bersama dengan pria yang merupakan partner ranjang sang mama. Kini dia mengerti arti bersenang-senang yang selalu dilakukan oleh mamanya bersama pria tersebut. Dia menyukai perasaannya saat ini, perasaan yang tidak pernah dirasakannya selama ini.Tiba-tiba mereka dikagetkan oleh suara pintu yang diketuk dari luar. Dengan segera Sean menarik tubuh sang gadis, agar turun dari atas tubuhnya, seraya berkata lirih,"Cepat pakailah pakaianmu, dan jangan bersuara."Dengan berat hati Sera pun menurut. Dalam keadaan tubuhnya yang polos, gadis tersebut tanpa ragu berjalan mengambil lingerie dan pakaiannya yang tercecer di lantai. Pandangan mata Sean masih saja tidak bisa lepas dari tubuh molek
Celine terbangun dengan keringat dingin yang membasahi wajah serta lehernya. Mimpinya terasa begitu nyata, hingga dia benar-benar merasa sedang berada dalam mimpinya.Dave membawa sang istri dalam pelukannya, seraya berkata,"Tenanglah. Itu hanya mimpi. Semuanya akan baik-baik saja."Namun, sang istri masih tetap merasa ketakutan. Bagaimana tidak, dia didatangi oleh Sean, mantan suaminya yang sekarang menjadi adik iparnya. Pria itu terlihat sangat marah dan ingin membalas dendam padanya. Entah mengapa dari ekspresi wajah sang mantan suami terlihat begitu mengerikan baginya. Dave mendekap erat tubuh wanita yang menjadi kekasih hatinya, berusaha untuk menenangkannya. Tentu saja dia tidak bisa tenang mendengar nama sang adik yang pernah menjadi suami dari istrinya, kini hadir di dalam mimpi sang istri. Ingin rasanya dia menanyakan mimpi itu pada wanitanya. Hanya saja dia merasa saat ini bukan waktu yg tepat, sehingga dia mengurungkannya."Dave, aku mimpi buruk," ucap sang istri, sembari
Setelah kejadian di dalam ruang kerja Sean, hubungan Sera dan pria yang tinggal dengannya itu semakin dekat. Bahkan karena nyeri pada daerah intinya, terpaksa Sean menggendongnya hingga mereka pulang bersama dengan menggunakan taksi. Kebetulan sekali Raisa masih disibukkan dengan pekerjaannya di dapur, sehingga Sean bisa menggendong Sera untuk mengantarkannya masuk ke dalam kamar. Ketika makan malam, Sera tidak keluar untuk makan bersama dengan Raisa dan juga Sean. Sesuai dengan perintah Sean, dia harus berada di dalam kamar agar sang ibu tidak curiga ketika melihat cara berjalannya yang sedikit berbeda. Raisa tidak memperdulikan putrinya. Menurutnya, Sera akan keluar dengan sendirinya jika dia merasa lapar, karena dia bukan lagi seorang bayi yang harus disuapi tepat waktu. Sedangkan Sean, dia tetap bersikap seperti biasanya. Sejak awal memang dia tidak pernah menganggap Sera sebagai anaknya. Dan sekarang, dialah yang memetik madu mahkotanya. Keesokan harinya, Sean berencana untu
"Mendapatkan hatinya?" celetuk Sera sambil mengernyitkan dahinya."Iya, benar. Kamu harus berusaha untuk mendapatkan hati pemuda tadi. Apa kamu bisa melakukannya?" tanya Sean sembari tersenyum pada sang gadis.Sera menatap serius pada pria yang sedang berbicara padanya. Dari dalam matanya tersirat kebingungannya. "Kenapa kamu diam? Apa kamu tidak merasa tertarik pada pemuda tadi? Dia sangat tampan, kaya dan asal kamu tahu saja, hotel ini adalah miliknya. Apa kamu tidak ingin memiliki pemuda seperti dia?" tanya Sean yang mencoba menjawab kebingungan sang gadis.Seketika mata Seta terbelalak. Dia merasa kaget mendengar betapa hebatnya pemuda yang disebut Sean sebagai putranya. "Bukankah tadi Om memanggilnya dengan sebutan putra? Apa dia benar-benar anak Om Sean?" tanya sang gadis menyelidik.Sean tersenyum getir. Dia mengingat kembali akan peristiwa di masa lalunya. Mengingat akan pernikahan sempurnanya dengan Celine, mengingat hasil tes yang menyatakan bahwa Hero bukanlah anak biolog
