Berbanding terbalik dengan Sean dan Raisa. Kehidupan Dave dan Celine sangat harmonis dan bahagia. Terlebih lagi dengan semakin bertambah usianya sang pangeran kecil mereka yang digadang-gadang sebagai pewaris dari kekayaan keluarga Mayer, maka semakin lucu dan menggemaskannya dia.Rumah besar nan mewah yang ditempati oleh keluarga Mayer terasa lebih hidup dan menyenangkan. Semua itu karena hadirnya seorang Hero yang menjadi penyelamat untuk keluarga mereka.Meskipun saat ini mereka seolah hidup bahagia tanpa kehadiran Sean, Antonio dan Anna tetap mengawasi putra keduanya itu. Mereka tidak lepas tangan begitu saja seperti yang dikatakan oleh Sean. Bagi pasangan paruh baya tersebut, putra keduanya harus bisa belajar dari kesalahannya, dan sadar bahwa nasehat dari mereka memang benar adanya.Namun, Sean tetap pada pendiriannya, dan pikiran sempitnya itu membawa kehidupannya yang sekarang semakin sengsara bagi seorang Sean Mayer.Raisa pun demikian. Dia merasa hidupnya saat ini seperti hi
"Mereka selalu saja seperti itu. Apa mereka pikir aku bodoh?" ucap seorang gadis yang memakai seragam sekolah sedang berdiri di bawah tangga, sembari melihat ke arah lantai atas.Raisa benar-benar melupakan usia putrinya yang sudah menginjak remaja. Dia sama sekali tidak memikirkan dampak kebebasannya dalam mengekpresikan hasratnya bersama Sean, dapat berpengaruh pada pertumbuhan putrinya. Sering sekali Sera memergoki ibunya dan Sean sedang beradegan panas dengan bebasnya. Bahkan dia tidak berani bertanya atau pun memprotesnya.Seperti saat ini, suara lenguhan dan desisan yang keluar dari mulut mereka berdua, terdengar sangat jelas di telinga gadis remaja itu. Bukan makanan yang dihidangkan oleh sang ibu padanya ketika dia pulang sekolah dalam keadaan lapar, melainkan gadis itu disuguhi dengan pertunjukan panas dari sepasang orang dewasa yang tinggal bersamanya.Awal melihat ibunya sedang memadu kasih dengan pria yang dianggapnya sebagai ayah, tentu saja dia ada sangat kaget. Sera, ga
Hero, cucu dari keluarga Mayer yang menjadi incaran para kaum hawa, kini sedang bersama dengan seorang gadis cantik di dalam mobilnya. Aura kebahagiaan terlihat jelas pada wajahnya. Bahkan senyumannya tidak pernah pudar menghiasi wajah tampannya.Gadis cantik bermata almond yang sedang duduk di samping pengemudi, terlihat malu-malu dengan semburat merah di wajahnya. Gadis periang itu seketika membisu, sejak sang pemilik mobil tersebut memuji penampilannya dan mengungkapkan perasaannya."Kenapa kamu diam saja, Serena?" tanya si pengemudi, tanpa melihat ke arahnya.Sontak s,,,aja gadis cantik yang sedang melamun itu terkesiap. Tanpa sadar dia pun berkata,"Tidak. Kata siapa aku diam?"Seketika Hero mengernyitkan dahinya. Pemuda itu menghentikan mobilnya di tepi jalan, sehingga membuat sang gadis bertambah kaget dan salah tingkah."Biasanya kamu sangat ceria dan banyak sekali bicara. Tapi, kenapa sekarang kamu jadi diam begini? Apa ada masalah? Atau kamu sedang sakit?" tanya pemuda terse
