"Apa?!"Sontak saja kedua orang tua Dave bersamaan menanggapi perkataannya. Mereka terlihat terkejut dan tidak percaya dengan pendengarannya.Dave menatap kedua orang paruh baya tersebut secara bergantian, dan merutuki kebodohannya karena mengatakan fakta yang selama ini mereka tutupi. Bukan karena tidak mau bertanggung jawab, dia hanya tidak ingin wanita yang telah melahirkan anak mereka menerima hujatan dan cacian dari keluarganya."Apa yang kamu katakan, Dave?!" tanya sang papa dengan meninggikan suaranya."Kenapa Hero bisa jadi anakmu? Apa hubunganmu dengan Celine lebih dari sekedar saudara ipar?" sambung sang mama dengan menyipitkan matanya, menatap penuh curiga pada Dave.Seketika pria berstatus duda itu terlihat gugup dan salah tingkah. Dia kembali duduk dan mencoba untuk menenangkan hati serta pikirannya. "Dave!" panggil sang papa dengan tidak sabarnya."Tidak. Hubungan kami hanya sebatas saudara ipar saja," jawabnya dengan asal."Kamu pikir kami percaya, Dave?!" sahut kembal
"Dave!" Seketika sang kakak ipar terkesiap. Suara wanita yang menjadi penghuni hatinya, kini menyadarkan dari lamunan. "Ya. Ada apa?" tanyanya sambil tersenyum kikuk. Celine mengernyitkan dahinya, merasa aneh dengan pria yang ada di hadapannya. "Bukankah kamu ingin mengatakan sesuatu tadi, karena itulah kamu ke sini?" Sontak saja Dave teringat akan tujuannya menemui wanita yang telah melahirkan putranya. Tanpa basa-basi, dia pun berkata, "Apa hasil tes DNA milikku dan Hero ada padamu?" "Apa? Tes DNA? Untuk apa?" celetuk Celine dengan gugup. Dave menatap lekat manik mata sang wanita, mendalami perasaan yang tersimpan di dalam matanya, dan berkata, "Aku ingin menyimpannya. Itu satu-satunya bukti yang menyatakan bahwa Hero adalah putraku." Wanita bermata almond itu menghela nafasnya. Dia menatap intens mata sang kakak ipar, seraya berkata, "Untuk apa, Dave? Tidak akan ada yang berubah meskipun dunia mengetahuinya. Yang ada mereka malah mencemooh kita. Kamu tahu artinya itu, b
Seruan dari Celine membuat kedua pria tersebut menoleh ke arahnya. Semua orang pasti mengatakan jika dia sangat beruntung karena diperebutkan oleh kakak beradik dari keluarga Mayer."Apa kalian tahu, jika dengan bersikap seperti ini, kalian malah membuat orang lain berpikiran buruk padaku dan juga Hero?!" ujar Celine dengan suara yang bergetar, disertai matanya yang berkaca-kaca.Seketika kedua pria kakak beradik tersebut sadar akan sikap egois mereka. Sayangnya Mayer bersaudara itu masih tetap menginginkan Celine untuk menjadi wanitanya."Sayang, aku tidak pernah bermaksud seperti itu. Percayalah padaku. Aku selalu menjagamu dan Hero agar tidak ada yang merendahkan kalian," ucap Sean sembari berjalan menghampiri sang istri, dan berusaha meraih kedua tangannya.Namun, Celine segera menghempaskan tangan suaminya, seraya menatap penuh kebencian dan berkata,"Tidak ada yang bisa aku percaya darimu, Sean. Setelah aku berkali-kali memberimu kesempatan, saat itu juga kamu membuat kesempatan