Sera duduk berhadapan dengan pria yang berada di dalam ruangan HRD. Dengan gaya menggodanya, dia mengatakan keinginannya untuk melamar pekerjaan di hotel tersebut. Pria paruh baya yang sedang duduk di kursi kebesarannya menatap Sera tanpa berkedip sedikit pun. Dia berusaha untuk terlihat tegas dan berwibawa. "Bisa saya lihat CV kamu?" tanya pria tersebut dengan sedikit gugup melihat bagian dada sang gadis yang sebagian menyembul dan terpampang jelas di hadapannya. "Maaf, Pak. Saya tadi terburu-buru datang ke sini, sehingga tidak membawa apa pun sekarang," jawab Sera dengan wajah memelas.Melihat wajah sang gadis yang terlihat sangat membutuhkan pekerjaan, membuat pria tersebut sedikit goyah. Akan tetapi, dia tidak bisa begitu saja menerimanya."Lebih baik kamu segera ambil di rumah, dan kembalilah ke sini untuk melamar pekerjaan," ucap pria paruh baya tersebut dengan sedikit tegas.Ketegasan sang HRD sangat terkenal di hotel itu. Akan tetapi, pria tersebut sedikit goyah pada gadis
Sera tidak peduli pada cuitan beberapa waiter dan waitress yang sedang membicarakannya. Mereka semua mengadu pada SPV mengenai penampilan Sera saat ini."Suruh saja dia ganti dengan seragam yang seharusnya. Jika memang pekerjaannya tidak layak, maka ada alasan yang tepat untuk kita menolaknya," tutur seorang pria yang menjadi SPV mereka.Beberapa waitress mencebik kesal mendengar keputusan tersebut. Bagi mereka penampilan Sera sangat mengganggu, karena dapat menyita perhatian para kaum lelaki. Tidak hanya itu saja, penampilan Sera dapat memperburuk citra kaum waitress hotel tersebut. Mereka tidak ingin mendengar bahwa waitress di hotel itu menggoda para tamu dengan penampilannya yang seperti wanita penggoda."Di mana dia?" tanya salah seorang waitress yang akan memberi Sera seragam untuk dipakainya.Pandangan matanya menyusuri sekelilingnya untuk mencari keberadaan pekerja baru yang akan turut serta membantu mereka pada pesta kali ini. Akan tetapi, dia tidak menemukan sosok Sera yang
"Jadi ini ruangan anak Om Sean. Aku harus memikirkan strategi baru untuk bisa mendapatkannya. Persetan dia sudah bertunangan apa belum," gumam Sera yang sedang mengintip kondisi dalam ruangan tersebut dari balik pintu.Tanpa sadar matanya berbinar melihat sosok pemuda yang memakai setelan jas berwarna navy dari brand ternama. Dia terpesona pada pemuda yang terlihat sangat sempurna, tanpa kekurangan sedikit pun. "Jika memang dia nantinya akan menjadi milikku, maka aku tidak akan melepaskannya. Dia sangat sempurna. Aku tidak akan kekurangan apa pun jika menjadi istrinya. Dan tentu saja aku juga bisa bersenang-senang dengan keduanya. Ayah dan anak," ucapnya lirih, sembari tersenyum membayangkan dirinya sedang dimanjakan oleh Sean dan juga Hero.Tiba-tiba terdengar suara deheman yang berasal dari belakangnya. Sontak saja dia menutup wajahnya dengan menggunakan tumpukan kain yang dibawanya, dan meninggalkan tempat tersebut tanpa menoleh ke arah belakang."Semoga orang tadi tidak melihat w