Wanita paruh baya yang terlihat cantik, awet muda dan elegan itu tersenyum manis mendengar sang putra memperkenalkan seorang gadis padanya. Tidak bisa dipungkirinya, hatinya sangat senang melihat putra kesayangannya telah memiliki kekasih hati yang terlihat tidak biasa. Celine merupakan wanita yang sangat jeli dalam menilai, sehingga dia bisa langsung menilai seseorang ketika bertemu dan berbicara dengannya. Tentu saja dia mempelajari semua itu dari sang mertua, Antonio Mayer."Celine Federick Mayer, mama dari Hero Federick Mayer," tukas wanita paruh baya tersebut, sembari mengulurkan tangannya pada gadis yang berdiri di samping sang putra.Dengan sedikit gemetar, gadis tersebut menjabat tangan wanita paruh baya yang telah menyebutkan namanya, seraya berkata,."Saya Serena, Tante. Senang bertemu dengan Tante. Maaf, jika tangan saya gemetar. Saya gugup berkenalan dengan wanita secantik dan sehebat Tante. Saya sangat senang dan merasa sangat terhormat bisa menjabat tangan Tante."Sontak
Seketika semburat merah terlihat pada wajah Serena. Dia merasa sangat malu dengan gerakan refleknya yang sudah dua kali mengenai Hero. Terlebih lagi pertanyaan yang dilontarkan Hero padanya, seolah pemuda tersebut sedang menyindirnya. Tanpa berpikir panjang, gadis berparas ayu itu beranjak pergi meninggalkan sang pemuda yang sedang menahan tawa melihat ekspresi malu dari gadisnya."Seren! Mau ke mana?!" seru Hero padanya."Sayang! Tunggu!" seru Hero kembali, ketika sang gadis berpura-pura tidak melihatnya.Mendengar seruan dari Hero yang memanggil dengan sebutan sayang, seketika semua pasang mata tertuju pada pemuda tampan tersebut, dan pandangan mata mereka mengikuti arah pandang Hero yang sedang menatap seorang gadis di depannya."Apa gadis itu yang dipanggil sayang oleh Hero?" "Siapa dia?""Apa gadis itu dari kalangan kita?""Jika memang dia dari keluarga terpandang, tidak mungkin kita tidak mengenalnya.""Tapi dia sangat cantik. Pamtas saja jika seorang Hero bisa menyukainya."Te
Hari-hari pun berlalu. Sera masih saja terbayang akan apa yang dilihatnya waktu itu. Semua yang dilakukan oleh Raisa bersama dengan Sean, masih saja terbayang jelas di pikirannya. Gadis polos nan lugu itu, kini semakin penasaran. Terlebih lagi, sang ibu mengatakan jika yang mereka lakukan adalah untuk bersenang-senang. "Apa aku harus melakukannya jika ingin merasakan suatu kesenangan?" guma gadis tersebut, sembari memegang dada yang merasakan debaran jantungnya semakin cepat. Sera tumbuh tanpa peran serta orang tua pada umumnya. Raisa hanya memberinya makan, memberinya tempat tinggal dan menyekolahkannya saja, tanpa melakukan perannya sebagai seorang ibu dengan baik. Bukan hanya itu saja, selama ini dia tidak pernah merasakan peran seorang ayah. Sean hanya orang asing yang tinggal bersama mereka. Bahkan Sean mengatakan bahwa rumah dan sebagainya adalah miliknya, sedangkan Raisa dan putrinya hanya menumpang, sehingga mereka berdua harus mau bekerja sesuai perintah sang tuan ruma
"Apa ada Sera di dalam? Aku mencarinya di mana-mana, tapi tidak ada. Padahal baru saja dia masuk ke dalam toko," tanya seorang pemuda pada seorang wanita dewasa yang sedang berdiri di depan pintu ruangan si pemilik toko.Wanita tersebut menghentikan tangannya yang sedang mengetuk pintu, dan menoleh ke arah sumber suara. RT"Sera? Hari ini aku belum melihatnya sama sekali. Apa dia sudah datang?" tanyanya sembari mengernyitkan dahi."Aneh. Kami tadi sudah bertemu. Apa aku salah lihat?" gumam sang pemuda, sembari menggaruk rambutnya.Wanita yang berusia sekitar dua puluh lima tahun tersebut menggelengkan kepalanya, dan tersenyum melihat ekspresi wajah bingung dari pemuda itu. Kemudian dia teringat kembali tujuannya mencari si pemilik toko. Dia kembali mengetuk pintu, dan berseru,"Bos, tolong buka pintunya. Saya ada perlu sebentar. Ada yang ingin saya bicarakan pada Bos."Mendengar seruan dari salah satu pekerja yang berada di luar pintu ruangan tersebut, membuat Sean mencoba menghentika
