Sebulan telah berlalu, sejak kejadian mobil bergoyang pada saat pernikahan Dave dan Celine. Akhirnya Sean tidak bisa menghentikan pernikahan tersebut. Kini, sang mantan istri telah resmi menjadi istri kakaknya. Sedangkan dia, masih tidak bisa lepas dari cengkeraman seorang Raisa. Hari demi hari terasa sama baginya, hingga semakin lama dia merasa bosan dan tertekan. Bagaimana tidak, di samping sikap Raisa yang selalu melayani dan memanjakannya dengan permainan ranjang, wanita licik itu tetap meminta barang-barang mewah sebagai imbalannya. "Uangku sudah habis. Aku akan bekerja kembali mulai hari ini," tutur Sean ketika duduk di meja makan.Raisa menatap sang pria yang masih menggunakan pakaian santai layaknya di rumah. Dia pun,"Bekerja? Dengan pakaian seperti ini?" Sean melihat dirinya sendiri, dan merutuki kebodohannya yang melupakan hal dasar ketika akan berangkat bekerja. "Tentu saja tidak. Setelah ini aku akan berganti pakaian," jawabnya dengan santai, berusaha menutupi rasa m
Sang Presdir melihat ke arah sumber suara, dan mendapati putra keduanya sedang berdiri di hadapannya. Dengan santainya, dia pun berkata,"Kamu sudah datang rupanya."Kemudian pria paruh baya tersebut, kembali mengalihkan pandangannya pada lembaran-lembaran kertas yang ada di depannya, seolah kedatangan sang putra hanya biasa saja baginya."Kenapa barang-barang Sean tidak ada di ruangan kantor Sean, Pa?" tanya sang putra kembali dengan nada meninggi."Sudah dipindahkan untuk ruangan CEO yang baru," jawab An tonio yang masih memperhatikan lembaran-lembaran kertas di tangannya.Seketika Sean membelalakkan matanya, dan berkata,"Apa?! CEO yang baru?! Kenapa harus memakai ruangan Sean?!""Karena ruangan itu dibangun khusus untuk CEO perusahaan. Lagi pula kamu juga sudah tidak bekerja. Jadi, sayang sekali jika ruangan itu dibiarkan kosong begitu saja," tutur sang papa tanpa melihat ke arah putranya.Brak!Sean menggebrak meja kerja sang Presdir yang ada di depannya, sehingga membuat pria pa
Raisa tidak bisa mempertahankan barang-barang kesukaannya. Semua koleksi tas, sepatu, dan aksesoris dari brand ternama yang dibelinya dengan mengunakan uang Sean, kini harus direlakan olehnya. Rela? Tentu saja tidak. Semua bagaikan anak yang juga bagian dari jiwanya. Namun, dia tidak bisa mempertahankannya. Sean, pria yang telah membelikan semua barang tersebut, kini sedang berdiri di belakangnya untuk mengawasi."Apa sudah kamu kemasi semuanya?" tanya Sean sembari melipat kedua tangannya di depan dada.Raisa menatap nanar pada barang-barang yang sudah dikumpulkannya. Dia merasa tidak tega meletakkan semua barang-barang yang ada di hadapannya untuk dimasukkan ke dalam box."Ayo. Cepatlah kemasi semuanya. Jangan sampai ada yang tertinggal. Kita butuh waktu lama untuk sampai di pusat kota," ujar Sean kembali, tatkala melihat sang wanita hanya menatap barang-barangnya, tanpa bergerak mengemasnya."Ck! Cerewet banget sih!" gumamnya kesal pada sang pria.Merasa tidak sabar akan pergerakan
Raisa bertambah kesal. Pasalnya saat ini mereka sudah kembali ke rumah yang mereka tempati, tanpa mampir ke mana pun. Bayangannya akan makan di sebuah restoran mewah atau sedikit berbelanja, seketika lenyap begitu saja. Sean tidak memberikan kemewahan sedikit pun padanya."Apa kamu benar-benar sudah bangkrut?" tanya Raisa, sembari menatap lekat kedua mata sang pria.Mendengar kata bangkrut yang ditujukan padanya, membuat Sean menjadi kesal, dan teringat kembali pada dendamnya. "Aku tidak akan menjadi bangkrut, Raisa. Bahkan kata bangkrut tidak ada dalam kamus hidupku. Mengerti?" tanya Sean, sembari mengeratkan gigi-giginya.Melihat ekspresi pria yang hidup dengannya saat ini, membuat Raisa merinding ketakutan. Sorot mata Sean memperlihatkan betapa marahnya dia, dan tersimpan dendam di dalamnya. "La-lalu, apa rencanamu selanjutnya?" tanya kembali Raisa dengan gugup, karena pertanyaan tersebut telah ditanyakan olehnya ketika berada di butik, dan tidak mendapatkan jawaban apa pun dari