"Sean?!" celetuk Celine yang terkejut melihat sang mantan suami berdiri di hadapannya sambil tersenyum."Kamu bertambah cantik. Aku senang bisa melihatmu lagi, Sayang," tutur Sean sembari tersenyum, dan tatapan matanya seolah sedang menginginkan sang wanita.Celine menguatkan dirinya, agar terlihat tidak terpengaruh oleh kehadiran sang mantan. Sayangnya, ekspresi tubuhnya tidak mengatakan demikian. Dadanya bergerak naik turun seiring dengan nafasnya yang memburu menahan ketakutannya. 'Mimpi itu menjadi kenyataan. Tidak. Aku tidak boleh terlihat lemah dan takut padanya. Aku harus bersikap berani dan tidak terpengaruh dengan kehadirannya,' batin sang wanita dengan mencengkeram erat dress yang dipakainya."Kenapa kamu berada di sini?" tanya Celine yang berusaha terlihat berani di hadapan mantan suaminya.Sean menyeringai. Dia menatap lapar pada wanita cantik yang ada di hadapannya. Memang benar jika Sean semakin tertarik ketika melihat mantan istrinya. Dia tidak menampiknya, dan rasa in
Suara detak jantung dari seorang pasien pria yang terbaring di atas tempat tidur pasien, terdengar menggema dalam ruang ICU setelah mendapatkan operasi selama beberapa jam. Deraian air mata dari beberapa orang yang berada di luar ruang tesebut, tidak dapat didengarnya, seolah dunia mereka kini berbeda. Wanita tua yang berpenampilan modis dan terlihat lebih muda dari usianya, sedang berdiri di depan jendela kaca ruang ICU. Pandangan matanya tidak lepas dari pasien yang ada di dalam ruangan tersebut. Mata sembabnya masih saja mengeluarkan air mata, seolah tidak bisa merelakan apa yang dilihatnya saat ini. "Kenapa nasib Sean bisa begini, Pa?!" tanyanya dengan suara serak pada sang suami yang ada di sebelahnya. "Sabar, Ma. Papa yakin, Sean akan baik-baik saja. Sean adalah seorang Mayer. Dia pasti kuat dan berusaha untuk bertahan, agar bisa kembali pulang bersama dengan kita," tutur Antonio yang berusaha menenangkan hati istrinya. Deraian air mata yang membasahi pipi Anna, membuat
"Mama?!" ujar Sera dengan suara yang bergetar.Perempuan muda itu berlari menghampiri seorang wanita paruh baya yang berpenampilan seksi, dan memakai makeup, lengkap dengan lipstik berwarna merah menyala. Dipeluknya wanita yang dipanggilnya dengan sebutan mama tersebut, dan berkata,"Sera takut, Ma."Air matanya menetes di pipi, dan mengenai baju wanita paruh baya yang dipeluknya. Hal yang paling dibenci oleh Raisa, kini dilakukan oleh putrinya. Raisa sangat marah jika bajunya terkena makeup orang lain pada saat berpelukan dengannya. Terlebih lagi jika air mata orang tersebut menempel di bajunya.Sang mama menjauhkan tubuh putrinya, dan memperhatikan penampilan perempuan muda tersebut yang masih sesenggukan mengeluarkan air mata. "Ada apa denganmu, Sera? Kenapa kamu seperti ini? Dan juga kenapa kamu berada di tempat ini?" tanya Raisa sembari menatap putrinya dengan heran.Sera menundukkan kepalanya, sembari mengusap kasar air mata yang menetes di kedua pipinya. Akan tetapi, dia tidak