"Tapi jangan sampai Raisa tahu tentang kita. Kamu pasti sangat mengerti apa yang dilakukan oleh Raisa jika dia mengetahui tentang kita," tutur Sean, sembari menatap lembut pada sang gadis.Perlahan kepala Sera mengangguk. Akan tetapi, dalam hati dia tidak mau mengakhiri segalanya. Dia merasakan kenyamanan bersama dengan pria yang merupakan partner ranjang sang mama. Kini dia mengerti arti bersenang-senang yang selalu dilakukan oleh mamanya bersama pria tersebut. Dia menyukai perasaannya saat ini, perasaan yang tidak pernah dirasakannya selama ini.Tiba-tiba mereka dikagetkan oleh suara pintu yang diketuk dari luar. Dengan segera Sean menarik tubuh sang gadis, agar turun dari atas tubuhnya, seraya berkata lirih,"Cepat pakailah pakaianmu, dan jangan bersuara."Dengan berat hati Sera pun menurut. Dalam keadaan tubuhnya yang polos, gadis tersebut tanpa ragu berjalan mengambil lingerie dan pakaiannya yang tercecer di lantai. Pandangan mata Sean masih saja tidak bisa lepas dari tubuh molek
Suara detak jantung dari seorang pasien pria yang terbaring di atas tempat tidur pasien, terdengar menggema dalam ruang ICU setelah mendapatkan operasi selama beberapa jam. Deraian air mata dari beberapa orang yang berada di luar ruang tesebut, tidak dapat didengarnya, seolah dunia mereka kini berbeda. Wanita tua yang berpenampilan modis dan terlihat lebih muda dari usianya, sedang berdiri di depan jendela kaca ruang ICU. Pandangan matanya tidak lepas dari pasien yang ada di dalam ruangan tersebut. Mata sembabnya masih saja mengeluarkan air mata, seolah tidak bisa merelakan apa yang dilihatnya saat ini. "Kenapa nasib Sean bisa begini, Pa?!" tanyanya dengan suara serak pada sang suami yang ada di sebelahnya. "Sabar, Ma. Papa yakin, Sean akan baik-baik saja. Sean adalah seorang Mayer. Dia pasti kuat dan berusaha untuk bertahan, agar bisa kembali pulang bersama dengan kita," tutur Antonio yang berusaha menenangkan hati istrinya. Deraian air mata yang membasahi pipi Anna, membuat
"Mama?!" ujar Sera dengan suara yang bergetar.Perempuan muda itu berlari menghampiri seorang wanita paruh baya yang berpenampilan seksi, dan memakai makeup, lengkap dengan lipstik berwarna merah menyala. Dipeluknya wanita yang dipanggilnya dengan sebutan mama tersebut, dan berkata,"Sera takut, Ma."Air matanya menetes di pipi, dan mengenai baju wanita paruh baya yang dipeluknya. Hal yang paling dibenci oleh Raisa, kini dilakukan oleh putrinya. Raisa sangat marah jika bajunya terkena makeup orang lain pada saat berpelukan dengannya. Terlebih lagi jika air mata orang tersebut menempel di bajunya.Sang mama menjauhkan tubuh putrinya, dan memperhatikan penampilan perempuan muda tersebut yang masih sesenggukan mengeluarkan air mata. "Ada apa denganmu, Sera? Kenapa kamu seperti ini? Dan juga kenapa kamu berada di tempat ini?" tanya Raisa sembari menatap putrinya dengan heran.Sera menundukkan kepalanya, sembari mengusap kasar air mata yang menetes di kedua pipinya. Akan tetapi, dia tidak