Cara Antonio menyelesaikan masalah memang berbeda. Dia lebih suka menggunakan otaknya daripada menggunakan tenaganya. Seperti saat ini. Tanpa dia berusaha mencari tahu tentang ayah biologis dari cucunya, dua orang putranya tanpa sadar memperebutkan bayi mungil tersebut."Tutup mulutmu, Dave!" sentak sang adik dengan tatapan penuh amarahnya."Kenapa? Hero memang anakku. Jadi, jangan pernah lupakan fakta itu!" ujar Dave seraya menunjuk dada adiknya, seolah sedang menantangnya.Sean menyeringai mendengar sang kakak yang untuk pertama kalinya mempublikasikan hubungannya dengan putra kebanggaan keluarga mereka. Tangannya mengepal kuat, ingin mendaratkan bogeman mentahnya pada wajah tampan sang kakak. Hanya saja dia masih memiliki kesadaran saat ini. Mereka berdua berada di hadapan sang mama yang sedang memperhatikan kakak beradik tersebut."Kamu juga jangan melupakan fakta bahwa ibu dari bayi itu adalah istriku. Jadi, tidak mungkin jika Hero adalah anakmu, Dave. Kecuali kalian--"Ucapan Se
Seketika bibir Sean melengkung ke atas, seolah telah mendapatkan angin segar dari sang penguasa keluarga Mayer. 'Aku akan mendapatkannya dari Hero. Dia akan menjadi perantara untuk keberhasilanku menguasai dunia bisnis secara global,' batinnya membayangkan kesuksesan yang dicapai bersama bayi ahli waris keluarga Mayer.Antonio tersenyum tipis melihat ekspresi kedua putranya. Terlebih pada putra keduanya. Dia tahu persis jika Sean sangat berambisi untuk menguasai semuanya. Beruntung sekali Dave, putra pertamanya itu tidak pernah punya ambisi seperti sang adik. Dave hanya melakukan semua sesuai dengan perintah sang papa sebagai orang tua dan pemegang tahta tertinggi pada perusahaan global miliknya."Sudahlah, Pa. Lebih baik kita bicarakan nanti. Saat ini yang terpenting adalah kesembuhan Hero, cucu kita."Tiba-tiba saja terdengar suara seorang wanita yang berada di belakang tuan Mayer. Wanita paruh baya yang merupakan nyonya besar dari keluarga tersebut, menyela pembicaraan mereka yang
Hero benar-benar tertidur nyenyak dalam gendongan sang nenek. Bahkan tidak ada lagi suara rengekan lirih dari bibir mungilnya."Biar Celine saja yang gendong Hero, Ma," ucapnya lirih sembari memegang tubuh sang bayi untuk digendongnya.Melihat sang menantu yang seolah memaksa untuk mengambil bayinya, dengan berat hati wanita paruh baya tersebut memberikan cucu kesayangan pada ibunya."Apa Hero sudah minum obatnya?" tanya wanita paruh baya tersebut yang masih betah menatap cucunya."Sudah, Ma. Ini juga sudah agak reda demamnya," jawab sang menantu sambil menempelkan tangannya pada dahi sang buah hati.Anna menatap paras ayu sang menantu. Dalam hatinya berkata,'Kamu memang menantu terbaik, Celine. Wajah cantikmu sepertinya sedang menyimpan rahasia. Kenapa tidak kamu bagikan ke Mama saja, agar kamu tidak perlu gusar seperti itu?'Memang benar adanya. Wajah cantik Celine seolah sedang menyimpan keresahan dan kesedihan. Akan tetapi, ibu kandung daei bayi tersebut, menutupi semuanya dengan
"Sayang?!" "Celine?!"Kedua kakak beradik tersebut, menatap seseorang yang berdiri tidak jauh dari tempat mereka berada. Wanita yang memakai dress selutut berwarna baby pink, terlihat begitu cantik dan anggun dengan rambut ash brown tergerai indah sedang berdiri menatap dingin pada seluruh anggota keluarga tersebut.Pria paruh baya yang merupakan kepala keluarga dalam rumah itu, menyeringai mendengar salah satu nama putranya disebut sang menantu sebagai ayah biologis dari bayinya."Apa maksudmu, Celine? Apakah ayah kandung Hero adalah Dave?" tanya sang papa seolah tidak percaya dengan pendengarannya.Sean menatap tajam pada wanita tersebut. Kedua tangannya mengepal kuat, berusaha untuk tidak meluapkan amarahnya pada sang istri di hadapan keluarganya. Bahkan gigi-giginya pun mengerat kuat, memperlihatkan betapa marahnya dia saat ini.Celine mengerti akan arti tatapan kemarahan sang suami. Dia juga mengerti arti tatapan dari kakak iparnya yang seolah menyayangkan pengakuannya. Akan tet
