Seketika bibir Sean melengkung ke atas, seolah telah mendapatkan angin segar dari sang penguasa keluarga Mayer. 'Aku akan mendapatkannya dari Hero. Dia akan menjadi perantara untuk keberhasilanku menguasai dunia bisnis secara global,' batinnya membayangkan kesuksesan yang dicapai bersama bayi ahli waris keluarga Mayer.Antonio tersenyum tipis melihat ekspresi kedua putranya. Terlebih pada putra keduanya. Dia tahu persis jika Sean sangat berambisi untuk menguasai semuanya. Beruntung sekali Dave, putra pertamanya itu tidak pernah punya ambisi seperti sang adik. Dave hanya melakukan semua sesuai dengan perintah sang papa sebagai orang tua dan pemegang tahta tertinggi pada perusahaan global miliknya."Sudahlah, Pa. Lebih baik kita bicarakan nanti. Saat ini yang terpenting adalah kesembuhan Hero, cucu kita."Tiba-tiba saja terdengar suara seorang wanita yang berada di belakang tuan Mayer. Wanita paruh baya yang merupakan nyonya besar dari keluarga tersebut, menyela pembicaraan mereka yang
Hero benar-benar tertidur nyenyak dalam gendongan sang nenek. Bahkan tidak ada lagi suara rengekan lirih dari bibir mungilnya."Biar Celine saja yang gendong Hero, Ma," ucapnya lirih sembari memegang tubuh sang bayi untuk digendongnya.Melihat sang menantu yang seolah memaksa untuk mengambil bayinya, dengan berat hati wanita paruh baya tersebut memberikan cucu kesayangan pada ibunya."Apa Hero sudah minum obatnya?" tanya wanita paruh baya tersebut yang masih betah menatap cucunya."Sudah, Ma. Ini juga sudah agak reda demamnya," jawab sang menantu sambil menempelkan tangannya pada dahi sang buah hati.Anna menatap paras ayu sang menantu. Dalam hatinya berkata,'Kamu memang menantu terbaik, Celine. Wajah cantikmu sepertinya sedang menyimpan rahasia. Kenapa tidak kamu bagikan ke Mama saja, agar kamu tidak perlu gusar seperti itu?'Memang benar adanya. Wajah cantik Celine seolah sedang menyimpan keresahan dan kesedihan. Akan tetapi, ibu kandung daei bayi tersebut, menutupi semuanya dengan
"Sayang?!" "Celine?!"Kedua kakak beradik tersebut, menatap seseorang yang berdiri tidak jauh dari tempat mereka berada. Wanita yang memakai dress selutut berwarna baby pink, terlihat begitu cantik dan anggun dengan rambut ash brown tergerai indah sedang berdiri menatap dingin pada seluruh anggota keluarga tersebut.Pria paruh baya yang merupakan kepala keluarga dalam rumah itu, menyeringai mendengar salah satu nama putranya disebut sang menantu sebagai ayah biologis dari bayinya."Apa maksudmu, Celine? Apakah ayah kandung Hero adalah Dave?" tanya sang papa seolah tidak percaya dengan pendengarannya.Sean menatap tajam pada wanita tersebut. Kedua tangannya mengepal kuat, berusaha untuk tidak meluapkan amarahnya pada sang istri di hadapan keluarganya. Bahkan gigi-giginya pun mengerat kuat, memperlihatkan betapa marahnya dia saat ini.Celine mengerti akan arti tatapan kemarahan sang suami. Dia juga mengerti arti tatapan dari kakak iparnya yang seolah menyayangkan pengakuannya. Akan tet
"Apa yang akan kita lakukan sekarang?" tanya Celine disertai dengan helaan nafasnya.Wanita cantik yang sedang duduk berhadapan dengan kedua pria dari keluarga Mayer itu, menatap kakak beradik tersebut seolah sedang menyidangvnya. "Semua ini karena mu, Dave!" ujar Sean menyalahkan kakaknya yang sedang duduk di dekatnya. "Seharusnya kamu berterima kasih padaku, karena mereka telah percaya dengan ucapanku" tukas Dave dengan datar, seolah malas berdebat dengan adiknya.Sang adik menyeringai, dan menatap tidak suka pada pria yang duduk di sebelahnya, seraya berkata,"Berterima kasih? Apa aku harus berterima kasih jika semua orang berpikir kalian selingkuh hingga tidur bersama di belakangku?!" Sontak saja Celine berdiri dari duduknya, seraya menatap sang suami dengan tajam dan berseru padanya."Sean! Hentikan omong kosong mu itu!" "Omong kosong?" ucap Sean sembari menyeringai meniru ucapan sang istri."Bukankah itu memang fakta?" tanyanya sembari menatap tajam pada sang istri, seolah t