"Semuanya sudah lengkap. Sepertinya masalah ini sudah bisa kita proses sekarang," ucap polisi yang sebelumnya telah bersitegang dengan Sean."Silahkan, Pak. Kami menyerahkan mereka pada pihak kepolisian," ujar seorang pria yang berasal dari arah belakangnya.Seketika putra kedua dari keluarga Mayer tersebut, menoleh ke arah sumber suara. Sontak saja matanya terbelalak melihat sosok yang sangat familiar sedang berdiri bersama dengan dua orang pria yang diapit oleh beberapa polisi dan beberapa pria berpakaian serba hitam. "Om Sean," lirih perempuan yang saat ini sedang membuat Sean tercengang dengan penampilannya.Betapa tidak tercengang ketika Sean melihat keadaan putri dari wanita yang menjadi partner ranjangnya. Rambutnya berantakan dan terkesan acak-acakan. Wajahnya terlihat begitu lelah, dengan makeup yang luntur karena peluhnya. Dan satu hal membuat Sean tidak bisa berkata-kata yaitu penampilan Sera saat ini yang persis seperti ibunya.Ingatan Sean tertuju pada saat dirinya menja
Seketika dua orang pria dan seorang wanita terhenyak kaget, tatkala pintu kamar yang mereka tempati dibuka dengan kerasnya dari luar. Beberapa pria berpakaian serba hitam masuk ke dalam kamar tersebut, dan menangkap basah mereka bertiga dalam keadaan polos sedang bersenang-senang bersama. Kedua pria tersebut merupakan karyawan hotel yang bekerja pada bagian parkir, sehingga mereka berdua terlihat ketakutan saat ini.Berbeda dengan kedua pria itu. Sera yang usianya jauh lebih muda dari mereka berdua, terlihat sangat menikmati permainannya. Dia berada di atas tubuh seorang pria, dan pria yang satunya lagi memanjakannya dari belakang tubuhnya. Bahkan dia tidak mau menghentikan gerakannya. "Cepat lakukan! Aku sudah tidak tahan lagi! Jangan berhenti! Aku mohon!" ujar Sera dengan suara yang tertahan, diiringi dengan lenguhannya dan lebih mempercepat gerakannya.Hal itu membuat pria yang berada di bawah tubuhnya merasa tersiksa. Dia ingin menghentikannya, tapi hasratnya mengatakan tidak mau
Dave mengepalkan kedua tangannya ketika mendengar cerita dari sang putra tentang apa yang dilakukan oleh Sean padanya. Kilatan amarah terlihat dari mata pria paruh baya yang selalu membuat sang adik iri padanya. "Tidak pernah ku sangka dia akan berbuat senekat itu padamu," ujar Dave dengan penuh amarah. Hatinya kini dikuasai oleh amarahnya pada sang adik. Bahkan Dave telah berjanji dalam hatinya, dia akan memberi Sean pelajaran yang setimpal, jika berani menyentuh istri dan putranya, meskipun nyawanya menjadi taruhan. "Apa mungkin dia ingin menghancurkan kita, Dad?" tanya sang putra dengan ragu-ragu. Dave menoleh ke arah putranya. Dia memaksakan senyumnya, berusaha agar putra kesayangannya tidak mengkhawatirkan hal itu. "Jangan pikirkan hal itu, Hero. Daddy akan mengatasi semuanya. Kamu hanya perlu fokus pada kehidupan dan masa depanmu. Tetaplah waspada dan hati-hati pada siapa pun, meski orang tersebut kenal dan sangat dekat denganmu," tutur Dave, sembari menepuk-nepuk lirih
Hero menyeringai melihat si pengintai telah mendapatkan pelajaran dari sang asisten. Bahkan saat ini, gadis itu telah dibawa oleh dua orang pria yang sama sekali tidak dikenalnya. Mereka berdua diperintahkan oleh asisten Hero untuk memuaskan hasrat sang gadis di dalam kamar salah satu hotel tersebut.Sera pun tidak menolaknya. Dia sangat membutuhkan sentuhan dari pria untuk memuaskan hasratnya. Apalagi saat ini dia dalam pengaruh obat, sehingga bertindak aktif dan agresif ketika bersenang-senang dengan dua pria dewasa yang sangat berpengalaman.Pikirannya kosong. Hanya hasrat yang memburu sedang menguasai hati serta pikirannya. Senyuman dan lenguhannya menandakan kepuasan Sera akan perlakuan dan sentuhan dari kedua pria yang bermain dengannya. "Siapa sebenarnya dia?" tanya Hero pada sang asisten ketika si pengintai sudah keluar dari ruangan tersebut bersama dengan kedua pria suruhan mereka. "Dia suruhan dari pria yang menemui anda di ruang pesta," jawab sang asisten seraya memberika