"Apa yang akan kita lakukan sekarang?" tanya Celine disertai dengan helaan nafasnya.Wanita cantik yang sedang duduk berhadapan dengan kedua pria dari keluarga Mayer itu, menatap kakak beradik tersebut seolah sedang menyidangvnya. "Semua ini karena mu, Dave!" ujar Sean menyalahkan kakaknya yang sedang duduk di dekatnya. "Seharusnya kamu berterima kasih padaku, karena mereka telah percaya dengan ucapanku" tukas Dave dengan datar, seolah malas berdebat dengan adiknya.Sang adik menyeringai, dan menatap tidak suka pada pria yang duduk di sebelahnya, seraya berkata,"Berterima kasih? Apa aku harus berterima kasih jika semua orang berpikir kalian selingkuh hingga tidur bersama di belakangku?!" Sontak saja Celine berdiri dari duduknya, seraya menatap sang suami dengan tajam dan berseru padanya."Sean! Hentikan omong kosong mu itu!" "Omong kosong?" ucap Sean sembari menyeringai meniru ucapan sang istri."Bukankah itu memang fakta?" tanyanya sembari menatap tajam pada sang istri, seolah t
Suara detak jantung dari seorang pasien pria yang terbaring di atas tempat tidur pasien, terdengar menggema dalam ruang ICU setelah mendapatkan operasi selama beberapa jam. Deraian air mata dari beberapa orang yang berada di luar ruang tesebut, tidak dapat didengarnya, seolah dunia mereka kini berbeda. Wanita tua yang berpenampilan modis dan terlihat lebih muda dari usianya, sedang berdiri di depan jendela kaca ruang ICU. Pandangan matanya tidak lepas dari pasien yang ada di dalam ruangan tersebut. Mata sembabnya masih saja mengeluarkan air mata, seolah tidak bisa merelakan apa yang dilihatnya saat ini. "Kenapa nasib Sean bisa begini, Pa?!" tanyanya dengan suara serak pada sang suami yang ada di sebelahnya. "Sabar, Ma. Papa yakin, Sean akan baik-baik saja. Sean adalah seorang Mayer. Dia pasti kuat dan berusaha untuk bertahan, agar bisa kembali pulang bersama dengan kita," tutur Antonio yang berusaha menenangkan hati istrinya. Deraian air mata yang membasahi pipi Anna, membuat
"Mama?!" ujar Sera dengan suara yang bergetar.Perempuan muda itu berlari menghampiri seorang wanita paruh baya yang berpenampilan seksi, dan memakai makeup, lengkap dengan lipstik berwarna merah menyala. Dipeluknya wanita yang dipanggilnya dengan sebutan mama tersebut, dan berkata,"Sera takut, Ma."Air matanya menetes di pipi, dan mengenai baju wanita paruh baya yang dipeluknya. Hal yang paling dibenci oleh Raisa, kini dilakukan oleh putrinya. Raisa sangat marah jika bajunya terkena makeup orang lain pada saat berpelukan dengannya. Terlebih lagi jika air mata orang tersebut menempel di bajunya.Sang mama menjauhkan tubuh putrinya, dan memperhatikan penampilan perempuan muda tersebut yang masih sesenggukan mengeluarkan air mata. "Ada apa denganmu, Sera? Kenapa kamu seperti ini? Dan juga kenapa kamu berada di tempat ini?" tanya Raisa sembari menatap putrinya dengan heran.Sera menundukkan kepalanya, sembari mengusap kasar air mata yang menetes di kedua pipinya. Akan tetapi, dia tidak