"Semuanya sudah lengkap. Sepertinya masalah ini sudah bisa kita proses sekarang," ucap polisi yang sebelumnya telah bersitegang dengan Sean."Silahkan, Pak. Kami menyerahkan mereka pada pihak kepolisian," ujar seorang pria yang berasal dari arah belakangnya.Seketika putra kedua dari keluarga Mayer tersebut, menoleh ke arah sumber suara. Sontak saja matanya terbelalak melihat sosok yang sangat familiar sedang berdiri bersama dengan dua orang pria yang diapit oleh beberapa polisi dan beberapa pria berpakaian serba hitam. "Om Sean," lirih perempuan yang saat ini sedang membuat Sean tercengang dengan penampilannya.Betapa tidak tercengang ketika Sean melihat keadaan putri dari wanita yang menjadi partner ranjangnya. Rambutnya berantakan dan terkesan acak-acakan. Wajahnya terlihat begitu lelah, dengan makeup yang luntur karena peluhnya. Dan satu hal membuat Sean tidak bisa berkata-kata yaitu penampilan Sera saat ini yang persis seperti ibunya.Ingatan Sean tertuju pada saat dirinya menja
Seketika dua orang pria dan seorang wanita terhenyak kaget, tatkala pintu kamar yang mereka tempati dibuka dengan kerasnya dari luar. Beberapa pria berpakaian serba hitam masuk ke dalam kamar tersebut, dan menangkap basah mereka bertiga dalam keadaan polos sedang bersenang-senang bersama. Kedua pria tersebut merupakan karyawan hotel yang bekerja pada bagian parkir, sehingga mereka berdua terlihat ketakutan saat ini.Berbeda dengan kedua pria itu. Sera yang usianya jauh lebih muda dari mereka berdua, terlihat sangat menikmati permainannya. Dia berada di atas tubuh seorang pria, dan pria yang satunya lagi memanjakannya dari belakang tubuhnya. Bahkan dia tidak mau menghentikan gerakannya. "Cepat lakukan! Aku sudah tidak tahan lagi! Jangan berhenti! Aku mohon!" ujar Sera dengan suara yang tertahan, diiringi dengan lenguhannya dan lebih mempercepat gerakannya.Hal itu membuat pria yang berada di bawah tubuhnya merasa tersiksa. Dia ingin menghentikannya, tapi hasratnya mengatakan tidak mau
Dave mengepalkan kedua tangannya ketika mendengar cerita dari sang putra tentang apa yang dilakukan oleh Sean padanya. Kilatan amarah terlihat dari mata pria paruh baya yang selalu membuat sang adik iri padanya. "Tidak pernah ku sangka dia akan berbuat senekat itu padamu," ujar Dave dengan penuh amarah. Hatinya kini dikuasai oleh amarahnya pada sang adik. Bahkan Dave telah berjanji dalam hatinya, dia akan memberi Sean pelajaran yang setimpal, jika berani menyentuh istri dan putranya, meskipun nyawanya menjadi taruhan. "Apa mungkin dia ingin menghancurkan kita, Dad?" tanya sang putra dengan ragu-ragu. Dave menoleh ke arah putranya. Dia memaksakan senyumnya, berusaha agar putra kesayangannya tidak mengkhawatirkan hal itu. "Jangan pikirkan hal itu, Hero. Daddy akan mengatasi semuanya. Kamu hanya perlu fokus pada kehidupan dan masa depanmu. Tetaplah waspada dan hati-hati pada siapa pun, meski orang tersebut kenal dan sangat dekat denganmu," tutur Dave, sembari menepuk-nepuk lirih
Hero menyeringai melihat si pengintai telah mendapatkan pelajaran dari sang asisten. Bahkan saat ini, gadis itu telah dibawa oleh dua orang pria yang sama sekali tidak dikenalnya. Mereka berdua diperintahkan oleh asisten Hero untuk memuaskan hasrat sang gadis di dalam kamar salah satu hotel tersebut.Sera pun tidak menolaknya. Dia sangat membutuhkan sentuhan dari pria untuk memuaskan hasratnya. Apalagi saat ini dia dalam pengaruh obat, sehingga bertindak aktif dan agresif ketika bersenang-senang dengan dua pria dewasa yang sangat berpengalaman.Pikirannya kosong. Hanya hasrat yang memburu sedang menguasai hati serta pikirannya. Senyuman dan lenguhannya menandakan kepuasan Sera akan perlakuan dan sentuhan dari kedua pria yang bermain dengannya. "Siapa sebenarnya dia?" tanya Hero pada sang asisten ketika si pengintai sudah keluar dari ruangan tersebut bersama dengan kedua pria suruhan mereka. "Dia suruhan dari pria yang menemui anda di ruang pesta," jawab sang asisten seraya memberika