Berbanding terbalik dengan Sean dan Raisa. Kehidupan Dave dan Celine sangat harmonis dan bahagia. Terlebih lagi dengan semakin bertambah usianya sang pangeran kecil mereka yang digadang-gadang sebagai pewaris dari kekayaan keluarga Mayer, maka semakin lucu dan menggemaskannya dia.Rumah besar nan mewah yang ditempati oleh keluarga Mayer terasa lebih hidup dan menyenangkan. Semua itu karena hadirnya seorang Hero yang menjadi penyelamat untuk keluarga mereka.Meskipun saat ini mereka seolah hidup bahagia tanpa kehadiran Sean, Antonio dan Anna tetap mengawasi putra keduanya itu. Mereka tidak lepas tangan begitu saja seperti yang dikatakan oleh Sean. Bagi pasangan paruh baya tersebut, putra keduanya harus bisa belajar dari kesalahannya, dan sadar bahwa nasehat dari mereka memang benar adanya.Namun, Sean tetap pada pendiriannya, dan pikiran sempitnya itu membawa kehidupannya yang sekarang semakin sengsara bagi seorang Sean Mayer.Raisa pun demikian. Dia merasa hidupnya saat ini seperti hi
"Mereka selalu saja seperti itu. Apa mereka pikir aku bodoh?" ucap seorang gadis yang memakai seragam sekolah sedang berdiri di bawah tangga, sembari melihat ke arah lantai atas.Raisa benar-benar melupakan usia putrinya yang sudah menginjak remaja. Dia sama sekali tidak memikirkan dampak kebebasannya dalam mengekpresikan hasratnya bersama Sean, dapat berpengaruh pada pertumbuhan putrinya. Sering sekali Sera memergoki ibunya dan Sean sedang beradegan panas dengan bebasnya. Bahkan dia tidak berani bertanya atau pun memprotesnya.Seperti saat ini, suara lenguhan dan desisan yang keluar dari mulut mereka berdua, terdengar sangat jelas di telinga gadis remaja itu. Bukan makanan yang dihidangkan oleh sang ibu padanya ketika dia pulang sekolah dalam keadaan lapar, melainkan gadis itu disuguhi dengan pertunjukan panas dari sepasang orang dewasa yang tinggal bersamanya.Awal melihat ibunya sedang memadu kasih dengan pria yang dianggapnya sebagai ayah, tentu saja dia ada sangat kaget. Sera, ga
Hero, cucu dari keluarga Mayer yang menjadi incaran para kaum hawa, kini sedang bersama dengan seorang gadis cantik di dalam mobilnya. Aura kebahagiaan terlihat jelas pada wajahnya. Bahkan senyumannya tidak pernah pudar menghiasi wajah tampannya.Gadis cantik bermata almond yang sedang duduk di samping pengemudi, terlihat malu-malu dengan semburat merah di wajahnya. Gadis periang itu seketika membisu, sejak sang pemilik mobil tersebut memuji penampilannya dan mengungkapkan perasaannya."Kenapa kamu diam saja, Serena?" tanya si pengemudi, tanpa melihat ke arahnya.Sontak s,,,aja gadis cantik yang sedang melamun itu terkesiap. Tanpa sadar dia pun berkata,"Tidak. Kata siapa aku diam?"Seketika Hero mengernyitkan dahinya. Pemuda itu menghentikan mobilnya di tepi jalan, sehingga membuat sang gadis bertambah kaget dan salah tingkah."Biasanya kamu sangat ceria dan banyak sekali bicara. Tapi, kenapa sekarang kamu jadi diam begini? Apa ada masalah? Atau kamu sedang sakit?" tanya pemuda terse
Wanita paruh baya yang terlihat cantik, awet muda dan elegan itu tersenyum manis mendengar sang putra memperkenalkan seorang gadis padanya. Tidak bisa dipungkirinya, hatinya sangat senang melihat putra kesayangannya telah memiliki kekasih hati yang terlihat tidak biasa. Celine merupakan wanita yang sangat jeli dalam menilai, sehingga dia bisa langsung menilai seseorang ketika bertemu dan berbicara dengannya. Tentu saja dia mempelajari semua itu dari sang mertua, Antonio Mayer."Celine Federick Mayer, mama dari Hero Federick Mayer," tukas wanita paruh baya tersebut, sembari mengulurkan tangannya pada gadis yang berdiri di samping sang putra.Dengan sedikit gemetar, gadis tersebut menjabat tangan wanita paruh baya yang telah menyebutkan namanya, seraya berkata,."Saya Serena, Tante. Senang bertemu dengan Tante. Maaf, jika tangan saya gemetar. Saya gugup berkenalan dengan wanita secantik dan sehebat Tante. Saya sangat senang dan merasa sangat terhormat bisa menjabat tangan Tante."Sontak