"Semuanya sudah lengkap. Sepertinya masalah ini sudah bisa kita proses sekarang," ucap polisi yang sebelumnya telah bersitegang dengan Sean."Silahkan, Pak. Kami menyerahkan mereka pada pihak kepolisian," ujar seorang pria yang berasal dari arah belakangnya.Seketika putra kedua dari keluarga Mayer tersebut, menoleh ke arah sumber suara. Sontak saja matanya terbelalak melihat sosok yang sangat familiar sedang berdiri bersama dengan dua orang pria yang diapit oleh beberapa polisi dan beberapa pria berpakaian serba hitam. "Om Sean," lirih perempuan yang saat ini sedang membuat Sean tercengang dengan penampilannya.Betapa tidak tercengang ketika Sean melihat keadaan putri dari wanita yang menjadi partner ranjangnya. Rambutnya berantakan dan terkesan acak-acakan. Wajahnya terlihat begitu lelah, dengan makeup yang luntur karena peluhnya. Dan satu hal membuat Sean tidak bisa berkata-kata yaitu penampilan Sera saat ini yang persis seperti ibunya.Ingatan Sean tertuju pada saat dirinya menja
Seketika dua orang pria dan seorang wanita terhenyak kaget, tatkala pintu kamar yang mereka tempati dibuka dengan kerasnya dari luar. Beberapa pria berpakaian serba hitam masuk ke dalam kamar tersebut, dan menangkap basah mereka bertiga dalam keadaan polos sedang bersenang-senang bersama. Kedua pria tersebut merupakan karyawan hotel yang bekerja pada bagian parkir, sehingga mereka berdua terlihat ketakutan saat ini.Berbeda dengan kedua pria itu. Sera yang usianya jauh lebih muda dari mereka berdua, terlihat sangat menikmati permainannya. Dia berada di atas tubuh seorang pria, dan pria yang satunya lagi memanjakannya dari belakang tubuhnya. Bahkan dia tidak mau menghentikan gerakannya. "Cepat lakukan! Aku sudah tidak tahan lagi! Jangan berhenti! Aku mohon!" ujar Sera dengan suara yang tertahan, diiringi dengan lenguhannya dan lebih mempercepat gerakannya.Hal itu membuat pria yang berada di bawah tubuhnya merasa tersiksa. Dia ingin menghentikannya, tapi hasratnya mengatakan tidak mau
Dave mengepalkan kedua tangannya ketika mendengar cerita dari sang putra tentang apa yang dilakukan oleh Sean padanya. Kilatan amarah terlihat dari mata pria paruh baya yang selalu membuat sang adik iri padanya. "Tidak pernah ku sangka dia akan berbuat senekat itu padamu," ujar Dave dengan penuh amarah. Hatinya kini dikuasai oleh amarahnya pada sang adik. Bahkan Dave telah berjanji dalam hatinya, dia akan memberi Sean pelajaran yang setimpal, jika berani menyentuh istri dan putranya, meskipun nyawanya menjadi taruhan. "Apa mungkin dia ingin menghancurkan kita, Dad?" tanya sang putra dengan ragu-ragu. Dave menoleh ke arah putranya. Dia memaksakan senyumnya, berusaha agar putra kesayangannya tidak mengkhawatirkan hal itu. "Jangan pikirkan hal itu, Hero. Daddy akan mengatasi semuanya. Kamu hanya perlu fokus pada kehidupan dan masa depanmu. Tetaplah waspada dan hati-hati pada siapa pun, meski orang tersebut kenal dan sangat dekat denganmu," tutur Dave, sembari menepuk-nepuk lirih
Hero menyeringai melihat si pengintai telah mendapatkan pelajaran dari sang asisten. Bahkan saat ini, gadis itu telah dibawa oleh dua orang pria yang sama sekali tidak dikenalnya. Mereka berdua diperintahkan oleh asisten Hero untuk memuaskan hasrat sang gadis di dalam kamar salah satu hotel tersebut.Sera pun tidak menolaknya. Dia sangat membutuhkan sentuhan dari pria untuk memuaskan hasratnya. Apalagi saat ini dia dalam pengaruh obat, sehingga bertindak aktif dan agresif ketika bersenang-senang dengan dua pria dewasa yang sangat berpengalaman.Pikirannya kosong. Hanya hasrat yang memburu sedang menguasai hati serta pikirannya. Senyuman dan lenguhannya menandakan kepuasan Sera akan perlakuan dan sentuhan dari kedua pria yang bermain dengannya. "Siapa sebenarnya dia?" tanya Hero pada sang asisten ketika si pengintai sudah keluar dari ruangan tersebut bersama dengan kedua pria suruhan mereka. "Dia suruhan dari pria yang menemui anda di ruang pesta," jawab sang asisten seraya memberika