Tepuk tangan meriah mengiringi pemasangan cincin di kedua jari pasangan yang sedang bertunangan. Hero dan Serena merupakan pasangan yang berbahagia pada hari ini. Semua keluarga besar, kolega, dan rekan kerja telah datang untuk menjadi saksi peristiwa penting tersebut, dan tentu saja mereka berbondong-bondong memberikan ucapan selamat pada pasangan yang sedang berbahagia.Setelah semua rangkaian acara selesai dilakukan, dan mengantarkan sang kekasih hati pulang bersama keluarganya, Hero meminta ijin pada kedua orang tuanya untuk beristirahat sejenak, meninggalkan pesta tersebut yang masih dipenuhi oleh tamu undangan."Tolong bawakan saya obat sakit kepala," perintah Hero pada asistennya, sembari berjalan keluar dari area pesta.Tanpa menunggu lama, sang asisten pun bergegas mengambilkan obat untuk sang bos, dan membawakan sebotol air mineral untuk dibawa ke ruang peristirahatan yang hanya digunakan pada saat pesta berlangsung.Di dalam ruangan itu, seorang pemuda berpenampilan rapi de
Perkataan Sean terngiang-ngiang di telinga Hero, hingga menyita pikirannya. Pemuda tersebut memikirkan panggilan Sean padanya. 'Putra? Kenapa pria tadi memanggilku sebagai putranya? Apa aku mirip dengan putranya?' batin Hero sembari membayangkan percakapannya bersama dengan Sean.Dirinya mengatakan bahwa tidak akan terpengaruh dengan perkataan pria asing tersebut. Akan tetapi, hatinya menolak untuk melupakannya. Kata "putra" masih saja membekas pada ingatannya. "Ada apa, Hero? Apa kamu gugup?" tanya seorang pria baya sembari terkekeh duduk di sampingnya.Sontak saja pemuda tampan yang menjadi sorotan dalam acara tersebut, menoleh ke arah sumber suara. Seketika dia terkejut tatkala melihat sosok pria yang menjadi panutannya selama ini."Papa?! Sejak kapan Papa berada di sini?"Dave tersenyum, dan menepuk-nepuk lirih pundak putranya, seraya berkata,"Apa yang sedang kamu khawatirkan? Bukankah seorang Hero tidak pernah sekali pun merasa khawatir?" Hero menghela nafasnya. Dia tersenyum
"Sean?!" celetuk Celine yang terkejut melihat sang mantan suami berdiri di hadapannya sambil tersenyum."Kamu bertambah cantik. Aku senang bisa melihatmu lagi, Sayang," tutur Sean sembari tersenyum, dan tatapan matanya seolah sedang menginginkan sang wanita.Celine menguatkan dirinya, agar terlihat tidak terpengaruh oleh kehadiran sang mantan. Sayangnya, ekspresi tubuhnya tidak mengatakan demikian. Dadanya bergerak naik turun seiring dengan nafasnya yang memburu menahan ketakutannya. 'Mimpi itu menjadi kenyataan. Tidak. Aku tidak boleh terlihat lemah dan takut padanya. Aku harus bersikap berani dan tidak terpengaruh dengan kehadirannya,' batin sang wanita dengan mencengkeram erat dress yang dipakainya."Kenapa kamu berada di sini?" tanya Celine yang berusaha terlihat berani di hadapan mantan suaminya.Sean menyeringai. Dia menatap lapar pada wanita cantik yang ada di hadapannya. Memang benar jika Sean semakin tertarik ketika melihat mantan istrinya. Dia tidak menampiknya, dan rasa in