Celine tersenyum tipis mendengar berita dari asistennya. Hanya saja ada sedikit perasaan sedih dalam hatinya. Rasa bahagia akan keberhasilan yang sudah lima puluh persen dicapainya, terselip kesedihan akan hancurnya rumah tangga yang telah dibangun bersama dengan Sean selama beberapa tahun. Namun, tidak ada lagi yang bisa dilakukannya. Semua usaha dan pengorbanannya selama ini seolah sia-sia belaka. Hanya dia sendiri yang berusaha untuk mempertahankan rumah tangga mereka, sedangkan sang suami bersuka cita mencurangi dirinya bersama dengan wanita yang pernah menjalin hubungan bersamanya."Mungkin ini yang terbaik bagi kita semua. Aku, Hero, Sean dan Dave," gumamnya sembari menatap wajah damai sang buah hati yang terlelap dalam tidurnya.Pandangan matanya beralih menyusuri kamarnya, seolah ingin merekam setiap inchi dari ruangan tersebut. Dia pun kembali bergumam,"Sepertinya kamar ini tidak akan pernah kamu tempati hingga dewasa nanti."Kemudian dia mengalihkan pandangannya pada sang
"Raisa?!" celetuk Sean dengan ekspresi kagetnya mendapati Raisa dengan bayinya berada di dalam mobil bersamanya.Wanita yang namanya disebut oleh Sean, kini tersenyum manis sembari memperlihatkan bayi yang sedang digendongnya."Sedang apa kamu di sini?" tanya sang pria yang terlihat sedang bingung."Aku dan Sera akan ikut denganmu. Ke mana pun kamu pergi, kami akan selalu ada di sampingmu, karena kita adalah satu keluarga," jawab Raisa sambil tersenyum bahagia."Gila! Kenapa kamu bisa senekat ini?!" seru Sean dengan kesalnya.Raisa masih saja tersenyum penuh kemenangan. Rencananya telah berhasil untuk menyelinap masuk ke dalam mobil Sean, dan memberikan kejutan padanya. "Jika tidak nekat, apa kamu akan datang menjenguk kami? Aku tidak yakin akan hal itu," ucap Raisa sembari membuka pintu mobil, dan dengan tenangnya keluar dari mobil tersebut bersama dengan bayi Sera yang sedang digendongnya.'Shit! Kenapa kunci pintunya tadi aku buka?! Harusnya aku kunci kembali dan membawanya pergi
Plak!Tangan sang nyonya besar mendarat dengan indahnya di pipi mulus wanita yang menjadi selingkuhan putra keduanya."Jika tidak punya sesuatu yang bisa dibanggakan, paling tidak kamu harus punya sopan santun dan bisa bersikap baik dalam segala hal," tutur wanita paruh baya tersebut dengan ketusnya.Seketika hati Raisa merasakan sakit, layaknya teriris oleh benda tajam. Dia hanya diam, tidak bisa membalas perlakuan ibu kandung Sean padanya. 'Saat ini aku memang tidak bisa membalas perlakuan kalian padaku, tapi lihat saja bnanti. Kalian semua pasti akan menyesal telah menghinaku,' batin Raisa melampiaskan kekesalannya pada keluarga Mayer."Cepat bawa dia keluar dari rumah ini!" seru Sean pada beberapa petugas keamanan yang berdiri tidak jauh darinya.Dengan cepatnya mereka bergerak menghampiri wanita yang sedang menggendong seorang bayi. Raisa pun bergerak tidak kalah cepat dari mereka. Kakinya mundur ke belakang, dan berkata,"Jangan coba-coba mendekatiku!"Namun seruannya tidak m
"Ceraikan aku. Aku kira itu hal yang paling mudah kamu lakukan untuk saat ini," tutur Celine di hadapan seluruh anggota keluarga Mayer. "Tidak! Sampai kapan pun aku tidak akan menceraikan mu!" seru Sean dengan memperlihatkan kemarahannya. Tanpa sepengetahuan mereka semua, Celine telah mendengar perdebatan antara Raisa, Sean dan kedua orang tuanya. Dia mendengarkan dengan seksama, dan memikirkan langkah apa yang harus dilakukannya. "Lalu, apa yang akan kamu perbuat padanya? Jangan egois! Pikirkan keluargamu!" sentak sang istri dengan ketus. "Aku tidak peduli dengannya! Lagi pula bayi itu bukan anakku!" sahut Sean yang terlihat kesal. "Kenapa kamu bisa seyakin itu?" tanya sang mama sambil mengernyitkan dahinya. Sean menghela nafasnya, dan menatap wanita paruh baya tersebut dengan tatapan malasnya, seraya berkata, "Mama lupa akan hasil tes kesehatan Sean?" "Aaah, iya. Maaf," ucap Anna dengan penuh penyesalan. "Bukankah kamu mengatakan jika semua itu bisa saja terjadi kar