Tepuk tangan meriah mengiringi pemasangan cincin di kedua jari pasangan yang sedang bertunangan. Hero dan Serena merupakan pasangan yang berbahagia pada hari ini. Semua keluarga besar, kolega, dan rekan kerja telah datang untuk menjadi saksi peristiwa penting tersebut, dan tentu saja mereka berbondong-bondong memberikan ucapan selamat pada pasangan yang sedang berbahagia.Setelah semua rangkaian acara selesai dilakukan, dan mengantarkan sang kekasih hati pulang bersama keluarganya, Hero meminta ijin pada kedua orang tuanya untuk beristirahat sejenak, meninggalkan pesta tersebut yang masih dipenuhi oleh tamu undangan."Tolong bawakan saya obat sakit kepala," perintah Hero pada asistennya, sembari berjalan keluar dari area pesta.Tanpa menunggu lama, sang asisten pun bergegas mengambilkan obat untuk sang bos, dan membawakan sebotol air mineral untuk dibawa ke ruang peristirahatan yang hanya digunakan pada saat pesta berlangsung.Di dalam ruangan itu, seorang pemuda berpenampilan rapi de
Perkataan Sean terngiang-ngiang di telinga Hero, hingga menyita pikirannya. Pemuda tersebut memikirkan panggilan Sean padanya. 'Putra? Kenapa pria tadi memanggilku sebagai putranya? Apa aku mirip dengan putranya?' batin Hero sembari membayangkan percakapannya bersama dengan Sean.Dirinya mengatakan bahwa tidak akan terpengaruh dengan perkataan pria asing tersebut. Akan tetapi, hatinya menolak untuk melupakannya. Kata "putra" masih saja membekas pada ingatannya. "Ada apa, Hero? Apa kamu gugup?" tanya seorang pria baya sembari terkekeh duduk di sampingnya.Sontak saja pemuda tampan yang menjadi sorotan dalam acara tersebut, menoleh ke arah sumber suara. Seketika dia terkejut tatkala melihat sosok pria yang menjadi panutannya selama ini."Papa?! Sejak kapan Papa berada di sini?"Dave tersenyum, dan menepuk-nepuk lirih pundak putranya, seraya berkata,"Apa yang sedang kamu khawatirkan? Bukankah seorang Hero tidak pernah sekali pun merasa khawatir?" Hero menghela nafasnya. Dia tersenyum
"Sean?!" celetuk Celine yang terkejut melihat sang mantan suami berdiri di hadapannya sambil tersenyum."Kamu bertambah cantik. Aku senang bisa melihatmu lagi, Sayang," tutur Sean sembari tersenyum, dan tatapan matanya seolah sedang menginginkan sang wanita.Celine menguatkan dirinya, agar terlihat tidak terpengaruh oleh kehadiran sang mantan. Sayangnya, ekspresi tubuhnya tidak mengatakan demikian. Dadanya bergerak naik turun seiring dengan nafasnya yang memburu menahan ketakutannya. 'Mimpi itu menjadi kenyataan. Tidak. Aku tidak boleh terlihat lemah dan takut padanya. Aku harus bersikap berani dan tidak terpengaruh dengan kehadirannya,' batin sang wanita dengan mencengkeram erat dress yang dipakainya."Kenapa kamu berada di sini?" tanya Celine yang berusaha terlihat berani di hadapan mantan suaminya.Sean menyeringai. Dia menatap lapar pada wanita cantik yang ada di hadapannya. Memang benar jika Sean semakin tertarik ketika melihat mantan istrinya. Dia tidak menampiknya, dan rasa in