Tepuk tangan meriah mengiringi pemasangan cincin di kedua jari pasangan yang sedang bertunangan. Hero dan Serena merupakan pasangan yang berbahagia pada hari ini. Semua keluarga besar, kolega, dan rekan kerja telah datang untuk menjadi saksi peristiwa penting tersebut, dan tentu saja mereka berbondong-bondong memberikan ucapan selamat pada pasangan yang sedang berbahagia.Setelah semua rangkaian acara selesai dilakukan, dan mengantarkan sang kekasih hati pulang bersama keluarganya, Hero meminta ijin pada kedua orang tuanya untuk beristirahat sejenak, meninggalkan pesta tersebut yang masih dipenuhi oleh tamu undangan."Tolong bawakan saya obat sakit kepala," perintah Hero pada asistennya, sembari berjalan keluar dari area pesta.Tanpa menunggu lama, sang asisten pun bergegas mengambilkan obat untuk sang bos, dan membawakan sebotol air mineral untuk dibawa ke ruang peristirahatan yang hanya digunakan pada saat pesta berlangsung.Di dalam ruangan itu, seorang pemuda berpenampilan rapi de
Perkataan Sean terngiang-ngiang di telinga Hero, hingga menyita pikirannya. Pemuda tersebut memikirkan panggilan Sean padanya. 'Putra? Kenapa pria tadi memanggilku sebagai putranya? Apa aku mirip dengan putranya?' batin Hero sembari membayangkan percakapannya bersama dengan Sean.Dirinya mengatakan bahwa tidak akan terpengaruh dengan perkataan pria asing tersebut. Akan tetapi, hatinya menolak untuk melupakannya. Kata "putra" masih saja membekas pada ingatannya. "Ada apa, Hero? Apa kamu gugup?" tanya seorang pria baya sembari terkekeh duduk di sampingnya.Sontak saja pemuda tampan yang menjadi sorotan dalam acara tersebut, menoleh ke arah sumber suara. Seketika dia terkejut tatkala melihat sosok pria yang menjadi panutannya selama ini."Papa?! Sejak kapan Papa berada di sini?"Dave tersenyum, dan menepuk-nepuk lirih pundak putranya, seraya berkata,"Apa yang sedang kamu khawatirkan? Bukankah seorang Hero tidak pernah sekali pun merasa khawatir?" Hero menghela nafasnya. Dia tersenyum
"Sean?!" celetuk Celine yang terkejut melihat sang mantan suami berdiri di hadapannya sambil tersenyum."Kamu bertambah cantik. Aku senang bisa melihatmu lagi, Sayang," tutur Sean sembari tersenyum, dan tatapan matanya seolah sedang menginginkan sang wanita.Celine menguatkan dirinya, agar terlihat tidak terpengaruh oleh kehadiran sang mantan. Sayangnya, ekspresi tubuhnya tidak mengatakan demikian. Dadanya bergerak naik turun seiring dengan nafasnya yang memburu menahan ketakutannya. 'Mimpi itu menjadi kenyataan. Tidak. Aku tidak boleh terlihat lemah dan takut padanya. Aku harus bersikap berani dan tidak terpengaruh dengan kehadirannya,' batin sang wanita dengan mencengkeram erat dress yang dipakainya."Kenapa kamu berada di sini?" tanya Celine yang berusaha terlihat berani di hadapan mantan suaminya.Sean menyeringai. Dia menatap lapar pada wanita cantik yang ada di hadapannya. Memang benar jika Sean semakin tertarik ketika melihat mantan istrinya. Dia tidak menampiknya, dan rasa in